Efektivitas Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK di

commit to user 96 Bu Sari bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi itu merupakan Inovasi untuk perubahan yang lebih baik: Karena KBK bagian dari instruksi kita juga harus melaksanakan ya gak beban ya biasa aja, udah kalau namanya kemajuan kan harus ada perubahan.Perubahan-perubahan misalnya semacam KBK itu bisa saya katakan semacam uji coba dalam rangka mencari kualitas. Perkara baik atau belum kita kan belum bisa mengevaluasi .PSari1032012. Jadi Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan kurikulum yang menjadi sebuah inovasi karena tututan zaman. KBK merupakan kurikulum yang telah di instruksikan untuk diimplementasikan guna memperbaiki kualitas pendidikan demi terwujudnya visi dan misi UNS. Dalam melakukan implementasi KBK yang terpenting adalah dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hasilnya tergantung dari pelaksana kurikulum tersebut karena sebagus apapun kurikulum tidak akan baik jika tidak dilaksanakan sesuai dengan rancangan dan desainya.

2. Efektivitas Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK di

Jurusan P.IPS FKIP UNS Efektivitas merupakan tercapainya tujuan dari organisasi, tingkat pelayanan dan derajat kepuasan masyarakat merupakan salah satu ukuran efektivitas. Efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik dalam bentuk terget, sasaran jangka panjang maupun misi sebuah lembaga ataupun organisasi. Kurikulum tidak hanya merupakan grand desain dalam bentuk konsep saja akan tetapi kurikulum harus di implementasikan oleh pendidik, peserta didik dan tenaga pendidik lain yang berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum. Oleh karena itu kurikulum yang dikembangkan dan disusun sebagai sebuah kebijakan dalam bidang pendidikan harus memperhatikan efektivitas keberjalanan kurikulum dalam pelaksanaanya. Dalam prinsip efektivitas sebuah kurikulum dijelaskan bahwa sejauh mana perencanaan kurikulum dapat dicapai sesuai dengan keinginan yang telah ditentukan. Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan kurikulum sebagai pengganti kurikulum terdahulu yaitu kurikulum 1994. KBK di tetapkan oleh commit to user 97 Rektor Universitas Sebelas Maret karena diyakini merupakan kurikulum yang akan menjawab tantangan global dari perkembangan sebuah zaman. Pembelajaran akan berkualitas manakala kurikulum yang gunakan tepat sasaran dari tujuan yang telah ditentukan. Menurut SK Rektor Nomor : 553H27PP2009 tentang pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam pasal 3 tujuan pembelajaran berbasis kompetensi adalah meningkatkan kualitas proses pembelajaran menghasilkan lulusan yang kompeten di bidang masing-masing sesuai jenjang pendidikan. Jurusan P.IPS FKIP UNS merupakan jurusan yang berada dibawah naungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang memiliki visi menjadi LPTK Penghasil dan Pengembang Tenaga Kependidikan . Dalam rangka mewujudkan visi FKIP UNS, salah satu faktor pendukung adalah kurikulum yang menjadi pedoman untuk melaksanakan proses pembelajaran. KBK diyakini UNS dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu perlu kita ketahui bagaimana efektivitas dari KBK dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Efektivitas kurikulum sebagai pedoman untuk melaksanakan proses pembelajaran erat kaitanya antara pendidik dan peserta didik apabila ada salah satunya mengalami permasalahan maka akan membuat terhambatnya tujuan pendidikan sehingga efektivitas proses belajar mengajar