Penerapan manajemen hubungan pelanggan (customer relationship management) pada pemasaran belimbing dewa Depok di pusat koperasi pemasaran belimbing dewa Depok

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Prospek pengembangan buah-buahan di Indonesia terus meningkat, hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya jumlah produksi dan potensi pasar yang besar. Data tahun 2003 sampai 2007 menunjukkan bahwa produksi buah-buahan di Indonesia berfluktuasi naik turun setiap tahunnya dan terus mengalami peningkatan secara signifikan. Pada tahun 2003 produksi buah-buahan di Indonesia 13.551.435 ton, sedangkan pada tahun 2004 meningkat menjadi 14.348.456 ton, dan tahun 2005 sebesar 14.786.599 ton. Pada tahun 2007, produksi buah-buahan di Indonesia semakin meningkat dan mencapai angka 17.116.622 ton (Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2008:1).

Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mengalami perkembangan pesat. Hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan penduduk dan semakin banyaknya masyarakat yang menyadari pentingnya kecukupan gizi yang berasal dari buah-buahan (Dinas Pertanian Kota Depok, 2007:1).

Belimbing manis (Avverhoa carambola, L) merupakan buah-buahan yang berpengaruh terhadap pendapatan perkapita buah-buahan di Indonesia. Jika dibandingkan buah-buahan lainnya, buah belimbing manis termasuk dalam 20 kategori buah-buahan yang unggul dan berpengaruh terhadap pendapatan perkapita (BPS, 2007:1). Pada Tabel 1, dapat dilihat konsumsi perkapita buah-buahan di Indonesia.


(2)

Tabel 1. Konsumsi Buah-buahan Perkapita di Indonesia Periode 2005 – 2007 Konsumsi Perkapita (Kg/Th) No Komoditas

2005 2006 2007

1 Alpukat 0,10 0,36 0,78

2 Belimbing 0,05 0,05 0,10

3 Duku 0,10 0,52 0,42

4 Durian 0,21 0,78 1,42

5 Jambu 0,21 0,21 0,42

6 Jeruk 6,14 3,07 3,85

7 Mangga 0,26 0,16 0,36

8 Nangka 0,26 0,31 0,21

9 Nenas 0,47 0,42 0,31

10 Pepaya 3,28 2,03 1,61

11 Pisang 8,89 7,54 7,80

12 Rambutan 0,26 5,10 5,98

13 Salak 1,04 1,09 1,09

14 Sawo 0,16 0,10 0,10

15 Melon 0,47 0,16 0,36

16 Semangka 1,87 0,68 1,40

17 Kedondong 0,05 0,10 0,21

18 Apel 0,78 0,52 1,14

19 Tomat Buah 0,21 0,10 0,31

20 Buah Lainnya 0,36 0,26 1,66

Total Buah-buahan 25,17 23,56 34,06 Sumber: Susenas, BPS (2007:1)

Belimbing Depok dikenal dengan belimbing dewa yang merupakan hasil buah karya petani penangkar Depok, yaitu Bapak H. Usman Mubin. Belimbing dewa yang merupakan ikon kota Depok merupakan persilangan antara belimbing bangkok dan belimbing dewi. Belimbing dewa mempunyai keunikan dan kelebihan dibandingkan belimbing lainnya. Belimbing dewa mempunyai ciri-ciri berwarna kuning keemasan, berbentuk segi lima, mengandung vitamin A dan C yang tinggi, kandungan air yang lebih banyak dan ukuran buah yang lebih besar (mencapai 0,8 Kg/buahnya).

Belimbing dewa sangat prospektif dikembangkan di kota Depok dan kini telah menjadi buah unggulan di Kota Depok karena secara komparatif Buah


(3)

Belimbing Depok lebih unggul dibandingkan buah belimbing yang lainnya yang ada di Indonesia. Hal ini terbukti pada tahun 2008 “Event Lomba Buah Unggul dan Pameran Buah Nasional dan Internasional”, buah belimbing dewa ini lebih unggul dan menjuarai sebagai buah unggul versi Trubus.

Prospek pemasaran belimbing di dalam negeri diperkirakan makin baik. Hal ini diantara lain disebabkan oleh pertumbuhan jumlah penduduk dan semakin banyaknya konsumen menyadari pentingnya kecukupan gizi dari buah-buahan. Menurut FAO untuk mencapai kecukupan gizi yang sesuai dengan anjuran FAO menargetkan rata-rata 60 Kg per kapita per tahun (Rukmana, 1995:16). Salah satu jenis buah potensial yang mudah dibudidayakan untuk mendukung pencapaian target tersebut adalah belimbing. Pada masa mendatang permintaan pasar dalam negeri terhadap buah-buahan diperkirakan semakin meningkat tiap tahunnya. Perkiraan peningkatan tersebut untuk tahun 2005 – 2010 yaitu 6,8%/tahun dan mencapai 8,9% tahun 2010 – 2015 (Prihatman, 2000:1).

Potensi yang besar pada buah-buahan menjadikan komoditas buah-buahan mendapat perhatian yang besar dari pemerintah maupun pelaku usaha. Pengembangan dilakukan mulai dari sektor hulu hingga hilir, mencakup pengembangan kualitas bibit, produksi, pasca panen, hingga pemasaran produk. Pengembangan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, peningkatan ekspor dan subtitusi impor.

Pemerintah kota Depok dalam sektor pemasaran telah memfasilitasi terbentuknya Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok, PKPBDD tersebut berfungsi memasarkan hasil buah dan olahan petani belimbing kota


(4)

Depok. PKPBDD saat ini juga sedang berupaya mengembangkan kerjasama dengan pasar potensial belimbing, baik pasar tradisional maupun pasar modern. Kerjasama yang sudah terjalin sampai saat ini adalah dengan pasar tradisional induk kramat jati dan untuk pasar modern sampai saat ini telah masuk ke Carrefour dan Makro, selain itu belimbing dewa depok sudah memasuki hampir seluruh outlet buah di Jakarta, seperti Total Buah Segar, Raja Buah, dan Fresh.

Semenjak berdirinya PKPBDD awal 2008, PKPBBD sudah mempunyai pasar potensial. Awalnya pasar PKPBDD hanya pasar tradisional yang didominasi oleh Pasar Induk Kramat jati, namun pada pertengahan tahun 2008 pasar tetap sejumlah 65 pelanggan, yang terdiri dari empat segmentasi. Segmentasi tersebut terdiri dari konsumen besar, outlet buah segar, pasar tradisional dan UKM olahan. Hal tersebut dapat dikatakan perkembangan PKPBDD dalam memasarkan buah belimbing dewa di kota Depok sudah sangat baik, terbukti dengan perkembangan pasar yang pesat dalam jangka waktu yang singkat.

PKPBDD sebagai pintu utama pemasaran belimbing dewa di Depok tumbuh dengan baik dengan menciptakan dan mempertahankan hubungan pelanggan mereka, berdasarkan kepribadian yang unik, kebutuhan, keinginan, dan harapan setiap pelanggan. Perhatian kepada hubungan pelanggan di PKPBDD dapat mengembangkan hubungan jangka panjang yang nantinya bisa memenuhi pasar nasional bahkan bisa mengekspor.

Istilah Manajemen Hubungan Pelanggan (Customer Relationship Management) adalah salah satu perkembangan baru yang potensial dari pemasaran belakangan ini. Semakin baik perusahaan mengenal pelanggan dan


(5)

prospeknya, maka semakin efektif perusahaan itu dalam bersaing (Kotler, 2008:174).

CRM mempunyai prinsip dalam usaha mempertahankan pelanggannya, yaitu semakin banyak perusahaan memiliki informasi tentang pelanggannya, akan semakin baik. Menurut Payne dalam Cook (2004:29), CRM merupakan proses strategis dalam mengidentifikasi segmen pelanggan yang diinginkan, baik segmen mikro atau pelanggan individu, berdasarkan orang per orang dengan mengembangkan berbagai program terintegrasi yang memaksimalkan nilai pelanggan maupun nilai jangka waktu hidup sebagai pelanggan pada organisasi melalui penambahan pelanggan yang ditargetkan, aktivitas peningkatan keuntungan, dan mempertahankan pelanggan.

Pada saat ini, pentingnya pemasaran berbasis pelayanan telah diterapkan oleh berbagai macam usaha bisnis, mulai dari perusahaan kecil sampai perusahaan besar. Manajemen hubungan pelanggan sangat berguna sebagai model inovatif dari faktor-faktor yang memacu kepuasan pelanggan, mulai dari harga dan kualitas produk, informasi pelanggan tentang bagaimana mereka diperlakukan, sampai pada emosi positif maupun negatif yang terbentuk melalui interaksi dengan perusahaan.

Berdasarkan hal diatas, penulis tertarik melakukan penelitian tentang Penerapan Customer Relationship Management (CRM) pada Pemasaran Belimbing Dewa Depok di Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok (PKPBDD).


(6)

1.2. Perumusan Masalah

Pada saat ini Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok (PKPBDD) memiliki sekitar 65 pelanggan. Masing-masing pelanggan sudah tersegmentasi berdasarkan karakteristik yang berbeda, baik dari segi karakteristik belimbing yang dibutuhkan, maupun waktu pemesanan dan pembayaran. Perbedaan karakteristik tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Kebutuhan Belimbing Berdasarkan Segmentasi Karakteristik Kebutuhan Produk No Segmentasi

Grade Index Kemasan

Karakteristik Pembayaran 1 Konsumen Besar A – B 3 – 4 – 5 Wrapping

& Karton

Giro 14 hari 2 Outlet Buah Segar A 4 – 5 Wrapping

& Karton

Giro 3 Pasar Tradisional A – B – C 3-4-5-6 Bodag Tunai 4 UKM Olahan C 3-4-5-6 Karton Tunai

Selama ini PKPBDD tidak menerapkan strategi khusus untuk memelihara dan menarik pelanggan. Data pelanggan tersedia dalam bentuk yang paling sederhana; yaitu terdiri atas nama, alamat, serta nomor telepon. Data pelanggan ini belum digunakan sebagai alat analisa dalam menentukan strategi pemasaran.

Ada berbagai cara untuk mendapatkan keunggulan kompetitif, salah satunya adalah bersaing berdasarkan hubungan pelanggan yang tercipta melalui suatu penciptaan nilai yang superior. CRM membantu perusahaan untuk memahami secara lebih tepat akan kebutuhan konsumen dan membantu untuk merespon kebutuhan tersebut dengan memberikan penawaran-penawaran yang sangat terarah serta komunikasi yang tepat.


(7)

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Bagaimana rantai nilai CRM pada pemasaran belimbing dewa Depok? 2. Bagaimana pendukung rantai nilai CRM pada pemasaran belimbing dewa

Depok?

3. Bagaimana merumuskan tataran CRM yang sesuai pada pemasaran belimbing dewa Depok?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui rantai nilai CRM pada pemasaran belimbing dewa Depok. 2. Mengetahui pendukung rantai nilai CRM pada pemasaran belimbing dewa

Depok.

3. Merumuskan tataran CRM yang sesuai pada pemasaran belimbing dewa Depok.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi Pihak PKPBDD sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan terkait dengan pemasaran berbasis hubungan pelanggan.

2. Bagi Peneliti untuk melatih kemampuan menganalisis masalah berdasarkan fakta dan data yang tersedia yang disesuaikan dengan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah serta sebagai salah satu syarat kelulusan studi program sarjana strata satu (S-1) program studi agribisnis.


