Analisis efisiensi pemasaran belimbing dewa di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok Jawa Barat

(1)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA

DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK

JAWA BARAT

OLEH : SARI NALURITA

A 14105605

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(2)

RINGKASAN

SARI NALURITA. Analisis Efisiensi Pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok Jawa Barat. Di bawah bimbingan DWI RACHMINA

Belimbing manis merupakan jenis buah yang mudah dibudidayakan selain itu nilai ekonomis belimbing manis lebih tinggi dibandingkan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Permintaan belimbing manis setiap tahun semakin meningkat. Salah satu sentra produksi belimbing manis terdapat di Kota Depok. Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Menganalisis saluran pemasaran dan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran komoditas belimbing manis di Kota Depok, (2) Menganalisis struktur dan perilaku pasar belimbing manis di Kota Depok, (3) Menganalisis efisiensi pemasaran Belimbing Dewa untuk menentukan alternatif saluran pemasaran Belimbing Dewa.

Penelitian ini dilakukan pada beberapa petani Belimbing Dewa di Kecamatan pancoran Mas, Kota Depok. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran pemasaran, lembaga pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur dan perilaku pasar. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah random sampling, dengan 40 petani responden. Sedangkan pengambilan contoh untuk lembaga pemasaran dilakukan dengan metode snowball sampling.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat lima saluran pemasaran yang terbentuk di dalam pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran mas, yaitu : (1) Petani – Tengkulak – Pedagang Besar – Pedagang Pengecer – Konsumen; (2) Petani – Tengkulak – Pedagang Besar – Supplier – Pedagang Pengecer (swalayan) – Konsumen; (3) Petani – Pedagang Pengecer (toko buah dan pasar tradisional) – Konsumen; (4) Petani – Pusat Koperasi Belimbing – Pedagang Pengecer (toko buah) – Konsumen; (5) Petani – Pusat Koperasi Belimbing – Supplier – Pedagang Pengecer (swalayan) – Konsumen. Setiap lembaga pemasaran kentang melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda-beda. Fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Tidak semua lembaga pemasaran melakukan semua fungsi pemasaran tersebut, hanya pedagang pengecer pada saluran pemasaran 1 yang melakukan semua fungsi pemasaran.

Struktur pasar yang dihadapi petani belimbing mengarah kepada struktur pasar oligopsoni, karena jumlah tengkulak yang sedikit dan produk yang dijual homogen Struktur pasar yang dihadapi oleh tengkulak mengarah pada oligopsoni murni karena jumlah tengkulak yang sedikit, tengkulak tidak bebas untuk menentukan harga, walaupun harga berdasarkan negosiasi namun seringkali harga ditentukan oleh pedagang besar. Struktur pasar yang dihadapi oleh tengkulak mengarah pada oligopsoni murni karena jumlah tengkulak yang sedikit, tengkulak tidak bebas untuk menentukan harga, walaupun harga berdasarkan negosiasi namun seringkali harga ditentukan oleh pedagang besar. Struktur pasar yang dihadapi oleh Puskop adalah struktur pasar monopoli. Strukur pasar yang dihadapi oleh pedagang besar adalah struktur pasar oligopoli. Struktur pasar yang dihadapi


(3)

oleh supplier adalah oligopoli differensiasi karena jumlah supplier yang sedikit dan jumlah produk yang dipasok supplier bergam tidak hanya belimbing varietas Dewa Baru. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer selaku penjual mengarah pada persaingan monopolistik karena jumlah pembeli dan penjual yang banyak, pengetahuan pedagang pengecer yang tinggi, sulitnya untuk keluar dan masuk pasar, serta adanya diferensiasi produk.

Hasil analisis marjin pemasaran pada saluran pemasaran satu sampai lima, total biaya pemasaran tertinggi terdapat pada saluran pemasaran lima sebesar Rp.2.340/Kg dan terbesar digunakan untuk biaya pengemasan sebesar Rp.500 (21 persen dari total biaya pengemasan). Bahwa keuntungan terbesar yang diterima petani Belimbing Dewa diperoleh dari saluran pemasaran empat dan lima yaitu sebesar Rp.3.201, sedangkan keuntungan terkecil diperoleh petani di saluran pemasaran satu dan dua sebesar Rp.1.701/Kg. Saluran pemasaran dua adalah merupakan saluran pemasaran yang memiliki total marjin terbesar dibandingkan saluran pemasaran lainnya yaitu sebesar Rp.10.000/Kg atau sebesar 66,67 persen. Farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran pemasaran empat yaitu sebesar 56,52 persen, artinya produsen menerima harga sebesar 56,52 persen dari harga yang dibayarkan konsumen. Berdasarkan analisis rasio keuntungan terhadap biaya, total π/C pada setiap saluran pemasaran Belimbing Dewa memiliki nilai lebih besar dari satu, hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pada masing-masing saluran sudah memberikan keuntungan. Nilai π/C tertinggi terdapat pada saluran pemasaran empat yaitu sebesar 7,51, artinya jika lembaga pemasaran pada saluran pemasaran ke empat mengeluarkan biaya sebesar Rp.1/Kg maka keuntungan yang diperoleh sebesar Rp.7,51/Kg. Rasio keuntungan-biaya terbesar pada saluran empat diperoleh pedagang pengecer sebesar 25,60. Berdasarkan analisis marjin pemasaran saluran pemasaran Belimbing Dewa yang paling efisien adalah saluran pemasaran empat, karena memiliki total marjin pemasaran terkecil sebesar Rp. 5000/Kg (43,48 persen), pada saluran ini petani mendapatkan bagian terbesar yang dianalisis dengan farmer’s share, sedangkan rasio keuntungan terhadap biaya juga menunjukkan saluran pemasaran empat telah memberikan keuntungan pada setiap lembaga yang terlibat dibanding dengan saluran pemasaran lainnya.

Saluran pemasaran empat dapat dijadikan alternatif saluran pemasaran yang dapat dipilih oleh setiap lembaga pemasaran, jika untuk meningkatkan pendapatan petani saluran pemasaran empat dan lima merupakan alternatif saluran pemasaran yang dapat dipilih petani karena petani mendapatkan bagian terbesar pada saluran empat dan lima. Petani memerlukan suatu wadah yang tidak hanya memasarkan hasil panen tetapi juga dapat memberikan kegiatan pembinaan baik dalam hal budidaya maupun dalam hal pemasaran. Untuk meningkatkan efisiensi harga, para pelaku pemasaran perlu memperhatikan jumlah pesaing, informasi pasar, dan standarisasi produk. Untuk meningkatkan efisiensi operasional, beberapa kegiatan peningkatan nilai tambah seperti pengolahan belimbing dirasakan perlu agar petani dan lembaga-lembaga lain yang terlibat bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar dan resiko akan kerusakan produk yang menyebabkan penyusutan bisa dikurangi.


(4)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA

DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK

JAWA BARAT

OLEH : SARI NALURITA

A 14105605

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(5)

Judul : Analisis Efisiensi Pemasaran Belimbing Dewa Di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok Jawa Barat

Nama : Sari Nalurita NRP : A 14105605

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP : 131 918 053

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP : 131 124 019


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH

Bogor, September 2008

Sari Nalurita A 14105605


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Depok sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Sochiri dan Sair. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Mekarjaya 30 pada tahun 1990 dan lulus pada tahun 1996. Penulis melanjutkan ke SLTPN 3 Depok hingga tahun 1999. Selanjutnya penulis melanjutkan sekolah ke SMUN 1 Cibinong dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Program Diploma III di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Manajemen Bisnis dan Koperasi, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Penulis melanjutkan Program Strata satu (S1) pada tahun 2005 di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2008.

Selama kuliah penulis aktif di kepanitian seperti panitia Masa Perkenalan Kampus (MPK) dan Masa Perkenalan Fakultas (MPF) sebagai PAK, panitia pembuatan film produksi fakultas pertanian, panitia Gebyar Nusantara dalam Ulang Tahun IPB, selain itu penulis sempat aktif dalam Keluarga Muslim Diploma (KEMUDI) pada periode 2002/2003.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selalu tercurah kepada Zat yang Maha Esa Allah SWT atas kebesaran dan limpahan rahmat serta hidayah-Nya, shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Syukur alhamdulillah penulis haturkan atas terselesaikannya penulisan skripsi yang berjudul ”Analisis Efisiensi Pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok Jawa Barat”.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan dapat bermanfaat secara teoritis maupun terapan. Dengan adanya lembaga pemasaran baru yaitu Pusat Koperasi sehingga terbentuklah saluran pemasaran baru bagi pemasaran Belimbing Dewa, penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya, sehingga dapat tergambarkan kondisi pemasaran Belimbing Dewa di masa ini.

Penulis pada akhirnya berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Terimakasih

Bogor, September 2008


(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, diawali dengan ucapan syukur alhamdulillah penulis menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Kedua orang tua, terutama ibunda Dra. Sair yang tak henti-hentinya memberikan do’a dan semangat serta dukungan lainnya yang tak ternilai harganya.

2. Ir. Dwi Rachmina, Msi selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, dukungan, saran dan masukan yang sangat berarti bagi penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai.

3. Dr. Ir. Ratna Winandi Selaku dosen penguji utama atas segala arahan dan masukan yang berharga bagi penyempurnaan skripsi penulis.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 8

1.3. Tujuan Penelitian... 12

I.4. Manfaat Penelitian... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA... 14

2.1. Karakteristik Belimbing Manis (carambola) ... 14

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Efisiensi Pemasaran ... 16

2.3 Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Komoditi Belimbing... 18

III. KERANGKA PEMIKIRAN... 20

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis... 20

3.1.1.Saluran Pemasaran... 20

3.1.2.Fungsi dan Lembaga Pemasaran ... 21

3.1.3.Struktur Pasar ... 24

3.1.4.Perilaku Pasar ... 26

3.1.5.Keragaan Pasar ... 27

3.1.5.1. Marjin Pemasaran ... 27

3.1.5.2. Farmer’s Share... 30

3.1.5.3. Rasio Keuntungan Terhadap Biaya ... 30

3.1.6. Efisiensi Pemasaran ... 31

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 32

IV. METODE PENELITIAN... 35

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 35


(11)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA

DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK

JAWA BARAT

OLEH : SARI NALURITA

A 14105605

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(12)

RINGKASAN

SARI NALURITA. Analisis Efisiensi Pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok Jawa Barat. Di bawah bimbingan DWI RACHMINA

Belimbing manis merupakan jenis buah yang mudah dibudidayakan selain itu nilai ekonomis belimbing manis lebih tinggi dibandingkan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Permintaan belimbing manis setiap tahun semakin meningkat. Salah satu sentra produksi belimbing manis terdapat di Kota Depok. Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Menganalisis saluran pemasaran dan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran komoditas belimbing manis di Kota Depok, (2) Menganalisis struktur dan perilaku pasar belimbing manis di Kota Depok, (3) Menganalisis efisiensi pemasaran Belimbing Dewa untuk menentukan alternatif saluran pemasaran Belimbing Dewa.

