Optimasi formula span 80 dan tween 80 dalam sediaan cold cream ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (ten.) Steenis.) dengan metode desain faktorial.
ix INTISARI
Penelitian ini tentang optimasi Span 80 dan Tween 80 dalam cold cream ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.)Steenis) dengan menggunakan metode desain faktorial. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan faktor dominan dalam formula dan mendapatkan formula sediaan cold cream yang optimum.
Penelitian ini termasuk dalam rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda (desain faktorial). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah level rendah dan level tinggi Span 80 dan Tween 80. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah respon sifat fisis (viskositas dan daya sebar) dan respon stabilitas fisik (pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 1 bulan). Faktor dominan di dalam formula ditentukan menggunakan desain faktorial. Tingkat signifikansi pengaruh setiap faktor (Span 80, Tween 80, interaksi keduanya) terhadap respon (viskositas, daya sebar, dan pergeseran viskositas) dianalisis menggunakan analisis statistik Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil analisis desain faktorial menunjukkan bahwa Span 80 dominan mempengaruhi Stabilitas fase dan pergeseran viskositas, sedangkan viskositas dan daya sebar sediaan dominan dipengaruhi oleh Tween 80. Berdasarkan superimposed contour plot diperoleh area optimum formula cold cream yang diteliti yang memenuhi daya sebar 5 – 7 cm, viskositas sebesar 70-100 d.Pa.s, stabilitas fase lebih dari 97,5% dan pergeseran viskositas kurang dari 10%.
Kata kunci : span 80, tween 80, ekstrak daun binahong, cold cream, desain faktorial.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(2)
x ABSTRACT
The study of optimation of span 80 and tween 80 in cold cream of binahong leave (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) extract using factorial design had been carried out. The aim of this study was to find the dominant factor in the formula and to get the optimum area of cold cream formula.
The research was pure experimental design involving multiple variables (factorial design). The free variables in this research were the low and the high level of span 80 and tween 80. The dependent variables in this research were physical characteristics responses (viscosity and spreadibility) and physical stability responses (viscosity shift over a month-storage). The significance effect of each factor (span 80, tween 80, the interaction of both) on the responses (viscosity, spreadibility, and viscosity shift) was analyzed statistically using
Yate’s treatment followed by ANNOVA with 95% confident interval.
The result of factorial design analysis showed that the span 80 was dominant in determining the response of the phase stability and viscosity shift, while tween 80 predominantly affected the response viscosity and spreadibility. Based on the superimposed contour plot, optimum area of cold cream, which met the criteria of spreadibility (5-7 cm), viscosity (70-100 d.Pa.s), phase stability ( > 97,5%) and viscosity shift (<10%), was obtained.
Key word : span 80, tween 80, binahong’s leave (Anredera cordifolia (ten.) Steenis) extract, cold cream, factorial design.
(3)
i
HALAMAN SAMPUL
OPTIMASI FORMULA SPAN 80 DAN TWEEN 80 DALAM SEDIAAN COLD CREAM EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (ten.)
Steenis.) DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Robertus Rudi Sasongko 048114014
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(4)
ii
OPTIMASI FORMULA SPAN 80 DAN TWEEN 80 DALAM SEDIAAN COLD CREAM EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (ten.)
Steenis.) DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Robertus Rudi Sasongko 048114014
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(5)
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi
OPTIMASI FORMULA SPAN 80 DAN TWEEN 80 DALAM SEDIAAN COLD CREAM EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (ten.)
Steenis.) DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL
Yang diajukan oleh: Robertus Rudi Sasongko
NIM : 048114014
telah disetujui oleh
Pembimbing
Sri Hartati Yuliani., M.Si., Apt. tanggal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(6)
iv
Pengesahan Skripsi Berjudul
OPTIMASI FORMULA SPAN 80 DAN TWEEN 80 DALAM SEDIAAN COLD CREAM EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (ten.)
