Bentuk dukungan nyata Pemerintah Kota Depok dalam mewujudkan belimbing sebagai ikon kota yaitu dengan mendirikan Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa
Depok PKPBDD. Tugas utama pendirian PKPBDD adalah menjalankan fungsi pemasaran belimbing yang berpihak pada petani. PKPBDD juga diarahkan untuk
berperan sebagai lembaga yang membantu petani dalam permodalan dan membimbing petani dalam penerapan Standar Operasional Prosedur SOP.
1.2. Perumusan Masalah
Pengembangan buah-buahan termasuk belimbing di Indonesia sangat prospektif untuk dikembangkan, akan tetapi masih cukup banyak kelemahan yang
ditemui di lapangan. Pembangunan pertanian di Indonesia selama ini hanya difokuskan pada komoditas pangan terutama padi, sementara bidang hortikultura
belum mendapatkan perhatian secara intensif. Pada tahun 2001, Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura diberi tugas merumuskan dan melaksanakan
kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan produksi hortikultura. Sejak saat itulah perhatian pemerintah terhadap bidang hortikultura mulai ada.
Kondisi industri buah-buahan nasional masih belum memuaskan. Agroindustri tanaman buah-buahan di Indonesia masih terpisah-pisah satu sama
lain dan bukan merupakan satu rangkaian utuh dari hulu ke hilir, antara budidaya, pemetikan buah, penanganan pasca panen, pengolahan, pengepakan, distribusi dan
pemasaran bergerak masing-masing. Sistem usahatani budidaya tanaman buah-buahan Indonesia masih
didominasi oleh masyarakat perkebunan kecil. Pohon buah-buahan masih ditanam oleh petani di halaman rumah dengan jumlah yang relatif terbatas.
Penguasaan teknologi budidaya tanaman oleh petani perlu ditingkatkan, sehingga antara faktor iklim dengan teknologi budidaya tanaman dapat sinergis dalam
meningkatkan produktivitas buah-buahan. Sebagian besar petani hanya berkiprah di bidang usaha tani tingkat
produsen on-farm dengan nilai tambah atau keuntungan yang relatif kecil. Petani belum mengenal dan mengetahui pasar sehingga posisi tawar mereka
sangat lemah. Sementara subsistem pengolahan dan pemasaran off-farm cenderung tidak ditangani oleh petani tetapi oleh pedagang atau pebisnis lainnya.
Permasalahan lain yang dihadapi dalam pengembangan buah-buahan Indonesia yaitu petani belum mengetahui teknologi pemrosesan buah sehingga
pada saat terjadi kelimpahan produk panen raya yang menyebabkan harga buah turun, sebagian produk buah-buahan masih belum dapat diproses menjadi produk
olahan. Pemrosesan buah menjadi produk olahan misalnya menjadi bentuk sari minuman, selai, dan kalengan dapat mengatasi membanjirnya pasokan buah-
buahan di pasar Ashari, 2006. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan buah-buahan nasional
dialami pula pada komoditas belimbing. Negara yang telah memperkenalkan produk unggulan belimbing ke pasar internasional adalah Malaysia dan Australia,
padahal ada dua kawasan di Indonesia yang identik dengan belimbing yaitu Pasar Minggu di Jakarta Selatan dan Demak di Jawa Tengah. Honey Star Fruit adalah
andalan ekspor Malaysia untuk pasar Asia dan Eropa, sedangkan Australia sudah mulai pula mengembangkan budidaya belimbing lebih baik daripada di
Indonesia
4
. Australia telah mengembangkan klon-klon unggulannya. Indonesia sendiri sebenarnya sangat kaya dengan varietas serta klon-klon
unggulan belimbing. Meskipun Indonesia kaya akan varietas, sub varietas dan klon unggulan, namun sampai saat ini masih sangat sedikit kebun belimbing
monokultur berskala komersial. Buah belimbing yang saat ini beredar di pasaran adalah tanaman rakyat di pekarangan yang dibungkus oleh pedagang pengumpul.