Penelitian ini dilakukan pada beberapa petani Belimbing Dewa di Kecamatan pancoran Mas, Kota Depok. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran pemasaran, lembaga pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur dan perilaku pasar. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin pemasaran, farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah random sampling, dengan 40 petani responden. Sedangkan pengambilan contoh untuk lembaga pemasaran dilakukan dengan metode snowball sampling.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat lima saluran pemasaran yang terbentuk di dalam pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran mas, yaitu : (1) Petani – Tengkulak – Pedagang Besar – Pedagang Pengecer – Konsumen; (2) Petani – Tengkulak – Pedagang Besar – Supplier – Pedagang Pengecer (swalayan) – Konsumen; (3) Petani – Pedagang Pengecer (toko buah dan pasar tradisional) – Konsumen; (4) Petani – Pusat Koperasi Belimbing – Pedagang Pengecer (toko buah) – Konsumen; (5) Petani – Pusat Koperasi Belimbing – Supplier – Pedagang Pengecer (swalayan) – Konsumen. Setiap lembaga pemasaran kentang melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda-beda. Fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga pemasaran meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Tidak semua lembaga pemasaran melakukan semua fungsi pemasaran tersebut, hanya pedagang pengecer pada saluran pemasaran 1 yang melakukan semua fungsi pemasaran.

Struktur pasar yang dihadapi petani belimbing mengarah kepada struktur pasar oligopsoni, karena jumlah tengkulak yang sedikit dan produk yang dijual homogen Struktur pasar yang dihadapi oleh tengkulak mengarah pada oligopsoni murni karena jumlah tengkulak yang sedikit, tengkulak tidak bebas untuk menentukan harga, walaupun harga berdasarkan negosiasi namun seringkali harga ditentukan oleh pedagang besar. Struktur pasar yang dihadapi oleh tengkulak mengarah pada oligopsoni murni karena jumlah tengkulak yang sedikit, tengkulak tidak bebas untuk menentukan harga, walaupun harga berdasarkan negosiasi namun seringkali harga ditentukan oleh pedagang besar. Struktur pasar yang dihadapi oleh Puskop adalah struktur pasar monopoli. Strukur pasar yang dihadapi oleh pedagang besar adalah struktur pasar oligopoli. Struktur pasar yang dihadapi


(13)

oleh supplier adalah oligopoli differensiasi karena jumlah supplier yang sedikit dan jumlah produk yang dipasok supplier bergam tidak hanya belimbing varietas Dewa Baru. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer selaku penjual mengarah pada persaingan monopolistik karena jumlah pembeli dan penjual yang banyak, pengetahuan pedagang pengecer yang tinggi, sulitnya untuk keluar dan masuk pasar, serta adanya diferensiasi produk.

Hasil analisis marjin pemasaran pada saluran pemasaran satu sampai lima, total biaya pemasaran tertinggi terdapat pada saluran pemasaran lima sebesar Rp.2.340/Kg dan terbesar digunakan untuk biaya pengemasan sebesar Rp.500 (21 persen dari total biaya pengemasan). Bahwa keuntungan terbesar yang diterima petani Belimbing Dewa diperoleh dari saluran pemasaran empat dan lima yaitu sebesar Rp.3.201, sedangkan keuntungan terkecil diperoleh petani di saluran pemasaran satu dan dua sebesar Rp.1.701/Kg. Saluran pemasaran dua adalah merupakan saluran pemasaran yang memiliki total marjin terbesar dibandingkan saluran pemasaran lainnya yaitu sebesar Rp.10.000/Kg atau sebesar 66,67 persen. Farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran pemasaran empat yaitu sebesar 56,52 persen, artinya produsen menerima harga sebesar 56,52 persen dari harga yang dibayarkan konsumen. Berdasarkan analisis rasio keuntungan terhadap biaya, total π/C pada setiap saluran pemasaran Belimbing Dewa memiliki nilai lebih besar dari satu, hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pada masing-masing saluran sudah memberikan keuntungan. Nilai π/C tertinggi terdapat pada saluran pemasaran empat yaitu sebesar 7,51, artinya jika lembaga pemasaran pada saluran pemasaran ke empat mengeluarkan biaya sebesar Rp.1/Kg maka keuntungan yang diperoleh sebesar Rp.7,51/Kg. Rasio keuntungan-biaya terbesar pada saluran empat diperoleh pedagang pengecer sebesar 25,60. Berdasarkan analisis marjin pemasaran saluran pemasaran Belimbing Dewa yang paling efisien adalah saluran pemasaran empat, karena memiliki total marjin pemasaran terkecil sebesar Rp. 5000/Kg (43,48 persen), pada saluran ini petani mendapatkan bagian terbesar yang dianalisis dengan farmer’s share, sedangkan rasio keuntungan terhadap biaya juga menunjukkan saluran pemasaran empat telah memberikan keuntungan pada setiap lembaga yang terlibat dibanding dengan saluran pemasaran lainnya.

Saluran pemasaran empat dapat dijadikan alternatif saluran pemasaran yang dapat dipilih oleh setiap lembaga pemasaran, jika untuk meningkatkan pendapatan petani saluran pemasaran empat dan lima merupakan alternatif saluran pemasaran yang dapat dipilih petani karena petani mendapatkan bagian terbesar pada saluran empat dan lima. Petani memerlukan suatu wadah yang tidak hanya memasarkan hasil panen tetapi juga dapat memberikan kegiatan pembinaan baik dalam hal budidaya maupun dalam hal pemasaran. Untuk meningkatkan efisiensi harga, para pelaku pemasaran perlu memperhatikan jumlah pesaing, informasi pasar, dan standarisasi produk. Untuk meningkatkan efisiensi operasional, beberapa kegiatan peningkatan nilai tambah seperti pengolahan belimbing dirasakan perlu agar petani dan lembaga-lembaga lain yang terlibat bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar dan resiko akan kerusakan produk yang menyebabkan penyusutan bisa dikurangi.


(14)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA

DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK

JAWA BARAT

OLEH : SARI NALURITA

A 14105605

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008


(15)

Judul : Analisis Efisiensi Pemasaran Belimbing Dewa Di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok Jawa Barat

Nama : Sari Nalurita NRP : A 14105605

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP : 131 918 053

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP : 131 124 019


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH

Bogor, September 2008

Sari Nalurita A 14105605


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Depok sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Sochiri dan Sair. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Mekarjaya 30 pada tahun 1990 dan lulus pada tahun 1996. Penulis melanjutkan ke SLTPN 3 Depok hingga tahun 1999. Selanjutnya penulis melanjutkan sekolah ke SMUN 1 Cibinong dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Program Diploma III di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Manajemen Bisnis dan Koperasi, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Penulis melanjutkan Program Strata satu (S1) pada tahun 2005 di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2008.

Selama kuliah penulis aktif di kepanitian seperti panitia Masa Perkenalan Kampus (MPK) dan Masa Perkenalan Fakultas (MPF) sebagai PAK, panitia pembuatan film produksi fakultas pertanian, panitia Gebyar Nusantara dalam Ulang Tahun IPB, selain itu penulis sempat aktif dalam Keluarga Muslim Diploma (KEMUDI) pada periode 2002/2003.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selalu tercurah kepada Zat yang Maha Esa Allah SWT atas kebesaran dan limpahan rahmat serta hidayah-Nya, shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Syukur alhamdulillah penulis haturkan atas terselesaikannya penulisan skripsi yang berjudul ”Analisis Efisiensi Pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok Jawa Barat”.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan dapat bermanfaat secara teoritis maupun terapan. Dengan adanya lembaga pemasaran baru yaitu Pusat Koperasi sehingga terbentuklah saluran pemasaran baru bagi pemasaran Belimbing Dewa, penelitian ini merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya, sehingga dapat tergambarkan kondisi pemasaran Belimbing Dewa di masa ini.

Penulis pada akhirnya berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Terimakasih

Bogor, September 2008


(19)

UCAPAN TERIMAKASIH

Proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, diawali dengan ucapan syukur alhamdulillah penulis menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Kedua orang tua, terutama ibunda Dra. Sair yang tak henti-hentinya memberikan do’a dan semangat serta dukungan lainnya yang tak ternilai harganya.

2. Ir. Dwi Rachmina, Msi selaku dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, dukungan, saran dan masukan yang sangat berarti bagi penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai.

3. Dr. Ir. Ratna Winandi Selaku dosen penguji utama atas segala arahan dan masukan yang berharga bagi penyempurnaan skripsi penulis.


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 8

1.3. Tujuan Penelitian... 12

I.4. Manfaat Penelitian... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA... 14

2.1. Karakteristik Belimbing Manis (carambola) ... 14

2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Efisiensi Pemasaran ... 16

2.3 Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Komoditi Belimbing... 18

III. KERANGKA PEMIKIRAN... 20

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis... 20

3.1.1.Saluran Pemasaran... 20

3.1.2.Fungsi dan Lembaga Pemasaran ... 21

3.1.3.Struktur Pasar ... 24

3.1.4.Perilaku Pasar ... 26

3.1.5.Keragaan Pasar ... 27

3.1.5.1. Marjin Pemasaran ... 27

3.1.5.2. Farmer’s Share... 30

3.1.5.3. Rasio Keuntungan Terhadap Biaya ... 30

3.1.6. Efisiensi Pemasaran ... 31

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 32

IV. METODE PENELITIAN... 35

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 35


(21)

Halaman

4.3. Metode Pengambilan Contoh ... 36

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data... 36

4.4.1. Analisis Saluran Pemasaran ... 37

4.4.2. Analisis Fungsi dan Lembaga Pemasaran ... 37

4.4.3. Analisis Struktur Pasar ... 38

4.4.4. Analisis Perilaku Pasar ... 39

4.4.5. Analisis Efisiensi Pemasaran... 39

4.4.5.1 Marjin Pemasaran ... 39

4.4.5.2 Farmer’s Share... 40

4.4.5.3 Rasio Keuntungan Terhadap Biaya... 41

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 42

5.1. Letak dan Keadaan Geografis Daerah Penelitian... 42

5.2. Keadaan Alam ... 42

5.3. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ... 42

5.4. Gambaran Umum Usahatani Belimbing Dewa ... 43

5.5. Karakteristik Petani Responden ... 47

VI. ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA... 49

6.1. Analisis Saluran Pemasaran ... 49

6.1.1. Saluran Pemasaran 1 ... 51

6.1.2. Saluran Pemasaran 2 ... 52

6.1.3. Saluran Pemasaran 3... 53

6.1.4. Saluran Pemasaran 4... 54

6.1.5. Saluran Pemasaran 5... 55

6.2. Analisis Fungsi dan Lembaga Pemasaran ... 55

6.2.1. Petani ... 56

6.2.2. Pedagang Pengumpul Wilayah (Tengkulak)... 58

6.2.3. Pusat Koperasi Belimbing Dewa... 60

6.2.4. Pedagang Besar ... 62

6.2.5. Supplier ... 63


(22)

Halaman 6.3. Analisis Struktur Pasar... 67 6.3.1. Petani ... 68 6.3.2. Pedagang Pengumpul Wilayah (Tengkulak)... 68 6.3.2. Pusat Koperasi Belimbing Dewa... 69 6.3.4. Pedagang Besar ... 70 6.3.5. Supplier ... 71 6.3.6. Pedagang Pengecer... 71

6.4. Analisis Perilaku Pasar 72

6.4.1 Praktek Pembelian dan Penjualan serta Sistem

Penentuan Harga di Tingkat Petani... 73 6.4.2 Praktek Pembelian dan Penjualan serta Sistem

Penentuan Harga di Tingkat Tengkulak ... 73 6.4.3 Praktek Pembelian dan Penjualan serta Sistem

Penentuan Harga di Tingkat Pusat Koperasi

Belimbing Dewa ...