Steenis.) DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL Oleh:
Robertus Rudi Sasongko NIM : 048114014
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma pada tanggal : 20 Oktober 2009
Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Dekan
Rita Suhadi, M.Si., Apt. Pembimbing Utama
Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. Panitia Penguji:
1. Sri Hartati Yuliani, M.Si, Apt.
2. Dewi Setyaningsih, M.Sc, Apt.
3. CM Ratna Rini Nastiti, M.Pharm, Apt.
……….
……….
(7)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
”Terimakasih untuk tuntunan, bimbingan dan bantuan-Nya”
Akan kupersembahkan karyaku ini untuk Tuhanku Untuk kedua orangtua dan adikku Serta semua yang telah memberi motivasi bagiku Terima kasih atas dukungan kalian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(8)
(9)
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih atas semua kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir yang berjudul OPTIMASI FORMULA SPAN 80 DAN TWEEN 80 DALAM SEDIAAN COLD CREAM EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (ten.) Steenis.) DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL. Laporan akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm).
Dalam penyelesaian penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik bimbingan, dorongan, kritik maupun saran. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:.
1. Bapak, Ibu dan adikku untuk semua buat doa, dukungan (moral dan material) dan cinta kasihnya.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Sri Hartati Yuliani., M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Dewi Setyaningsih, M.Sc, Apt. dan C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm.,Apt., selaku dosen penguji, atas masukan, kritik, dan sarannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(10)
5. Staf Laboratorium: Pak Musrifin, Mas Wagiran, Mas Sarwanto, Mas Agung, Mas Iswandi, Mas Otok, Mas Sigit dan Mas Andri atas bantuan dan kerjasamanya.
6. Teman-teman angkatan 2004, untuk semua kebersamaannya selama ini. Semua kenangan yang telah kita lewati terlalu indah untuk dilupakan. 7. Teman-teman Dolan’erz : Ayu “Mami”, Yoyo, Coco, Lian, Rosa, Cicil,
Boris, Yudi “Cawaz”, Adit, Ari, Probo, Chandy, Tintus, Risky “Blangko”, Edot, Felix dan Robert untuk semua kebersamaan dalam berbagi suka dan duka.
8. Teman-teman Darmoyuwono Singing Community
9. Teman-teman MPK dan Mudika YSN untuk semua semangat yang kita bangun bersama.
10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu untuk semua dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan laporan akhir ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Harapan penulis skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca semua.
(11)
ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, November 2009 Penulis
Robertus Rudi Sasongko
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(12)
ix INTISARI
Penelitian ini tentang optimasi Span 80 dan Tween 80 dalam cold cream ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.)Steenis) dengan menggunakan metode desain faktorial. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan faktor dominan dalam formula dan mendapatkan formula sediaan cold cream yang optimum.
Penelitian ini termasuk dalam rancangan eksperimental murni dengan variabel eksperimental ganda (desain faktorial). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah level rendah dan level tinggi Span 80 dan Tween 80. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah respon sifat fisis (viskositas dan daya sebar) dan respon stabilitas fisik (pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 1 bulan). Faktor dominan di dalam formula ditentukan menggunakan desain faktorial. Tingkat signifikansi pengaruh setiap faktor (Span 80, Tween 80, interaksi keduanya) terhadap respon (viskositas, daya sebar, dan pergeseran viskositas) dianalisis menggunakan analisis statistik Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil analisis desain faktorial menunjukkan bahwa Span 80 dominan mempengaruhi Stabilitas fase dan pergeseran viskositas, sedangkan viskositas dan daya sebar sediaan dominan dipengaruhi oleh Tween 80. Berdasarkan superimposed contour plot diperoleh area optimum formula cold cream yang diteliti yang memenuhi daya sebar 5 – 7 cm, viskositas sebesar 70-100 d.Pa.s, stabilitas fase lebih dari 97,5% dan pergeseran viskositas kurang dari 10%.
Kata kunci : span 80, tween 80, ekstrak daun binahong, cold cream, desain faktorial.
