Gaya akibat angin Zig zag maneuver dengan sudut kemudi 10 derajat10 derajat dilaksanakan Sudut overshoot pertama adalah penambahan dari deviasi sudut heading Sudut overshoot kedua adalah penambahan dari deviasi sudut heading pada Zig-zag maneuver dengan

Gambar 2.8 Elevasi Lantai Dermaga Sumber : Google 4 Gaya-gaya Yang Bekerja Pada Dermaga Gaya-gaya yang bekerja pada dermaga adalah :

a. Gaya benturan kapal

Pada waktu merapat ke dermaga, kapal masih mempunyai kecepatan sehingga terjadi benturan antara dermaga dengan kapal.

b. Gaya akibat angin

Angin yang berhembus ke arah badan kapal yang ditambatkan akan menyebabkan gerakan pada kapal yang bisa menimbulkan gaya terhadap dermaga. Apabila arah angin menuju ke dermaga, maka gaya tersebut akan berupa benturan kepada dermaga. Sedangkan apabila arah angin meninggalkan dermaga, maka gaya tersebut akan mengakibatkan gaya tarikan kepada alat penambat. 2.4 Kapal Ferry 2.4.1 Definisi Kapal Ferry Kapal ferry adalah salah satu dari moda transportasi laut yang paling sering digunakan dan paling banyak diminati karena relatif lebih cepat dibandingkan moda transportasi lainnya. Sebagai transportasi penyeberangan untuk mencapai ke titik tujuan yang menempuh jarak tidak terlalu jauh, menjadikan kapal ferry pilihan alternatif yang paling efisien sebagai moda transportasi laut. Universaitas Sumatera Utara

2.4.2 Jenis Kapal Ferry

Jenis kapal ferry dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis menurut bentuk lambung kapalnya hull yang akan mempengaruhi kemampuan kapal, yaitu : 1 Kapal Ferry Monohull Konvensional Kapal monohull konvensional ini memiliki lambung depan atau belakang yang bisa dibuka untuk kapal penyeberangan yang memiliki kemampuan mengangkut kendaraan. Gambar kapal jenis monohull dapat dilihat pada gambar 2.9 Gambar 2.9 Kapal Ferry Monohull Konvensional Sumber : Google 2 Kapal Ferry Catamaran Jenis kapal ini memiliki dua lambung double hull, sehingga dapat melaju pada kecepatan tinggi. Kapal ini biasa dipergunakan sebagai kapal penumpang super cepat superfast ferry ship. Namun kapal ini tidak memiliki daya angkut cukup besar sehingga penggunaannya terbatas sebagai kapal penumpang dengan kapasitas terbatas pula. Gambar kapal jenis catamaran dapat dilihat pada gambar 2.10 Universaitas Sumatera Utara Gambar 2.10 Kapal Ferry Catamaran Sumber : Google 3 Kapal Ferry Cruise Liner Kapal ini merupakan kapal penumpang yang biasa digunakan untuk keperluan wisata ataupun perjalanan jarak jauh. Kapal ini memiliki ukuran dan daya angkut yang cukup besar. Gambar kapal jenis cruise liner dapat dilihat pada gambar 2.11 Gambar 2.11 Kapal Ferry CruiseLiner Sumber : Google

2.4.3 Alur Pelayaran

Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang keluar masuk Universaitas Sumatera Utara pelabuhan. Penentuan dimensi lebar dan kedalaman alur pelayaran dipengaruhi oleh: • Karakteristik maksimum kapal yang akan menggunakan pelabuhan • Mode operasional alur pelayaran satu arahdua arah • Kondisi bathimetri, pasang surut, angin dan gelombang yang terjadi • Kemudahan bagi navigasi untuk melakukan gerakan manouver Alur pelayaran ditandai dengan alat bantu navigasi dapat berupa pelampung maupun suar. Pada waktu kapal akan masuk ke dermaga, kapal tersebut akan melalui alur pendekatan approach channel. Kapal diarahkan untuk bergerak menuju alur masuk dengan menggunakan rambu pelayaran yang sedapat mungkin alur masuk lurus. a Panjang Alur Pelayaran Panjang alur masuk dihitung mulai dari posisi kapal mengurangi kecepatan sampai memasuki turning basin area stopping distance, Sd adalah : Menurut rekomendasi PIANC, panjang alur minimal untuk kondisi kapal ±10.000 DWT dengan kecepatan maksimum 5 knots, adalah 1× Loa kapal, dengan Loa digunakan dari kapal rencana terbesar. Panjang alur ini akan digunakan juga sebagai panjang minimal dari ujung mulut breakwater hingga turning basin area. b Lebar Alur Pelayaran Penentuan lebar alur dipengaruhi beberapa faktor : • Lebar, kecepatan dan gerakan kapal • Lalu lintas kapal dan kedalaman alur • Angin, gelombang dan arus Belum ada persamaan baku yang digunakan untuk menghitung lebar alur tetapi telah ditetapkan berdasarkan lebar kapal dan faktor – faktor yang ada. Jika kapal bersimpangan maka lebar alur yang digunakan minimal adalah 3 – 4 lebar kapal. c Kedalaman Pelayaran Universaitas Sumatera Utara Untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal diperlukan kedalaman air di alur masuk yang cukup besar untuk memungkinkan pelayaran pada muka air terendah dengan kapal bermuatan penuh. Kedalam alur pelayaran ditentukan beberapa faktor seperti ditunjukkan pada gambar 2.12 Gambar 2.12 Kedalaman Alur Pelayaran Sumber : Google