(8)

3. Bagi Pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan penambah wawasan dan sebagai media informasi bagi mahasiswa untuk penelitian lebih lanjut.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah yang dihadapi PKPBDD dalam kaitannya dengan harapan pelanggan, maka sebagai tahap awal CRM, penulis akan membatasi permasalahannya sebagai berikut:

1. Penelitian dibatasi pada pelanggan yang berada di wilayah Jakarta, dikarenakan pada saat ini permintaan belimbing dewa di PKPBDD hanya sebatas dari wilayah Jakarta dan Bandung. Wilayah Jakarta mempunyai permintaan lebih tinggi dibandingkan Bandung.

2. Penelitian ini dianalisa secara kualitatif untuk mendapatkan informasi pelanggan untuk memberikan rekomendasi untuk PKPBDD dalam melaksanakan penerapan CRM yang sesuai dengan konsep teoritis melalui metode wawancara mendalam.

3. Informan penelitian dibatasi dari pelanggan yang melakukan pembelian secara rutin serta memiliki kontribusi yang besar bagi PKPBDD dari segi nilai penjualan. Informan dipilih dari empat kelompok pelanggan dimana tiap kelompok memiliki kemiripan karakteristik, yaitu: konsumen besar, outlet buah, pasar tradisional, dan UKM. Karakteristik penentuan informan berdasarkan segmentasi yang telah ditetapkan di PKPBDD, yaitu dalam kriteria pesanan produk (grade dan index kematangan) dan kriteria


(9)

4. Informan internal adalah pihak manajemen PKPBDD yang berkaitan dengan pelanggan untuk mengetahui rantai nilai pendukung CRM di PKPBDD.


(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Belimbing Manis (Avverhoa carambola L.)

Menurut Sunarjono (2004:12) belimbing manis (Averrhoa carambola L.) atau dalam bahasa Inggris disebut starfruit (bila dipotong memiliki penampang yang berbentuk bintang) merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah tropis. Beberapa ahli biologi dalam Sunarjono mengatakan bahwa belimbing manis merupakan tumbuhan asli Indonesia dan Malaysia. Ciri buah belimbing manis berwarna kuning kehijauan ketika masih muda dan berwarna kuning kemerahan kalau sudah tua, berbiji kecil berwarna coklat, rasanya manis dengan sedikit asam dan banyak mengandung air.

Taksonomi tumbuhan belimbing diklasifikasikan sebagai berikut: 1) Kingdom: Plantae (tumbuh-tumbuhan)

2) Divisi: Spermatophyta (tumbuhan berbiji) 3) Sub-divisi: Angiospermae (berbiji tertutup) 4) Kelas: Dicotyledonae (biji berkeping dua) 5) Ordo: Oxalidales

6) Famili: Oxalidaceae 7) Genus: Averrhoa

8) Spesies: Averrhoa carambola L. (belimbing manis); A.bilimbi L. (belimbing wuluh)


(11)

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (1998:1) belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu komoditas unggulan di DKI Jakarta. Bentuk pohonnya indah, habitusnya cocok sebagai tanaman pekarangan sempit. Kandungan gizinya cukup tinggi sebagai sumber vitamin A dan vitamin C. Berbagai perbaikan budidaya tanaman ini telah dilaksanakan oleh para petani. Pada Tabel 3 dapat dilihat beberapa varietas belimbing yang terdapat di Indonesia beserta ciri-cirinya.

Tabel 3. Varietas dan Karakteristik Belimbing yang Terdapat di Indonesia

Varietas Asal Warna Buah

Matang

Rasa Buah Matang

Berat Buah (gram)

Kunir Demak Kuning merata Sangat

manis, berair banyak

200-300

Kapur Demak Kuning keputihan

Manis, berair banyak

200-400

Penang Malaysia Orange Manis, berair

sedang

250-350 Dewi Murni Bekasi Kuning

kemerahan

Manis dan berair sedikit

200-500

Bangkok Thailand Merah Manis, agak

kesat

150-200

Sembiring Sumatera Utara Kuning mengkilap

Manis sekali, berair banyak

300-450 Filipina Filipina Kuning Manis, berair

banyak 400-600 Wulan Pasarminggu, Jakarta Merah mengkilap Manis, berair banyak 300-600 Paris Pasarmingggu, Jakarta Kuning kemerahan Sangat manis, berair sedikit 120-230

Dewa Baru Depok, Jakarta Selatan Kuning kemerahan Manis, berair banyak 300-800 Sumber: Sunarjono (2004:6)


(12)

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat beberapa varietas belimbing yang terdapat di Indonesia beserta ciri-cirinya. Belimbing dewa Depok yang merupakan belimbing persilangan antara belimbing dewi dan belimbing bangkok, sehingga ciri-cirinya merupakan perpaduan persilangan antara keduanya. Belimbing dewa mempunyai ciri-ciri manis dan kuning kemerahan seperti belimbing dewi. Ukuran belimbing dewa yang besar seperti belimbing bangkok.

Secara geografis, Depok memiliki potensi penghasil belimbing yang cukup besar. Produksi belimbing dari Kota Depok terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 produksinya mencapai 35,956,30 kwintal. Jangkauan pemasarannya bukan hanya di Kota Depok, tetapi menjangkau pasar swalayan di Jakarta dan Bandung (Dinas Pertanian Kota Depok, 2008:3).

Menurut Dinas Pertanian Kota Depok (2007:2) manfaat utama tanaman ini sebagai makanan buah segar maupun olahan dan obat tradisional. Sebagai bahan makanan, belimbing memiliki nilai gizi yang baik terutama sebagai sumber vitamin C. Pada Tabel 4, dapat dilihat kandungan gizi dari belimbing.

Tabel 4. Kandungan Gizi dalam Buah Belimbing

Zat Gizi Kandungan

Kalori 36 kalori

Protein 0,4 gram

Lemak 0,4 gram

Karbohidrat 8,8 gram

Kalsium 4 miligram

Fosfor 4 miligram

Besi 1,1 miligram

Vitamin A 170 SI

Vitamin B1 0,03 miligram

Vitamin C 35 miligram

Air 90,0 gram

Bagian yang dimakan 86%

Sumber: Dinas Pertanian Kota Depok (2007:2)


(13)

Belimbing memiliki kandungan energi kalori, protein, lemak, karbohidrat, mineral, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, serat, dan air. Disampin itu, belimbing juga memiliki kandungan serat yang baik sehingga dapat membantu melancarkan proses pencernaan, dan mengandung kadar kalium tinggi, serta natrium yang rendah sebagai obat hipertensi. Buah belimbing menempati posisi juru kunci dibandingkan dengan buah-buahan lainnya karena kalorinya yang rendah cocok untuk bagi penggemar buah-buahan yang kelebihan berat badan (Windu, 2010:1).

Manfaat lain tanaman belimbing adalah sebagai peneduh, stabilisator dan pemeliharaan lingkungan. Tanaman dapat menyerap polusi udara, menyaring debu, meredam getaran suara, dan memelihara lingkungan dari pencemaran karena berbagai kegiatan manusia. Sebagai wahana pendidikan, penanaman belimbing di halaman rumah tidak terpisahkan dari program pemerintah dalam usaha gerakan menanam sejuta pohon (Dinas Pertanian Kota Depok, 2007:2). 2.1.2. Pemasaran (Marketing)

Pemasaran menurut Laksana (2008:4) merupakan segala kegiatan menawarkan suatu produk untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Menurut Arief (2007:52) pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan melakukan pertukaran dengan individu atau kelompok lain yang semakin berkembang.

Menurut Kotler (2007:38) dari sudut pandang manajerial, pemasaran adalah proses perencanaan dan pelaksanaan konsepsi, penetapan harga, promosi


(14)

dan distribusi gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan individu dan organisasi. Manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. Kotler mengemukakan bahwa pemasar adalah seni untuk pengaturan penyampaian produk perusahaan ke pasar yang akan dilayani.

Definisi tersebut mengandung beberapa pengertian, yaitu: a) Pemasaran adalah suatu sistem manajerial dan sosial;

b) Seluruh sistem kegiatan usaha harus berorientasi pada pasar atau langganan; c) Pemasaran merupakan suatu proses yang dinamis, menyeluruh, terpadu, dan

bukan hanya sekedar suatu penggolongan dari institusi atau badan-badan dan fungsi-fungsi saja;

d) Pemasaran merupakan hasil interaksi dari banyak kegiatan.

Pemasaran pada pertanian merupakan salah satu dari kegiatan oleh para pengusaha termasuk pengusaha termasuk pengusaha tani (agribusinessman) dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (survival), untuk mendapatkan laba dan untuk berkembang. Berhasil tidaknya usaha tersebut sangat tergantung pada keahliannya di bidang pemasaran, produksi, keuangan dan sumber daya manusia (Firdaus, 2007:161).

Menurut Rahardi (2007:56) pemasaran merupakan “jurus penutup” dalam kegiatan agribisnis buah-buahan, karena jerih payah yang telah dilakukan selama memproduksi buah-buahan tergantung pada keberhasilan pemasarannya. Sasaran pemasaran berkaitan erat dengan pemilihan jenis buah-buahan yang akan


(15)

diusahakan. Pengusaha juga harus melihat siapa konsumen yang berminat. Konsumen dalam melakukan pembelian dipengaruhi oleh motif, selera, keadaan sosial, daya beli dan merek.

Pengusaha buah-buahan harus mengetahui seluk-beluk persaingan, termasuk berapa banyak saingan dan cara-cara mengatasinya. Persaingan selalu ada dalam dunia usaha, kecuali bila pengusaha mampu bertindak sebagai monopolis. Langkah penting setelah mengetahui situasi pasar adalah mencari informasi mengenai potensi permintaan terhadap buah-buahan yang akan dipasarkan, menetapkan harga, mengatur distribusinya, serta mengadakan kegiatan promosi (Rahardi,2007:56).

a. Jenis-jenis Pasar

Pengertian pasar secara luas adalah suatu kondisi di mana pembeli dan penjual dapat berhubungan. Dengan demikian, pasar dapat berarti secara fisik dan nonfisik. Pengertian pasar secara fisik adalah suatu tempat di mana penjual dan pembeli dapat saling bertemu dan bertransaksi. Hasil produksi buah-buahan dapat dipasarkan di dalam negeri maupun untuk diekspor. Buah-buahan yang dipasarkan di dalam negeri dapat disalurkan ke berbagai pasar, seperti pasar umum, pasar induk, pasar swalayan, dan pasar khusus (Rahardi, 2007:57).

b. Jalur Pemasaran

Jalur pemasaran hasil pertanian adalah saluran yang digunakan petani produsen untuk menyalurkan hasil pertanian dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga-lembaga yang ikut aktif dalam saluran ini adalah petani produsen,


(16)

pedagang pengumpul, pedagang besar, pengecer, dan konsumen (Rahardi, 2007:57).

1. Petani produsen

Petani produsen merupakan penghasil barang-barang hasil pertanian untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan para konsumen.

2. Pedagang pengumpul

Pedagang pengumpul merupakan pedagang yang mengumpulkan barang-barang hasil pertanian dari pedagang pengumpul dan atau langsung dari petani produsen serta menjual kembali kepada pengecer dan pedagang lain dan atau kepada pemakai industri, pemakai lembaga, dan pemakai komersial yang tidak menjual dalam volume yang sama pada konsumen akhir.

3. Pengecer

Pengecer merupakan pedagang yang menjual barang hasil pertanian ke konsumen dengan tujuan memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dalam jumlah minimum.

4. Konsumen

Konsumen adalah setiap orang yang ingin memenuhi keinginan dan kebutuhannya terhadap barang-barang hasil pertanian. Di Indonesia (dalam negeri) ada lima tipe pola pemasaran buah-buahan yang umum terjadi. Pola mana yang akan dipilih tergantung pada beberapa pertimbangan seperti daya serap pasar, selera konsumen, dan sifat buah yang mudah rusak.