(13)
x ABSTRACT
The study of optimation of span 80 and tween 80 in cold cream of binahong leave (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) extract using factorial design had been carried out. The aim of this study was to find the dominant factor in the formula and to get the optimum area of cold cream formula.
The research was pure experimental design involving multiple variables (factorial design). The free variables in this research were the low and the high level of span 80 and tween 80. The dependent variables in this research were physical characteristics responses (viscosity and spreadibility) and physical stability responses (viscosity shift over a month-storage). The significance effect of each factor (span 80, tween 80, the interaction of both) on the responses (viscosity, spreadibility, and viscosity shift) was analyzed statistically using Yate’s treatment followed by ANNOVA with 95% confident interval.
The result of factorial design analysis showed that the span 80 was dominant in determining the response of the phase stability and viscosity shift, while tween 80 predominantly affected the response viscosity and spreadibility. Based on the superimposed contour plot, optimum area of cold cream, which met the criteria of spreadibility (5-7 cm), viscosity (70-100 d.Pa.s), phase stability ( > 97,5%) and viscosity shift (<10%), was obtained.
Key word : span 80, tween 80, binahong’s leave (Anredera cordifolia (ten.) Steenis) extract, cold cream, factorial design.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(14)
xi DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix
INTISARI ... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I ... 1
PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Rumusan masalah... 3
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 4
B. Tujuan ... 5
(15)
xii
PENELAAHAN PUSTAKA ... 6
A. Binahong ... 6
1. Klasifikasi tanaman binahong ... 6
2. Morfologi tanaman ... 6
2. Kandungan zat aktif dan khasiat secara empiris ... 7
3. Asam oleanolat ... 8
B. Ekstrak ... 8
C. Ekstraksi ... 9
D. Krim ... 10
1. Karakteristik Krim ... 10
2. Cold Cream ... 10
E. Surfaktan ... 11
F. Evaluasi Stabilitas dan Sifat Fisis sediaan Cold Cream ... 12
G. Bahan – Bahan ... 15
H. Desain Faktorial ... 18
H. Keterangan Empiris ... 20
BAB III ... 22
METODOLOGI PENELITIAN ... 22
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 22
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 22
C. Bahan atau Materi Penelitian... 25
D. Alat atau Instrument Penelitian ... 25
E. Jalannya Penelitian ... 26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(16)
1. Ekstraksi ... 26
2. Penyiapan Formulasi ... 26
3. Pembuatan Sediaan Cold Cream ... 27
F. Pengumpulan Data ... 28
G. Tatacara Analisis Hasil ... 30
BAB IV ... 32
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
A. Determinasi Tanaman ... 32
B. Pembuatan Ekstrak Daun Binahong ... 32
C. Formulasi Cold Cream ... 33
D. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas... 35
E. Optimasi Formula ... 49
BAB V ... 56
KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
A. Kesimpulan ... 56
B. Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 58
(17)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Desain formula metode desain faktorial ... 19 Tabel II. Formula desain faktorial ... 27 Tabel III. Hasil perhitungan respon sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream
ekstrak daun binahong... 36 Tabel IV. Hasil perhitungan nilai efek menggunakan model desain faktorial .. 37 Tabel V. Hasil perhitungan Yate’s treatment daya sebar sediaan cold cream . 40 Tabel VI. Hasil perhitungan Yate’s treatment viskositas sediaan cold cream .. 42 Tabel VII. Perhitungan Yate’s treatment stabilitas fase sediaan cold cream ... 45 Tabel VIII. Perhitungan Yate’s treatment pergeseran viskositas sediaan cold