tidak tercapai. Faktor pendidik dan anak didik, serta perangkat-perangkat lainnya yang bersifat operasional, sangat penting dalam hal efektivitas proses pendidikan atau pengembangan kurikulum. Dalam hal pendidik dan peserta didik perlu kita ketahui bahwa kurikulum berbasis kompetensi yang menekankan pada penguasaan kompetensi pada mahasiswa. Tentunya untuk menjadikan mahasiswa berkompeten dibutuhkan kualifikasi dosen yang berkompeten sesuai dengan bidangnya akan tetapi menurut salah satu informan yang menjabat di Jurusan P.IPS FKIP UNS bahwa ternyata ada mata kuliah umum MKU yang diampu oleh dosen yang tidak memiliki kompetensi dibidangnya. Hal ini dikarenakan hanya ada satu dosen yang memiliki kompetensi dan SK untuk mengampu mata kuliah umum tersebut sehingga karena jumlah mahasiswa yang banyak menjadikan dosen yang lain walaupun tidak commit to user 98 memiliki SK pengampu mata kuliah tersebut terpaksa harus mengampu mata kuliah yang tidak sesuai dengan kompetensi dan tidak memiliki basik pada mata kuliah umum tersebut. Selain itu Keterbatasan tenaga dosen juga terdapat disalah satu prodi di Jurusan P.IPS FKIP UNS bahwa dosen yang mengampu salah satu MKU yang tersebar di seluruh fakultas di UNS dimana dosen yang memiliki kompetensi MKU tersebut hanya berpusat di sala satu program studi di jurusan P.IPS FKIP UNS. Hal ini membuat dosen yang berada di prodi tersebut harus senantiasa mengajar MKU di luar prodinya sehingga menyebabkan tenaga dosen untuk mengajar di prodinya sendiri menjadi kurang. Tenaga pendidik yang terbatas baik dari segi jumlah maupun keahlian merupakan salah satu pengahmbat dalam pelaksanaan KBK. Selain itu Jumlah ratio antara dosen dan mahasiswa pun belum memenuhi standar untuk melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Hal ini seperti penuturan Pak Setyawan: Ratio dosen terhadap mahasiswa kalau disini masih diatas 30 misalnya padahal idealnya kalau di IPS 1:25-30. Jumlah mahasiwa yang seharusnya ditempatkan di dalam ruang kelas belum sesuai dengan ketentuan KBK satu kelas masih ditentukan kemarin-kemarin ada juga yang mengalami mahasiswa 60 baru bisa dipecah kelas A dan B padahal idealnya 1 kelas itu hanya 30 mahasiswa mestinya tidak seperti itu. Diatas 30 harus dipecah 40 misalnya ya 20:20 tapi disini baru bisa dipisah kalau sudah ada 60 dua kali lipat 30 batasan idealnya 25 . LSetyawan28022012 Ratio dosen terhadap mahasiswa untuk melakukan proses perkuliahan kurang memenuhi standar seperti ketentuan di dalam KBK yang seharusnya jumlah setiap kelas adalah 25-30 akan tetapi di dalam kelas masih melebihi batas ideal. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor seperti pendapat Bu Sari bahwa fasilitas untuk mencapai jumlah ideal antara dosen dan mahasiswa saat pembelajaran terkendala dikerenakan keterbatasan ruangan. Berikut Penuturan Bu Sari: Jadi kalau sarana dan prasarana memang masih kendala, kalau misal berjubel itu lho itu kan idealnya kelas 40 atau 30 mahasiswa, kadang- kadang kita gabung karena ruang gak ada, ra enek AC ne. Kalau suasana commit to user 99 gerah kan juga gak mendukung dan gak kondusif cuma tergantung pandai- pandainya dosen aja menggunakan metode yang bisa mereka tertarik dengan pembelajaran tersebut . PSari01032012 Selain permasalahan sumber daya manusia yaitu keterbatasan dosen, Sarana dan prasarana yang merupakan salah satu faktor ketercapaian implemenasi kurikulum yang efektif pun juga masih kurang. Ketersediaan sarana dan prasarana yang kurang memadai dalam melaksanakan kurikulum berbasis