Tujuan Manfaat Taksonomi Morfologi

memiliki ukuran diameter dan tinggi pohon yang lebih besar dibandingkan dengan pohon yang tingkat umurnya lebih muda. PT. Bina Ovivipari Semesta merupakan suatu perusahaan swasta yang memperoleh izin IUPHHK- HA pada areal hutan mangrove. Selain melakukan kegiatan pemanfaatan terhadap areal hutan mangrove tersebut, terdapat juga kegiatan pembinaan hutan seperti penanaman kembali pada areal bekas tebangan. Tanaman yang terdapat pada areal bekas tebangan akan memiliki kandungan biomassa yang berbeda seiring dengan pertumbuhan tanaman tersebut pada setiap tahunnya. Oleh karena itu, informasi mengenai kandungan biomassa tanaman yang tersimpan pada setiap tingkat umur tanaman diperlukan untuk menunjang dalam kegiatan pengelolaan hutan mangrove.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model allometrik penduga biomassa dari tanaman mangrove Rhizophora apiculata pada beberapa tingkat umur tanaman.

1.3 Manfaat

Penelitian ini berguna untuk menduga potensi karbon yang terdapat pada pohon Rhizophora apiculata. Hal ini juga untuk pengelolaan dan pemanfaatan kawasan mangrove secara lestari dan berkelanjutan, termasuk untuk skema perdagangan karbon. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Hutan Mangrove 2.1.1 Karakteristik Ekosistem Hutan Mangrove Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim Departemen Kehutanan 1994 diacu dalam Santoso 2000. Hutan mangrove atau mangal adalah sejumlah komunitas tumbuhan pantai tropis dan subtropis yang didominasi tumbuhan bunga terestrial berhabitus pohon dan semak yang tumbuh di kawasan pasang surut dengan salinitas tinggi Tomlinson 1986. Berdasarkan Bengen 2000, hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut air pantai berlumpur. Hutan mangrove terbentuk karena adanya perlindungan dari ombak, masukan air tawar, sedimentasi, aliran air pasang surut, dan suhu yang hangat Walsh 1974, diacu dalam Setyawan 1998. Faktor utama yang mempengaruhi komunitas ini adalah salinitas, tipe tanah, dan resistensi terhadap arus air dan gelombang laut Chapman 1992, diacu dalam Setyawan 1998. Faktor-faktor ini bervariasi sepanjang jalur dari tepi laut ke daratan, sehingga dalam kondisi alami, dimana campur tangan manusia terbatas, dapat terbentuk zonasi vegetasi Giesen 1991, diacu dalam Setyawan 1998. Tipe hutan mangrove mempunyai fungsi ekologis yang penting yaitu sebagai jembatan interface antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan. Dalam ekosistem mangrove sedikitnya terdapat lima unsur ekosistem yang terkait yaitu flora, fauna, perairan, daratan dan manusia penduduk lokal yang hidup bergantung kepada ekosistem mangrove. Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap lingkungan. Berdasarkan Bengen 2001, menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk : 1. Adaptasi terhadap kadar kadar oksigen rendah menyebabkan mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas: Bertipe cakar ayam yang mempunyai pneumatofora misalnya: Avecennia spp.; Xylocarpus spp.; dan Sonneratia spp. untuk mengambil oksigen dari udara Bertipe penyanggatongkat yang mempunyai lentisel misalnya: Rhyzophora spp.. 2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi: Memiliki sel-sel khusus dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam Berdaun kuat dan tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan. 3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang strabil dan adanya pasang surut, dengan cara mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horisontal yang lebar. Selain untuk memperkokoh pohon, akar tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.