(17)

Gambar 1. Jalur Pemasaran Hasil Buah-buahan

Petani Produsen

Pedagang Pengumpul

Pabrik

Pengolahan Pengecer Konsumen Tipe V

Pedagang Besar Pengecer Konsumen

Petani Produsen

Pedagang Pengumpul Tipe III

Pengecer Konsumen

Petani Produsen Tipe I

Pedagang

Besar Pengecer Konsumen

Petani Produsen Tipe II

Petani Produsen

Cabang Supermarket

Pedagang Pengumpul

Supermarket Konsumen Tipe IV

17 Sumber : Rahardi, 2007:59


(18)

Pola pemasaran tipe I cukup pendek. Pola ini mempunyai kelebihan-kelebihan seperti buah dapat segera dijual dalam kondisi paling segar dan perputaran modalnya berlangsung secara cepat. Akan tetapi, pola pemasaran ini hanya menjangkau pasar lokal yang sering kali penawarannya melimpah sehingga sulit mencapai harga yang tinggi.

Pola pemasaran tipe II, III, IV, komoditas dapat menjangkau pasar yang jauh dan luas. Pada tipe ini, buah dapat dipasarkan konsumen yang sangat menggemarinya. Selain itu, komoditas tersebut kemungkinan bisa dipasarkan ke tempat-tempat yang komoditas tersebut langka sehingga dapat diperoleh harga yang baik. Akan tetapi, tipe ini mempunyai kekurangan, seperti terjadi kerusakan-kerusakan komoditi karena penanganan, pengangkutan, atau waktu pemasaran yang terlalu lama. Pada pemasaran pola ini juga membutuhkan biaya yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pemasaran pola I.

Tipe V mempunyai perilaku sendiri, komoditi buah-buahan yang dimanfaatkan sebagai bahan awetan tidak terlalu dipengaruhi oleh risiko kerusakan. Pada tipe ini juga terjadi penggabungan alternatif pilihan bagi petani produsen untuk menyalurkan komoditinya ke pedagang pengumpul yang bermain dengan harga.

2.1.3. Pemasaran Hubungan (Relationship Marketing)

Menurut Barnes (2003:10) konsep pemasaran yang terefleksi dalam perpaduan unsur 4P dalam pemasaran sangat menonjol dalam pemikiran dan pemasaran sampai pertengahan tahun 1980-an. Adanya referensi tentang hubungan pelanggan dan membangun hubungan mulai muncul dalam literatur dan


(19)

menjadi fokus dari banyak penelitian. Konsep pemasaran walaupun masih relevan, namun kini dikembangkan memasukkan dimensi hubungan. Orientasi pemasaran hubungan terfokus pada tiga tujuan, yaitu orientasi pelanggan, koordinasi dan integrasi dari semua aktivitas pemasaran dan fokus pada kemampuan organisasi untuk menghasilkan keuntungan jangka panjang.

Menurut Kotler (2007:21) tujuan utama pemasaran adalah mengembangkan hubungan agar bertahan lama dan mendalam dengan semua orang atau organisasi yang dapat secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi keberhasilan kegiatan pemasaran perusahaan. Pemasaran relasi mempunyai tujuan membangun hubungan jangka panjang yang saling memuaskan dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan utama seperti pelanggan, pemasok, distribusi dalam rangka mendapatkan serta mempertahankan preferensi dan kelangsungan bisnis jangka panjang mereka. Pemasaran hubungan membangun ikatan emosi, teknik dan sosial yang kuat diantara pihak-pihak yang berpentingan. Kotler (2007:22) menekankan pada biaya transaksi dan waktu kejadian yang paling berhasil, transaksi berubah dari negoisasi yang dilakukan setiap saat menjadi rutinitas.

Hasil terakhir dari pemasaran hubungan terbentuknya aset perusahaan yang unik yang disebut jaringan pemasaran. Jaringan pemasaran terdiri dari perusahaan dan pemercaya (stakeholder), pendukungnya (pelanggan, karyawan, pemasok, distributor, pengecer, agen periklanan, ilmuwan universitas, dan lain-lain) yang dengannya perusahaan membangun hubungan bisnis timbal balik yang saling menguntungkan.


(20)

Menurut Barnes (2003:146) tujuan pemasaran hubungan adalah memberikan pengertian hubungan sebagai hal yang sangat rumit yang perlu dikelola secara hati-hati dan selalu membutuhkan keahlian dari orang-orang yang terlibat. Hubungan menurut Duck dalam Barnes (2003:146) sesungguhnya adalah proses yang amat rumit dan panjang dengan banyak jebakan dan tantangan. Hubungan tidak begitu saja terjadi, hubungan harus dimulai, dilaksanakan, dikembangkan, dijaga agar tetap berlangsung baik dan jangan sampai menjadi masam.

Salah satu keistimewaan yang menarik dari suatu hubungan adalah bahwa hubungan adalah suatu proses yang terus-menerus. Setiap interaksi berpotensi untuk mengubahnya. Salah satu pengamatan lain dari Duck dalam Barnes (2003:146) hubungan bukanlah suatu pangkalan yang permanen atau lebih tepat dikatakan sebagai suatu transisi yang sementara. Berkaitan dengan hubungan jangka panjang yang menjadi fokus utama relationship management, ia berpendapat bahwa hubungan yang dimaksud disini adalah hubungan yang disebut sebagai hubungan sejati dan bukan hubungan semu yaitu hubungan yang tidak disadari oleh ikatan emosional yang kuat antara perusahaan dan pelanggannya.

Perusahaan dalam mengembangkan hubungan pelanggan sejati, harus mengidentifikasi dan mengembangkan cara-cara mengatasi kendala dalam menjalin hubungan. Kendala yang sering ditemui adalah jarangnya kontak, tidak adanya kontak langsung, pengenalan teknologi, dan fakta bahwa pelanggan kebanyakan anonim.


(21)

2.1.4. Pengambilan Keputusan Pelanggan

Pengambilan keputusan pelanggan sangat penting dalam pemasaran hubungan. Menurut Kotler (2007:158) hal tersebut dikarenakan setiap hari konsumen membuat banyak keputusan pembelian dan bagi perusahaan perlu meneliti keputusan pembelian konsumen secara sangat rinci untuk menjawab pertanyaan tentang apa yang dibutuhkan konsumen.

Menurut Firdaus (2007:132) pengambilan keputusan selalu berhubungan dengan adanya kesulitan, konflik atau masalah (problem). Melalui suatu keputusan dan implementasinya, akan diharapkan bahwa akan tercapai suatu pemecahan atas masalah atau penyelesaian konflik. Pengambilan keputusan adalah suatu proses untuk memilih salah satu cara atau arah tindakan dari berbagai alternatif yang ada demi tercapainya hasil yang diinginkan. Mengambil atau membuat keputusan berarti melakukan pemilihan dari berbagai kemungkinan atau alternatif.

2.1.4.1. Unsur-unsur Pengambilan Keputusan

Menurut Firdaus (2007:132) unsur-unsur dalam pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

1. Proses. Proses menunjukkan adanya kegiatan atau pelaksanaan sesuatu. Pengambilan keputusan yang baik adalah suatu proses aktif, dimana konsumen terlibat secara pribadi dan agresif. Pengambilan keputusan yang baik menuntut keterlibatan aktif dan tepat waktu.

2. Pemilihan. Pemilihan menunjukkan adanya pilihan, yaitu ada beberapa alternatif untuk dipilih. Apabila tidak ada alternatif (hanya tersedia satu


(22)

buah pilihan) maka tidak ada keputusan yang akan diambil. Alternatif yang hendak dipilih dan diputuskan tersebut harus layak, realistis, dan dapat dijangkau.

3. Tujuan. Pengambilan keputusan yang efisien menuntut adanya tujuan yang jelas dan telah ada di benak pengambil keputusan (decision maker). Tujuan sebagaimana halnya dengan alternatif harus layak (feasible) dan bersifat khusus.

2.1.4.2 Proses Pengambilan Keputusan

Menurut Kotler (2007:234) proses pengambilan keputusan adalah prosedur yang logis untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan menghasilkan pemecahan masalah. Dalam keadaan seperti apapun, pengambilan keputusan yang profesional merupakan proses sistematis yang melibatkan beberapa langkah yang khusus. Proses pengambilan keputusan terdiri lima tahap sebagai berikut:

a) Pengenalan masalah: Proses pembelian akan dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat berasal dari rangsangan internal maupun eksternal. Para pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu, dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen.

b) Pencarian informasi: Konsumen yang terangsang dengan kebutuhannya, akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Pencarian informasi dapat dibagi ke dalam dua level rangsangan. Situasi pertama pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada tahap penguatan perhatian, orang hanya sekedar lebih peka terhadap


(23)

informasi produk. Level selanjutnya adalah aktif mencari informasi dengan mencari bahan bacaan, menelpon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Perhatian utama pemasar adalah sumber-sumber informasi utama yang menjadi acuan konsumen dan pengaruh relatif tiap sumber tersebut terhadap keputusan pembelian selanjutnya.

c) Evaluasi alternatif: Dalam memahami konsep dasar proses evaluasi konsumen. Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk, dan ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat yang digunakan dalam memuaskan kebutuhan.

d) Keputusan pembelian: Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pilihan. Dalam keputusan pembelian, terdapat model pilihan yang non-kompensasi (model harapan-nilai) adalah model kompensasi dimana hal-hal yang dianggap baik pada sebuah produk dapat membantu mengatasi hal-hal lain yang dirasa buruk. Dalam model nonkompensasi pada pilihan konsumen, pertimbangan atribut positif dan negatif tidak perlu disaring. Mengevaluasi atribut lebih dalam membuat keputusan menjadi lebih mudah bagi seorang konsumen, tapi juga meningkatkan kemungkinan orang untuk melakukan pilihan yang berbeda jika menghadapi rincian yang lebih besar. Model nonkompensasi dapat dilihat berdasarkan:


(24)

- Berdasarkan pengalaman konjungtif - Berdasarkan pengalaman leksikografik

- Berdasarkan pengalaman eliminasi berdasarkan aspek

e) Perilaku pasca pembelian: Setelah melakukan pembelian, konsumen mungkin mengalami ketidaksesuaian karena memperhatikan fitur-fitur tertentu yang menganggu atau mendengar hal-hal yang tidak menyenangkan tentang merek lain, dan akan selalu siaga terhadap informasi yang mendukung keputusannya. Tugas pemasar tidak berakhir begitu saja ketika produk dibeli, namun para pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan pemakaian produk pasca pembelian.

2.1.5. Customer Relationship Management (CRM)

Menurut Barnes (2003:23) Manajemen Hubungan Pelanggan atau Customer Relationship Management (CRM) merupakan salah satu unsur yang fundamental pada perusahaan untuk menjaga ketahanan hubungan dengan pelanggan. Tujuan dari manajemen hubungan pelanggan ini adalah untuk kepuasan jangka panjang yang melampaui transaksi individual.

2.1.5.1 Definisi CRM

Menurut Buttle (2007:3) Manajemen Hubungan Pelanggan atau Customer Relationship Management (CRM) merupakan konsep yang berbeda-beda menurut pandangan berbagai pihak. Bahkan, arti kepanjangan CRM itu sudah bervariasi dan diperdebatkan sejak lama. Bagi sebagian orang, CRM adalah singkatan dari Customer Relationship Marketing. Sementara itu, kelompok lain yang


(25)

berkeyakinan bahwa tidak semua pelanggan menghendaki hubungan dengan supplier, menghapus kata ‘hubungan’, dan memilih istilah lebih singkat, yaitu ‘manajemen pelanggan’ atau ‘customer management’. Ada pula pihak-pihak yang lebih menyukai istilah ‘relationship marketing’. Namun, apapun istilahnya yang jelas CRM adalah praktik berbisnis yang terfokus atau berorientasi pada pelanggan. CRM menurut Gaffar (2007:22) adalah suatu strategi perusahaan yang digunakan untuk memanjakan pelanggan agar tidak berpaling ke pesaing.