2.4.4 Standar Maneuverability

Dalam maneuvering sebuah kapal, prosedur yang digunakan mengacu kepada peraturan standar kemampuan maneuver kapal yang direkomendasikan oleh International Maritime Organization IMO yakni resolusi MSC.137 76 annex.6 tertanggal 4 Desember 2002 dan mulai diterapkan sejak tanggal 1 Januari 2004, yang mana resolusi ini merupakan amandemen terhadap resolusi sebelumnya yakni A.751 18 mengenai standar kemampuan maneuver kapal. Mengacu kepada penjelasan resolusi tersebut di atas, sebagaimana yang telah direkomendasikan oleh International Maritime Organization IMO, aturan standar yang dimaksud disini didasarkan atas pengertian bahwa kemampuan maneuver kapal dapat dievaluasi berdasarkan karakteristik dari pengujian maneuver seperti biasanya atau secara konvensional, dimana kapal yang dimaksud adalah kapal yang memiliki panjang 100 meter atau lebih kecuali tanker dan gas carrier dengan menggunakan sistem propulsi dan sistem kemudi steering konvensional yakni gaya dorong kapal dihasilkan oleh Universaitas Sumatera Utara propeller yang digerakan oleh poros propeller. Standar maneuver dan terminologinya didefinisikan sebagai berikut :

a. Zig zag maneuver dengan sudut kemudi 10 derajat10 derajat dilaksanakan

dengan prosedur sebagai berikut : • Setelah tercapai steady approach dengan percepatan yawing sama dengan nol, maka kemudi dibelokan sebesar 10 derajat ke arah starboard atau portside eksekusi pertama. • Pada saat sudut heading berubah 10 derajat dari sudut heading semula, maka kemudi dibelokan berlawanan atau dibalik 10 derajat ke arah portside atau starboard eksekusi kedua. • Setelah kemudi dibelokan ke arah portsidestarboard, maka kapal akan terus berbelok pada arah semula dengan mengalami penurunan kecepatan belok. Untuk mengetahui respon kapal terhadap kemudi maka selanjutnya kapal harus dibelokan ke arah portsidestarboard. Ketika kapal sudah mencapai sudut heading 10 derajat ke arah portsidestarboard dari lintasan semula maka selanjutnya kemudi dilawan atau diarahkan sebaliknya yakni 10 derajat ke arah starboardportside eksekusi ketiga.

b. Sudut overshoot pertama adalah penambahan dari deviasi sudut heading

pada zig -zag maneuver pada eksekusi kedua.

c. Sudut overshoot kedua adalah penambahan dari deviasi sudut heading pada

zig- zag maneuver pada eksekusi ketiga.

d. Zig-zag maneuver dengan sudut kemudi 20 derajat20 derajat dilaksanakan

dengan prosedur yang sama dengan urutan prosedur no.3 sampai dengan no.5. Dalam menganalisa maneuver performance kapal maka pengujian maneuver baik ke arah portside maupun starboard harus dilaksanakan dengan kondisi sebagai berikut: • Pengujian dilakukan pada perairan dalam deep water atau perairan tak terbatas unrestricted water. • Kondisi perairan atau linkungan yang tenang calm environment. Universaitas Sumatera Utara • Kondisi sarat penuh sesuai dengan garis air pada musim panas, even keel. • Steady approach pada saat speed test. IMO telah merekomendasikan beberapa kriteria standar untuk manuverabilitas kapal. Kriteria tersebut harus dipenuhi oleh sebuah kapal saat beroperasi baik di perairan yang dalam deep water maupun di perairan terbatas atau beroperasi di sekitar pelabuhan atau di perairan yang dangkal restricted and shallow water. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut : Tabel 2.2 Standar Manuverabilitas Kapal Oleh IMO Resolusi MSC 137 76 2002 Sumber : IMO, 1987 Manuver yang digunakan dalam percobaan di laut mengikuti rekomendasi dari maneuvering trial code of ITTC 1975 and the IMO circular MSC 389 1985. IMO juga menentukan penampilan dari beberapa hasil pada poster, bucklet dan maneuvering bucklet pada IMO resolution A.601 15 1987. Universaitas Sumatera Utara

2.5 Karakteristik Sistem Distribusi Penumpang