74 6.4.4 Praktek Pembelian dan Penjualan serta Sistem

Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Besar ... 75 6.4.5 Praktek Pembelian dan Penjualan serta Sistem

Penentuan Harga di Tingkat Supplier ... 76 6.4.6 Praktek Pembelian dan Penjualan serta Sistem

Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Pengecer ... 76 6.4.7 Kerjasama antar Lembaga pemasaran... 77 6.5. Keragaan Pasar ... 78 6.5.1. Marjin Pemasaran... 78 6.5.2. Farmer’s Share... 83 6.5.3. Rasio Keuntungan Terhadap Biaya... 84 6.6. Alternatif Saluran Pemasaran... 85 VII. KESIMPULAN DAN SARAN... 87 7.1. Kesimpulan... 87 7.2. Saran... 88 DAFTAR PUSTAKA... 90 LAMPIRAN... 92


(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Volume Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia Tahun

2003-2006 ... 1 2. Jumlah Tanaman Produktif, Luas Panen, dan Produktivitas

Belimbing Manis di Indonesia Tahun 2004-2006... 3 3. Produksi Belimbing Manis di Jawa Barat Tahun 2002-2006 (Kw) ... 4 4. Perkembangan Produksi Komoditas Buah-buahan Potensial di

Kota Depok Tahun 2002-2006 ... 5 5. Perkembangan Jumlah Tanaman yang menghasilkan dan

Produktivitas Belimbing di Kota Depok Tahun 2004-2006... 6 6. Perkembangan Produksi Belimbing Dewa di Kecamatan

Pancoran Mas Tahun 2004-2007... 7 7. Nilai permintaan Belimbing Manis di Jakarta pada Tahun 2006 ... 8 8. Perkembangan Harga Belimbing Dewa di Kota Depok untuk

Grade A Tahun 2003-2007 ... 10 9. Marjin Pemasaran Belimbing Dewa Pada Masing-Masing

Lembaga Pemasaran di Kecamatan Pancoran Mas Tahun 2006...

11 10. Persyaratan Mutu Buah Belimbing Segar menurut Standar

Nasional Indonesia Tahun 1998 ... 14 11. Varietas dan Karakteristik Belimbing Manis Segar yang terdapat

di Indonesia Tahun 2006 ... 15 12. Target Mutu yang diharapkan dicapai dari penerapan SOP

Belimbing Dewa Kota Depok Tahun 2007 ... 16 13. Fungsi-fungsi Pemasaran ... 37 14. Karakteristik Struktur Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan

Pembeli... 38 15. Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Pancoran Mas Tahun 2008... 43 16. Produktivitas Belimbing Dewa berdasarkan Umur Belimbing di

Kecamatan Pancoran Mas ... 45 17. Karakteristik Umur Petani Responden di Kecamatan Pancoran

Mas Tahun 2008... 47 18. Tingkat Pendidikan Petani Responden di Kecamatan Pancoran

Mas Tahun 2008... 47 19. Karakteristik Petani Responden di Tinjau dari Segi Sosial dan


(24)

20. Fungsi-fungsi Pemasaran dari Lembaga Pemasaran Komoditas

Belimbing Dewa... 59 Nomor Halaman

21 Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh Lembaga pemasaran pada setiap Saluran pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan

Pancoran Mas, Kota Depok Tahun 2008... 66 22 Struktur Pasar Belimbing Dewa dilihat dari Sisi Pembeli dan

Penjual di Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok Tahun 2008 ... 72 23 Marjin Pemasaran Belimbing Dewa Pada Saluran 1,2,3,4, dan 5

di Kecamatan Pancoran Mas Tahun 2008 ... 82 24 Analisis Farmer’s Share pada Saluran pemasaran Belimbing

Dewa di Kecamatan Pancoran Mas Tahun 2008... 83 25 Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya pada Lembaga

pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas Tahun 2008 ...


(25)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Pola Umum Saluran Tataniaga Produk-Produk Pertanian di

Indonesia... 21 2. Kurva Marjin Pemasaran ... 28 3. Kerangka Pemikiran Operasional ... 34 4. Saluran Pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan

Pancoran Mas ...


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Produksi Buah-buahan di Indonesia Tahun 2003-2006 ... 92 2. Produksi Belimbing Tahun 2002-2006... 93 3. Luas Areal, Populasi, Produksi dan Produktivitas Tanaman

Belimbing di Enam Kecamatan Kota Depok Tahun 2005 ... 94 4. Biaya Pemasaran Belimbing Dewa yang dikeluarkan oleh setiap

Lembaga pemasaran pada Saluran pemasaran 1 ... 95 5. Biaya Pemasaran Belimbing Dewa yang dikeluarkan oleh setiap

Lembaga pemasaran pada Saluran pemasaran 2 ... 96 6. Biaya Pemasaran Belimbing Dewa yang dikeluarkan oleh setiap

Lembaga pemasaran pada Saluran pemasaran 3 ... 97 7. Biaya Pemasaran Belimbing Dewa yang dikeluarkan oleh setiap

Lembaga pemasaran pada Saluran pemasaran 4 ... 98 8. Biaya Pemasaran Belimbing Dewa yang dikeluarkan oleh setiap

Lembaga pemasaran pada Saluran pemasaran 5 ... 99 9. Kuisioner untuk Petani ... 100 10. Kuisioner untuk Lembaga Pemasaran ... 103


(27)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sektor pertanian di perkotaan memiliki keunggulan spesifik dan sangat prospektif, karena jaminan pangsa pasar, dan permintaan akan produk pertanian segar dan olahan sangat beragam. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu meningkatkan sumber pendapatan petani dan pemulihan ekonomi pertanian. Hal ini terbukti ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998, sub sektor hortikultura menjadi salah satu penyumbang devisa negara yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang positif.

Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mengalami perkembangan pesat. Hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan penduduk dan semakin banyaknya masyarakat yang menyadari pentingnya kecukupan gizi yang berasal dari buah-buahan (Dinas Pertanian, 2006).

Buah-buahan memberikan konstribusi terbesar setiap tahunnya terhadap volume ekspor komoditas hortikultura seperti tanaman hias, sayuran dan aneka tanaman lainnya. Hal ini dapat dilihat dari volume ekspor komoditi holtukultura tahun 2003-2006.

Tabel 1. Volume Ekspor Komoditi Hortikultura Indonesia Tahun 2003-2006

2003 2004 2005 2006 Laju

(%/th) Komoditi

Ton % Ton % Ton % Ton % Ton %

Tanaman

Hias 14.671 4,32 15.427 4,29 16.939 4,26 16.183 3,83 3,49 -0,46 Sayuran 133.042 39,16 114.855 31,96 112.708 28,34 130.556 30,82 0,09 -9,90

Buah-buahan

189.254 55,70 225.367 62,72 262.358 65,97 272.297 64,28 13,09 5,92 Aneka

Tanaman Lainnya

2.774 0,82 3.668 1,03 5.639 1,30 4.548 1,07

Jumlah 339.741 100 359.317 100 397.644 100 423.584 100

22,20 17,27


(28)

Berdasarkan Tabel 1, pada tahun 2003-2006 buah-buahan memberikan konstribusi berturut-turut sebesar 55,70 persen, 62,72 persen, 64,28 persen dan 65,97 persen terhadap volume ekspor komoditi hortikultura Indonesia. Laju pertumbuhan ekspor buah-buahan Indonesia dari tahun 2003-2006 adalah sebesar 13,09 persen. Semakin meningkatnya volume ekspor tersebut didukung oleh semakin meningkatnya jumlah produksi buah-buahan Indonesia. Dari selang waktu 2003-2006 jumlah produksi buah-buahan Indonesia terus meningkat (Lampiran 1). Laju pertumbuhan rata-rata produksi buah-buahan Indonesia dari selang waktu 2003-2006 mencapai angka 6,09 persen per tahun. Berdasarkan Lampiran 1, jumlah produksi terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 13.551.435 ton, dan produksi tertinggi tahun 2006 yaitu sebesar 16.171.130 ton.

Belimbing manis merupakan salah satu buah unggulan nasional yang memberikan konstribusi sebesar 0,43 persen terhadap produksi buah nasional pada tahun 2006 (Lampiran 1). Walaupun nilai konstribusinya rendah terhadap produksi nasional, namun buah yang biasa disebut star fruit merupakan satu-satunya buah lokal yang harganya hampir menyamai buah-buahan impor. Buah belimbing juga digunakan untuk pencegahan berbagai macam penyakit, antara lain bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah, memperlancar pencernaan, menurunkan kolesterol, dan dapat digunakan sebagai anti oksidan yang berfungsi mencegah penyebaran sel kanker (Subdit teknologi pengolahan hasil holtikultura BPPHP Departemen Pertanian, 2006).

Permintaan belimbing manis setiap tahun semakin meningkat. Peningkatan permintaan tersebut sebesar 6,5 persen per tahun (2002-2005)1. Hal ini menunjukkan belimbing memiliki potensi untuk dikembangkan di Indonesia.

1

http://gizi.net/forum/indeks,Indonesian Nutrition Network Forum Indeks, “Buah Eksotik Indonesia”. 8 Januari 2008


(29)

Sampai saat ini dikenal dua macam belimbing dari segi rasa yaitu belimbing yang buahnya manis (Averrhoa Carambola L.) dan belimbing yang rasanya asam (Averrhoa bilimbi L.). Belimbing manis merupakan jenis buah yang mudah dibudidayakan selain itu nilai ekonomis belimbing manis lebih tinggi dibandingkan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.).

Laju pertumbuhan luas panen belimbing di Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun (2004-2006) mengalami pertumbuhan sebesar 3,93 persen dan laju pertumbuhan produktivitas sebesar 7,29 persen. Berikut mengenai jumlah tanaman produktif, luas panen dan produktivitas belimbing manis di Indonesia. Tabel 2. Jumlah Tanaman Produktif, Luas Panen, dan Produktivitas

Belimbing Manis di Indonesia Tahun 2004-2006

Tahun

Tanaman yang Menghasilkan (Pohon/Rumpun)

Luas Panen

(Ha)

Produktivitas (Ton/Ha)

2004 815.917,00 2.718,00 28,74

2005 764.532,00 2.548,00 25,88

2006 776.964,00 2.590,00 27,14

Laju (%/th) 3,95 3,93 7,29 Sumber : BPS, 2007

Berdasarkan Tebel 2 bahwa selama tiga tahun terakhir di Indonesia mengalami pertumbuhan tanaman belimbing sebesar 3,95 persen, luas panen belimbing mengalami pertumbuhan sebesar 3,93 persen dan produktivitas mengalami pertumbuhan sebesar 7,29 persen. Hal ini dipengaruhi oleh teknik pengolahan baik pengolahan awal maupun pasca panen, cuaca dan sebagainya.

