23
pada orang lain. Individu tersebut cenderung merasa tidak nyaman dalam hubungan yang dekat, tidak dapat mengekspresikan diri, dan
kurang hangat. Selain itu, individu dengan gaya kelekatan cemas cenderung tidak percaya diri, merasa tidak berharga, kurang asertif,
sehingga mereka cenderung kurang berani dalam menjalin relasi dengan orang lain Hazan Shaver, 1987.
Penelitian ini menggunakan empat gaya kelekatan yang dikemukakan oleh Bartholomew Horowitz 1991, yaitu gaya
kelekatan aman, gaya kelekatan takut-menghindar, gaya kelekatan terpreokupasi, dan gaya kelekatan menolak. Peneliti menggunakan
empat gaya kelekatan dari Bartholomew dan Horowitz 1991 karena teori tersebut dianggap lebih aplikatif dan lebih rinci dalam
membedakan gaya kelekatan. Selain itu, teori tersebut melihat gaya kelekatan secara umum, bukan dalam area yang lebih sempit seperti
teori Hazan Shaver yang hanya melihat gaya kelekatan dalam hubungan romantis, sehingga lebih cocok untuk penelitian ini.
3. Faktor-faktor Pembentuk Kelekatan
Kelekatan tidak timbul secara tiba-tiba, melainkan berkembang melalui serangkaian tahapan yang diawali dengan preferensi umum
bayi terhadap manusia hingga kebersamaan dengan pengasuh utama Santrock, 2011. Selain itu, kelekatan juga terbentuk dari faktor-faktor
24
yang mendukung. Menurut Papalia, dkk. 2008, faktor-faktor yang membentuk kelekatan antara lain :
a. Sensitivitas Figur Sensitivitas figur dapat berarti seberapa besar kepekaan figur
terhadap kebutuhan individu atau sejauh mana figur kelekatan mampu mengetahui kebutuhan-kebutuhan individu.
b. Responsivitas Figur Responsivitas figur yang dimaksud adalah cara figur kelekatan
memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu. Figur kelekatan diharapkan mampu memberikan respon yang sesuai dengan
kebutuhan individu.
Menurut Bee 2000, faktor penting dalam mengembangkan kelekatan adalah penerimaan dan adanya sensitivitas figur lekat, yang
termasuk di dalamnya adalah respon yang berkesinambungan dan konsisten terhadap kebutuhan individu. Di sisi lain, Erikson 1968,
dalam Santrock, 2011 menyatakan bahwa kenyamanan fisik dan perawatan yang peka memainkan peran penting dalam pembentukan
kelekatan. Kedua hal tersebut merupakan hal yang esensial untuk mencapai kepercayaan pada masa bayi dan merupakan dasar bagi
25
kelekatan dan pandangan seumur hidup bahwa dunia merupakan tempat yang nyaman untuk dihuni.
C. Remaja 1. Definisi Remaja
Remaja adolescence berasal dari bahasa Latin “adolescere”, yang berarti berkembang atau berkembang menuju kedewasaan Hurlock,
1967. Masa remaja merupakan masa perkembangan transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,
kognitif, dan sosial emosional Horrocks, dalam Hurlock 1967.Selain itu, Hurlock 1967 mengatakan bahwa masa remaja terjadi pada rata-
rata usia 13 sampai 21 bagi perempuan dan antara 14 sampai 21 bagi laki-laki. Para ahli perkembangan menggambarkan remaja sebagai
masa remaja awal Early Adolescence dan masa remaja akhir Late Adolescence. Masa remaja awal kira-kira sama dengan usia sekolah
menengah pertama dan individu mengalami banyak perubahan pubertas. Di sisi lain, masa remaja akhir berlangsung kira-kira setelah
usia 15 tahun Santrock, 2003. Menurut Papalia dan Olds 2008, masa remaja adalah masa
transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 11 atau 12 tahun dan berakhir
pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Jadi, dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan atau transisi
26
dari anak-anak menuju dewasa yang disertai dengan perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan emosi. Merujuk pada pendapat beberapa ahli
yang sudah diuraikan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa batasan usia remaja adalah antara 13 sampai 20 tahun.
2. Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan pada setiap tahap perkembangan manusia memiliki karakteristiknya sendiri. Dalam masa perkembangan remaja,
salah satu tugas perkembangan yang penting adalah pembentukan otonomi dan kelekatan Santrock, 2011.
Para peneliti mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa “storm and stress”. Kata “storm” sendiri sebenarnya merujuk pada
kemarahan yang disertai dengan sifat yang meledak-ledak, yang merupakan emosi dominan pada masa remaja. Kata “stress” sendiri
merujuk pada faktor-faktor emosi dan fisik yang mengganggu fungsi normalnya, termasuk kemarahan yang menyebabkan kemunduran
fungsi fisik dan psikologis Hurlock, 1973. Erikson menyatakan bahwa masa remaja merupakan tahap kelima dalam perkembangan
psikososial, dimana individu berada pada tahap identitas versus kekacauan identitas. Pada tahap ini, individu dihadapkan pada
pertanyaan tentang siapa mereka, mereka itu sebenarnya apa, dan kemana mereka menuju dalam hidupnya Erikson, dalam Santrock
2003. Pencarian identitas pada remaja tersebut dapat mempengaruhi
27
emosi mereka karena remaja dituntut untuk lebih dewasa, sedangkan mereka masih mencari tahu jati diri mereka yang sebenarnya. Hal
tersebut dapat menimbulkan stress tersendiri pada diri remaja, sehingga dapat mempengaruhi emosi remaja Papalia Olds, 2009.
Di sisi lain, pada masa remaja terjadi perubahan hormonal yang membuat mereka belum beradaptasi sepenuhnya terhadap perubahan
hormonal tersebut, sehingga berpengaruh terhadap emosi remaja Santrock, 2007.
Pengalaman lingkungan juga dapat memberikan pengaruh terhadap emosi remaja. Faktor-faktor lingkungan sosial dapat memberikan
pengaruh dua sampai empat kali terhadap depresi dan kemarahan remaja Brooks-Gunn Warren 1989, dalam Santrock, 2007. Selain
itu, pengalaman yang menekan dalam lingkungan sosial, seperti transisi sekolah menengah dan munculnya pengalaman seksual, serta
relasi romantis dapat meningkatkan emosi-emosi negatif pada diri remaja Santrock, 2007. Di sisi lain, remaja yang mampu menyadari
siklus emosionalnya dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi emosi-emosinya dan dapat mengekspresikan emosi dengan
cara-cara yang tidak menyakiti orang lain agar relasi mereka dengan orang lain tetap terjaga Saarni, 1999, dalam Santrock, 2007.
Meningkatnya kemampuan kognitif dan kesadaran diri remaja dapat mempersiapkan mereka dalam mengatasi stress dan fluktuasi
emosional secara lebih efektif. Meskipun demikian, banyak remaja