CRM menurut Buttle (2007:55) adalah strategi inti dalam bisnis yang mengintegrasikan proses-proses dan fungsi-fungsi internal dengan semua jaringan eksternal untuk menciptakan serta mewujudkan nilai bagi para konsumen sasaran secara profitabel. CRM didukung oleh data dokumen yang berkualitas dan teknologi informasi. Definisi tersebut digunakan dalam konteks perusahaan atau organisasi yang berorientasi profit. Jika komunitas nonprofit (nirlaba) dapat mengubah kata ‘bisnis’, ‘konsumen’, dan ‘profit’ dengan istilah-istilah lain yang tepat maka definisi tersebut juga sesuai untuk konteks kerja mereka. Pada Tabel 5, terdapat perbedaan antara suatu transaksi dan hubungan.


(26)

Tabel 5. Perbandingan antara Transaksi Pemasaran dan Hubungan Kriteria dari

Perbedaan

Transaksi Pemasaran Hubungan Pemasaran Pandangan Dunia Manajemen portofolio

produk pemasaran, pengaturan, dan memodifikasi parameter

untuk mendapatkan penghargaan 4P yang optimal.

Manajemen portofolio perusahaan, membangun hubungan bisnis jangka panjang.

Assessment Horizon Jangka pendek Jangka panjang Konsep Kunci 4P, segmentasi, merek,

dan lain-lain

Interaksi, hubungan dan jaringan

Fokus Pemasaran Produk atau pelayanan Produk/pelayanan dan pelanggan

Tujuan Pemasaran Customer acquisition Customer acquisition, customer retention, customer recovery

Strategi Pemasaran Presentasi dari luar Dialog Interaksi Pemasaran Komunikasi satu arah,

pelajaran pasar formal

Komunikasi interaktif, mutual learning, dan adaptasi

Strategi Promosi Tanpa periklanan, merek dan reputasi manajemen

Melalui interaksi personal,

mengembangkan

identitas pada supplier dengan jaringan

Keuntungan Ekonomi dan Parameter Kontrol

Keuntungan, kontribusi keuntungan, penjualan dan pembelian Dengan tambahan: keuntungan kontribusi konsumen, penilaian konsumen.

Sumber: Bruhn (2003:13)

Perbedaan antara transaksi dan hubungan digambarkan jelas pada Tabel 6, dimana hubungan bukan sekedar transaksi, hubungan merupakan proses transaksi yang didukung dengan hubungan emosional. Hubungan emosional dengan pelanggan adalah fokus pada ketahanan pelanggan. Tujuan dari hubungan yang


(27)

sejati dengan pelanggan adalah kepuasan jangka panjang yang melampaui transaksi individual (Barnes, 2003:42).

2.1.5.2 Urgensi CRM

Menurut Buttle (2007:56) secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan setiap strategi CRM adalah untuk mengembangkan hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan. Beberapa perusahaan melakukannya dengan menghilangkan biaya hubungan tersebut, misalnya dengan mengalihkan pelanggan ke layanan mandiri berbasis web. Perusahaan lainnya melakukan dengan meningkatkan pendapatan yang diperoleh dari hubungan pelanggan; contohnya dengan menjual produk dan jasa tambahan kepada pelanggan. Kebanyakan perusahaan menggunakan kedua pendekatan tersebut. Tujuan inti CRM ini yaitu profitabilitas pelanggan. Di dalam konteks non-profit, mengupayakan tujuan CRM yang berbeda, seperti efisiensi operasional atau peningkatan kepuasan klien.

2.1.5.3. Tataran CRM

Menurut Buttle (2007:4) menjelaskan bahwa pengkajian mengenai CRM dapat dilihat dari tiga tataran atau kerangka CRM yakni tataran strategis, tataran operasional, dan tataran analitis.

1. CRM Strategis

Pandangan ‘top-down’ tentang CRM sebagai strategi bisnis paling penting yang mengutamakan konsumen dan bertujuan memikat dan mempertahankan konsumen yang menguntungkan. CRM strategis terfokus pada upaya untuk mengembangkan kultur usaha yang berorientasi pada pelanggan atau


(28)

centric. Kultur ini ditujukan untuk merebut hati konsumen dan menjaga loyalitas mereka dengan menciptakan serta memberikan nilai bagi pelanggan yang mengungguli para pesaing.

Sikap mengutamakan pelanggan memang bertentangan dengan logika-logika bisnis yang lain. Kolter dalam Buttle menunjukkan tiga orientasi bisnis yang terpenting, yakni produk, produksi, dan penjualan (Buttle, 2007:4).

2. CRM Operasional

Menurut Buttle (2007:6) CRM operasional adalah pandangan yang berfokus pada proyek-proyek otomatisasi seperti otomatisasi layanan, otomatisasi armada penjualan, dan otomatisasi pemasaran. Beberapa aplikasi perangkat lunak CRM memungkinkan fungsi-fungsi pemasaran, penjualan, dan pelayanan dapat berjalan otomatis.

Bentuk-bentuk CRM Operasional diantaranya, yaitu:

a) Otomatisasi pemasaran: Segmentasi pasar, manajemen kampanye komunikasi, event-based marketing.

b) Otomatisasi armada penjualan: Opportunity management termasuk lead management, pembuatan proposal, konfigurasi produk.

c) Otomatisasi layanan: operasi contact-center dan call center, layanan berbasis website, layanan di lapangan.

3. CRM Analistis

Menurut Buttle (2007:13) pandangan ‘bottom-up’ tentang CRM yang terfokus pada kegiatan penggalian data konsumen untuk tujuan-tujuan strategis


(29)

dan taktis. CRM analitis digunakan untuk mengekspolitasi data konsumen demi meningkatkan nilai mereka (dan nilai perusahaan).

Data pelanggan dapat diperoleh dari pusat-pusat informasi atau Bank data yang dimiliki setiap perusahaan yang relevan, yakni data penjualan (riwayat pembelian barang atau jasa oleh pelanggan), data keuangan (riwayat pembayaran atau skor kredit), data pemasaran (respon konsumen terhdadap kampanye iklan, data skala loyalitas produk), dan data layanan. Data internal itu selanjutnya dapat dilengkapi dengan data eksternal, misalnya data geodemografis dan data tentang gaya hidup konsumen yang disediakan oleh organisasi-organisasi intelijen bisnis.

Jika dilihat dari perspektif konsumen, CRM analitis dapat memberikan solusi yang lebih tepat waktu, bahkan bersifat sangat personal bagi segala permasalahan konsumen sehingga semakin meningkatkan kepuasan mereka. berdasarkan sudut pandang perusahaan selain dapat mempertahankan kesetiaan konsumen dan mendukung program-program penjaringan konsumen, CRM analitis semakin memperbesar kemungkinan untuk memperlancar program-program penjualan perusahaan.

2.1.5.4. Rantai Nilai CRM

Menurut Buttle (2007:57) menyatakan bahwa rantai nilai CRM merupakan proses lima tahap untuk pengembangan dan penerapan strategi CRM. Masing-masing dari kelima tahap tersebut dilakukan dengan menggunakan sejumlah alat dan proses. Kelima tahap tersebut adalah sebagai berikut:

1) Analisis portofolio pelanggan. Tahap ini melibatkan analisis terhadap basis pelanggan secara aktual dan potensial untuk mengidentifikasi pelanggan mana


(30)

yang ingin dilayani di masa mendatang. Secara strategis, daftar teratas akan menjadi pelanggan yang signifikan termasuk mereka yang akan menghasilkan keuntungan (nilai) di masa mendatang.

2) Keintiman pelanggan. Pada tahap ini dapat dikenali identitas, riwayat, tuntutan, harapan dan pilihan pelanggan.

3) Pengembangan jaringan. Untuk mengidentifikasi, menjelaskan, dan mengelola hubungan dengan anggota jaringan dalam perusahaan. Hal ini termasuk organisasi-organisasi dan orang-orang yang berkontribusi pada penciptaan dan penyampaian proporsi nilai untuk pelanggan terpilih. Jaringan dapat mencakup anggota dari luar, seperti supplier, mitra dan pemilik/investor, dan juga pihak internal yang penting, yaitu pegawai.

4) Pengembangan proporsi nilai. Tahap ini melibatkan pengidentifikasian sumber-sumber nilai bagi pelanggan dan penciptaan suatu proporsi dan pengalaman yang memenuhi kebutuhan, harapan, dan pilihan mereka.

5) Mengelola siklus hidup pelanggan. Siklus hidup pelanggan adalah perjalanan pelanggan dari suatu ‘suspek’ menjadi ‘pendukung’. Pengelolaan siklus hidup membutuhkan perhatian pada proses dan struktur.

a. Proses, bagaimana perusahaan mulai mengerjakan proses-proses penting dari penguasaan, perawatan, dan pengembangan pelanggan, serta bagaimana perusahaan akan mengukur kinerja dari strategi CRM-nya. b. Struktur, bagaimana perusahaan akan mengorganisasi dirinya untuk

mengelola hubungan pelanggan.


(31)

Pengukuran rantai nilai CRM dapat terpetakkan dalam matriks rantai nilai yang digunakan untuk mengidentifikasi pelanggan potensial dan mengeksploratori kesamaan yang dimiliki pelanggan. Pada Tabel 6 merupakan matriks rantai nilai sehingga nantinya dapat digunakan untuk menghasilkan nilai kecenderungan membeli sehingga dapat dibuat target promosi kepada pelanggan.

Tabel 6. Mengukur Kemampuan CRM Terpetakkan dalam Rantai Nilai CRM Analisis Portofolio Pelang-gan Keinti-man Pelang-gan Pengemba-ngan JariPengemba-ngan Pengemba-ngan Proporsi Nilai Mengelola Siklus Hidup Pelanggan Pelang-gan dan produk Struktur pelanggan Profil pelanggan Manajemen pelanggan Produk, harga dan pengharapan pelanggan Pelacakan kecacatan Pemasa-ran Segmen-tasi pemasaran Pemode-lan prediktif Pengemba-ngan pemasaran Kustomisasi, promosi, penentuan posisi yang kompetitif Manajemen promosi dan pemasaran melalui e-mail Penjua-lan Peramalan penjualan Data historis penjualan Pengemba- ngan penjualan Metodologi penjualan Otomatisasi penjualan Layanan Pelayanan

pelanggan Data historis keluhan pelanggan Pengembangan layanan Persetujuan tingkat pelayanan Pengga-lian data Profitabili-tas pelanggan Wawasan pelanggan Data perpindahan pelanggan Sumber: Buttle (2007:121)

2.1.5.5. Pendukung Rantai Nilai CRM

Menurut Buttle (2007:59) kondisi pendukung rantai nilai CRM berfokus pada empat kondisi yang mendukung pengembangan dan penerapan strategi CRM. Keempat kondisi tersebut mempengaruhi masing-masing tahapan rantai nilai CRM. Jika kondisinya tidak mendukung maka kemungkinan berhasilnya


(32)

penerapan strategi CRM sangat kecil. Kondisi-kondisi tersebut antara lain: pimpinan dan budaya, data dan teknologi informasi (IT), dan sumber daya manusia.

1. Pimpinan dan Budaya

Menurut Buttle (2007:59) baik pemimpin maupun budaya organisasi dapat mempengaruhi hasil strategi CRM. Pimpinan sangat penting bagi keberhasilan penerapan CRM karena beberapa alasan, yaitu (1) Pimpinan memutuskan apakah CRM difokuskan pada tujuan strategis, operasional atau analitis. (2) Pimpinan perlu memprioritaskan program CRM, (3) Pimpinan memberikan pengawasan, (4) Pimpinan meniadakan sekat-sekat bangunan fungsional, misalnya menyelesaikan permasalahan antar departemen atau bagian dalam perusahaan.