Salah satu sentra produksi belimbing manis terdapat di Propinsi Jawa Barat. Jawa Barat merupakan penghasil belimbing terbesar ke tiga setelah Jawa Tengah pada tahun 2006, dengan nilai konstribusi sebesar 15,47 persen terhadap produksi belimbing nasional (Lampiran 2). Salah satu Kotamadya yang terdapat di Jawa Barat yang memproduksi belimbing manis dalam jumlah yang cukup banyak


(30)

adalah Kota Depok. Hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi belimbing manis Kota Depok terbesar se-Jawa Barat pada tahun 2005 sebesar 42.095 Kw atau sebesar 38,26 persen, dan pada tahun 2006 sebesar 40.473 Kw atau sebesar 37,21 persen dari total produksi belimbing manis di Propinsi Jawa Barat (Tabel 3). Tabel 3. Produksi Belimbing Manis di Jawa Barat Tahun 2002-2006 (Kw)

Tahun No. Kabupaten/

Kotamadya 2002 2003 2004 2005 2006 Laju

(%/thn)

1. Depok 5.945 6.062 6.963 42.095 40.473 129,38

2. Sukabumi 5.862 4.238 5.566 3.474 2.046 -18,76

3. Bandung 11.003 9.835 14.857 9.653 8.988 -0,36

4. Cirebon 1.653 1.826 2.728 2.764 1.016 -0,51

5. Karawang 9.386 9.364 16.852 12.759 9.702 7,87

6. Bogor 30.562 30.837 33.887 26.294 24.754 -4,36

7. Garut 17.367 15.249 16.325 16.528 14.017 -4,77

8. Tasikmalaya 9.056 7.795 8.859 3.970 2.085 -25,73

9. Subang 12.876 10.864 11.673 7.483 5.679 -17,04

Jumlah 103.710 96.070 117.710 125.020 108.760 2,09 Sumber : www.jabar.go.id, 4 Desember 2007

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan produksi belimbing manis di Kota Depok selama periode 2002-2006 mengalami laju pertumbuhan sebesar 129,38 persen, sementara untuk kota lain pertumbuhannya jauh di bawah Kota Depok. Berdasarkan kondisi tersebut, Kota Depok merupakan tempat yang potensial untuk mengembangkan usahatani belimbing.

Belimbing Dewa mempunyai kemampuan berproduksi tinggi, penampilan menarik dengan warna buah matang oranye mengkilap, rasa buah manis segar, testur daging agak berserat, aroma buah agak harum, sudah ditanam petani secara luas dan mempunyai nilai ekonomis tinggi. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian NO: 718/Kpts/TP.240/8/98 Belimbing Dewa merupakan salah satu komoditas buah unggulan Kota Depok yang berasal dari varietas Dewa baru dan dikenal sebagai Belimbing Dewa. Buah belimbing diharapkan mampu menjadi


(31)

salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan masyarakat akan vitamin, serat dan mineral.

Kecenderungan perkembangan produksi belimbing pada periode 2002-2006 di Kota Depok sangat berfluktuasi. Pada Tabel 4 berikut ini dapat diketahui perkembangan produksi lima komoditas buah-buahan potensial terutama belimbing Kota Depok dengan nilai pertumbuhan selama lima tahun terakhir

Tabel 4. Perkembangan Produksi Komoditas Buah-buahan Potensial di Kota Depok Tahun 2002-2006

Jumlah Produksi (Kwintal) No

. Komoditas 2002 2003 2004 2005 2006

Laju (%/thn)

1. Belimbing 5.945 6.062 6.963 42.095 40.473 129,40

2. Pisang 19.566 20.875 20.778 37.546 35.355 20,27

3. Jambu Biji 10.264 11.053 11.053 35.795 31.765 55,07

4. Pepaya 15.047 15.580 21.638 33.570 20.029 14,31

5. Rambutan 12.764 12.762 12.762 25.883 12.769 13,03

Jumlah 63.586 66.332 73.194 174.889 140.391 33,48 Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok, 2007

Berdasarkan Tabel 4 selama periode 2002-2006 produksi belimbing manis di Kota Depok mengalami laju pertumbuhan sebesar 129,38 persen jauh dibandingkan dengan laju pertumbuhan ke empat komoditas lainnya. Pada tahun 2005 terjadi peningkatan produksi yang sangat tinggi di banding tahun 2004 sebesar 35.135 kw atau sebesar 83,46 persen. Hal ini disebabkan karena kebijakan pemerintah yang mendukung usahatani belimbing melalui program Pengembangan Buah Belimbing dengan varietas Dewa. Program ini meliputi pembinaan petani, penelitian pembudidayaan sampai dengan pemasaran hasil produksi belimbing dari petani. Sampai saat ini pemerintah telah membina 650 petani belimbing yang tergabung dalam 25 kelompok tani yang tersebar di enam kecamatan Kota Depok. Petani-petani belimbing ini telah diberikan pembekalan-pembekalan tata cara pembudidayaan belimbing dengan varietas Dewa. Dan dari


(32)

sektor pemasaran, Pemerintah Kota Depok telah memfasilitasi terbentuknya Pusat Koperasi Pemasaran Buah dan Olahan Belimbing Dewa atau yang dikenal dengan Puskop.

Produksi belimbing di Kota Depok pada tahun 2006 mencapai 40.473 kw atau sebesar 28,82 persen dari total produksi lima komoditas buah-buahan potensial, sedangkan produktivitasnya sebesar 1,28 kw/pohon atau 0,128 ton/pohon.

Tabel 5. Perkembangan Jumlah Tanaman yang menghasilkan dan Produktivitas Belimbing di Kota Depok Tahun 2004-2006

Tahun

Jumlah Tanaman yang Menghasilkan

(pohon)

Produktivitas (kw/pohon)

2004 32.510,00 0,21

2005 33.676,00 1,50

2006 31.620,00 1,28

Laju (%/th) -1,32 35,70 Sumber: Bapeda Kota Depok, 2007

Berdasarkan Tabel 5, laju perubahan jumlah pohon belimbing selama tahun 2004-2006 mengalami penurunan sebesar 1,32 persen. Hal ini disebabkan karena kebutuhan lahan pemukiman meningkat dari tahun ke tahun akibatnya mendorong masyarakat dan pengembang bisnis untuk merubah penggunaan yang ada menjadi pemukiman (Supriyati, 2005). Laju pertumbuhan produktivitas sebesar 35,7 persen, hal ini dapat disebabkan oleh teknik pengolahan baik pengolahan awal maupun pasca panen, cuaca dan pengetahuan petani mengenai budidaya belimbing.

Keragaan kebun belimbing di wilayah Kota Depok yang tersebar di enam

kecamatan yaitu ; (1) Pancoran Mas, (2) Beji, (3) Sukmajaya, (4) Limo, (5) Sawangan, dan (6) Cimanggis, pada umumnya yang terdapat di areal lahan

pekarangan, kebun-kebun dekat pekarangan rumah atau lahan-lahan pertanian yang semula untuk bertanam padi dan sayuran, kini mulai di tanami belimbing.


(33)

Produksi Belimbing Dewa tersebar di enam kecamatan Kota Depok dengan penyebaran yang tidak merata. Tiga kecamatan yang memiliki luas areal dan populasi tanaman belimbing yang tinggi adalah Kecamatan Pancoran Mas, Cimanggis dan Sawangan. Pancoran Mas merupakan sentra utama yang memproduksi belimbing dalam jumlah yang cukup besar. Kelurahan yang menjadi sentra utama produksi Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas adalah Mampang, Pancoran Mas, Rangkapan Jaya Baru, dan Cipayung. Keterangan mengenai luas areal, populasi, produksi dan produktivitas tanaman belimbing di enam kecamatan Kota Depok tahun 2005 dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan Lampiran 3, pada tahun 2005 luas areal tanaman Belimbing Dewa yang diusahakan di Kecamatan Pancoran Mas seluas 74 ha atau 61,87 persen dari jumlah areal tanaman belimbing dengan jumlah populasi tanaman sebanyak 17.785 pohon atau sebesar 64,51 persen dari jumlah populasi pohon belimbing di enam kecamatan Kota Depok. Perkembangan produksi Belimbing Dewa dari tahun 2004-2007 mengalami perkembangan yang fluktuatif. Keterangan mengenai jumlah produksi Belimbing Dewa dari tahun 2004-2007 di Kecamatan Pancoran Mas dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perkembangan Produksi Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas Tahun 2004-2007

Tahun Produksi (Ton) Persentase Perubahan (%)

2004 390 -

2005 2.352 503,07

2006 2.261 5,05

2007 3.002 32,77

Laju (%/thn) 180,29 Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok, 2007

Berdasarkan Tabel 6, laju pertumbuhan Belimbing Dewa (2004-2007) sebesar 180,29 persen. Pada tahun 2006 terjadi penurunan produksi, hal ini dapat


(34)

dipengaruhi oleh harga dan kemungkinan permintaan dan penawaran yang terjadi di dalam proses pemasaran, serta selera pasar.

Posisi Kota Depok yang sangat berdekatan dengan ibu kota negara yaitu DKI Jakarta dan perkembangan Kota Depok cukup pesat dengan hadirnya supermarket dan supermal yang mempunyai peluang dan sangat potensial dalam mendukung pemasaran belimbing manis. Bidang tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura Dinas Pertanian Kota Depok meyatakan bahwa permintaan pasar Jakarta mencapai 4.300 ton setiap tahun dengan nilai mencapai Rp. 3.914.974. Tabel 7. Nilai Permintaan Belimbing Manis di Jakarta pada Tahun 2006

No. Jenis Pasar Nilai

(Rp) %

1. JakartaModern Trade 614.462 15,70

2. Jakarta Traditional Trade 3.169.112 80,95 3. Specialized Fruit Market 131.400 3,35

Total 3.914.974 100,00

Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok, 2007 1.2.Perumusan Masalah

Salah satu program pertanian yang sedang diupayakan dapat mengangkat dunia pertanian Kota Depok sekaligus dapat dijadikan icon kota adalah Program Pengembangan Buah Belimbing dengan varietas Dewa. Perencanaan program ini sendiri telah dilakukan sejak tahun 2006, yang melibatkan seluruh “stake holder “ belimbing Kota Depok. Perencanaan ini meliputi seluruh aspek kerja pengelolaan belimbing, mulai dari pembinaan petani, penelitian pembudidayaan sampai dengan pemasaran hasil produksi belimbing dari petani.

Hingga saat ini pemerintah Kota Depok telah melakukan pembinaan 650 petani belimbing yang tergabung dalam 25 kelompok tani yang tersebar di enam kecamatan Kota Depok. Petani-petani belimbing ini telah diberikan pembekalan-pembekalan tata cara pembudidayaan belimbing dengan varietas Dewa. Dan dari


(35)

sektor pemasaran, Pemerintah Kota Depok telah memfasilitasi terbentuknya Pusat Koperasi Pemasaran Buah dan Olahan Belimbing Dewa atau yang dikenal dengan Puskop yang bertugas memasarkan hasil buah dan olahan petani belimbing Kota Depok.

