The Moral Hazard Problem
44
Usaha Mikro Islami
informasi akan mencoba menggunakan untuk kepeningannya sendiri. Seperi yang kita ketahui sebelumnya, usahaupaya dari pekerja merupakan variabel
yang data idak diveriikasi, sehingga sebuah kontrak idak dapat memasukkan unsur ini untuk dinilaidihargai secara moneter. Seperi contoh, “Jika saya
lihat, Anda telah bekerja lebih keras, maka upahgaji Anda akan saya naikkan lebih besar daripada Anda bekerja santai,” kata seorang majikan. Tapi, pada
kenyataannya, sangatlah sulit, bahkan kalau boleh dikatakan idak mungkin, untuk sebuah perusahaan membukikan bahwa pekerjanya bekerja santai-
santai. Dalam ingkatan yang sama, level investasi perusahaan pada suatu proyek khusus merupakan variabel yang sangat sulit untuk dihitung, sehingga
pemerintah yang meregulasi perusahaan-perusahaan ini, dalam beberapa kasus dan kesempatan, idak akan bisa menggunakan informasi ini keika
menetapkan kebijakan regulasi yang opimal. Hal seperi ini juga terjadi pada perusahaan asuransi, di mana perusahaan sangat sulit untuk memisahkan
mana pengemudi yang berhai-hai dan mana pengemudi yang ugal-ugalan sehingga premi asuransi yang dibayar idak mampu menggunakan informasi
seperi ini.
Semenjak upahgaji idak tergantung pada banyaknya hasil, logikanya agent idak akan berusaha keras tapi cenderung untuk bekerja dengan upaya
serendah mungkin. Konsekuensinya, principal akan mendapatkan harapan keuntungan yang rendah karena pekerja bekerja kurang dari level eisien.
Itulah kelemahan dari kontrak yang berdasarkan pada upah tetap.
Untuk menganisipasi reaksi ini, principal akan memilih pembayaran upah yang memperimbangkan usahaupaya agent gunakan, sehingga upah akan
menjadi sebagai berikut:
w
MIN
= u-1 U + v e
MIN
di mana e
MIN
menunjukkan upaya terkecil yang mungkin dilakukan. Apakah memungkinkan untuk mendapatkan usahaupaya yang lebih
besar dari pada eMIN di bawah kontrak yang telah disepakai oleh agent? Bagaimanapun principal harus mampu membuat agent tertarik dengan
membayar upahgaji yang sangat berhubungan dengan hasil yang diperoleh. Seperi contoh, semakin banyak produk tani yang dihasilkan, semakin banyak
upah untuk buruh tani tersebut dibandingkan sebelumnya yang hasil produk taninya lebih sedikit, walaupun petani bekerja dalam jangka waktu yang sama
misalkan dalam 6 bulan.
45
Usaha Mikro Islami
Logika di atas terlihat dalam kasus kontrak franchise. Jika diasumsikan bahwa principal risk-neutral dan agent risk-aversion
kontrak beripe franchise ditandatangani, di mana agent membeli suatu produksi dari principal. Dalam
kasus ini, principal menerima pembayaran tetap dan seluruh risiko ditanggung oleh agent. Tapi agent bisa menikmai seluruh keuntunganhasil dari seluruh
upayanya terhadap bisnis tersebut. Namun, sistem franchise ini idak akan eisien bila agent idak mempersiapkan diriidak berani menanggung
risiko idak menikmai dinamika bisnis yang turun naik. Kontrak franchise memberikan agent insenif walaupun barangkali idak yang terbaik dalam
berbisnis tapi dengan biaya yang sangat inggi. Bisa dikatakan bahwa ada trade-of antara eisiensi dan insenif di sini.
Permasalahan Moral Hazard
Keika agent memilih dua ingkatan usaha, agent dapat memilih di antara dua ingkatan usaha yang mungkin, inggi H - high dan rendah L - low.
Kita asumsikan bahwa usaha hanya memiliki dua kemungkinan nilai, yaitu: e{e
h
,e
L
}. Notasi e
H
diarikan agent berkerja keras work hard sedangkan e
L
berari bekerja malassantai work lazy. Secara natural the disuility of efort lebih
besar keika agent bekerja lebih keras daripada agent bekerja malassantai: v e
H
v e
L
. Kita asumsikan bahwa untuk semua ingkatan hasil, kemungkinannya lebih besar daripada nol 0. Principal lebih menyukai usaha yang inggi high
daripada rendah low. Tingkat produkivitas akan lebih besar bila usaha inggi daripada usaha rendah, di mana p
H
stokasik order pertama mendominasi p
L
. Hal di atas mudah dimengeri, bahwa jika principal meminta usaha yang
rendah saja dari agent, idak akan terjadi permasalahan moral hazard. Cukup dibayar dengan upahgaji tetap untuk seorang agent mempertahankan
ingkatan reservaion uility-nya yang berari agent akan memilih usaha rendah e
L
. Jadi, perlu dicatat, bahwa konsekuensi dari membayar upahgaji tetap seiap bulannya akan membuat pekerja memilih mengeluarkan usaha
upaya serendah mungkin, di mana ini memaksimalkan uility-nya dapat juga diarikan meminimalisir disuility usahanya. Oleh karena itu, kontrak yang
opimal adalah w
L
= u
-1
U + v e
L
, memenuhi kendala kesesuaian insenif hanya jika principal majikan meminta usaha yang rendah.