Budaya organisasi adalah pola nilai dan keyakinan bersama yang membantu individu-individu dalam memahami fungsi organisasi sehingga memberikan norma perilaku kepada mereka di dalam organisasi. Pada dasarnya, budaya organisasi tersusun dari nilai-nilai bersama yang diakui secara luas dan dipegang secara kuat. Nilai-nilai tersebut tercermin pada pola individu dan perilaku interpersonal (termasuk perilaku para pemimpin bisnis) yang diungkapkan dalam keterlibatan, rasa hormat, dan kasih sayang. Kehadiran budaya organisasi yang konsumen-sentris membuat pengenalan terhadap strategi CRM menjadi tidak begitu mengkhawatirkan bagi orang-orang perusahaan. Perusahaan yang konsumen-sentris akan mengerahkan sumber daya agar bisa memahami dan memenuhi tuntunan pelanggan secara menguntungkan.


(33)

2. Data dan teknologi Informasi

Menurut Buttle (2007:65) kondisi utama kedua yang mendukung penerapan CRM adalah data dan teknologi informasi. Definisi untuk CRM menekankan pentingnya data pelanggan yang berkualitas. Penguasaan penyimpanan, peningkatan, perawatan, pendistribusian dan penggunaan informasi pelanggan merupakan elemen yang sangat penting bagi strategi CRM. Persyaratan data untuk strategi CRM ditentukan oleh keputusan dan kegiatan yang dibuat dan dilakukan dalam kelima tahapan utama rantai nilai CRM.

3. Sumber Daya Manusia (SDM)

Menurut Buttle (2007:70) SDM merupakan kondisi pendukung ketiga untuk keberhasilan penerapan CRM. SDM adalah elemen yang paling penting pada kinerja strategi CRM karena beberapa alasan, yaitu:

a) SDM mengembangkan strategi CRM

b) SDM menerapkan dan menggunakan solusi teknologi informasi (IT)

c) SDM lintas fungsi saling berkoordinasi satu sama lain untuk menjalankan CRM

d) SDM membuat dan menyimpan database pelanggan

e) SDM merancang proses pemasaran, penjualan, dan pelayanan

f) SDM memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kepuasan dan perawatan pelanggan ketika mereka berinteraksi dengan pelanggan

Keterampilan, pengetahuan dan sikap seseorang yang diperlukan untuk keberhasilan kinerja CRM mungkin perlu diperiksa kembali dan ditingkatkan. Pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan meliputi kecakapan pelayanan


(34)

bagi pelanggan, kecakapan tentang produk dan jasa, kecakapan tentang sistem, dan kecakapan kerjasama. SDM perusahaan mungkin perlu dilatih dalam kompetensi ini serta kompetensi lainnya.

2.1.5.6. Loyalitas Pelanggan

Menurut Barnes (2003:40) loyalitas sangat terkait dengan konsep suatu hubungan. Loyalitas sejati tidak berasal dari ikatan semu yang membuat salah satu pihak mendapat kesulitan untuk mengakhiri hubungan tersebut. Fondasi loyalitas adalah dalam menunjang kepuasan pelanggan, yang merupakan emosional dan sikap, bukan sekedar perilaku. Cara untuk meningkatkan loyalitas, perusahaan harus meningkatkan tingkat kepuasan setiap pelanggan dan mempertahankan tingkat kepuasan tersebut dalam jangka panjang.

Cara untuk meningkatkan kepuasan, perusahaan perlu menambahkan nilai yang membuat pelanggan merasa mendapatkan lebih dari apa yang mereka bayar atau bahkan yang mereka harapkan. Dengan meningkatkan nilai yang diterima pelanggan dalam tiap interaksinya dengan perusahaan (walaupun interaksi tersebut tidak berakhir dengan penjualan), perusahaan lebih mungkin meningkatkan tingkat kepuasan, mengarah tingkat ketahanan pelanggan yang lebih tinggi. Tujuan perusahaan adalah meningkatkan kepuasan, perusahaan perlu menambahkan nilai pada apa yang ditawarkan, seperti terlihat pada Gambar 2.


(35)

Gambar 2. Penciptaan Nilai Menuju Loyalitas

Sumber: Barnes (2003:42)

1. Nilai

Nilai menurut Barnes (2003:105) adalah alat untuk memprediksi pilihan dan loyalitas pelanggan. Konsep tentang nilai sangat penting untuk mencapai sukses pemasaran, selain juga sebagai batu loncatan yang penting untuk mencapai kepuasan pelanggan. Konsep penciptaan dan penambahan nilai adalah konsep yang solid yang membutuhkan perhatian manajemen. Isu fundamental yang harus dipahami para manajer jika mereka ingin menarik dan mempertahankan pelanggan adalah mengetahui bagaimana menciptakan dan menambahkan nilai bagi pelanggan.

Nilai

Kepuasan

Nilai

Kepuasan

Retensi

Loyalitas

Pembelian berulang Perekomendasian

Peningkatan proporsi penjualan

Proses Orang

Produk/Jasa/Teknologi

Dukungan


(36)

Segmen pelanggan yang berbeda menerima nilai dengan cara yang berbeda pula. Pelanggan mengkombinasikan berbagai elemen yang bervariasi pada proporsi nilai untuk mendefinisikan nilai dari perspektif mereka. Dalam usaha mematahkan penafisran yang sempit tentang nilai sebagai fungsi dari apa yang diterima sebagai ganti harga yang dibayar, mengganti identifikasi mereka tentang empat sumber nilai:

a. Proses: mengoptimalkan proses-proses bisnis dan memandang waktu sebagai sumber daya pelanggan yang berharga.

b. Orang: karyawan diberi wewenang dan mampu menanggapi pelanggan c. Produk/jasa/teknologi: keistimewaan dan manfaat produk dan jasa

yang kompetitif, mengurangi gangguan produktifitas. d. Dukungan: siap membantu pelanggan yang butuh bantuan

Pemahaman dan penghargaan tentang penciptaan nilai bagi pelanggan adalah komponen yang penting dalam usaha perusahaan untuk membangun hubungan sejati dengan pelanggannya. Nilai bagi pelanggan dapat diciptakan dengan berbagai cara dan dapat ditambahkan secara sederhana, seperti meningkatkan kenyamanan dan kecepatan pelayanan, termasuk juga men-training karyawan sehingga ia dapat menjawab pertanyaan pelanggan dan merekomendasikan produk atau jasa yang akan memuaskan pelanggan.

Upaya meningkatkan nilai yang diterima pelanggan dalam tiap interaksinya dengan perusahaan (walaupun interaksi tersebut tidak berakhir dengan penjualan), perusahaan lebih mungkin meningkatkan kepuasan. Dalam hal ini, kepuasan terkait dengan apa yang didapat pelanggan dari penjualan


(37)

perusahaan dibandingkan dengan apa yang harus dia lakukan terhadap urusan atau interaksi tersebut. Perusahaan seringkali mengambil langkah yang salah dengan terlalu menekankan nilai uang dan sebagai akibatnya membuat beberapa pelanggan potensial meninggalkan perusahaan.

2. Kepuasaan

Kepuasan menurut Oliver dalam Barnes (2003:61) mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang dan kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja hasil suatu produk dengan harapan-harapannya. Hal itu berarti penilaian bahwa suatu bentuk keistimewaan dari suatu barang ataupun jasa, memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu kebutuhan, termasuk pemenuhan suatu kebutuhan melebihi harapan pelanggan.

Menurut Irawan (2009:2) satisfaction adalah kata dari bahasa latin, yaitu satis yang berarti enough atau cukup dan facere yang berarti to do atau melakukan. Jadi, produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah produk dan jasa yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen sampai pada tingkat cukup.

Kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Karena itu, pelanggan tidak akan puas, apabila pelanggan mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi. Pelanggan akan merasa puas jika persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan.


(38)

Kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi dari konsumen atau pelanggan dalam menggunakan produk dan jasa. Oleh karena itu, setiap transaksi atau pengalaman baru, akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Dengan demikian, kepuasan pelanggan mempunyai dimensi waktu karena hasil akumulasi.

Kepuasan pelanggan dapat memberi kepastian terhadap peningkatan pangsa pasar, laju arus pemasukan dan pengembangan laba jika pemasar berhasil menciptakan tingkat kepuasan pelanggan yang berjuang pada tumbuhnya loyalitas terhadap produk dan jasa mereka (Widayani, 2005:22). 3. Retensi

Menurut Barnes (2003:34) retensi bukanlah merupakan loyalitas. Usaha meningkatkan nilai yang diterima pelanggan dalam tiap interaksinya dengan perusahaan (walaupun interaksi tersebut tidak berakhir dengan penjualan), kita lebih mungkin meningkatkan tingkat kepuasan, mengarah pada tingkat ketahanan pelanggan yang lebih tinggi.

Pelanggan bertahan karena merasa nyaman dengan nilai dan pelayanan yang mereka dapat, mereka akan lebih mungkin menjadi pelanggan yang loyal. Loyalitas ini mengarah pada pembelian yang berulang, perekomendasian dan proporsi pembelanjaan yang meningkat.

4. Loyalitas

Sampai saat ini loyalitas tetap menjadi wacana penting dan hangat dibicarakan dalam dunia pemasaran. Fokus loyalitas perusahaan bukanlah menarik pelanggan baru, tetapi memperoleh kesetiaan dari


(39)

pelanggan yang sudah ada. Loyalitas adalah bagi banyak orang, beroperasi sebagian besar atau bahkan secara eksklusif dalam terminologi perilaku-perilakunya suatu hubungan, pola pembelian, proporsi pengeluaran, proporsi pembelanjaan, berita dari mulut ke mulut dan sebagainya.

Loyalitas konsumen adalah komitmen yang kuat dari konsumen, sehingga bersedia melakukan pembelian ulang terhadap produk atau jasa yang disukai secara konsisten dan dalam jangka panjang, tanpa terpengaruh oleh situasi dan usaha-usaha pemasaran dari produk lain yang berusaha membuat mereka beralih untuk membeli produk lain tersebut. Jadi, loyalitas konsumen adalah suatu sikap yang berkomitmen untuk tetap menggunakan produk atau pelayanan dari penyedia tertentu (Barnes, 2003:38).

Loyalitas konsumen terbagi menjadi beberapa kriteria, yaitu:

a. Suspect (tersangka), meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang atau jasa perusahaan. Dikatakan suspect, karena mereka mempunyai keyakinan akan membeli tetapi belum mengetahui apapun mengenai barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan.

b. Prospect (yang diharapkan), adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan barang dan jasa tertentu dan mempunyai keyakinan untuk membelinya. Para prospect, meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah mengetahui keberadaan perusahaan yang menawarkan barang dan jasa. Hal ini terjadi karena seseorang telah merekomendasikan barang dan jasa tersebut kepadanya.


(40)

c. Disqualified Prospect (yang tidak berkemampuan), yaitu prospect yang telah mengetahui keberadaan barang dan jasa, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk membelinya.

d. First Time Customers (pembeli baru), yaitu konsumen yang membeli untuk pertama kalinya.

e. Repeat Customers (pembeli berulang-ulang), yaitu konsumen yang telah melakukan pembelian satu produk sebanyak dua kali atau lebih.

f. Clients (pelanggan tetap), konsumen yang membeli secara teratur. Hubungan perusahaan dengan jenis konsumen tersebut sudah kuat dan berlangsung lama yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh daya tarik produk perusahaan bersaing.

g. Advocates (pelanggan tetap dan pendukung), seperti clients, akan tetapi jenis konsumen ini juga mengajak relasi mereka agar membeli barang dan jasa dari perusahaan yang bersangkutan.