Pembentukkan Puskop dilakukan pada saat yang sangat tepat, karena awal tahun 2008, selama tiga bulan merupakan masa panen raya belimbing yang hanya terjadi setiap 2-3 tahun sekali. Sehingga Puskop dapat langsung berperan dalam upaya mengakomodasi pemasaran hasil petani belimbing.

Hingga awal Februari 2008 Puskop telah menerima hasil produksi belimbing petani sebanyak 80 ton, saat ini juga sedang berupaya mengembangkan kerjasama dengan pasar-pasar potensial belimbing, baik pasar-pasar tradisional maupun pasar-pasar moderen. Beberapa pasar moderen yang telah melakukan kerjasama dengan Puskop antara lain adalah Carrefour, SuperIndo, dan sejumlah toko-toko buah segar yang berada disekitar wilayah Jabodetabek.

Puskop sebagai lembaga yang diharapkan mampu mengatasi fluktuasi harga belimbing, sehingga akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani belimbing itu sendiri masih sangat banyak. Puskop sedang berupaya menjangkau pasar nasional bahkan internasional.

Sebagian besar petani belimbing Kota Depok menjual hasil produksinya kepada tengkulak, walaupun tengkulak umumnya membeli belimbing dari petani dengan harga relatif lebih rendah dari yang dibeli Pusat Koperasi (Puskop) belimbing. Hal ini disebabkan karena petani telah memiliki kedekatan bisnis yang kuat dengan tengkulak, yaitu dalam hal pinjam meminjam modal dalam bentuk uang tunai, selain itu Puskop yang baru berdiri Januari 2008 belum mampu


(36)

merekrut seluruh petani Kota Depok sebagai anggota. Hanya sebagian kecil saja dari petani belimbing yang menjual produksinya langsung ke pedagang pengecer atau ke Puskop, sehingga saluran pemasaran belimbing dari petani hingga konsumen akhir umumnya cukup panjang. Rantai pemasaran yang panjang dapat menciptakan sistem pemasaran yang tidak efisien.

Harga produk sangat ditentukan oleh tengkulak yang mendatangi para petani. Tengkulak biasanya membeli langsung dari kebun petani, setelah itu langsung membawa belimbing ke pedagang besar (pasar induk). Dari pedagang besar para supplier bisa mendapatkan belimbing untuk di bawa ke swalayan-swalayan. Pedagang besar juga menjual belimbing ke pedagang pengecer (pasar tradisonal dan toko buah).

Jika koperasi membeli belimbing dari petani dengan harga Rp 6.500 per kilogram untuk great A sementara tengkulak membayar dengan harga Rp5.000/Kg untuk great A. Berikut mengenai harga Belimbing Dewa yang terjadi di Kota Depok. Harga yang diterima konsumen akhir sudah merupakan tambahan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran.

Tabel 8. Perkembangan Harga Belimbing Dewa di Kota Depok untuk Grade A Tahun 2003-2007

Tahun

Harga di Petani yang dibayarkan tengkulak (Rp/Kg) Nilai Tengah Laju (%)

Harga di Konsumen (Rp/Kg)

Nilai Tengah

Laju (%)

2003 3.000-4.000 3.500 - 7.000- 9.000 8.000 -

2004 3.500-4.000 3.750 7,14 9.000-10.000 9.500 18,75

2005 3.500-4.000 3.750 0 9.000-10.000 9.500 0

2006 4.000-4.500 4.500 20,00 10.000-12.000 11.000 15,79

2007 4.500-6.000 5.250 16,67 10.000-12.000 11.000 0

Laju Pertunbuhan di Petani

(%/thn) 10,95

Laju Pertunbuhan di

Konsumen (%/thn) 8,63


(37)

Berdasarkan Tabel 8 harga pasar belimbing dibayar konsumen akhir jauh lebih besar dari harga yang berlaku di tingkat petani. Perbedaan harga tersebut (marjin pemasaran) yang terjadi di khawatirkan akan merugikan petani sebagai produsen. Padahal salah satu cara memasarkan Belimbing Dewa secara efisien adalah dengan mengurangi marjin pemasaran. Besarnya selisih antara harga jual yang diterima petani dengan harga yang dibayarkan konsumen menunjukkan adanya marjin pemasaran yang sangat besar. Marjin pemasaran yang semakin besar umumnya akan menyebabkan persentase bagian harga yang diterima petani semakin kecil. Keterangan mengenai distribusi marjin pemasaran yang diperoleh setiap lembaga pemasaran Belimbing Dewa pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Marjin Pemasaran Belimbing Dewa Pada Masing-Masing Lembaga Pemasaran di Kecamatan Pancoran Mas Tahun 2006

No. Lembaga Pemasaran Harga Jual

(Rp/Kg)

Marjin Pemasaran

(Rp/Kg) %

1. Petani 4.000 - -

2. Ped. Pengumpul Wilayah 5.200 1.200 15

3. Ped. Besar 6.000 800 10

4. Supplier 6.800 1.800 10

5. Ped. Pengecer Moderen 11.000 5.200 65

Total - 8.000 100

Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok, 2007

Berdasarkan data Tabel 9, distribusi marjin pemasaran Belimbing Dewa tidak merata penyebarannya. Marjin tertinggi di miliki oleh pedagang pengecer moderen, hal ini dikarenakan adanya kegiatan peningkatan nilai tambah yang dilakukan oleh pedagang pecer moderen seperti pengemasan, pengangkutan, grading dan sebagainya yang berimplikasi pada meningkatnya biaya, selai itu pedagang pengecer moderen umumnya mengambil keuntungan yang relatif besar.


(38)

Kurangnya informasi pasar menyebabkan kurangnya pengetahuan petani mengenai kondisi pasar. Hal ini mengakibatkan barganing position petani dalam menentukan harga jual belimbing Dewa menjadi lemah, sehingga petani lebih sering sebagai penerima harga.

Akses permodalan yang terbatas dan kelembagaan di tingkat petani yang masih lemah seperti belum berfungsinya Asosiasi Petani Belimbing Depok (Apebede) secara maksimal menjadi kendala dalam pemasaran belimbing manis (Dinas Pertanian Kota Depok, 2008). Keberadaan Pusat Koperasi Belimbing Kota Depok diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar petani sehingga harga di tingkat petani pun tinggi. Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah saluran dan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas? 2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar Belimbing Dewa di Kecamatan

Pancoran Mas?

3. Bagaimana efisiensi pemasaran Belimbing Dewa yang terjadi di Kecamatan Pancoran Mas?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis saluran pemasaran dan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran komoditas belimbing manis di Kota Depok. 2. Menganalisis struktur dan perilaku pasar belimbing manis di Kota Depok.


(39)

3. Menganalisis efisiensi pemasaran Belimbing Dewa untuk menentukan alternatif saluran pemasaran Belimbing Dewa.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak yang berkepentingan seperti :

1. Petani dan lembaga pemasaran sebagai bahan informasi dalam proses pemasaran belimbing.

2. Pemerintah sebagai bahan masukan bagi penetapan kebijakan terutama untuk meningkatkan efisiensi pemasaran belimbing.

3. Peneliti untuk menerapkan teori yang telah didapat untuk menganalisa permasalahan yang ada dalam masyarakat dan memberikan alternatif pemecahannya.


(40)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Belimbing Manis ( AverrhoaCarambola L)

Belimbing manis segar ( Averrhoa Carambola L) adalah buah dari tanaman belimbing dalam tingkat optimal , utuh, segar, aman bagi manusia dan bebas dari obat-obatan dan pestisida (SNI 01-4491-1998). Klasifikasi buah belimbing manis segar berdasarkan berat buah untuk masing-masing varietas digolongkan dalam tiga jenis yaitu kelas A dengan berat kurang dari sama dengan 250 gr/buah, kelas B dengan berat 200-250 gr/buah, dan kelas C dengan berat kurang dari 200 gr/buah. Berdasarkan kriteria buah belimbing segar untuk masing-masing varietas digolongkan ke dalam dua jenis mutu, yaitu mutu I dan mutu II. Persyaratan mutu buah belimbing segar dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Persyaratan Mutu Buah Belimbing Segar menurut Standar Nasional Indonesia Tahun 1998

Jenis Mutu No. Jenis Uji/Komponen Mutu

Mutu I (%) Mutu II (%)

1. Keseragaman varietas Seragam Seragam

2. Keseragaman dan berat 100 75-90

3. Keseragaman tingkat kesegaran 100 75-90

4. Keseragaman tingkat ketuaan buah 100 75-90

5. Cacat dan busuk 0 0-5

6. Kadar kotoran 0 2

7. Serangga hidup atau mati Ada atau tidak ada Ada atau tidak ada

8. Organisme pengganggu tumbuhan 0 0

Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok, 2007

Keseragaman varietas adalah keseragaman kenampakan buah belimbing manis segar dari varietas tertentu yang ditandai dengan tingkat kesegaran, tingkat ketuaan, buah cacat, kotoran, keseragaman berat, serangga hidup atau mati. Belimbing manis adalah salah satu jenis buah tropika yang sangat digemari konsumen berasal dari kawasan di Malaysia yang kemudian menyebar luas ke berbagai negara yang beriklim tropis lainnya termasuk Indonesia. Di kawasan


(41)

Amerika buah belimbing dikenal dengan sebutan star fruits dan jenis belimbing yang populer dan digemari masyarakat adalah belimbing Florida (Sunarjoyo dalam Husen, 2006).

Varietas unggul belimbing manis segar antara lain Varietas Demak Kapur, Demak Kunir, Penang, Dewi Murni, Dewa Baru, Bangkok, Sembiring, Fhilipina, Wulan, dan Paris. Berikut varietas dan karakteristik belimbing manis segar yang terdapat di Indonesia.

Tabel 11. Varietas dan Karakteristik Belimbing Manis Segar yang terdapat di Indonesia Tahun 2006

No. Varietas Asal Warna Buah

Matang Rasa Buah Matang Berat Buah Matang (gr)

1. Demak Kunir Demak Kuning

merata

Sangat manis dan berair banyak

200-300

2. Demak Kapur Demak Kuning

keputihan

Manis dan

berair banyak 200-400

3. Penang Malaysia Oranye Manis dan

berair sedang 250-350

4. Dewi Murni Bekasi Kuning

kemerahan

Manis dan

berair sedikit 200-500

5. Bangkok Thailand Merah Manis dan agak

kesat 150-200

6. Sembiring Sumatera

Utara Kuning mengkilap Manis sekali dan berair banyak 300-450

7. Fhilipina Fhilipina Kuning Manis dan

berair banyak 400-600

8. Wulan Pasar

Minggu

Merah mengkilap

Manis dan

berair banyak 300-600

9. Paris Pasar

Minggu Kuning kemerahan Sangat manis dan berair sedikit 120-230

10. Dewa baru Jakarta

Selatan

Kuning kemerahan

Manis dan

berair banyak 300-450

Sumber : SOP Belimbing, Dinas Pertanian Kota Depok, 2007

Varietas belimbing yang banyak dikembangkan di Kota Depok adalah varietas Dewa Baru. Target mutu yang diharapkan dicapai dari penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Belimbing Kota Depok dapat dilihat pada Tabel 12.


