kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta tahun 2015 diperoleh hasil bahwa diantara
57 responden yang frekuensi
mengonsumsi makanan sering terdapat 29 responden 50,9 yang selera makanya rendah. Diantara 45 responden yang frekuensi mengonsumsi
makanan jajanan jarang, terdapat 18 responden 40,0 yang selera makanya rendah.
Berdasarkan uji chi-square diperoleh P-Value sebesar 0,320 α
0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara selera makan dengan frekuensi mengkonsumsi jajanan.
Populasi responden yang memiliki selera makan rendah tidak jauh berbeda antara mereka yang konsumsi makanan jajanannya sering, jarang
dengan responden yang tidak mengonsumsi jajanan.
2. Hubungan antara Makan Bersama Keluarga dengan Selera Makan di Rumah
Tabel 5.11 Analisis Hubungan Makan Bersama Keluarga dengan Selera
Makan di Rumah pada SiswaSiswi Kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta Tahun 2015
Makan Bersama
Keluarga Selera Makan di Rumah
Total P Value
Rendah Tinggi
n n
n
Tidak Rutin 37
54,4 31
45,6 68
100
0,021
Rutin 10
29,4 24
70,6 34
100
Total 47
46,1 55
53,9 102
100
Berdasarkan tabel 5.11 hasil analisis hubungan antara makan bersama keluarga dengan selera makan di rumah pada siswasiswi kelas
IV Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta tahun 2015 diperoleh bahwa diantara 68 responden yang tidak rutin makan bersama keluarga,
terdapat 37 responden 54,4 yang selera makanya rendah. Diantara 34 responden yang rutin makan bersama keluarga, terdapat 10 responden
29,4 yang selera makanya rendah. Berdasarkan uji chi-square diperoleh P-Value sebesar 0,021 ≤α
0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara selera makan di rumah dengan makan bersama
keluarga. Populasi responden yang memiliki selera makan rendah tidak jauh berbeda antara mereka yang rutin makan bersama keluarga dengan
responden yang tidak rutin makan bersama keluarga.
3. Hubungan antara Konsumsi Suplemen Penambah Selera Makan dengan Selera Makan di Rumah
Tabel 5.12 Analisis Hubungan Konsumsi Suplemen Penambah Selera
Makan dengan Selera Makan di Rumah pada SiswaSiswi Kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan
UIN Jakarta Tahun 2015 Konsumsi
Suplemen Penambah
Selera Makan Selera Makan di Rumah
Total P
Value Rendah
Tinggi n
n n
Ya 24
61,5 15
38,5 39
100 0,016
Tidak 23
36,5 40
63,5 63
100
Total 47
46,1 55
53,9 102
100
Berdasarkan tabel 5.12 hasil analisis hubungan antara konsumsi suplemen penambah selera makan dengan selera makan di rumah pada
siswasiswi kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta tahun 2015 diperoleh bahwa diantara 39 responden yang mengonsumsi
suplemen penambah selera makan, terdapat 24 responden 61,5 yang selera makanya rendah. Diantara 63 responden yang tidak mengonsumsi
suplemen penambah selera makan, terdapat 23 responden 36,5 yang selera makanya rendah.
Berdasarkan uji chi-square diperoleh P-Value sebesar 0,016 ≤α 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara selera makan di rumah dengan konsumsi suplemen penambah selera makan. Populasi responden yang memiliki selera makan
rendah tidak jauh berbeda antara mereka yang tidak mengonsumsi suplemen penanbah selera makan dengan responden yang mengonsumsi
suplemen penambah selera makan.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, terdapat keterbatasan penelitian yaitu: 1.
Tidak membahas asupan energi dari makanan jajanan yang dikonsumsi. 2.
Penelitian ini tidak menvalidasi ulang instrument pengukuran yang digunakan dari kuesioner penelitian sebelumnya, sehingga tidak
mengetahui nilai reliabilitas. 3.
Penelitian ini tidak memasukkan data tentang jenis suplemen penambah selera makan yang alamiah.
B. Selera Makan di Rumah pada SiswaSiswi Kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta Tahun 2015
Selera makan merupakan suatu proses dalam tubuh yang dapat menyebabkan seseorang mempunyai keinginan makan selain rasa lapar.
Lubis 2005 mendefinisikan selera makan biasa diartikan sebagai rasa senang atau ingin yang ditimbulkan oleh rangsangan makan aroma,
penampilan dan keputusan memilih jenis makanan tertentu. Sedangkan Oenzi 2012 selera makan adalah sebagai prefrensi seseorang terhadap jenis
makanan atau keadaan ingan makan. Arali 2011 mendefinisikan selera
makan adalah ketertarikan untuk mencoba makanan kesukaan karena memliki warna, aroma dan bentuk makanan yang menarik.
Tinjauan gizi seimbang selera makan dapat dikatakan baik dan dapat juga dikatakan tidak baik, bila dikatakan baik maka proses makan guna
memenuhi kebutuhan gizi tubuh terutama keseimbangan energi dapat berjalan maksimal. Namun jika dikatakan tidak baik,
ada dua hal kemungkinan akan terjadi, pertama selera makan yang berlebihan rakus dan
yang kedua selera makan berkurang atau hilang. Selera makan yang berlebihan terlihat rakus artinya intake makanan akan melebihi kebutuhan
tubuh, akibatnya adalah peningkatan berat badan yang tidak di inginkan dan beberapa akibat penyakit lainnya. Sebaliknya, selera makan berkurang atau
hilang akan mengakibatkan penurunan berat badan yang tidak dikehendaki dan beberapa akibat lainnya Arali, 2011.