2.2. Penelitian Terdahulu

2.2.1. Studi Empiris Mengenai Strategi Pemasaran Belimbing

Penelitian Haris (2008) yang berjudul “Strategi Pemasaran Belimbing Manis (Avverhoa carambola L) di Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok (PKPBDD)”. Penelitian ini menyatakan bahwa hasil matriks IFE menunjukkan faktor produk yang berkualitas, letak yang strategis, serta bentuk kemasan dan penggunaan merek sebagai kekuatan utama PKPBDD. Fluktuasi kuantitas dan kontinyuitas pasokan, fasilitas penyimpanan belum memadai, serta


(41)

ketergantungan modal pada pemerintah menjadi kelemahan utama PKPBDD. Total skor matriks IFE sebesar 2,406 menunjukkan posisi internal PKPBDD sedikit di bawah rata-rata.

Hasil matriks EFE menyatakan bahwa faktor yang menjadi peluang utama PKPBDD adalah potensi pasar lokal yang besar, peningkatan jumlah permintaan dari pelanggan tetap, dan dukungan pemerintah yang diwujukan dalam bentuk kebijaksanaan maupun pendanaan. Faktor yang menjadi ancaman utama PKPBDD adalah kesulitan dalam pengaturan waktu panen, persaingan dengan pesaing lokal, dan tingkat persaingan yang tinggi dengan produk substitusi. Total skor matriks EFE adalah 2,801 berarti bahwa kemampuan PKPBDD dalam merespon peluang untuk menghindari ancaman berada di atas rata-rata.

2.2.2. Studi Empiris Mengenai CRM pada produk Agribisnis

Penelitian Widayani (2006) yang berjudul CRM pada pemasaran bunga potong studi kasus PT. Melrimba Sentra Agrotama. Penelitian ini menganalisis penerapan CRM dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan penelitian jenis eksploratif dengan mewawancarai konsumen dari segmentasi yang berbeda-beda.

Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari indepth interview kepada 20 orang informan yang mewakili dari ke empat segmentasi yang ada di PT Melrimba. Informan dari masing-masing segmen sejumlah lima orang yaitu dari segmen hotel, florist, trader dan dekorator.

Hasil dari penelitian ini adalah faktor-faktor yang menjadi pertimbangan bagi pelanggan untuk memilih pemasok, antara lain: kualitas produk, pelayanan,


(42)

harga kompetitif, kuantitas produk yang memadai/cukup dan komitmen. Pendapat pelanggan mengenai pelayanan Melrimba sudah cukup baik, namun perlu ada perbaikan dan peningkatan pada faktor-faktor: konfirmasi pesanan, ketersediaan produk, dan komitmen. Program pengimplementasian CRM yang dapat dijalankan di Melrimba antara lain: program Customer Care (Relationship), program pemasaran yang berkaitan dengan bauran pemasaran seperti strategi harga serta program peningkatan pelayanan seperti fleksibilitas menghubungi melalui telepon atau sms.

Penelitian lain mengenai CRM pada Triyadi (2008) yang menganalisis dan merumuskan strategi CRM pada Antika Anggrek, Taman Anggrek Ragunan dengan menggunakan metode Importance Performance Analysis (IPA) untuk mengukur produk dan layanan di Antika Anggrek.

Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh secara acak kepada 90 responden yang menjadi pelanggan di Antika Anggrek. Penelitian ini terdiri dari 25 buah variabel yang diteliti menggunakan IPA, empat buah variabel berada pada kuadran I diagram kartesius yaitu harga tanaman, kelengkapan, tanaman yang dijual, ketersediaan tempat duduk yang nyaman, dan tempat parkir. Variabel yang ada di kuadran II ada sepuluh variabel, yaitu kualitas tanaman, variasi tanaman anggrek yang dijual, kecepatan pelayanan, keramahan karyawan, kebersihan ruangan, kecepatan transaksi pembayaran, kenyamanan tempat penjualan, kecepatan menyelesaikan keluhan pelanggan, display tanaman dan karyawan menjawab semua pertanyaan pelanggan. Di kuadran III terdapat sepuluh variabel, yaitu jam buka perusahaan, penampilan karyawan, menjual


(43)

variasi minuman, dekorasi ruangan, temparatur ruangan, kerapihan ruangan, kebersihan lingkungan luar perusahaan, penggunaan nomor handphone/telepon sebagai media saluran hubungan pelanggan, dan kepemilikan pusat informasi hubungan pelanggan. Di kuadran IV hanya ada dua, yaitu atribut lokasi penjualan dan atribut mengenai ciri khas tanaman anggrek yang dijual perusahaan.

Tabel 7. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian

Nama Penulis Tahun Judul Metode Analisis

Hesti Widayani

2005 CRM (Customer

Relationship

Management) pada

Pemasaran Bunga Potong Studi Kasus PT Melrimba Sentra Agrotama

Experience Survey melalui in-depth interview

dengan para pelanggan

Melrimba

Triyadi 2008 Penerapan CRM

(Customer Relationship

Management) pada

Pemasaran Tanaman Anggrek Studi Kasus Antika Anggrek, Taman Anggrek Ragunan Analisis Rantai Nilai CRM (Portofolio pelanggan, keintiman pelanggan, pengembangan jaringan, pengembangan proporsi nilai, pengelolaan siklus hidup pelanggan) dengan Importance Analysis (IPA) Abdi Haris

T

2008 Strategi Pemasaran Belimbing Manis (Avverhoa carambola L) di PKPBDD

Matriks IFE dan EFE, SWOT, QSPM


(44)

2.3. Kerangka Pemikiran

Secara geografis, Depok memiliki potensi penghasil belimbing yang cukup besar. Produksi belimbing di Kota Depok terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 produksinya mencapai 35.956,30 kwintal. Jangkauan pemasarannya bukan hanya di Depok, tetapi menjangkau pasar swalayan di Jakarta dan Bandung. Berdasarkan hasil SWOT Dinas Pertanian Kota Depok dalam Cetak Biru Pengembangan Tanaman Belimbing Depok, menunjukkan bahwa pengembangan belimbing di Kota Depok memiliki beberapa keunggulan antara lain: (a) posisi geografis kota Depok yang berada di dekat Jakarta, (b) jenis belimbing Dewa sulit dikembangkan di daerah lain, (c) Didukung oleh kebijakan Pemda yang menjadikan belimbing sebagai lambing (ikon) bagi kota Depok. Sementara beberapa kelemahannya antara lain: (a) luasan lahan yang terbatas dan menyebar, (b) sistem budidaya yang masih turun temurun, (c) belum adanya lembaga riset untuk mendukung pembibintan dan sistem budidaya, dan (d) sistem pemasaran yang masih terbatas (Dinas Pertanian Kota Depok, 2008:4)

Faktor akan terbatasnya sistem pemasaran yang ada di PKPBDD, menjadikan para pengusaha belimbing dewa harus bisa menampilkan yang terbaik yang mereka miliki untuk konsumen mereka. PKPBDD harus bisa melakukan pengelolaan pelanggan dengan baik. Salah satu strategi yang berhubungan dengan pengelolaan pelanggan adalah strategi Customer Relationship Management (CRM). CRM merupakan strategi untuk mengembangkan hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan.


(45)

Konsep CRM terbaru menekankan pada interaksi antara perusahaan dengan berbagai jaringan hubungan, tidak hanya dengan konsumen tetapi dengan semua pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan atau yang disebut stakeholder. Hubungan adalah aset yang paling mendasar bagi suatu perusahaan melebihi dari kepentingan apapun, karena hubungan menentukan masa depan suatu perusahaan.

CRM sangat penting untuk mempertahankan pelanggan yang telah dimiliki, karena usaha mendapat pelanggan baru membutuhkan biaya yang lebih besar dari pada mempertahankan pelanggan yang ada. Jika pelanggan berbisnis dengan perusahaan hanya dalam waktu singkat, maka perusahaan tidak memperoleh kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk merekrut pelanggan tersebut. Fenomena ini selalu terjadi dalam industri yang amat kompetitif dimana sedikit terdapat sekali terdapat diferensiasi produk dan persaingannya berdasarkan harga.

CRM sebagai suatu fokus dalam menghasilkan nilai optimal bagi para pelanggan melalui bagaimana cara perusahaan berkomunikasi dengan para pelanggan, bagaimana memasarkannya, dan bagaimana perusahaan melayani mereka, serta melalui media tradisional yang meliputi produk, harga, promosi dan distribusi. Tujuan intinya yaitu profitabilitas pelanggan. Pengukuran profitabilitas pelanggan berarti bahwa organisasi harus mampu melacak pendapatan dan biaya pada pelanggan, baik pada tingkat segmen atau tingkat individu.

Penerapan CRM dimulai dari analisis pelanggan PUSKOP yang tersegmentasi menjadi empat bagian, (1) konsumen besar, (2) outlet buah segar,


(46)

(3) pasar tradisional, dan (4) UKM olahan. Analisis pelanggan ini akan digali informasi yang berkaitan dengan rantai nilai CRM. Rantai nilai CRM merupakan tahapan utama dalam menentukan tataran CRM. Rantai nilai CRM terdiri dari (1) analisis portofolio pelanggan, (2) keintiman pelanggan, (3) pengembangan jaringan, (4) pengembangan jaringan, dan (5) mengelola siklus hidup pelanggan.

Tahap selanjutnya adalah analisis pihak manajemen PUSKOP, yang berkaitan dengan pengambil keputusan pemasaran, yaitu (1) Ketua PUSKOP dan (2) Korwil Pemasaran. Analisis manajemen ini akan digali informasi yang berkaitan dengan pendukung rantai nilai CRM. Pendukung rantai nilai CRM merupakan tahapan pendukung dalam menentukan tataran CRM. Pendukung rantai nilai CRM terdiri dari (1) kepemimpinan dan budaya perusahaan, (2) data dan teknologi informasi, (3) sumber daya manusia (SDM) atau staff CRM.

Tahap selanjutnya adalah perekomendasian tataran CRM yang sesuai bagi PUSKOP. Rekomendasi ini akan dibuat berdasarkan hasil temuan lapang rantai nilai CRM dan pendukung rantai nilai CRM yang disesuaikan dengan teori tataran CRM yang ada. Tataran CRM terdiri dari tataran CRM strategis, CRM operasional dan CRM analisis.


(47)

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Konseptual

Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok (PKPBDD) sebagai Salah Satu Alternatif Solusi Pemasaran

Relasi antara PKPBDD dengan Konsumen untuk Meningktakan Keuntungan

Customer Relationship Management (CRM)

Rantai Nilai CRM

1. Analisis Portofolio Pelanggan a. Segmentasi pasar b. Perkiraan Penjualan 2. Keintiman Pelanggan

a.Penilaian kinerja dan kepentingan terhadap atribut-atribut pelayanan 3. Pengembangan Jaringan

a. Jaringan Pemasok (supplier networks)

b. Jaringan distribusi 4. Pengembangan Proporsi Nilai

a. Sumber nilai pelanggan (4P/7P) b. Pengalaman pelanggan

5. Pengelolaan siklus hidup pelanggan a. Tingkat kepuasan konsumen b. Loyalitas konsumen

Pendukung Rantai Nilai CRM 1. Kepemimpinan dan Budaya

a. Kepemimpinan b. Budaya dan Sikap

Perusahaan

2. Data dan teknologi informasi a. Saluran hubungan pelanggan b. Pusat informasi hubungan

pelanggan

3. Sumber Daya Manusia/staf CRM a. Kecakapan pelayanan bagi

pelanggan

b. Kecakapan tentang produk dan jasa

c. Kecakapan tentang sistem d. Kecakapan kerja sama

Analisis Tataran CRM pada Pemasaran Belimbing Dewa Depok

Rekomendasi Penerapan CRM pada Pemasaran Belimbing Dewa


(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan, dan penjelasan kebenaran (Almack dalam Nazir, 2005:36). Menurut Ostle dalam Nazir (2005:36) penelitian adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesuatu interelasi.