(42)

Tabel 12. Target Mutu yang diharapkan dicapai dari penerapan SOP Belimbing Dewa Kota Depok Tahun 2007

No. Umur Pohon

(tahun)

Produktivitas (buah/pohon/tahun)

Panen (kali/tahun)

1. 2 – 4 500 3

2. 5 – 9 500 – 1200 3

3. 10 – 15 1201 – 2000 3

4. > 15 > 2000 3

Sumber : Dinas Pertanian Kota Depok, 2007

Waktu panen belimbing Kota Depok terjadi tiga kali dalam setahun, yaitu terjadi pada bulan Januari-Februari, Mei-Juni, September-Oktober. Biasanya panen raya jatuh pada bulan Februari. Kapasitas produksi belimbing jika diterapkan budidaya sesuai dengan SOP diharapkan produktivitas per pohon dapat mencapai 300 Kg per tahun. Idealnya dalam satu hektar lahan jika dihitung jarak tanam 6 m x 6 m sesuai SOP maka tanaman belimbing bisa mencapai 272 pohon. 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Efisiensi Pemasaran

Mushofa, Wahib, dan Heru (2007) meneliti mengenai analisis efisiensi pemasaran stroberi di Desa Pandanrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) mengidentifikasi saluran pemasaran dan fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga pemasaran stroberi di daerah penelitian, (2) menganalisis marjin, distribusi marjin, bagian harga yang diterima petani (farmer share) di setiap saluran pemasaran stroberi, dan (3) menganalisis efisiensi harga dan efisiensi operasional lembaga pemasaran stroberi. Metode yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsi pemasaran. Analisis kuantitatif bertujuan untuk menganalisis marjin tataniaga, distribusi marjin dan farmer’s share disetiap saluran pemasaran. Efisiensi pemasaran diperoleh berdasarkan efisiensi harga dan efisiensi operasional.


(43)

Dari hasil analisis marjin pemasaran diketahui bahwa nilai marjin pemasaran tinggi terutama pada saluran pemasaran tiga. Rendahnya harga di tingkat petani produsen menyebabkan share harga yang diterima petani menjadi rendah. Terbatasnya jumlah komoditas stroberi, distribusi marjin tidak merata dan keuntungan yang sangat tinggi terjadi pada tingkat pedagang pengecer, hal ini menunjukkan bahwa efisiensi operasional pemasaran stroberi belum tercapai.

Kusuma, Wahib, dan Poerwohadi (2007) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi pemasaran kentang di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis saluran dan fungsi-fungsi pemasaran apa saja yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dan juga tingkat efisiensi dari setiap saluran pemasaran.

Metode yang digunakan adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsi pemasaran. Analisis kuantitatif bertujuan untuk menganalisis efisiensi pemasaran yang diukur dari tingkat marjin pemasaran dan farmer’s share. Indikator yang digunakan dalam analisis efisiensi adalah farmer’s share dan marjin pemasaran. Indikator yang digunakan dalam menentukan marjin pemasaran adalah total biaya tataniaga dan keuntungan di masing-masing lembaga pemasaran. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat saluran pemasaran kentang. Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah random sampling, dengan 30 responden. Sedangkan pengambilan contoh untuk lembaga pemasaran dilakukan dengan metode snowball sampling.

Setiap lembaga pemasaran kentang melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda-beda. Marjin pemasaran kentang pada saluran pemasaran 1,2,3, dan 4


(44)

berturut-turut adalah Rp. 1650/kg, Rp. 1900/kg, Rp. 1200/kg, dan Rp. 1100/kg. Sedangkan untuk nilai efisiensi pemasaran kentang pada saluran pemasaran 1,2,3, dan 4 berturut-turut adalah 2,99; 4,56; 5,05; dan 3,11. Hal ini menunjukkan bahwa semua saluran pemasaran kentang yang ada sudah efisien.

Yusuf, Evert, Hosang dan Ujang (2006) melakukan penelitian mengenai analisis pemasaran dan efisiensi pemasaran gelondong jambu mete di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini bertujuan : (1) Menganalisis pemasaran gelondong jambu mete terutama rantai pemasaran, dan (2) Mempelajari tingkat efisiensi pemasaran gelondong jambu mete di Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pengambilan contoh sampel menggunakan metode simple random sampling. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) Penelusuran dan deskripsi, (2) Analisis kuantitatif. Hasil penelitian mereka menjelaskan bahwa terdapat tiga pola saluran pemasaran jambu mete. Dari ketiga saluran pemasaran gelondong jambu mete yang ada, saluran pemasaran dua dan tiga merupakan saluran pemasaran yang efisien karena memiliki marjin tataniaga yang kecil dan farmer’s share yang tinggi. Sedangkan saluran pemasaran satu merupakan saluran pemasaran yang tidak efisien karena farmer’s share lebih kecil dari marjin pemasarannya.

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Tentang Komoditi Belimbing

Husen (2006) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan pemasaran buah belimbing Depok varietas Dewa-Dewi di Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.


(45)

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa tingkat pendapatan usahatani belimbing dengan sistem penjualan per kilogram lebih menguntungkan daripada penjualan dengan sistem per buah. Rantai pasokan belimbing terdiri dari tiga saluran pemasaran. Fungsi pemasaran yang dilakukan adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi utilitas. Nilai marjin pemasaran menunjukkan saluran pemasaran dua dan saluran pemasaran tiga memiliki nilai total marjin terkecil dengan farmer’s share tertinggi dibandingkan saluran pemasaran satu, karena petani tidak memiliki kemampuan untuk ikut dalam proses pemasaran.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat dilihat bahwa hasil penelitian memiliki kesamaan dalam tujuan penelitian dan metode analisis yang digunakan yaitu analisis kuantitatif dan analisis kualitatif, kesamaan lainnya adalah variabel yang dianalisis dalam penelitian. Penelitian ini berbeda dengan penelitian efisiensi pemasaran sebelumnya, karena pada penelitian ini komoditas dan waktu penelitian berbeda. Perbedaan penelitian ini dengan yang dilakukan oleh Husen mengenai belimbing Depok adalah terbentuknya Pukop di awal Januari 2008 sebagai lembaga pemasaran belimbing dan wadah penyalur aspirasi petani, selain itu variabel yang dianalisis terdapat perbedaan.


(46)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.3. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan, adalah teori mengenai variabel-variabel yang akan diteliti. Variabel-variabel yang akan diteliti pada penelitian analisis efisiensi pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok terdiri dari saluran pemasaran, lembaga pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur serta perilaku pasar untuk menilai efisiensi harga. Marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan biaya digunakan untuk menilai efisiensi pemasaran secara operasional.

3.3.1. Saluran Pemasaran

Arus barang yang melalui lembaga-lembaga yang menjadi perantara pemasaran akan membentuk saluran pemasaran. Menurut Kotler (1983) saluran pemasaran adalah serangkaian lembaga yang melakukan semua fungsi yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikannya dari produsen ke konsumen.

Perbedaan saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu jenis barang akan berpengaruh pada bagian pendapatan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat didalamnya. Hal ini berarti bahwa saluran pemasaran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada masing-masing lembaga yang terlibat dalam kegiatan pemasaran tersebut.

Saluran pemasaran dari suatu komoditas perlu diketahui untuk dapat menentukan jalur mana yang lebih efisien dari semua kemungkinan jalur-jalur


(47)

yang dapat ditempuh. Selain itu saluran pemasaran dapat mempermudah dalam mencari besarnya marjin pemasaran yang diterima tiap lembaga yang terlibat. Pola umum saluran tataniaga produk-produk pertanian di Indonesia :

Gambar 1. Pola Umum Saluran Tataniaga Produk-Produk Pertanian Di Indonesia

Sumber : Limbong dan Sitorus, 1987

3.3.2. Fungsi dan Lembaga Pemasaran

Proses penyaluran produk dari produsen ke konsumen memerlukan berbagai tindakan atau kegiatan. Kegiatan tersebut dinamakan sebagai fungsi-fungsi pemasaran (Limbong dan Sitorus, 1987). Adanya jarak antara produsen dan konsumen, sehingga fungsi lembaga perantara sangat diharapkan kehadirannya untuk menyalurkan barang dari produsen ke konsumen melalui berbagai kegiatan yang dikenal sebagai perantara (middleman atau intermediary ).

Limbong dan Sitorus (1987) mendefinisikan lembaga tataniaga sebagai suatu lembaga perantara yang berperan dalam kegiatan penyaluran barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran barang mulai dari titik produsen sampai titik konsumen dikelompokkan menjadi empat kelompok Limbong dan Sitorus (1987), yaitu :

1. Pengelompokkan berdasarkan fungsi yang dilakukan.

Berdasarkan fungsi yang dilakukan, lembaga-lembaga pemasaran dapat dibedakan menjadi :

Petani/ Produsen

Tengkulak Ped. Besar Perantara Pabrik/Eksportir

Konsumen Akhir Domestik


(48)

a. Lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan pertukaran seperti pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya.

b. Lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan fisik seperti pengolahan, pengangkutan dan penggudangan.

c. Lembaga pemasaran yang menyediakan fasilitas-fasilitas pemasaran seperti informasi pasar, Kredit Desa, KUD, Bank Unit Desa, dan lain-lain.

2. Pengelompokkan berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang.

Berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang, lembaga-lembaga pemasaran dapat dibedakan menjadi :

a. Lembaga pemasaran yang menguasai dan memiliki barang yang dapat dipasarkan seperti ; pengecer; grosir; pedagang pengumpul; tengkulak, dan lain-lain.

b. Lembaga pemasaran yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti ; agen; broker; lembaga pelanggan; dan lain-lain.

c. Lembaga pemasaran yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti ; lembaga pengangkutan; pengolahan; perkreditan; dll. 3. Pengelompokkan berdasarkan kedudukannya dalam struktur pasar.

a. Lembaga pemasaran yang bersaing sempurna, seperti pengecer beras, pengecer rokok, dan lain-lain.

b. Lembaga pemasaran yang memonopolistis, seperti pedagang bibit, pedagang benih, dan lain-lain.

c. Lembaga pemasaran yang oligopolis, seperti importir cengkeh, perusahaan semen, dan lain-lain.


(49)

a. Berbadan hukum, seperti Perseroan Terbatas (PT), Firma, Koperasi.

b. Tidak berbadan hukum, seperti perusahaan perseorangan, pedagang pengecer, tengkulak dan sebagainya.

Menurut Azzaino (1982) dalam mempelajari proses pemindahan barang dari produsen ke konsumen dapat menggunakan beberapa pendekatan, yang digolongkan ke dalam empat pendekatan, yaitu pendekatan serba barang (comodity approach), pendekatan serba lembaga (intitutional approach) pendekatan serba fungsi ( functional approach), dan pendekatan teori ekonomi.