kompetensi menjadikan ratio antara jumlah dosen dan mahasiswa tidak ideal sehingga mahsiswa merasa kurang nyaman dalam melaksakan proses perkuliahan. Hal ini dialami oleh Ratri mahasiswa di Jurusan P.IPS FKIP UNS bahwa jumlah mahasiswa yang kuliah bersamanya ada 60an mahasiswa: Kalau kuliah bareng itu mata kuliah yang wajib di hari sening selasa jumlahnya 60an. Itu riber banget kalau kuliah bikin gak konsen . PRatri28042012 Ketidakidealan ratio antara dosen dan mahasiswa disebabkan karena ruang kuliah yang terbatas. Di beberapa prodi juga merasakan kekurangan ruang seperti di prodi Bu Sari juga merasakan kekurangan ruang untuk melaksanakan proses perkuliahan: Kene yo kurang ruang, iya memang kendalanya disitu. Tapi kalau menejeman fakultas itu boleh menggunakan ruang lainprodi lain asal kosong dan ijin karena kan kadang-kadang ngerti jadwalnya prodi itu mungkin sore kelihatannya kosong ternyata dipakai . PSari01032012 Akhirnya keterbatasan ruangan juga menimbulkan rebutan ruang kuliah dalam melakukan proses perkuliahan. Kurannya ruang kuliah menjadikan ketidakefektivan implementasi KBK dalam proses pembelajaran. Manajemen fakultas yang memperbolehkan menggunakan ruangan prodi lain asal kosong juga tidak maksimal untuk dilaksanakan. Selain itu salah satu prodi yang dianggap ragil atau paling akhir berdirinya di jurusan P.IPS FKIP UNS bahwa menurut Pak Setyawan walaupun ruangan yang diberikan ada akan tetapi pemberian dari fakultas untuk beberapa prodi belum sesuai dengan standard untuk melakukan proses perkuliahan karena ruang kuliahnya kecil: commit to user 100 Ruang kuliah diberikan ke kami ruangannya kecil-kecil sehingga kami merasakan kekurangan bukan karena rungan yang tidak ada, ruangan ada tapi kapasitas mahasiswa untuk perkuliahan tidak mencukupi akhirnya entok ruang cilik-cilik . LSetyawan28022012 Jadi menurut Pak Setyawan salah satu prodi di jurusan P.IPS FKIP UNS memang karena berdirinya paling akhir dari pada prodi yang lain menjadikan ruangan yang diberikan adalah ruang yang kecil-kecil. Selain ruangan dari segi prasarana yang lain seperti buku yang disediakan di perpustakaan FKIP UNS juga belum lengkap hal ini seperti pendapat Bu Sindira yang mengemukakan bahwa buku yang ada di perpustakaan tidak ada untuk digunakan sebagai sumber belajar: Saya jarang keperpustakaan karena di perpustakaan buku manual SPS dari versi 18 tidak ada. Padahal kalau saya mengajar itu saya sudah memberikan 18 . PSindira17042012. Perpustakaan FKIP ternyata belum meberikan prasarana yang lengkap untuk untuk membantu mahasiswa dan dosen dalam mencari sumber pembelajaran. Buku-buku yang disediakan di perpustakaan FKIP masih terbatas dan sehingga kurang dapat membantu mahasiswa untuk mencari sumber belajar. Di FKIP UNS juga dilengkapi dengan fasilitas Hotspot Area. Hotspot sering digunakan mahasiswa untuk melakukan akses internet. Mahasiswa menggunakan hotspot area dengan duduk di selter-selter yang juga merupakan fasilitas FKIP dalam mendukung kegiatan akademik akan tetapi hotspot area juga belum bisa maksimal digunakan oleh mahasiswa karena terkadang sinyalnya lemah atau lama dalam mengakses internet. Hal itu juga merupakan salah satu kendala dalam melakukan tugas akademik baik oleh dosen ataupun mahasiswa seperti penuturan Pak Jaya: Ya kalau untuk fasilitas standard minimalnya sih sudah, sudah ada LCD, tapi kalau fasilitas yang ideal yang belum wong searching internet aja masih lemot. LCD sering rebutan kelas, kelasnya panas. tapi kita menunggu ideal? Kalau menunggu ideal ya kita