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok (PKPBDD), Depok, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa PKPBDD merupakan satu-satunya pintu pemasaran belimbing dewa Depok sejak tahun 2008 dan mengingat belimbing dewa merupakan ikon kota Depok. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2009 hingga Januari 2010.

3.2. Jenis dan Sumber Data 3.2.1. Jenis Data

Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya, bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensi atau epistimologi yang panjang (Basrowi dan Suwandi, 2008:2)

Paradigma sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus secara realitas. Dasar


(49)

atau paradigma yang dipilih dan ditentukan oleh peneliti adalah dengan melihat penelitian secara keseluruhan yang awalnya adalah melihat masalah penelitian dan tujuannya, maka peneliti menentukan paradigma yang tepat digunakan oleh peneliti sebagai landasan dasar, sudut pandang, dan penuntun penelitian ini adalah paradigma penelitian kualitatif.

Menurut Daymond dan Holloway (2008:4) penelitian kualitatif bertujuan memahami orang-orang yang menduduki atau sedang berusaha menduduki posisi tertentu dalam sebuah kelompok atau organisasi. Metode kualitatif cenderung dihubungkan dengan sifat subyektif dari sebuah realitas sosial. Metode kualitatif berhubungan dengan dua paradigma, yang pertama metode kualitatif cenderung menempatkan kata-kata sebagai unit analisis. Paradigma kedua, pilihan acap dihubungkan dengan paradigma tertentu sesuai dengan ilmu asalnya.

Metode kualitatif cenderung dihubungkan dengan paradigma interpretif. Metode ini memusatkan pada penyelidikan terhadap cara manusia memaknai kehidupan sosial mereka, serta bagaimana manusia mengekspresikan pemahaman mereka melalui bahasa, suara, perumpamaan, gaya pribadi, maupun ritual sosial.

Peneliti menggunakan pendekatan interpretif untuk mengetahui rantai nilai CRM pada pelanggan PKPBDD. Pendekatan ini berasumsi bahwa peneliti meyakini dengan aktif terlibat dalam lapangan, sehingga memungkinkan pengkonsepan kenyataan dari sudut pandang orang-orang yang terlibat didalamnya. Pendekatan ini mengeksplorasi bukti sebelum melakukan penafsiran terhadap “realitas” peneliti meyakini gagasan bahwa teori dan konsep muncul dari data yang berhubungan secara alami (Daymond dan Holloway, 2008:6).


(50)

Pendekatan interpretif digunakan mengingat penelitian dilakukan berada pada situasi sosial penuh makna dan mendalam dimana peneliti bermaksud mengetahui manajemen hubungan pelanggan yang terjalin antara PKPBDD dengan pelanggan. Pendekatan ini mengarahkan peneliti untuk menempatkan dirinya dalam situasi yang ingin dianalisis.

Kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti. Data yang pasti adalah data yang sebenarnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar yang terlihat, terucap, tetapi data yang mengandung makna di balik yang terlihat dan terucap tersebut (Sugiyono, 2008:2).

Kualitas penelitian juga dapat dilihat dari keseluruhan proses yang dijalani oleh peneliti dalam melakukan penelitian dimulai dari perumusan masalah, metode pengumpulan data dan pengolahan data serta metode pengujian data yang digunakan hingga proses akhir penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keinginan dan harapan pelanggan, serta bagaimana pengambilan keputusan pelanggan terhadap rantai nilai CRM di PKPBDD sebagai dasar perencanaan implementasi CRM yang sfesuai bagi perusahaan.

Menurut Bungin (2008:14) studi kasus adalah sebuah pendekatan mencakup didalamnya standard dan cara kerja atau prosedur tertentu dalam proses penelitian, termasuk misalnya memilih dan merumuskan masalah, menjaring data, serta menentukan unit analisis yang akan diteliti dan lain sebagainya. Tujuan pendekatan studi kasus pada analisis kualitatif adalah untuk mengumpulkan secara komprehensif, spesifik dan informasi dari masing-masing kasus yang diteliti.


(51)

Penelitian ini menggunakan satu studi kasus, yaitu PKPBDD. Subjek penelitian ini adalah pelanggan PKPBDD. Peneliti ingin mengetahui keinginan dan harapan pelanggan, serta bagaimana pengambilan keputusan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh PKPBDD. Informasi yang diperoleh dapat dipakai sebagai dasar perencanaan implementasi tataran CRM yang sesuai bagi perusahaan.

3.2.2. Sumber Data

Data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Data primer merupakan data langsung yang diperoleh melalui proses wawancara langsung dengan informan. Data primer yang terkumpul merupakan kondisi sesungguhnya yang terjadi, serta informasi yang diperoleh langsung oleh pelaku bisnis, yaitu pelanggan PKPBDD dan didukung oleh data dari PKPBDD.

Data sekunder (secondary sources) diperoleh dari pihak perusahaan yang bersangkutan, skripsi, tesis, dan literatur di perpustakaan, majalah, brosur, internet, dokumen dan laporan tahunan PKPBDD dan lain-lain yang berkaitan dengan topik penelitian.

Tabel 8. Sumber Data

Jenis Data Sumber Data Informasi yang dicari Data Sekunder • Buku teks, skripsi, tesis,

literatur, majalah, brosur, internet

• Dokumen dan laporan tahunan PKPBDD

• Teori tentang CRM

• Teori tentang pelanggan

Data Primer • Wawancara Mendalam (indepth interview)

• Pengambilan keputusan pelanggan tentang rantai nilai CRM di PKPBDD

• Pengambilan keputusan pihak manajemen PKPBDD


(52)

Penelitian ini berupa penelitian kualitatif yang dikategorikan dalam grounded research. Penelitian grounded research dipengaruhi oleh pandangan bahwa peneliti kualitatif tidak membutuhkan pengetahuan dan teori tentang objek penelitian untuk mensteril subjektivitas peneliti. Menurut Strauss (2003:10) grounded research merupakan metode ilmu pengetahuan yang baik, yaitu adanya signifikansi, kesesuaian antara teori dan observasi, dapat digeneralisasikan, dapat diteliti ulang, adanya ketepatan dan ketelitian, serta bisa dibuktikan.

Alasan penggunaan metode grounded research dalam penelitian ini adalah untuk mempertajam dan lebih memberi makna pada analisis kualitatif itu sendiri. Peneliti menganggap data di lapangan adalah inspirasi teori, kemudian bergerak membentuk teori yang menerapkan data. Penelitian kualitatif grounded research, tidak menutup kemungkinan bantuan data kuantitatif, karena data ini bermanfaat bagi pengembangan analisis data kualitatif sendiri. Menurut Bungin (2009:14) adanya data kuantitatif dimaksudkan untuk mempertajam dan lebih memberi makna pada analisis kualitatif itu sendiri. Penggunaan data kuantitatif untuk mengembangkan analisis data kualitatif. Data kuantitatif dapat digunakan pada analisis ini sampai batas-batas tertentu dengan tidak menampilkan sifat kekakuannya sebagai ciri khas data kuantitatif.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Sebagai langkah awal dalam mengimplementasikan proses CRM dalam suatu perusahaan, maka perlu diketahui dan digali informasi-informasi penting menyangkut pelanggan. Informan dalam penelitian ini adalah pihak manajemen


(53)

PKPBDD dan para pelanggan PKPBDD. Pihak PKPBDD terdiri dari Ketua PKPBDD dan Manajer Pemasaran untuk mengetahui pendukung rantai nilai CRM yang diterapkan di PKPBDD. Pelanggan PKPBDD tersegmentasi berdasarkan karakteristik usahanya menjadi empat kelompok pelanggan, yaitu (1) Konsumen besar; (2) Outlet Buah; (3) Pasar Tradisional, (4) UKM Olahan. Informan dipilih dengan pengambilan secara sengaja (purposive sample) yang mempunyai kriteria: a). Intensitas pembelian terbesar dalam kurun waktu pembelian 10 bulan terakhir. b). Volume pembelian terbesar dalam kurun waktu pembelian 10 bulan terakhir.

Metode pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian adalah:

1. Studi Dokumen

Menurut Moleong (2007:216) dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film, berbeda dengan record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Menurut Bungin (2009:121) metode dokumenter merupakan salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode dokumenter adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis.

Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dokumen pribadi adalah catatan atau karangan peneliti secara tertulis tentang tindakan, pengalaman dan kepercayaannya. Dokumen


(54)

pribadi berupa buku harian dan surat pribadi, sementara dokumen resmi yang terdiri dari dokumen internal dan eksternal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman dan hasil rapat perusahaan. Dokumen eskternal didapatkan dari majalah, buletin dan berita-berita yang disiarkan ke media massa, pengumuman atau pemberitahuan.

Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Terkait dengan masalah CRM, dokumen atau data-data tersebut dapat berupa hasil penelitian ataupun hasil laporan perusahaan yang dapat memberikan masalah-masalah penelitian dan tentunya data atau dokumen-dokumen tersebut terkait dengan data pelanggan di PKPBDD.

2. Wawancara mendalam (in depth interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu (Basrowi dan Suwandi, 2008:127).

Wawancara mendalam menurut Bungin (2009:108) secara umum adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau dengan orang yang diwawancarai, dengan menggunakan pedoman wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Metode wawancara mendalam (in-depth interview) adalah sama dengan metode wawancara lainnya, hanya peran pewawancara, tujuan wawancara, peran


(55)

informan, dan cara melakukan wawancara yang berbeda dengan wawancara pada umumnya.

Maksud diadakan wawancara adalah sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari informan yang lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan dari pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan atau keyakinan pribadi (Sugiyono, 2008:72).

Wawancara dilakukan untuk mengetahui pengambilan keputusan tentang rantai nilai CRM di PKPBDD terhadap pelanggan. Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara yang berisi tentang pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada interviewee.

3.4. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan serta menginterpretasikan data yang ada untuk menggambarkan manajemen hubungan pelanggan antara PKPBDD dengan pelanggan. Pada intinya analisis akan dilakukan pada seluruh data penelitian yang terkumpul dan secara spesifik akan merujuk kepada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada permasalahan penelitian dan secara detail bersandar kepada daftar pertanyaan yang ada pada instrument penelitian yang dijadikan rujukan dalam pengumpulan data dilapangan.


(56)

Kredibilitas data dilakukan dengan menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu (Sugiyono, 2008:83). Menurut Bungin (2009:256) triangulasi dibagi ke dalam empat metode, yaitu triangulasi peneliti, sumber, metode dan teori. Triangulasi yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Triangulasi kejujuran peneliti: Digunakan untuk menguji kejujuran, subjektivitas, dan kemampuan merekam data oleh peneliti di lapangan. Proses tersebut merupakan proses verifikasi terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan oleh seorang peneliti.

b. Triangulasi dengan sumber data: Dilakukan dengan membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara yang berbeda dalam metode kualitatif yang dilakukan dengan membandingkan data hasil wawancara dengan isi suatu dokumentasi yang berkaitan.

c. Triangulasi dengan metode: Dilakukan untuk melakukan pengecekan terhadap penggunaan metode pengumpulan data, membandingkan informasi yang didapat dengan metode interview dan observasi.

d. Triangulasi dengan teori: Dilakukan dengan menyertakan usaha pencarian cara lain untuk mengorganisasikan data yang dilakukan dengan jalan memikirkan kemungkinan logis dengan melihat apakah kemungkinan-kemungkinan dapat ditunjang oleh data.