u wL – v eL ≥ u wL – v eH
46
Usaha Mikro Islami
the symmetric informaion contract Pada prinsipnya, agent ingin usaha yang rendah tapi hasilnya inggi.
Permasalahan menjadi menarik jika principal menuntut kerja keras dari agent usaha inggi =e
H
. Bagaimanapun principal sangat tertarik dengan proit yang besar. Tapi, untuk mendapatkan usahaupaya yang inggi dari agent,
pembayaran upahgaji harus disesuaikan dengan hasil yang diperoleh agent sehingga kendala kesesuaian insenif adalah sebagai berikut:
Dengan cara lain dapat ditulis sebagai berikut:
Opimalisasi uniilty pencapaian dengan constraint 1 minumum uility reservator dari agent
dan 2 monotonous quesion property dari agent adalah sebagai berikut:
Ada hal menarik dari kasus di atas bila dihubungkan dengan hasil panen petanipekebun. Kita semua menyadari bahwa faktor cuaca dan musim sangat
memengaruhi hasil pertanian di luar kerja keras petanipekebun tersebut. Oleh karena itu, khusus untuk buruh tani ataupun buruh perkebunan yang
menghasilkan panen yang baik, upahinsenif harus lebih besar keika cuaca buruk daripada cuaca baik dengan ingkat hasil panen tertentu.
Apakah selalu opimal suatu kontrak bila upah meningkat akan meningkatkan hasilkinerja? Jawabannya: idak selalu. Situasi ini terjadi di mana principal
majikan menginginkan pekerja untuk memilih suatu usaha yang memiliki kemungkinan konsekuensinya adalah “sukses besar“ atau “gagal total”
asumsi idak ada hasil di antara dua ekstrim ini, dengan kemungkinan yang kurang lebih sama 50 : 50. Dalam kondisi di atas, suatu kontrak yang opimal
sebaiknya “membayar lebih banyak untuk hasil yang rendah” daripada situasi yang sama dengan hasil yang sedang saja. Tujuan kontrak ini bukanlah
perjanjian risk-sharing yang opimal tapi lebih kepada sebagai alat untuk
47
Usaha Mikro Islami
memberikan insenif. Dengan “memberikan upah lebih banyak”, principal masih punya harapan untuk “sukses besar”.
Hasil yang lebih baikbanyak akan memberikan upahgaji yang lebih baik banyak terlihat dari yang akan menurun dalam i. Secara staisik ini
dikenal dengan “the monotonous likelihood quoient property”. Kondisi di atas merupakan sebuah kondisi yang kuat. Hipotesis order pertama dominasi
stokasik adalah:
Hal tersebut menunjukkan bahwa probabilitas seorang agent untuk dapat memberikan efort yang rendah lebih inggi dibandingkan dengan efort yang
lebih inggi idak menjamin the monotonous likelihood property. Kondisi di bawah ini akan diperoleh :
yang mana dapat diatur kembali untuk mendapatkan:
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa iik keseimbangan pareto mensyarakatkan insenif yang lebih inggi diperlukan probabilitas agent untuk
memberikan efort yang rendah lebih inggi dibandingkan dengan jika dia memberikan efort yang inggi.
Bagaimanapun pada kenyataan sehari-hari para majikan idak menggunakan pembukian staisik di atas dalam mengambil keputusan. Seorang pimpinan
perusahaanmajikan secara efekif memilihkan usahaupaya apa yang dimintadiharapkan dari pekerjanya. Oleh karena itu, dia tahu dengan pasi
bagaimana pekerjanya akan berperilaku. Jika upahgaji pekerja tergantung pada hasil yang diproduksinya adalah karena hanya ini satu-satunya cara
untuk memengaruhi usahaupayanya, idak karena kualitas usaha yang dipilih dengan sadar. Hal ini membuat sekali pekerja menandatangai suatu kontrak,
kontrak tersebut menjadi idak dapat diprediksi.