mengakibatkan gangguan nyata dan potensial terhadap perkembangan, kesehatan dan kelangsungan hidup atau martabatnya. Bentuk penelantaran dan dampak penelantaran
pada orang dengan gangguan jiwa misalnya; tidak diberikan pengobatan yang layak, tidak dipenuhi kebutuhan dasar need basic hidupnya seperti kebutuhan sandang,
pangan dan papan Utami, 2013. Pemasungan terhadap orang yang memiliki gangguan jiwa lebih banyak pada
daerah-daerah yang tingkat ekonomi dan pengetahuannya rendah. Hal ini disebabkan keterbatasan ekonomi dalam keluarga dan juga kurangnya pengetahuan tentang
penanganan gangguan jiwa. Kemudian kebiasaan pemasungan dilakukan pada tempat-tempat yang tidak layak; seperti gubuk, kandang ternak, ruangan yang tidak
memenuhi standar kesehatan dan jauh dari pemukiman warga lainnya.
2.5.2. Alasan dan Dampak Pemasungan
Kasus pemasungan di masyarakat ibarat teori gunung es dipermukaan laut; artinya bahwa data pemasungan yang diperoleh melalui hasil penjaringan diberbagai
daerah belum menunjukkan data yang sebenarnya, karena kasus pemasungan ternyata masih banyak yang tidak termonitor oleh pemerintah. Fenomena ini disebabkan
keluarga yang masih malu dan menganggap aib bagi keluarganya yang harus disembunyikan dan ditutupi dari publik serta keterbatasan pembiayaan dan rendahnya
ilmu pengetahuan tentang penanganan gangguan jiwa. Masyarakat melakukan pemasungan ketika mereka tidak sanggup untuk
memberikan perawatan terhadap anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. khawatir terhadap efek pengobatan, ingin menghindari stigma yang melekat
Universitas Sumatera Utara
pada pasien gangguan jiwa atau secara umum untuk menjaga agar anggota keluarga dan masyarakat dari perilaku agresif anggota keluarga yang sedang mengalami
gangguan jiwa. Menurut Kemenkes RI alasan pemasungan yang dilakukan oleh keluarga
terhadap orang yang memiliki gangguan jiwa antara lain : a. Perjalanan penyakit dan respons terhadap terapi
Gangguan jiwa memiliki karakteristik kronik dan kambuhan. Sama dengan penyakit kronis lainnya seperti hipertensi, diabetes dan lain-lain, kondisi tersebut
menjadikan gangguan jiwa sepertinya sulit untuk dikontrol, disembuhkan dan sangat tergantung dengan pengobatan jangka panjang. Ketidakmampuan untuk
mengendalikan ini seringkali menjadi alasan bagi tindakan pemasungan untuk “mengamankan” orang dengan gangguan jiwa dari kemungkinan bahaya bagi
dirinya maupun orang lain. Sebagai contoh; keluarga mengambil tindakan untuk pemasungan dikarenakan kuatir anggota keluarganya yang mengalami gangguan
jiwa akan pergi dan tidak tahu jalan pulang atau melindungan keamanan masyarakat sekitar karena berpotensi untuk merusak atau melukai orang lain.
b. Tingkat ketergantungan dan beban keluarga Gangguan jiwa juga mengakibatkan disfungsi dan disabilitas bagi orang yang
mengalaminya. Disfungsi ini mengakibatkan tingkat ketergantungan orang dengan gangguan jiwa terhadap keluarga menjadi lebih besar. Ketergantungan
yang dimaksud tidak hanya menyangkut aktivitas kehidupan sehari-hari seperti perawatan diri dan pengobatan, namun juga aspek finansial. Kondisi ini lebih
Universitas Sumatera Utara
diperumit bila anggota keluarga yang merawat terpaksa meninggalkan pekerjaan dan penghasilannya untuk merawat anggota keluarganya yang mengalami
gangguan jiwa tersebut. c. Kurangnya pemahaman dan pengetahuan akan gangguan jiwa
Kurangnya informasi dan akses terhadap informasi juga mempengaruhi persepsi dan pemahaman keluarga maupun lingkungannya terhadap gangguan jiwa itu
sendiri. Selain itu stigmatisasi juga mengakibatkan seseorang berpikir salah tentang apa yang terjadi. Kurangnya pemahaman atau kesalahan persepsi
mengakibatkan banyaknya kasus gangguan jiwa yang tidak dikenali. Pada tingkat masyarakat awam, gangguan jiwa seringkali dikaitkan dengan aspek religi dan
spiritual. Gangguan jiwa seringkali dikaitkan dengan guna-guna, ilmu hitam, kutukan, tumbal, tanggungan dosa keluarga dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan
orang dengan gangguan jiwa seringkali “berobat” ke pengobatan tradisional, sehingga memperlama durasi tanpa pengobatan yang benar dan hal ini
mengakibatkan semakin beratnya gejala termasuk gejala akut dan kronisitas penyakit, makanya pasung pun seringkali dianggap sebagai “pengobatan”.
d. Akses ke layanan kesehatan Kasus pemasungan yang telah teridentifikasi menunjukkan adanya riwayat akses
ke pelayanan kesehatan jiwa. Namun demikian, akses yang dimaksud sangat terbatas pada Rumah sakit Jiwa. Hal tersebut tentunya menjadi halangan yang
tidak mudah diselesaikan oleh orang dengan gangguan jiwa maupun keluarganya untuk melanjutkan proses terapi atau sepanjang proses terapi itu sendiri,
Universitas Sumatera Utara
misalnya; keluarga kurang bisa dilibatkan dalam proses pengobatan akibat tidak mudah bagi keluarga untuk datang dan belajar bagaimana cara merawat anggota
keluarganya. Halangan-halangan tersebut berkaitan dengan letak geografik, akses transportasi, kesulitan untuk pergi dikarenakan pekerjaan dan adanya biaya
transportasi dan biaya-biaya lainnya. e. Pembiayaan
Sebahagian besar kasus pemasungan yang ditemukan saat ini lebih banyak terjadi didaerah terpencil dan berada dalam kondisi kemiskinan. Namun kasus
pemasungan sebenarnya tidak hanya dialami oleh orang-orang dari kalangan ekonomi sosial yang rendah. Bagi mereka yang terbatas dalam ekonomi, masalah
pembiayaan menjadi isu yang penting dan tidak mudah untuk diselesaikan. Memang ada sistem bantuan pembiayaan kesehatan dalam bentuk jaminan
kesehatan membantu orang dengan gangguan jiwa dan keluarganya utnuk mendapatkan pengobatan. Namun dalam prosesnya untuk mendapatkan jaminan
kesehatan tersebut tidaklah mudah. Didaerah terpencil, biaya yang terkait dengan transportasi lebih banyak menjadi masalah dalam pengobatan Utami, 2013.
Selain hal tersebut di atas, yang menjadi alasan pemasungan terjadi menurut Yusuf 2013 oleh karena : 1 kurangnya ketersediaan layanan kesehatan jiwa di
masyarakat, 2 tidak ada kesinambungan program layanan antara rumah sakit dan komunitas, 3 stigma dan kurangnya pemahaman masyarakat akan masalahan
kesehatan jiwa, 4 kurangnya dukungan keluarga, dan 5 kurangnya dukungan pemerintah terutama terkait hukum, kebijakan dan sistem pembiayaan yang adekuat.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Menghapus Pemasungan