gak akan jalan proses pembelajrannya. Jadi kita sambil jalan berbenah . LJaya18042012 commit to user 101 Akses internet di Jurusan P.IPS FKIP UNS memang dirasa belum maksimal karena akses internet tidak bisa dilakukan di setiap tempat. Akses-akses internet hanya bisa dilakukan di area-area tertentu seperti di area sekitar selter FKIP, loby gedung A, Loby gedung C dan juga loby gedung D di setiap ruang kelas yang digunakan untuk melakukan proses pembelajaran terkadang tidak bisa dalam melakukan akses internet, hal ini juga menjadi kedala bagi dosen untuk menerapakan sumber belajar di kelas dengan menggunakan sarana akses internet. Sarana seperti LCD memang sudah mencukupi walaupun terkadang masih sering rebutan, sementara dalam hal akses internet masih lama dilakukan. Masalah LCD yang ada disetiap ruang perkuliahan ternyata menurut Pak Setyawan akhir-akhir ini juga sering hilang: Kendalanya di Jurusan LCD banyak yang hilang akhirnya kan semua diamankan di prodi ketika dosen menggunakan mungkin harus membawanya LCD nya sendiri ke atas atau kalau tidak mau repot-repot tidak usah memakai LCD . LSetyawan28022012 Pak Jaya yang berpendapat bahwa pemakaian LCD masih sering rebutan sementara Pak Setyawan mengunakapkan bahwa LCD banyak yang hilang sehingga hal ini menambah kendala bagi dosen untuk menggunakan media. LCD yang akhirnya diamankan di Prodi masing-masing membuat dosen harus repot membawanya dan memasangnya di dalam kelas sehingga jika tidak mau repot maka dosen cenderung tidak memakai. Dalam melakukan implementasi KBK agar menjadi efektif memang butuh sarana dan prasarana yang ideal untuk mendukungnya akan tetapi walaupun keadaan tidak ideal, proses pembelajaran tetap di jalankan karena tidak mungkin kalau menunggu samapai ideal, hal ini seperti penuturan Pak Jaya: Tapi kita menunggu fasilitas yang ideal? Kalau menunggu ideal ya kita gak akan jalan proses pembelajarannya. Jadi kita sambil jalan berbenah . LJaya18042012 Hal ini juga senada dengan penuturan Bu Nani bahwa dalam KBK dosen itu harus kreatif walau sarana dan prasarana tidak mendukung: commit to user 102 Kalau sarana itu kan tergantung kita namanya sarana harus memanfaatkan yang ada menjadi maksimal. Kan bisa menyuruh mahasiswa mencari sendiri di tempat lain misal ke perpus, sarana dan prasaran itu bukan kendala. Jadi kalau dosen yang baik dan profesional itu itu bisa memanfaatkan keadaan ini menjadi maksimal. Kalau menunggu sarana baik itu ya semua orang pasti bisa. Dengan segala keterbatasan tapi bisa memberikan hasil yang maksimal itu lebih baik. Kalau nunggu komplit kayak di swasta itu semuanya bisa gak harus kurikulumnya. dosen yang baik itu bagaimana memanfaatkan keterbatasan menjadi maksimal maka kita harus kreatif . PNani18042012 Jadi walaupun sarana yang kurang ideal dalam pelaksanaan KBK seorang dosen yang profesional perlu berkerja lebih keras lagi untuk memanfaatkan keadaan menjadi maksimal. Kurikulum Berbasis Kompetensi yang menekankan penguasaan kompetensi kepada mahasiswa menuntut metode pembelajaran yang mengaktifkan mahasiswa ketika proses pembelajaran di kelas. Dalam implementasi KBK kita bisa melihat bahwa kebanyakan metode yang diberikan dosen itu adalah presentasi dan diskusi serta memberi tugas secara kelompok seperti membuat makalah yang nantinya dipresentasikan. Dalam menggunakan metode pembelajran dosen lebih menghindari ceramah karena metode ceramah membuat mahasiswa menjadi lebih pasif. Motede pembelajaran yang dilakukan oleh beberapa dosen seperti tugas kelompok membuat makalah