Pendekatan barang (comodity approach) yaitu suatu pendekatan yang menekankan perhatian terhadap kegiatan atau tindakan-tindakan yang diperlakukan terhadap barang dan jasa selama proses penyampaiannya mulai dari produsen sampai konsumen.

Pendekatan lembaga (intitutional approach) menekankan kepada mempelajari pemasaran dari segi organisasi lembaga-lembaga yang turut serta dalam proses penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen.

Pendekatan fungsi (the functional approach) adalah mengklasifikasikan aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan atau perlakuan-perlakuan ke dalam fungsi yang bertujuan untuk memperlancar proses penyampaian barang dan jasa. Fungsi-fungsi pemasaran dapat dikelompokkan menjadi tiga fungsi, yaitu :

1. Fungsi Pertukaran (Exchange Function) adalah kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pemasaran ini terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan dan pengumpulan


(50)

2. Fungsi Fisik (Physical Function) adalah tindakan yang berhubungan langsung dengan barang dan jasa sehingga proses tersebut menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi ini meliputi fungsi penyimpanan, fungsi pengolahan dan fungsi pengangkutan.

3. Fungsi Fasilitas (facilitating Function) adalah tindakan-tindakan yang bertujuan untuk memperlancar proses terjadinya pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi ini meliputi fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar.

3.3.3. Struktur Pasar

Struktur pasar adalah dimensi yang menjelaskan sistem pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syarat-syarat masuk pasar (Limbong dan Sitorus, 1987). Stuktur pemasaran paling banyak digunakan dalam menganalisis sistem pemasaran, karena melalui analisis struktur pasar maka secara otomatis akan dapat dijelaskan bagaimana perilaku lembaga yang terlibat dan akhirnya akan menunjukkan keragaan yang terjadi akibat dari struktur dan perilaku pasar yang ada dalam sistem pemasaran tersebut.

Berdasarkan sifat dan bentuknya, pasar dibedakan menjadi dua macam struktur pasar yaitu: (1) pasar bersaing sempurna, (2) pasar tidak bersaing sempurna (Kotler, 1983). Suatu pasar dapat digolongkan ke dalam struktur pasar bersaing sempurna jika memenuhi ciri-ciri antara lain: terdapat banyak penjual maupun pembeli; pembeli dan penjual hanya menguasai sebagian kecil dari barang atau jasa yang dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi harga pasar


(51)

(penjual dan pembeli berperan sebagai price taker); barang atau jasa yang dipasarkan bersifat homogen; penjual dan pembeli bebas keluar masuk pasar.

Menurut Dahl dan Hammond (1977) pasar bersaing tidak sempurna dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi pembeli dan sisi penjual. Sisi pembeli, pasar terdiri dari pasar monopoli, oligopsoni, dan sebagainya. Dari sisi penjual terdiri dari pasar persaingan monopolistik, pasar monopoli, oligopoli, duopoli, dan sebagainya.

Pasar dapat diklasifikasikan menjadi empat struktur pasar berdasarkan sifat dan bentuknya Limbong dan Sitorus (1987), yaitu :

1. Struktur Pasar Bersaing Sempurna

Pada struktur pasang bersaing sempurna terdapat banyak penjual dan pembeli yang bebas keluar atau masuk pasar. Barang dan jasa yang dipasarkan bersifat homogen. Dengan struktur biaya tertentu, perusahaan tidak dapat menetapkan harga sendiri untuk memaksimumkan keuntungan. Sehingga perusahaan hanya sebagai penerima harga (price taker) dan hanya menghadapi satu tingkat harga. 2. Struktur Pasar Bersaing Monopolistik

Struktur pasar bersaing monopolistik terdiri dari banyak pembeli dan penjual yang melakukan transaksi pada berbagai tingkat harga. Produk yang dijual perusahaan bersifat tidak homogen tetapi memiliki perbedaan, seperti perbedaan pengepakan, warna kemasan, harga dan pelayanannya. Untuk mencapai keuntungan maksimum perusahaan dapat menekan biaya produksi atau dengan cara perubahan teknologi.


(52)

3. Struktur Pasar Oligopoli

Perusahaan pada struktur pasar oligopoli tidak bebas untuk menentukan harga produk yang dihasilkan untuk mencapai keuntungan maksimum, karena perusahaan tergantung kepada struktur biaya dan permintaan produk yang ditawarkan serta kepada tindakan perusahaan pesaing. Tindakan penurunan harga produk oleh suatu perusahaan pada pasar oligopoli dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau ”market share” tertentu, tidak selalu dapat dilakukan, dimana keputusan perusahaan harus didasarkan kepada perusahaan pemimpin (leaders). Perusahaan leaders ini dapat lebih bebas menentukan harga dalam mencapai tujuan perusahaan.

4. Struktur Pasar Monopoli

Perusahaan monopoli dapat berbentuk monopoli pemerintah, monopoli swasta menurut undang-undang, dan monopoli swasta murni. Salah satu tindakan perusahaan monopoli untuk memperoleh keuntungan maksimum adalah melalui diskriminasi harga (discriminatory pricing). Diskriminasi harga adalah menjual produk yang sama pada tingkat harga yang berbeda dan pada pasar yang berbeda. 3.3.4. Perilaku Pasar

Perilaku pasar merupakan pola atau tingkah laku lembaga-lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk keputusan yang harus diambil dalam menghadapi struktur pasar tersebut (Dahl dan Hammond, 1977). Perilaku pasar mengarah pada strategi yang dilakukan perusahaan dalam menyesuaikan dengan pasar yang dihadapi. Perilaku pasar menyangkut proses dalam menentukan harga dan jumlah produk, keputusan untuk


(53)

meningkatkan penjualan, keputusan untuk mengubah sifat produk yang dijual, serta berbagai strategi penjualan yang dilakukan untuk mencapai tujuan pasar tertentu. Perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur dari harga, biaya, marjin pemasaran dan jumlah barang yang diperdagangkan

Perilaku pasar dapat diketahui melalui pengamatan terhadap penjualan dan pembelian yang dilakukan tiap lembaga pemasaran, sistem penentuan harga dan pembayaran, serta kerjasama diantara berbagai lembaga pemasaran. Perilaku pasar juga menentukan strategi yang dilakukan oleh para pelaku pasar dalam menghadapi pesaing. Pelaku pasar harus memahami penampilan pasar agar dapat mengetahui secara jelas bagaimana sistem pemasaran terjadi.

3.3.5. Keragaan Pasar

Keragaan pasar merupakan keadaan sebagai akibat dari struktur pasar dan perilaku pasar dalam kenyataan yang ditujukan dengan harga, biaya dan volume produksi yang pada akhirnya akan memberikan baik atau tidaknya suatu sistem pemasaran. Keragaan pasar adalah hasil akhir yang dicapai sebagai akibat dari penyesuaian pasar yang dilakukan oleh lembaga pemasaran (Hammond dan Dahl, 1977). Deskripsi keragaan pasar dapat dilihat dari tingkat harga dan bentuk-bentuk harga penyebarannya ditingkat produsen dan tingkat konsumen, persaingan, margin pemasaran dan penyebarannya pada setiap tingkat pasar.

3.1.5.1Marjin Pemasaran

Menurut Azzaino (1982) marjin pemasaran didefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen akhir untuk suatu produk harga yang diterima petani produsen untuk produk yang sama (Rp/Kg). Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga tataniaga untuk melaksanakan berbagai


(54)

fungsi tataniaga seperti pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, dan sebagainya. Sedangkan keuntungan tataniaga adalah penerimaan investasi dengan memperhitungkan opportunity cost-nya (Dahl dan Hammond, 1977).

Menurut Azzaino (1982), alat-alat untuk mempelajari apakah suatu sistem tataniaga telah bekerja efisien dalam struktur pasar tertentu dapat dipakai konsep-konsep statistik sederhana diantaranya analisa biaya dan marjin pemasaran. Dari informasi marjin dan biaya tataniaga maka secara tidak langsung dapat memberi petunjuk apakah struktur pasar komoditi tersebut berada pada pasar persaingan murni atau bersaing tidak sempurna.

Adanya perbedaan perlakuan atau kegiatan pemasaran suatu komoditi pada setiap lembaga akan menyebabkan menyebabkan perbedaan harga jual. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditi dari titik konsumen, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut di titik produsen dengan harga yang dibayar konsumen.

Harga (P)

Jumlah Nilai Marjin =

(Pr-Pf)Qrf

Df Dr

Sf Sr

Qr,f Pf

Pr Marjin Pemasaran

(Pr-Pf)

Gambar 2. Kurva Marjin Pemasaran Sumber : Dahl dan Hammond, 1977. Hal : 140


(55)

Keterangan :

Pr : Harga retail (tingkat pengecer) Pf : Harga farmer (tingkat petani)

Sr : Supply retail (penawaran di tingkat pengecer) Sf : Supply farmer (penawaran di tingkat petani) Dr : Demand retail (permintaan di tingkat pengecer) Df : Demand farmer (permintaan di tingkat petani) (Pr-Pf) : Marjin pemasaran

(Pr-Pf) Qrf : Nilai marjin pemasaran

Qr,f : Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer

Berdasarkan Gambar 2 dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah barang yang sama, harga yang diterima petani lebih rendah dari pada yang dibayarkan konsumen. Penawaran (Sf) pada harga ditingkat petani lebih besar dari pada penawaran (Sr) pada harga di tingkat pengecer. Artinya jumlah barang yang ditawarkan di tingkat petani mencakup semua input dalam hasil akhir sedangkan penawaran di tingkat pedagang pengecer telah ditambah dengan biaya-biaya seperti biaya angkut dan sebagainya. Kondisi permintaan di tingkat petani (Df) lebih kecil dari pada di tingkat pedagang pengecer (Dr). Artinya permintaan di tingkat pedagang pengumpul (tengkulak) lebih sedikit dari pada di tingkat konsumen akhir.

Gambar 2 juga menjelaskan besarnya marjin pemasaran suatu komoditi per satuan atau per unit ditunjukkan oleh besaran (Pr – Pf). Sedangkan nilai marjin pemasaran (value of marketing margin) merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga pemasaran (dalam hal ini selisih harga eceran dengan tingkat harga petani) dengan jumlah produk yang dipasarkan. Besarnya nilai marjin pemasaran dinyatakan dalam (Pr – Pf) x Qr,f. Marjin pemasaran hanya menunjukkan perbedaan harga yang terjadi dan tidak menunjukkan jumlah produk yang dipasarkan, sehingga jumlah produk di tingkat petani sama dengan jumlah produk di tingkat pengecer atau Qr = Qf = Qrf.


(56)

3.1.5.2 Farmer’s Share

Farmer’s Share merupakan suatu analisis untuk menentukan efisiensi pemasaran suatu komoditas selain marjin pemasaran yang menunjukkan bagian yang akan diperoleh petani. Farmer’s share adalah persentase harga yang diterima oleh petani sebagai imbalan dari kegiatan usahatani yang dilakukannya dalam menghasilkan produk (Kohls dan Uhls, 1990).