2.1.2 Pembagian Zonasi Hutan Mangrove

Komposisi dan struktur vegetasi hutan mangrove beragam, tergantung kondisi geofisik, geografi, geologi, hidrografi, biogeografi, iklim, tanah, dan kondisi lingkungan lainnya. Berdasarkan Tomlinson 1986, vegetasi mangrove diklasifikasikan menjadi: mangrove mayor, mangrove minor dan tumbuhan asosiasi. Tumbuhan mangrove mayor true mangrove sepenuhnya berhabitat di kawasan pasang surut, dapat membentuk tegakan murni, beradaptasi terhadap salinitas melalui pneumatofora, embrio vivipar, serta mekanisme filtrasi dan ekskresi garam, secara taksonomi berbeda dengan tumbuhan darat setidaknya hingga tingkat genus, antara lain: Avicennia spp.; Bruguiera spp.; Ceriops spp.; Lumnitzera spp.; Nypa fruticans; Rhizophora spp.; dan Sonneratia spp.. Mangrove minor dibedakan oleh ketidakmampuannya membentuk komponen utama yang menyolok, jarang membentuk tegakan murni, dan hanya menempati tepian habitat, misalnya: Acrostichum spp.; Aegiceras spp.; Excoecaria spp.; Heritiera spp.; Osbornia spp.; Pemphis spp.; Scyphiphora spp.; dan Xylocarpus spp.. Tumbuhan asosiasi mangrove adalah tumbuhan yang toleran terhadap salinitas, tidak hanya ditemukan di hutan mangrove, merupakan vegetasi transisi ke daratan atau lautan, dan dapat berinteraksi dengan mangrove mayor, seperti: Terminalia spp.; Hibiscus spp.; Thespesia spp.; Calophyllum spp.; Ficus spp.; Casuarina spp.; Ipomoea pescaprae; Sesuvium portucalastrum; Salicornia arthrocnemum; Cocos nucifera; Metroxylon sagu; Dalbergia spp.; Pandanus spp.; Hibiscus tiliaceus; dan lain-lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembagian zonasi hutan mangrove terkait dengan respons jenis tanaman terhadap salinitas, pasang-surut, dan keadaan tanah. Kondisi tanah memiliki kontribusi besar dalam membentuk zonasi penyebaran tanaman dan hewan seperti perbedaan spesies kepiting pada kondisi tanah yang berbeda. Jenis Avicennia alba dan Sonneratia alba dapat tumbuh di zona berpasir, jenis Rhizophora spp. tumbuh di tanah lembek berlumpur dan kaya humus, sedangkan jenis Bruguiera spp. lebih menyukai tumbuh di tanah lempung dengan sedikit bahan organik Murdiyanto 2003. Berdasarkan Bengen 2000, penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrore di Indonesia : Daerah yang paling dekat dengan laut dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp.. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp. dan dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp.. Pada zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya. Pada umumnya di perbatasan daerah laut didominasi jenis bakau pionir Avicennia spp. dan Sonneratia spp.. Untuk daerah pinggiran atau bantaran muara sungai didominasi oleh jenis Rhizophora spp.. Setelah zona ini yaitu zona yang merupakan campuran jenis bakau seperti Bruguiera spp.; Xylocarpus spp.; Nypa fruticans, dan panggang Excoecaria spp. Murdiyanto 2003. Dalam Samingan 1974, faktor utama yang menjadi pokok di dalam “ecological preference” dari jenis-jenis mangrove adalah tiga faktor berikut ini yang dapat bergabung dan menyelenggarakan habitat-habitat tertentu: 1 Tipe tanah 2 Salinitas dan variasinya harian dan tahunan yang kurang lebih berhubungan dengan frekuensi, dalamnya dan penggenangan 3 Kekuatan jenis mangrove itu sendiri terhadap arus atau gelombang. Menurut pendapatnya kadar garam ada hubungannya dengan jenis.

2.1.3 Morfologi dan Taksonomi Jenis Rhizophora apiculata Bl.

a. Taksonomi

Berikut merupakan taksonomi dari Rhizophora apiculata Bl. Kerajaan : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malpighiales Famili : Rhizophoraceae Genus : Rhizophora Spesies : Rhizophora apiculata Nama lokal : Bakau minyak, bakau kacang, dan bakau akik.

b. Morfologi

Spesies Rhizophora apiculata di dunia dikenal secara umum sebagai red mangrove. Kulit batangnya berwarna kemerahan terutama bila basah. Pohon ini dapat tumbuh hingga memiliki ketinggian sampai dengan 30 meter dengan diameter batang mencapai 50 cm. Dapat tumbuh dengan toleransi yang cukup tinggi terhadap kadar garam, mulai air tawar sampai dengan kadar garam yang tinggi. Disebut juga sebagai pohon facultative halophyte yang artinya dapat tumbuh di air asin atau air dengan kadar garam yang tinggi tetapi tidak terbatas hanya di habitat yang demikian saja. Ciri khasnya adalah sistem perakaran yang kompleks prop rootsstilt roots dengan cabang-cabang rendah membentuk struktur yang lebat. Karena akar bakau ini berada di dalam air dan lumpur yang tidak mengandung oksigen bebas anaerob, maka pohon ini menumbuhkan cabang khusus yang mempunyai pori-pori lenticels untuk mengikat oksigen dari udara. Hal ini disebut sebagai akar udara air root. Akar udara ini tumbuh menggantung ke bawah dari batang atau cabang yang rendah, dilapisi semacam sel lilin yang dapat dilewati oksigen tetapi tidak tertembus air Murdiyanto 2003. Ciri khas Rhizophora apiculata yaitu daun sebelah atas berwarna hijau sampai hijau kekuningan, bagian bawahnya kuning kehijauan, bagian tengahnya pada bagian yang menurun kadang-kadang kemerahan. Daun memiliki panjang 10-20 cm dan lebar 5-8 cm berbentuk elips dan tirus. Daun Rhizophora apiculata hampir mirip dengan daun Bruguiera gymnorrhiza, tetapi terdapat perbedaan yang jelas yaitu pada daun Rhizophora apiculata terdapat bintik-bintik hitam di bagian bawah daun yang tua. Bunganya selalu kembar dengan panjang kelopak bunga 12-14 mm dan lebarnya 9-10 mm serta berwarna oranye kekuningan. Panjang buahnya antara 25-30 cm dengan diameter 15-17 mm, berwarna coklat dan kulitnya kasar. Kisaran musim berbunga yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Oktober. Permukaan batang Rhizophora apiculata berwarna abu-abu, ketika masih muda batangnya halus dan ketika telah dewasa maka batang tersebut memiliki lentisel. Rhizophora apiculata memiliki bentuk perakaran yang khas yaitu bertipe penyanggatongkat yang mempunyai lentisel Bengen 2000.

2.2 Areal Hutan Mangrove PT. Bina Oviviari Semesta