yang kemudian dipresentasikan tersebut menurut informan banyak mahasiswa yang hanya sekedar titip nama dalam mengerjakan. Selain itu menurut mahasiswa lain metode presentasi kurang menarik dan kurang disukai. Dalam metode presentasi memiliki beberapa kelamahan diantaranya adalah mahasiswa belum tahu bagaimana arah dan konsep sebuah materi. Hal ini membuat materi yang disampaikan di dalam presentasi menjadi tidak ada isinya. Dosen dalam memberikan tanggapan dari presentasi yang telah dilakukan oleh mahasiswa terkadang kurang mengena dan memahamkan mahasiswa tentang materi yang telah disajikan dalam bentuk presentasi oleh mahasiswa. Hal ini sesuai dengan penuturan Doni mahasiswa di Jurusan P.IPS FKIP UNS: commit to user 103 Saya kurang suka metode presentasi, lha wong belum tahu apa-apa kok di suruh presentasi. Kan saya jadi binggung pada saat persentasi di depan itu ya sebenarnya saya asal-asalan aja kalau bicara . LDoni19042012 Metode pembelajaran yang berupa presentasi serta pemberian tugas secara kelompok yang sebenarnya adalah tujuan dari student center dari KBK memang membuat mahasiswa menjadi aktif. Pemberian tugas kelompok yang seharusnya bertujuan untuk membentuk karakter kerjasama bagi mahasiswa membuat mahasiswa justru dalam pelaksanaan membuat tugas kelompok tersebut mendorong mereka untuk tidak membatu dalam mengerjakan, jadi mahasiswa tersebut hanya sekedar titip nama saja. Kurikulum Berbasis Kompetensi dikembangkan berdasarkan konsep belajar tuntas atau Mastery Learning, sehingga pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi dalam bentuk pembelajaran berbasis kompetensi dituntut mampu mengantarkan setiap peserta didik dalam hal ini mahasiswa menguasai kompetensi lulusan yang telah dirumuskan oleh masing-masing perguruan tinggi dimana mahasiswa mengikuti program pembelajaran. Seperti penuturan Pak Surya sebagai Koordinator Kurikulum di UNS karena memang KBK itu pembelajaran Matery Learning: Parameter ketuntasan dalam KBK itu namanya mastery Mastery Learning ketuntasan mastery itu kan. tidak mungkin mutlak 100 itu kan ada indikator lagi 75-80 mahasiswa bisa menguasai masteri itu dianggap tuntas, jadi ada patokan ini udah lama aturan nasional dan internasional dan tidak mungkin kita akan menuntut 100 gak mungkin sekitar 80-75 itu bisa dikatakan . LSurya16032012 Mastery Learning yang merupakan konsep belajar tuntas dari KBK tidak bisa maksimal dilakukan karena jumlah mahasiswa satu kelas yang dirasakan beberapa informan kurang ideal. Hal ini menyebabkan parameter untuk mengukur ketuntasan kurang seperti yang dirasakan oleh Bu Alina bahwa Bu Alina merasa susah untuk menerapkan konsep tuntas pada mahasiswa yang tidak lulus ujian kompetensi hal ini disebabkan karena jumlah mahasiswa yang diampu terlalu besar untuk dipantau jadi dalam mengukur parameter ketuntasan seorang mahasiswa masih susah, konsep tuntas disini menjadi tidak jelas. commit to user 104 Kemampuan dan karakteristik anak yang berbeda-beda membuat ketidaktuntasan dalam ujian kompetensi juga berbeda oleh karena itu konsep tuntas yang di desain oleh Kurikulum Berbasis Kompetensi masih susah untuk diterjemahkan. Selain itu waktu yang diberikan pun terbatas bahkan waktunya disamakan seperti dalam sistem kredit semerter yang salah satu ketentuannya 60 menit acara perencanaan dan penilaian kegiatan akademik terstruktur dan 60 menit pengembangan materi pembelajaran. Ketentuan waktu yang disediakan dalam sistem kredit semseter belum bisa mencukupi proses pembelajaran dan evaluasi yang