Hasil penelitian yang dilakukan pada siswasiswi kelas IV Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta tahun 2015 menunjukan
bahwa responden yang selera makannya rendah lebih sedikit 46,1 dibandingkan dengan responden yang selera makanya tinggi 53,9.
Sedangkan hasil penelitian Pintautami 2011 yang dilakukan pada 60 anak di Sekolah Dasar Tileng 1 Gunung Kidul Jawa Tengah bahwa sebanyak 49,8
siswasiswi kelas IV-VI dengan selera makan rendah. Penelitian Handayani 2014 yang dilakukan pada 36 anak di Sekolah Dasar Impres Laikeng
Sudiang Makassar sebanyak 47,2 anak tidak selera makan pada usia 11-12 tahun.
Dengan demikian hasil penelitian ini lebih rendah persentase siswasiswi yang selera makanya rendah jika dibanding dengan persentase
penelitian Pintautami 2011 dan Handayani 2014, namun jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini lebih banyak dengan sampel laki-laki
dan perempuan, sehingga hasil yang didapatkan lebih generalisasi. Selain itu penelitian ini lebih spesifik yakni selera makan di rumah.
C. Gambaran dan Hubungan antara Frekuensi Mengonsumsi Jajanan, Makan Bersama Keluarga, Konsumsi Suplemen Penambah Selera
Makan dengan Selera Makan di Rumah pada Siswa Siswi Kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta Tahun 2015
1. Gambaran dan Hubungan antara Frekuensi Mengonsumsi Jajanan dengan Selera Makan di Rumah
Hasil analisis univariat dalam penelitian ini diketahui bahwa responden yang frekuensi mengonsumsi jajanan sering lebih banyak
55,9 dibandingkan responden yang jarang mengonsumsi jajanan 44,1. Jenis jajanan yang banyak dikonsumsi oleh responden adalah
batagor somay gorengan cimol cilok yaitu sebanyak 41,2, dan jenis minuman yang banyak dikonsumsi adalah es sirup es teh es krim pop
ice yaitu sebanyak 31,4. Penelitian ini yang dimaksut makanan jajanan adalah makanan
seperti nasi lontong, bakso, gorengan, chiky, makanan kemasan dan sebagainya dan minuman seperti es, sirup, minuman kaleng, dan
sebagainya yang dipersiapkan dan dijual oleh kantin sekolah, pedagang kakilima di jalanan, dan di tempat-tempat ramai umum lain. Penelitian
Handayani 2014 mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan jajan dengan selera makan. Semakin sering siswasiswi
jajan maka, semakin rendah selera makannya. Jika sering mengonsumsi makanan jajanan maka siswasiswi akan merasa kenyang dan tidak selera
untuk makan yang disajikan di rumah. Hasil analisis hubungan antara frekuensi mengonsumsi jajanan
dengan selera makan di rumah pada siswasiswi kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta tahun 2015 diperoleh hasil bahwa
diantara 57 responden yang frekuensi mengonsumsi makanan sering terdapat 29 responden 50,9 yang selera makanya rendah. Diantara 45
responden yang frekuensi mengonsumsi makanan jajanan jarang, terdapat 18 responden 40,0 yang selera makanya rendah. Berdasarkan uji chi-
square diperoleh P-Value sebesar 0,320 α 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara selera
makan dengan frekuensi mengonsumsi jajanan. Dengan demikian hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesa penelitian yang menyebutkan
bahwa ada hubungan antara frekuensi mengonsumsi jajanan dengan selera makan di rumah.
Tidak adanya
hubungan selera
makan dengan
frekuensi mengonsumsi jajanan dalam penelitian ini dikarenakan populasi
responden yang memiliki selera makan rendah tidak jauh berbeda antara mereka yang mengonsumsi makanan jajanannya sering dengan
responden yang mengonsumsi jajanan jarang.
Siswasiswi usia sekolah pada umumnya lebih sering mengonsumsi makanan jajanan karena rasanya yang gurih, manis, asin dengan kemasan
yang unik dan harga yang terjangkau. Tetapi, makanan jajanan cenderung mengandung lemak, garam, dan energi yang tinggi, namun vitamin,
mineral, dan serat yang rendah. Misalnya; sosis, bakso, somay dan makanan siap santap lainya seperti; ayam goreng, kentang goreng,
hamburger, mie dan gorengan. Kontribusi energi, lemak dan garam yang tinggi dari makanan jajanan dapat menyebabkan penumpukan kalori jika
tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang memadai. Hal itu memacu peningkatan simpanan lemak tubuh dalam bentuk trigliserida di dalam
jaringan adipose Pramono dan Sulchan, 2014. Menurut teori lipostatik, peningkatan simpanan lemak di jaringan
adiposa memberikan sinyal kenyang. Gliserol berfungsi sebagai sinyal yang mengalir melalui darah antara simpanan lemak dan daerah-daerah di
otak yang mengontrol selera makan. Jumlah gliserol dalam darah menjadi indikator yang menunjukkan jumlah total lemak trigliserida yang
tersimpan di jaringan lemak. Pada teori ini, yang penting dalam penentuan lapar dan kenyang adalah presentase pengisian setiap sel lemak. Orang
dengan jumlah sel lemak banyak akan tetap merasakan lapar, namun pada orang normal akan merasa kenyang karena sel-sel adiposa mereka belum
kenyang Sherwood, 2007. Quennell at al 2009 menjelaskan bahwa semakin banyak
penumpukan pada jaringan lemak, maka semakin tinggi kadar leptin.