(57)

3.5 Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian 3.5.1. Kelebihan Penelitian

Kelebihan penelitian kualitatif menurut Karsayuda (2008:1) adalah sebagai berikut:

1. Fokus penelitian kualitatif ialah suatu entitas yang utuh, sehingga penelitian kualitatif menekankan pada kajian terhadap berbagai hal yang terjadi di lapangan. Penelitian ini sekaligus sebagai anti-tesa dari penelitian-penelitian berjenis positivis, maupun pospositivisme yang mengedepankan kajian pada aspek teoritikal yang bersifat eksak.

2. Pendekatan yang dilakukan oleh penelitian jenis ini adalah pendekatan yang bersifat definition of situation, yaitu pendekatan yang dilakukan guna mendefinisikan sebuah situasi. Pendekatan demikian dilakukan secara intens, sebab seorang peneliti tidak akan pernah dapat mendefinisikan situasi, tanpa adanya dialektika yang baik dengan berbagai variabel tentang situasi atau permasalahan utama dalam penelitian tersebut.

3. Dilihat dari segi hubungan antara peneliti dan subjek penelitian. Jenis penelitian ini mensyaratkan kedekatan dan komunikasi yang intens antara peneliti dan subjeknya. Komunikasi yang intens memungkinkan si peneliti mendapatkan data seputar perkembangan subjek penelitiannya yang cenderung dinamis.

4. Analisis data yang bersifat induktif, jelas mensyaratkan bahwa data yang didapat di lapangan haruslah lengkap agar dapat direlasikan dengan


(58)

kaidah-kaidah umum, maupun teori-teori yang membicarangan objek tersebut dalam suatu disiplin ilmu tertentu.

3.5.2. Keterbatasan Penelitian

Kelemahan penelitian kualitatif menurut Bungin (2009:277) adalah sebagai berikut:

1. Rumusan masalah ilmiah dikemukakan secara amat luas.

2. Penulis sering terpancing pada sumber informasi yang tidak akurat dan kecenderungan untuk puas dengan data tersebut.

3. Penulis mengungkapkan kecenderungan atau pendapat pribadi, seperti tercermin pada diluar konteks untuk maksud persuasi, terlalu memandang mudah dan kritis atau sebaliknya terhadap seseorang atau suatu gagasan, orientasi yang berlebihan terhadap masa lampau dan berasumsi bahwa semua perubahan adalah kemajuan.


(1)

pengaturan di bagian produksi, diharapkan ke depannya, PKPBDD dapat memenuhi kebutuhan pelanggan secara berkelanjutan dan bisa meraih pasar baru.

Saluran untuk mengkomunikasikan pemasaran belimbing dewa Depok melalui media cetak dan media elektronik. Media cetak seperti koran, majalah, brosur dan leaftet. Media elektronik seperti televisi dan radio. Kedua media itu menginformasikan tentang belimbing dewa sebagai ikon kota Depok dan PUSKOP sebagai pintu pemasarannya.

Cara koordinasi pihak PKPBDD kepada pelanggannya agar tetap loyal adalah dengan jujur dan terbuka kepada pelanggan mengenai kondisi barang (volume, grade, karakteristik) yang ada di PKPBDD sehingga komunikasi pelanggan tetap baik, selanjutnya dengan menjaga harga yang menyesuaikan pasaran. Harga belimbing dewa disesuaikan dengan musimnya, akan turun jika sedang musim dan naik ketika sedang tidak musim. Pada PKPBDD akan memberikan harga promo pada pelanggan yang loyal dan membeli dalam jumlah yang banyak dan harga tersebut bisa dilakukan tawar menawar agar menguntungkan kedua belah pihak.

5.2.3. Sumber Daya Manusia/Staf CRM

Membangun staf CRM adalah bagian penting yang perlu diperhatikan dalam upaya menerapkan CRM secara tepat. Upaya dalam membangun staf CRM, karyawan di PKPBDD dilatih agar semua bisa menghadapi langsung dengan konsumen. Adanya proses penjualan langsung (direct selling) sehingga semua karyawan harus siap berhadapan dengan konsumen dengan baik, agar menimbulkan kesan yang ramah dan loyalitas dari sisi pembeli. Pada proses


(2)

pengantaran barang, bagian pengantaran juga harus dalam keadaan rapih sehingga mencerminkan profesionalisme dari pihak PKPBDD.

Upaya dalam pengembangan SDM-nya, pihak PKPBDD bekerjasama dengan Dinas Pertanian untuk mengikuti pelatihan dan lomba untuk tingkat Jawa Barat. Hal ini dilakukan agar karyawan PKPBDD lebih meningkatkan kinerjanya dan terbukti pada tahun 2009 PKPBDD merupakan terbaik dalam segi daya beli pada tingkat Jawa Barat.

Pemasaran merupakan fungsi utama PKPBDD. Proses pemasaran di PKPBDD dilakukan oleh satu orang korwil yang merangkap bidang pemasaran dibantu oleh empat korwil lainnya. Sistem pemasaran di PKPBDD menggunakan sistem order. Pelanggan yang hendak membeli belimbing dapat melakukan order melalui telepon atau langsung datang ke kantor PKPBDD. Jika stok belimbing berlebih, korwil pemasaran biasanya melakukan penawaran dengan menghubungi calon-calon pelanggan.

Pada pelayanan kegiatan distribusi di PKPBDD dilakukan secara langsung ke pelanggan berdasarkan pesanan atau order. Distribusi didukung oleh armada distribusi sendiri. Armada distribusi terdiri darii tiga unit mobil dan tiga orang tenaga distribusi. Armada distribusi dapat menjangkau seluruh daerah pelanggan yang tersebar di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Koordinasi antar SDM dalam menjaga loyalitas pelanggan dengan menyebarkan informasi, baik pujian maupun keluhan kepada seluruh karyawan. Jadi, apabila korwil pemasaran mendapat informasi yang berkaitan dengan standarisasi kebutuhan pelanggan, disebarluaskan kepada korwil dan pegawai


(3)

lainnya. Tujuan dari penyebaran informasi tersebut adalah agar semua karyawan bekerjasama untuk memuaskan pelanggan.

5.3. Rekomendasi Tataran CRM

Berdasarkan hasil wawancara mendalam pada pihak pelanggan mengenai penerimaan rantai nilai CRM dan konsep teoritis mengenai tataran CRM, dapat disimpulkan bahwa tataran CRM yang sesuai bagi PKPBDD adalah perpaduan antara tataran strategis dan analitis. Sebenarnya, pada PKPBDD sudah termasuk klasifikasi dalam menerapkan kedua tataran tersebut, namun belum terlalu efektif di mata pelanggan.

Pada tataran strategis, yang berorientasi pada kultur usaha berbasis pelanggan. PKPBDD perlu mengorientasikan pada pelanggan, semua sumber daya dialokasikan untuk mendukung semua langkah yang dapat meningkatkan nilai PKPBDD di mata pelanggan, serta adanya sistem ganjaran yang dapat meningkatkan perilaku positif para karyawan yang bermuara pada kepuasan pelanggan serta peningkatan sistem pengumpulan, penyebarluasan, dan aplikasi informasi tentang pelanggan untuk menunjang berbagai aktivitas PKPBDD.

Pada tataran analitis, yang berorientasi pada pengeksploitasi data konsumen untuk meningkatkan nilai PKPBDD. Data-data internal mengenai produksi, keuangan dan pemasaran dapat digunakan untuk mendapatkan informasi tentang pelanggan di masa lalu dan mengorganisasikan pelanggan di masa mendatang. Tataran analitis ini akan lebih baik jika dioptimalkan dengan dukungan data eksternal (geodemografis dan gaya hidup) sehingga mendapatkan informasi konsumen yang paling berharga, kecenderungan konsumen paling tinggi untuk


(4)

berpindah ke perusahaan pesaing dan konsumen yang menanggapi penawaran-penawaran secara positif. CRM analitis ini dapat memberikan solusi tepat waktu bahkan bersifat personal bagi segala permasalah konsumen sehingga dapat meningkatkan kepuasan konsumen.

Tataran operasional kurang tepat digunakan pada CRM di PKPBDD karena lebih terfokus pada otomatisasi cara-cara perusahaan dalam berhubungan dengan pelanggan, seperti menggunakan otomatisasi pemasaran, otomastisasi armada penjualan, dan otomatisasi layanan. PKPBDD yang bergerak dalam bisnis buah segar belum terlalu tepat dengan sistem otomatisasi tersebut, karena keterbatasan dalam kapasitas produksi yang belum bisa dipasarkan secara nasional atau internasional melalui sistem tersebut. Menurut sebagian besar pelanggan, otomatisasi di PKPBDD hanya untuk media pengingat dan penyebar informasi bahwa ”belimbing dewa” sebagai ikon kota Depok, sehingga bukan sebagai otomatisasi penjualan melalui website.


(5)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

1. Secara keseluruhan rantai nilai CRM tertinggi didapatkan pada segmentasi pasar tradisional dan rantai nilai terendah pada segmentasi UKM olahan. Pada satu segmentasi, pasar tradisional dan UKM olahan sudah mempunyai nilai yang sama dalam memandang rantai nilai CRM. Pada segmentasi outlet buah segar dan konsumen besar memiliki rantai nilai yang stabil dan cukup memuaskan, namun dalam satu segmentasi yang sama masih terdapat perbedaan jauh terhadap nilai yang diberikan PKPBDD.

2. Pendukung rantai nilai CRM pada PKPBDD sudah berorientasi pada pelanggan. Dimulai dari kepemimpinan dan budaya yang sudah mengarah pada hubungan pelanggan, didukung juga dengan SDM dan data-data yang sudah tersedia (data produksi, data pemasaran dan data keuangan) mengarah pada penerapan tataran CRM strategis dan analitis.

3. Jika dikaitkan antara rantai nilai CRM, pendukung rantai nilai CRM dan konsep penerapan tataran CRM. Pada dasarnya tataran CRM yang sudah ada di PKPBDD sudah sesuai dengan pelanggannya. Pelanggan di PKPBDD membutuhkan adanya tataran CRM strategis yang berorientasi pada pelanggan dan tataran analitis sehingga dapat memprediksi kebutuhan berdasarkan data-data di masa lalu.


(6)

160 6.2. Saran

1. PKPBDD memfokuskan pada tataran CRM strategis dan analitis. Sesuai dengan kebutuhan pelanggan yang membutuhkan kedua tataran CRM tersebut. Pada tataran strategis cara yang perlu dilakukan adalah adanya sistem ganjaran yang dapat meningkatkan perilaku positif para karyawan yang bermuara pada kepuasan pelanggan serta peningkatan sistem pengumpulan, penyebarluasan dan aplikasi informasi tentang pelanggan untuk menunjang berbagai aktivitas PKPBDD. Pada tataran analitis akan lebih baik jika ditunjang dengan dukungan data eksternal (geodemografis dan gaya hidup) sehingga mendapatkan informasi paling berharga, kecenderungan konsumen paling tinggi untuk berpindah ke pesaing dan konsumen yang menanggapi penawaran secara positif.

2. PKPBDD mempertahankan pasar dengan segmentasi rantai nilai tertinggi, yaitu pasar tradisional dan memperhatikan secara khusus segmentasi UKM olahan yang mempunyai nilai terendah pada rantai nilai. Pada segmentasi UKM olahan yang sangat perlu diperhatikan untuk meningkatkan nilai CRM adalah dengan memperhatikan peran komitmen antara PKPBDD dan UKM olahan, disamping itu PKPBDD juga harus menanggapi dengan baik keluhan yang diberikan oleh segmentasi UKM olahan.