menjadikan agar mahasiswa tersebut benar-benar dikatakan sudah tuntas. Padahal menurut beberapa informan dengan karakteritik mahasiswa yang berbeda butuh waktu yang berbeda pula untuk membuat mahasiswa benar- benar tuntas menguasai sebuah kompetensi yang telah ditentukan oleh setiap dosen: Misalnya mahasiswa nilainya jelek gak pernah masuk, satunya kamu nilainya jelek karena kamu gak ngerti satunya karena kamu apa lagi. Itu kan beda-beda maka harus melakukan treatmen satu per satu padahal ngajar ini baru satu mata kuliah baru satu kelas. Rata-ratakan saya kalau ngajar 8 SKS kadang kala dua mata kuliah dan 2 kelas akhirnya harus menuntaskan 4 kelas kan banyak sekali jumlah mahasiswanya yang harus saya ampu dan saya tuntaskan kalau seperti itu tuntas itu seperti apa? Tuntas yang mana? Itu kendala yang seperti ini yang kemudian ada di KBK . PAlina29022012 Akhirya dengan keadaan jumlah mahasiswa setiap kelas yang tidak ideal yaitu jumlah mahasiswa yang terlalu besar 50-60 yang di jadikan satu ruangan diampu oleh satu dosen selain membuat tidak efektivnya proses pembelajaran berbasis Mastery Learning berupa konsep ketuntasan. Bu Alina Kurang bisa menangani hal ini. Kalau menurut Pak Jaya KBK yang terkonsepkan pada Mastery Learning tersebut masih dilakukan secara klasikal seperti penuturannya: KBK itu kan sebenarnya basis materinya masteri learning. Jadi KBK itu sebenarnya artinya sisi itu diberi kesempatan yang sama artinya siswa biberi kesempatan menyelesaikan berbeda-beda, artinya kalau saya mengajar 10 orang ini ada yang bisa selesai 1 bulan ada yang bisa selesai 3 bulan, ada juga yang bisa selesai 2 minggu tergantung kepintaran mereka. Kompetensi antara mahasiswa yang satu dengan yang lain kan gak sama Kelemahannya KBK itu kenapa loh masing-masing mahasiswa itu commit to user 105 memiliki kemampuan yang berbeda-beda tetapi pelaksanaanya masih klasikal? LJaya18042012 Jadi prinsip Materi Learning dalam KBK menurut Pak Jaya belum bisa diterapkan karena masih bersifat klasikal. Jika dilakukan tidak dengan klasikal maka akan repot karena mahasiswa yang banyak sementara sumberdaya pendidikan dosen, fasilitas, sarana dan prasarana yang terbatas. Oleh karena itu bentuk klasikal dari KBK adalah mengadakan ujian kompetensi yang sampai empat kompetensi dilakukan oleh para dosen. Dalam pembelajaran KBK waktu telah di tetapkan dalam bentuk sistem kredit semester juga diterangkan bahwa 60 menit acara kegiatan akademik terstruktur yaitu kegiatan studi yang tidak terjadwal tetapi direncanakan dan dipantau oleh tenaga pengajarpembimbing akademik PA, dan 60 menit acara kegiatan akademik mandiri, yaitu kegiatan yang harus dilakukan mahasiswa atas dasar kemampuannya untuk mendalami, mempersiapkan, atau tujuan lain dari suatu tugas akademik dan dipantau oleh tenaga pengajar PA. Dalam hal ini bisa dilihat dalam sistem kredit semester PA memiliki tanggung jawab akademik kepada para mahasiswanya akan tetapi menurut Pak Setyawan fungsi PA itu hanya sekedar tanda tangan saja dan kurang memanatau mahasiswanya bahkan sering ada PA yang kecolongan oleh mahasiswanya dalam pengambilan mata kuliah: Fungsi PA yang cuma tanda tangan KSR justru membuat PA banyak yang kecolongan seperti Mahasiswa yang akan mengambil PMK pengambilan mata kuliah misalnya paket untuk semester genap ada 23 mata kuliah SKS yang bisa diambil oleh mahasiswa, tapi kerena capaiannya hanya kurang dari tiga dia gak boleh ngambil 23 dia hanya bisa mengambil di bawah 20 ini mestinya sejak awal sudah dikonsultasikan dengan PA, ternyata