Belimbing Dewa sebagai ikon Kota Depok sebenarnya memiliki prospek untuk diekspor ke negara Arab Saudi dan Brunei Darussalam. Ciri khas yang
menjadikan belimbing Dewa memiliki peluang untuk menembus pasar internasional yaitu warna buahnya menarik, daging buahnya tebal, rasanya
manis
5
. Program pengembangan tanaman belimbing sebagai ikon Kota Depok
didukung dengan keluarnya Keputusan Walikota Depok No. 18 Tahun 2003, meliputi upaya untuk penguatan citra belimbing sebagai ikon kota, peningkatan
produktivitas dan kualitas belimbing, pengembangan pasar dan pemasaran
4
Forum Kerjasama Agribisnis. 2008. http:foragri.blogsome.comstar-fruits-malaysia-dan- australia. Star Fruits Malaysia dan Australia. Diakses Tanggal 15 Pebruari 2009.
5
Monitor Depok.
2008. http:www.monitordepok.comcetakajang-duit20717.html.
Belimbing Depok Bakal Diekspor. 16 Mei 2008. Diakses Tanggal 6 Januari 2009.
belimbing, pengembangan industri pengolahan belimbing Dinas Pertanian Kota Depok, 2007.
Potensi pengembangan belimbing di Kota Depok prosfektif untuk dikembangkan. Pada Tabel 2 dapat dilihat luas areal, produksi dan produktivitas
tanaman belimbing di enam kecamatan Kota Depok. Kecamatan yang memiliki luas areal potensial dan populasi tanaman belimbing paling tinggi yaitu
Kecamatan Sawangan, Pancoran Mas dan Cimanggis. Sedangkan berdasarkan data total potensi pengembangan tanaman belimbing, Kota Depok masih memiliki
peluang untuk pengembangan sebesar 128,4 hektar.
Tabel 2. Luas Areal, Populasi, Produksi dan Produktivitas Tanaman Belimbing di
Enam Kecamatan di Kota Depok Tahun 2005 Rata-Rata
Produktivitas Kecamatan
Potensi Ha
Luas Areal yang Telah
Diusahakan Ha
Populasi Pohon
Produksi Ton
Tahun TonHa
Tahun Kg
Pohon Tahun
Sawangan 80
14,30 3.263
395 27,62
121,05 Pancoran
Mas 80
74,00 17.785
1.812 24,49
101,88 Sukmajaya
10 1,00
100 -
- -
Cimanggis 50
20,30 4.553
497 24,48
109,16 Limo
20 5,00
867 40
8,00 46,13
Beji 8
5,00 1.000
99 19,80
99,00
Total 248
119,60 27.568
2.843 20,88
95,44
Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok, 2007
Masih besarnya potensi untuk pengembangan tanaman belimbing di Kota Depok merupakan peluang besar untuk meningkatkan agribisnis belimbing secara
berkesinambungan. Belimbing Depok yang selama ini beredar dipasaran dan merupakan tanaman di pekarangan rumah dengan jumlah pohon yang relatif sedikit dapat dijadikan
promosi keunggulan daerah, apabila terintegrasi dengan baik salah satunya melalui peran kelembagaan. Bahkan dapat memiliki nilai jual dan pasar yang lebih baik apabila
mempertahankan kualitasnya. Akan tetapi, Pemerintah Kota Depok masih memiliki beberapa permasalahan
dalam menjalankan sistem agribisnis belimbing Dewa mulai dari subsistem hulu sampai layanan pendukung. Permasalahan pada subsistem hulu dan usahatani yaitu petani
belum bisa menerapkan sepenuhnya Standar Operasional Prosedur SOP yang sudah diterbitkan oleh Dinas Pertanian Kota Depok.