Farmer’s Share diperoleh dengan membandingkan harga yang dibayarkan konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). Farmer’s Share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran, artinya semakin tinggi marjin pemasaran maka farmer’s share semakin rendah. Secara matematis farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan : FS = Farmer’s Share Pf = Harga di tingkat petani

Pr = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir

3.1.5.3Rasio Keuntungan Terhadap Biaya

Efisiensi pemasaran dapat dilihat dari rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Rasio keuntungan dan biaya pemasaran mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya pemasaran yang dikeluarkan. Dengan demikian, semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka secara teknis (operasional) sistem pemasaran akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987). Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran pada setiap lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio Keuntungan Biaya = Ci Li % 100 Pr x Pf FS=


(1)

103 Lampiran 10. Kuisioner untuk Lembaga Pemasaran

Analisis Efisiensi Pemasaran Belimbing Dewa di Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat

Sari Nalurita (A 14105605) Institut Pertanian Bogor

KUISIONER UNTUK LEMBAGA PEMASARAN TINGKAT I

1. No. Kuisioner : ...

2. Nama : ... 3. Alamat Rumah : ... 4. Umur : ... 5. Pendidikan:

5.1Formal

a. SD (tamat/tidak tamat kelas ...) b. SMP (tamat/tidak tamat kelas ...) c. SMA (tamat/tidak tamat kelas ...)

d. Akademi/Universitas (tamat/tidak tamat semester...) e. Lainnya (...) 5.2Non Formal

a. ...tahun... b. ...tahun... 6. Pekerjaan Utama : ... 7. Pekerjaan sampingan : ... 8. Apakah anda melakukan kegiatan pembelian?

Petani di Desa/Kecamatan

Harga Beli (Rp/Kg)

Jumlah Pembelian (Kg/hari)

Sistim Pembayaran

9. Bagaimanakah sifat pembelian produk yang dilakukan (borongan/bertahap) 10.Berapa jumlah petani yang menjadi pelanggan anda saat ini?

11.Apakah anda memberikan bantuan kredit kepada petani? ... Jika Ya dalam bentuk (uang/barang) dengan jangka waktu ...tahun. 12.Apakah anda memiliki standarisasi dalam membeli belimbing ke petani? Jika

Ya di bagi ke dalam berapa kelas produk? 13.Apakah anda melakukan kegiatan penjualan?

Lembaga Pemasaran

Harga Jual (Rp/Kg)

Jumlah Penjualan (Kg/hari)

Sistim Pembayaran

Pasar yang Dituju


(2)

14.Apakah anda menjual komoditi selain belimbing?

15.Apakah anda memiliki tempat untuk menjual belimbing? Misal : Toko (Sewa/Milik sendiri)

16.Berapa waktu yang diperlukan sampai belimbing terjual habis? 17.Apakah anda melakukan kegiatan penyimpanan?

Jika Ya : a. Berapa jumlah belimbing yang disimpan...Kg. b. Dimana lokasi penyimpanan belimbing ... c. Berapa lama waktu penyimpanan belimbing ... d. Bagaimana cara penyimpanannya ... e. Berapa biaya penyimpanan yang dikeluarkan Rp. ... 34.Berikut ini mengenai biaya pemasaran yang dilakukan dalam sebulan.

1. Biaya tenaga kerja = Rp... 2. Biaya pengangkutan = Rp... 3. Biaya pengemasan = Rp... 4. Biaya penyimpanan = Rp... 5. Biaya penyusutan = Rp... 6. Biaya bonkar muat = Rp... 7. Biaya sortir = Rp... 8. Retribusi = Rp... 9. Biaya lain-lain = Rp... 18.Adakah biaya resiko yang anda tanggung dalam kegiatan penjualan?

19.Siapa yang menentukan harga beli di petani? 20.Bagaimana menentukan harga jual?

21.Dari mana anda memperoleh informasi harga belimbing? 22.Apakah anda bebas menjual produk di berbagai tempat/pasar ?

23.Apakah anda kontinyu membeli belimbing pada petani/kelompok petani? 24.Berasal dari manakah modal yang anda miliki?

Sendiri Bantuan Pinjaman

25.Apakah terdapat kesulitan dalam pembelian belimbing? Sebutkan!

Jawab : ... 26.Apakah terdapat kesulitan dalam penjualan belimbing? Sebutkan!

Jawab : ... 27.Sudah berapa lama pengalaman anda dalam pemasaran belimbing?


(3)

105 Analisis Efisiensi Pemasaran Belimbing Dewa

di Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat Sari Nalurita (A 14105605)

Institut Pertanian Bogor

KUISIONER UNTUK LEMBAGA PEMASARAN TINGKAT II

1. No. Kuisioner : ...

2. Nama : ... 3. Alamat Rumah : ... 4. Umur : ... 5. Pendidikan:

5.1 Formal

a. SD (tamat/tidak tamat kelas ...) b. SMP (tamat/tidak tamat kelas ...) c. SMA (tamat/tidak tamat kelas ...)

d. Akademi/Universitas (tamat/tidak tamat semester...) e. Lainnya (...) 5.2Non Formal

a. ...tahun... b. ...tahun... 6. Pekerjaan Utama ...

7. Pekerjaan sampingan : ... 8. Apakah anda melakukan kegiatan pembelian?

Lembaga Pemasaran Harga Beli (Rp/Kg)

Jumlah Pembelian (Kg/hari)

Sistim Pembayaran

9. Bagaimanakah sifat pembelian produk yang dilakukan (borongan/bertahap) 10.Darimanakah anda mengetahui informasi mengenai harga belimbing? 11.Apakah anda bebas keluar masuk pasar?

12.Apakah anda memiliki standarisasi dalam membeli belimbing ke petani? Jika Ya di bagi ke dalam berapa kelas produk?

13.Apakah anda melakukan kegiatan penjualan? Lembaga

Pemasaran

Harga Jual (Rp/Kg)

Jumlah Penjualan (Kg/hari)

Sistim Pembayaran

Pasar yang Dituju


(4)

14.Apakah anda menjual komoditi selain belimbing?

15.Apakah anda memiliki tempat untuk menjual belimbing? Misal : Toko (Sewa/Milik sendiri)

16.Berapa waktu yang diperlukan sampai belimbing terjual habis? 17.Apakah anda melakukan kegiatan penyimpanan?

Jika Ya : a. Berapa jumlah belimbing yang disimpan...Kg. b. Dimana lokasi penyimpanan belimbing ... c. Berapa lama waktu penyimpanan belimbing ... d. Bagaimana cara penyimpanannya ... e. Berapa biaya penyimpanan yang dikeluarkan Rp. ... 35.Berikut ini mengenai biaya pemasaran yang dilakukan dalam sebulan.

1. Biaya tenaga kerja = Rp... 2. Biaya pengangkutan = Rp... 3. Biaya pengemasan = Rp... 4. Biaya penyimpanan = Rp... 5. Biaya penyusutan = Rp... 6. Biaya bonkar muat = Rp... 7. Biaya sortir = Rp... 8. Retribusi = Rp... 9. Biaya lain-lain = Rp... 18.Adakah biaya resiko yang anda tanggung dalam kegiatan penjualan?

19.Apakah anda kontinyu membeli belimbing pada tengkulak/pedagang desa? 20.Berasal dari manakah modal yang anda miliki?

Sendiri Bantuan Pinjaman

21.Berapa jumlah tengkulak/pedagang yang menjadi pelanggan anda saat ini? 22.Apakah anda memberikan bantuan kredit kepada pedagang? ...

Jika Ya dalam bentuk (uang/barang) dengan jangka waktu ...tahun. 23.Apakah terdapat kesulitan dalam pembelian belimbing? Sebutkan!

Jawab : ... 24.Apakah terdapat kesulitan dalam penjualan belimbing? Sebutkan!

Jawab : ... 25.Sudah berapa lama pengalaman anda dalam pemasaran belimbing?


(5)

107 Analisis Efisiensi Pemasaran Belimbing Dewa

di Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat Sari Nalurita (A 14105605)

Institut Pertanian Bogor

KUISIONER UNTUK LEMBAGA PEMASARAN TINGKAT III

1. No. Kuisioner : ...

2. Nama : ... 3. Alamat Rumah : ... 4. Umur : ... 5. Pendidikan:

5.3 Formal

a. SD (tamat/tidak tamat kelas ...) f. SMP (tamat/tidak tamat kelas ...) g. SMA (tamat/tidak tamat kelas ...)

h. Akademi/Universitas (tamat/tidak tamat semester...) i. Lainnya (...) 5.4Non Formal

b. ...tahun... b. ...tahun... 26.Pekerjaan Utama ...

27.Pekerjaan sampingan : ... 28.Apakah anda melakukan kegiatan pembelian?

Lembaga Pemasaran Harga Beli (Rp/Kg)

Jumlah Pembelian (Kg/hari)

Sistim Pembayaran

29.Bagaimanakah sifat pembelian produk yang dilakukan (borongan/bertahap) 30.Darimanakah anda mengetahui informasi mengenai harga belimbing? 31.Apakah anda bebas keluar masuk pasar?

32.Apakah anda memiliki standarisasi dalam membeli belimbing ke petani? Jika Ya di bagi ke dalam berapa kelas produk?

33.Apakah anda melakukan kegiatan penjualan? Lembaga

Pemasaran

Harga Jual (Rp/Kg)

Jumlah Penjualan (Kg/hari)

Sistim Pembayaran

Pasar yang Dituju


(6)

34.Apakah anda menjual komoditi selain belimbing?

35.Apakah anda memiliki tempat untuk menjual belimbing? Misal : Toko (Sewa/Milik sendiri)

36.Berapa waktu yang diperlukan sampai belimbing terjual habis? 37.Apakah anda melakukan kegiatan penyimpanan?

Jika Ya : a. Berapa jumlah belimbing yang disimpan...Kg. b. Dimana lokasi penyimpanan belimbing ... c. Berapa lama waktu penyimpanan belimbing ... d. Bagaimana cara penyimpanannya ... e. Berapa biaya penyimpanan yang dikeluarkan Rp. ... 36.Berikut ini mengenai biaya pemasaran yang dilakukan dalam sebulan.

1. Biaya tenaga kerja = Rp... 2. Biaya pengangkutan = Rp... 3. Biaya pengemasan = Rp... 4. Biaya penyimpanan = Rp... 5. Biaya penyusutan = Rp... 6. Biaya bonkar muat = Rp... 7. Biaya sortir = Rp... 8. Retribusi = Rp... 9. Biaya lain-lain = Rp... 38.Adakah biaya resiko yang anda tanggung dalam kegiatan penjualan?

39.Apakah anda kontinyu membeli belimbing pada tengkulak/pedagang desa? 40.Berasal dari manakah modal yang anda miliki?

Sendiri Bantuan Pinjaman

41.Berapa jumlah tengkulak/pedagang yang menjadi pelanggan anda saat ini? 42.Apakah anda memberikan bantuan kredit kepada pedagang? ...

Jika Ya dalam bentuk (uang/barang) dengan jangka waktu ...tahun. 43.Apakah terdapat kesulitan dalam pembelian belimbing? Sebutkan!

Jawab : ... 44.Apakah terdapat kesulitan dalam penjualan belimbing? Sebutkan!

Jawab : ... 45.Sudah berapa lama pengalaman anda dalam pemasaran belimbing?