mahasiswa nulis karepe dewe, nanti dia mungkin mengambil juga 23 SKS karena sistem online tidak sesuai dengan KRS .LSetyawan28022012 Jadi fungsi Pembimbing Akademik yang seharusnya adalah melakukan pementauan mahasiswa untuk kegiatan akademik yang telah diberikan ternyata belum dijalankan secara maksimal seakan-akan pembimbing akademik hanya bertugas sekedar tanda tangan KRS saja. Melihat hal semacam ini akhirnya commit to user 106 menurut Pak Setyawan jurusan akan mengambil kebijakan agar fungsi PA dapat berjalan sebagaimana mestinya. KBK merupakan kurikulum yang dalam pelaksanaanya di pandu oleh buku pedoman KBK yang telah disediakan oleh universitas, oleh karena itu di dalam KBK terdapat berbagai sistem yang terkadang membuat dosen mengalami kesusahan seperti yang dialami oleh Bu Alina bahwa KBK masih dianggap parsial dan penilaian di dalam KBK dirasa tidak bisa menyeluruh antara UK 1 sampai UK 4. Selain itu penilain dari segi afektif dan juga psikomotor juga belum terdisplay di dalam KBK. Kalau kita melihat hasil akhir berupa yudisium yang diberikan oleh setiap mahasiswa adalah nilai dalam bentuk kognitif walaupun dalam proses pembelajaran para dosen telah memasukkan nilai afektif dan psikomotornya akan tetapi hasil akhir nilai itu adalah berupa nilai kognitif yang tertuang dalam bentuk KHS sehingga apabila orang umum membaca kompetensi mahasiswa dalam bidang afektif dan psikomornya tidak bisa sehingga Hal ini merupakan kelemahan dari KBK seperti penuturan Bu Alina: Itu kelemahan KBK tidak bisa mengkover nilai afektif dan juga psikomotornya. Jadi kurang berpengaruh untuk nilai akhir pas yudisium . PAlina29022012 Selain dari segi nilai efektif dan psikomotor, sistem ujian dalam KBK yang mengaharuskan untuk mengadakan ujian kompetensi empat kali. Hal ini ternyata kurang bisa mengkur ketercapain kompetensi pada mahasiswa padahal ada dosen yang memerlukan ujian kompetensi lebih dari empat kali seperti yang dilakukan oleh Bu Sindira: Saya pernah mengumpulkan nilai itu sampai enam kali pernah, nilai mahasiswa itu enam jadi setiap oarang itu punya 6 nilai. Saya juga pernah mengumpulkan sampai tujuh nilai. Nah harusnya karena itu kan rumah tangga saya. Saya memang ngukurnya harus seperti itu saya yakin bahwa akan tetapi aturan gak boleh nilai dari ujian kompetensi harus jadi 4 saya pikir kok aneh ya? Harusnya komputer itu bisa mewadahi. Bukan harus jadi empat. Tapi ya sudah kalau mintanya 4 ya sudah 4. Diambil yang terbaik. jadi sekarang saya gak punya nilai banyak Jadi berusaha nurut aturan yang berlaku . PSindira17042012 commit to user 107 Jadi Bu Sindira pernah membuat UK lebih dari empat kali akan tetapi karena peraturan yang mengharuskan untuk menyetorkan empat nilai saja akhirnya diambil yang bagus, dan karena itu sudah aturan Bu Sindira berusaha untuk mematuhinya. ujian kompetensi yang seharusnya menurut Bu Sindira menjadi rumah tangga pribadi masing-masing dosen ternyata sistem penilaian di komputer belum bisa mewadahi hal tersebut. Sistem pelaporan penilaian di dalam KBK yang diharuskan seragam seperti pelaksanaan ujian kompetensi yang harus empat kali menurut Pak Jaya memang tidak bisa dipaksakan sebenarya akan tetapi ini sudah aturan bagaimanapun harus dilakukan: Sebenarnya memang tidak harus ujian kompetensi itu empat kali. Tapi kenapa kita dituntut empat kali nah itu kelemahan orang indonesia selalu meyeragamkan sesuatu padahal untuk mencapai sebauah tujuan itu tidak harus seragam . LJaya18042012 Aturan dalam melakukan ujian kompetensi empat kali memang