Petani belum bisa menerapkan SOP secara penuh diduga karena modal yang dimiliki petani terbatas dan pengetahuan petani dalam usahatani tanaman belimbing
dengan penerapan SOP masih rendah. Petani kurang memperhatikan kualitas belimbing khususnya ukuran dan rasanya. Akibat dari kondisi ini belimbing yang dihasilkan
kualitas dan kuantitasnya rendah. Permasalahan yang dihadapi pada subsistem hilir yaitu petani banyak yang
menjual hasil panennya kepada tengkulak, kondisi tersebut menyebabkan petani belimbing tidak memiliki posisi tawar sehingga harga jual petani sangat rendah dan
akan merugikan petani sendiri. Sistem pembelian belimbing perbuah yang dilakukan tengkulak sangat merugikan petani. Sifat belimbing yang mudah rusak menyebabkan
perlu manajemen waktu dalam pengiriman belimbing, perlu manajemen penyaluran belimbing pada saat panen raya dan ketika belimbing dari petani tidak memenuhi grade.
Pada subsistem layanan pendukung permasalahan yang dihadapi yaitu keanggotaan petani dalam PKPBDD masih rendah jika dibandingkan dengan potensi
jumlah petani belimbing di Kota Depok. Jumlah petani belimbing anggota PKPBDD di Kota Depok sebanyak 650 petani yang tergabung dalam 53 kelompok tani. Sedangkan
jumlah anggota aktif PKPBDD sebanyak 149 petani PKPBDD, 2008. Keanggotaan petani belimbing Dewa dalam PKPBDD masih rendah, padahal
peranan PKPBDD dalam peningkatan keanggotaan petani dan kesejahteraannya cukup banyak. Hal ini dapat dilihat dari harga pembelian belimbing Dewa oleh PKPBDD lebih
menguntungkan petani dibandingkan harga pembelian oleh tengkulak yang menggunakan sistem pembelian perbuah. Perbedaan tingkat harga pembelian belimbing
Dewa oleh PKPBDD dan tengkulak dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbedaan Tingkat Harga Pembelian Belimbing Dewa oleh PKPBDD dan
Tengkulak
Grade Berat
GramBuah PKPBDD RpKg
Tengkulak RpKg A
250 6.000
5.000 B
200 - 250 4.000
3.000 C
200 1.500
1.000
Sumber : PKPBDD dan Petani, 2009 Diolah
Harga pembelian belimbing Dewa oleh PKPBDD kepada petani sebesar Rp. 6.000,- perkilogram grade A, Rp. 4.000,- perkilogram grade B dan Rp. 1.500,-
perkilogram grade C. Sedangkan harga pembelian oleh tengkulak atau pedagang pengumpul sebesar Rp. 5.000,- perkilogram grade A, Rp. 3.000,- perkilogram grade
B dan Rp. 1.500,- grade C. Sistem pembelian yang lebih sering diterapkan oleh tengkulak yaitu sistem pembelian perbuah dengan harga berkisar antara Rp. 700,- - Rp.
1.000,- perbuah. Meskipun harga penerimaan PKPBDD tinggi tetapi petani belum bisa menjual
hasil panen sepenuhnya kepada PKPBDD. Petani belimbing sangat terikat kepada tengkulak diduga disebabkan karena masih memiliki keterbatasan modal untuk
menjalankan operasional usahataninya sehingga sering melakukan pinjaman kepada tengkulak dan hubungan kekerabatan petani dengan tengkulak sangat dekat .
Rasa memiliki anggota koperasi masih rendah, hal ini dapat dilihat dari loyalitas petani untuk menjual hasil panennya ke PKPBDD dirasakan masih kurang. Pada saat
panen raya petani menjual hasil panennya ke PKPBDD, sedangkan pada saat belimbing langka petani menjual hasil panennya langsung ke pasar tradisional atau pedagang
pengumpul. Oleh karena itu perlu diketahui kinerja PKPBDD yang telah dijalankan selama ini sehingga dapat meningkatkan peranannya, dan diperlukan suatu sistem yang
dapat mengikat petani dan meningkatkan rasa memiliki koperasi. Berdasarkan permasalahan di atas menarik untuk dikaji mengenai :
1. Bagaimana sistem agribisnis belimbing Dewa yang terdapat di lokasi penelitian ? 2. Bagaimana kinerja PKPBDD yang telah dijalankan selama ini ?
3. Bagaimana implikasi peran PKPBDD terhadap petani dalam pengembangan sistem agribisnis belimbing Dewa ?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian