Persepsi adalah proses dengan mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indra mereka agar memberi makna pada lingkungan mereka
28
Dalam komunikasi politik, persepsi menjadi kajian sentral karena hakikatnya semua pesan politik adalah produk politik yang lebih diarahkan pada menciptakan persepsi to
create of perception dalam pikiran masyarakat voters. Bebagaimana yang diungkapkan seorang politikus senior’’dalam berpolitik’’kata john Lindsay,’’persepsi adalah
realitas’’.
29
Salah satu konsultan strategi pemasaran terkenal selalu menekankan sebuah pelajaran yang berbunyi:’’jangan melawan persepsi dengan kenyataan. Persepsi saling
menang’’.
1.5.6. Targeting politik
Targeting politik atau merupakan target audiens adalah tahap selanjutnya dari analisis segmentasi. Produk dari targeting adalah target audiens kelayakaan sasaran, yaitu; satu atau
beberapa segmen masyarakat yang akan menjadi fokus kegiatan-kegiatan kampanye. Memang sebenarnya targeting adalah persoalan bagimana memilih, menyeleksi, dan
menjangkau masyarakat yang akan tetapkan sebagai kalayak sasaran kegiatan pemasaran politik baca kampanye.
Targeting atau menetapkan sasaran adalah satu atau beberapa segmen yang akan dibidik untuk mencapai sasaran obyektif segmentasi dasar
30
1. Apakah masyarakat voters telah berubah dalam beberapa waktu terakhir
. Setidaknya ada tujuh pertanyaan yang harus disikapi dalam hal targeting,yaitu;
2. .Apakah target audience yang sesunggguhnya sudah sesuai dengan yang
direncanakan ?mengapa berbeda?
28
Stephen P.Robbins,Perilaku Organisasi jilid I, bahasa Indonesia,PT.prenhallindo,1996,hal:124
29
Al Ries jack trout,Positioning:The Bettle for Young Mind,salemba empat,2002,hal 13
30
Diolah dari Rheihal kasali.ibid.hal,372-373
Universitas Sumatera Utara
3. .Apa landasan alasan memilih target audience segmen tersebut?mengapa bukan
target audience segmen yang lain? 4.
Apa yang membedakan target audience segmen tersebut dengan target audience segmen yang lain?proses apa yang digunakan untuk menentukan target audience
segmen ini? 5.
Dapatkah membuktikan bahwa target audience segmen tersebut potensial dan menguntungkan?berapa lama membutuhkan waktu untuk menggerakkan target
audience segmen ini untuk memberi respon?apakah lingkungan politik tidk berubah ketika saatnya memetik hasil?
6. Apakah yang akan dilakukan ketika target audience segmen tidak
merespons?mengapa mereka tidak merespons? 7.
Apakah ada target audience segmen Lain yang lebih menguntungkan?
1.5.7. Mobiliasasi Politik
Mobilisasi didefinisikan sebagai pengembangan sebuah hubungan sosial merujuk pada istilah yang digunakan Weber antara dua actor, individu dan Partai. Konsep aktivitas
Mobilisasi terdiri dari 3 proses: proses kepentingan dimensi kognitif , proses pembentukan komunitas dimensi affectif, dan proses pemanfaatan instrumen dimensi instrumental.
Mobilisasi politik didefinisikan sebagai usaha actor untuk mempengaruhi distribusi kekuasaan. Suatu variabel directional diperkenalkan dalam rangka menggambarkan dengan
tepat jenis hubungan yang berkembang antara Partai dan Individu. Ada 2 model dalam mobilisasi. Pertama, mobilisasi vertical, yakni mobilisasi yang bekerja dalam hubungan
vertical. Mobilisasi vertical meliputi Downward mobilization model, grass-root or populist mobilization model, dan ideal democratic model. Kedua, mobilisasi horizontal, yakni
menyertakan segala kemungkinan dari proses-proses internal dalam mobilisasi yang
Universitas Sumatera Utara
berlangsung diantara Partai dan Individu. Model-model ini membantu untuk menganalisis keadaan politik saat ini sebagaimana ditandai oleh kesinambungan proses mobilisasi
horisontal dan vertikal. Hal ini menyisakan sebuah tugas riset mobilisasi untuk menyelidiki pernyataan yang dibuat di sini bahwa hubungan hirarkis yang dilembagakan antara Partai dan
individu sedang melemah sebagai sebuah hasil dari terus meningkatnya orientasi aktor ke dalam diri mereka ketika sadar akan artikulasi kepentingan, pengembangan loyalitas, dan
pemanfaatan instrument-instrumen mobilisasi.
31
Mobilisasi terkadang dianggap sebagai sebuah kondisi awal dari evolusi menuju Partisipasi Politik. Partisipasi Politik dianggap sebagai kondisi ideal sebuah iklim demokrasi
yang baik. Namun, pada praktiknya, hal tersebut tidak selamanya berjalan seperti itu. Hasil dari kajian tentang mobilisasi dan partisipasi yang dilakukan oleh Jeffrey A. Karp and Susan
A. Banducci di negara- negara yang telah lama menjalankan sistem Demokrasi Jerman, Denmark, Australia IslandiA, Israel, Spanyol, Swedia, Belgia, Irlandia, New Zealand,
Norwegia, Finlandia, Prancis, Amerika, Portugal, Switzerland dan di negara-negara yang baru menjalankan sistem Demokrasi Brazil, Hungaria, Bulgaria, Korea, Czech Republic,
Mexico, Polandia menyatakan bahwa Mobilisasi terjadi bukan hanya pada New democracy, tetapi juga pada Old Democracy.
32
Bookchin, dalam tulisan yang dimuat dalam River Valley Voice
33
31
Birgitta Nedelmann, 1987, Individuals and Parties - Changes in Processes of Political Mobilization, European Sociological Review, Oxford University Press. Hal 181-202
, memberikan komentar terhadap kampanye yang dilakukan oleh Partai Demokrat di Amerika Serikat yang
hanya melakukan aksi yang lebih bersifat sebagai pembalasan terhadap Partai Republik.
32
Jeffrey A. Karp and Susan A. Banducci, 2007, Party Mobilization And Political Participation In New And Old Democracies, SAGE Publications
33
Dikutip dari Benny D Setianto, Dogma Dangkal Politik Mobilisasi. http:suaramerdeka.comsmcetakindex.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetakid_beritacetak
=
Universitas Sumatera Utara
Dengan kata lain, kampanye politik dan tujuan politik dari Partai Demokrat hanya untuk merebut kekuasaan dari Partai Republik sebagai ”balasan” akan kekalahan mereka pada
pemilu sebelumnya. Dalam melakukan upaya pembalasan tersebut, maka Partai Demokrat mengandalkan pemimpin yang karismatis, gugusan public figure, organisasi yang semi
birokratik, diikuti oleh segerombolan massa mengambang yang tergiur dan tertarik oleh pimpinan partai atau jajaran public figure tersebut. Parahnya menurut Bookchin, sering
dukungan yang muncul lebih disebabkan oleh tindakan media yang secara terus-menerus, entah disadari atau tidak, memunculkan para public figure tersebut dengan citra yang
dibangun oleh mereka.
1.5.8. Praktek Mobilisasi