membuat dosen merasa kesulitan di dalam menerapkankan karena ujian kompetensi itu merupakan rumah tangga dosen sendiri untuk memberikan ujian yang nantinya dapat mengukur ketercapain penguasaan kompetensi dari mata kuliah yang diberikan kepada para mahasiswanya. Kurikulum merupakan desain atau rancangan dan kegiatan implementasinya. Kurikulum berbasis kompetensi memang sudah dijalankan akan tetapi bagaimanapun bagusnya desain kurikulum, tetapi apabila implementasinya, tidak sesuai dengan apa yang dirancang, hasilnya tidak akan baik. Efektivitas kurikulum merujuk kepada sejauhmana harapan-harapan yang dirancang dalam desain dapat dilaksanakan dan dicapai. Makin lengkap dan tinggi tingkat pencapaiannya makin efektif implementasi kurikulum. Ketercapaian harapan- harapan sangat dipengaruhi oleh kesungguhan para pelaksana, baik pimpinan, dosen, maupun satff administrasi, ketersediaan sarana dan fasilitas pendidikan, dukungan dana maupun serta pimpinan. Mutu proses dan hasil pendidikan dan hasil pendidikan tidak hanya ditentukan oleh bagusnya desain kurikulum, tetapi juga oleh unsur pelaksanaan dan fasilitas pendung. Jadi salah satu faktor penentu commit to user 108 keefektivan kurikulum adalah bagaimana pemahaman dari pelaksana kurikulum seperti dosen dan tenaga pendidik lainnya, akan tetapi beberapa informan menyatakan bahwa pemhaman dosen di Jurusan P.IPS FKIP UNS masih kurang tentang KBK. Ketidakpahaman tersebut disebabkan sosialisasi yang dilakukan masih sangat minim sekali sehingga menurut informan KBK belum maksimal dan efektif pelaksanaannya. Hal ini seperti penuturan Bu Nani: Masalah yang utama itu pemahaman yang kurang, presepsi yang beda, tapi dituntut harus sama. Nah itu kan susah, saya yakin dosen itu sedikit yang paham bagaimana perencanaan, bagaimana pelaksanaan, mereka hanya soal ganti baju dari kurikulum lama ke KBK tapi pada prakteknya. Jadi Kalau menurut saya belum masksimal, karena sosialisasi khusus pada pengajar kayak workshop, praktek, micro teaching itu belum maksimal . PNani18042012 Keberjalanan KBK menurut Pak Budi memang Kurikulum berbasis kompetensi memang sudah jalan selama ini akan tetapi dari pelaksanan belum puas dalam mendapatkan hasil dari KBK, sehingga peran dari dua pihak antara pendidik dan peserta didik yaitu dosen dan mahasiswa harus lebih ditingkatkan, bukan hanya dosen yang aktif akan tetapi mahasiswa harus lebih aktif: Kalau menurut saya sudah jalan. Tapi bukan berarti sudah puas dengan itu masih ada yang harus ditingkatkan. Karena saya melihat KBK para mahasiswa itu masih mengikuti aliran kebatinan. Banyak yang gak aktif. Belum semuanya memahamibahwa KBK itu peran mahasiswa itu harus aktif. Jadi tidak hanya dosennya saja, yang namanya KBK itu ya menuntut keaktifan dari para mahasiswanya . LBudi20042012 Jadi selama ini mahasiswa masih belum bisa secara maksimal membuat dirinya menjadi aktif, jadi kalau menurut Pak Budi banyak dari mahasiswa yang masih menerapkan ilmu kebatinannya oleh karena itu keaktifan mahasiswa masih kurang. Mahasiswa masih merasa enggan untuk berpendapat dan aktif di kelas ketika metode pembelajaran yang diberikan oleh dosen adalah persentasi, sehingga walaupun KBK sudah jalan harus lebih ditingkatkan supaya mencapai kurikulum yang efektif. Waktu yang disediakan untuk melaksanakan KBK belum mencukupi, terbukti dari waktu yang diberikan untuk melakukan proses commit to user 109 pembelajaran maupun evaluasi menurut beberapa informan belum cukup untuk menjadi mahasiswa tuntas yang sebenarnya.

C. Pembahasan