berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis,
mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang
terendah sampai jenjang yang paling tinggi, enam aspek tersebut antara lain:
1 Pengetahuan knowledge, mencakup ingatan akan hal-hal yang
dipelajari dan disimpan dalam ingatan. 2
Pemahaman comprehension, mengacu pada kemampuan memahami makna materi.
3 Penerapan application, mengacu pada kemampuan
menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan atau dan
prinsip. 4
Analisis analysis, mengacu pada kemampuan menguraikan materi ke dalam hubungan di antara bagian yang satu dengan
lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. 5
Sintesis synthesis, mengacu pada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu
pola struktur atau bentuk baru. 6
Evaluasi evaluation, mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu
Sudjana: 2005.
Aspek pengetahuan dan pemahaman merupakan kognitif tingkat rendah, sedangkan aspek aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi termasuk
kognitif tingkat tinggi. Di antara ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, maka ranah kognitif paling banyak digunakan oleh guru dalam
pembelajaran di sekolah. Hal ini, karena ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan pembelajaran. Hasil belajar
aspek pengetahuan termasuk tingkat kognitif yang paling rendah, meliputi pengetahuan faktual dan pengetahuan hafalan atau untuk diingat.
Hasil belajar kognitif siswa dapat diukur melalui instrumen dalam bentuk tes. Tes yang peneliti gunakan yaitu tes objektif dalam bentuk tes
pilihan ganda multiple choice test. Multiple choice test terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum
lengkap, dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan.
2.1.3 Pembelajaran Sains
a. Hakikat Sains
Ilmu alam Inggris: natural science atau ilmu pengetahuan alam adalah istilah yang digunakan yang merujuk pada rumpun ilmu
dimana obyeknya adalah benda-benda alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun dimana pun. Sains science
diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa sains merupakan kumpulan
pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa
sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan
proses yang tidak dapat dipisahkan Vardiansyah, 2008: 11. Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang
ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah
merumuskan masalah, menemukan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis, dan akhirnya menyimpulkan. Hal
ini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas. Ilmu alam
mempelajari aspek-aspek fisik dan non fisik manusia tentang bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan bagi ilmu
terapan, yang dibedakan dari ilmu sosial, humaniora, teologi, dan seni.
b. Faktor-faktor Penunjang Pembelajaran Sains
Terdapat beberapa faktor penunjang pembelajaran sains dan evaluasi pembelajaran sains sebagai berikut :
1. Faktor Guru
a. Seorang guru sains harus menguasai bidang studi yang
diajarkannya. b.
Seorang guru sains harus mempunyai keterampilan membuat atau merakit alat-alat sederhana sebagai media
pendidikan.
c. Seorang guru sains harus mengikuti perkembangan IPTEK,
khususnya bidang studi yang diajarkannya. d.
Seorang guru sains harus bisa membimbing siswa melakukan suatu kegiatan berupa pengamatan dan
percobaan. e.
Seorang guru sains harus menyadari bahwa siswa tidak akan di didik menjadi spesialis matematika, fisika, maupun
biologi. f.
Guru sains tidak selalu mengharapkan jawaban yang benar dari siswa ketika interaksi belajar-mengajar berlangsung.
Hal ini dikarenakan siswa sedang berada dalam situasi mencari dan menemukan prinsip, konsep, atau hukum sains.
g. Guru sains harus terampil melontarkan pertanyaan untuk
merangsang siswa berpikir. h.
Guru sains tidak perlu merasa rendah diri, bila siswa menemukan hal-hal yang baru yang tidak dipahami dan
diketahui guru. i.
Guru sains bertindak sebagai fasilitator dan katalisator. j.
Menyadari bahwa banyak teori sains yang hanya dapat dijelaskan dengan logika dan tidak dapat dibuktikan dengan
percobaan. k.
Menyadari bahwa kemampuan, bakat, dan minat setiap siswa berbeda-beda.