cream ... 47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(18)
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur asam oleanolat (Moura-Letts dkk, 2006) ... 8
Gambar 2. Struktur Span 80 ... 15
Gambar 3. Struktur Tween 80 ... 16
Gambar 4. Sediaan cold cream secara mikroskopik ... 35
Gambar 4. Profil pengaruh Span 80 (a) dan Tween 80 (b) terhadap respon daya sebar sediaan cold cream ... 39
Gambar 5. Profil pengaruh Span 80 (a) dan Tween 80 (b) terhadap respon viskositas sediaan cold cream ... 41
Gambar 6. Profil pengaruh Span 80 (a) dan Tween 80 (b) terhadap respon stabilitas fase sediaan cold cream ... 44
Gambar 7. Profil pengaruh Span 80 (a) dan Tween 80 (b) terhadap respon pergeseran viskositas sediaan cold cream setelah 1 bulan ... 46
Gambar 8. Distribusi ukuran droplet formula 1 (8a), formula a (8b), formula b (8c), formula ab (8d) 48 jam dan 1 bulan setelah pembuatan ... 49
Gambar 9. Contour plot daya sebar sediaan cold cream ... 51
Gambar 10. Contour plot viskositas sediaan cold cream ... 52
Gambar 11. Contour plot stabilitas fase sediaan cold cream ... 53
Gambar 12. Contour plot pergeseran viskositas sediaan cold cream ... 54
(19)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Penentuan pH sediaan ... 61
Lampiran 2. Perhitungan Uji Sifat Fisis dan Stabilitas... 61
Lampiran 3. Hasil Perhitungan Desain Faktorial ... 63
Lampiran 4. Persamaan Regresi ... 66
Lampiran 5. Yate’s Treatment ... 74
Lampiran 6. Dokumentasi ... 83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(20)
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang subur dan kaya akan berbagai bahan alam. Banyak tumbuh – tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan obat tumbuh subur di Indonesia. Fenomena ‘back to nature’ di masyarakat semakin menambah keingintahuan masyarakat tentang khasiat suatu tanaman obat. Fenomena ini timbul karena mahalnya biaya pengobatan pada pengobatan modern.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Moura-Letts dkk. (2006) menunjukkan bahwa secara in-vivo ekstrak etanol Anredera diffusa mengandung asam oleanolat dan memiliki aktivitas sebagai penyembuh luka. Alok Jha (2006) menuliskan bahwa penggunaan ekstrak etanol Anredera diffusa dilaporkan mampu mempercepat proses penyembuhan luka hingga 40% daripada keadaan normal.
Asam oleanolat merupakan suatu triterpenoid saponin yang jarang ditemukan pada tumbuhan monokotil. Triterpenoid saponin ini banyak ditemukan pada tumbuhan dikotil, terutama pada famili Caryophyllaceae, Sapindaceae, Polygalaceae, dan Sapotaceae (Evan, 2002). Berdasarkan Bihrmann’s Taxonomy
(2008) tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.) merupakan tanaman yang termasuk pada genus Basellaceae dan famili Caryophyllaceae.
(21)
2
Asam oleanolat diketahui memiliki aktifitas antiinflamasi (Liu J, 1995). Aktivitas antiinflamasi ini dapat mengurangi rasa nyeri pada luka. Tanaman binahong dapat digunakan untuk menyembuhkan memar karena terpukul, kena api, rheumatik, pegal linu dan nyeri urat (Manoi, B.F., 2009).
Masyarakat menggunakan tanaman binahong sebagai obat luka dengan cara menghaluskan daun binahong segar kemudian menempelkannya pada bagian kulit yang terluka. Cara penggunaan daun binahong sebagai obat luka tersebut dianggap kurang praktis. Dalam penelitian ini memilih bentuk sediaan krim sebagai alternatif pemanfaatan daun binahong untuk obat luka.
Krim merupakan suatu bentuk emulsi. Menurut Gennaro (2000), dalam suatu bentuk sediaan emulsi efek terapeutik dan daya sebar akan lebih baik dibandingkan bentuk sediaan cair. Selain itu absorbsi dan penetrasi dari zat aktif akan lebih mudah untuk dikontrol. Karena droplet-droplet yang terbentuk akan tersebar merata pada seluruh bagiaan sediaan emulsi. Dalam penelitian ini bentuk krim yang dipilih adalah sediaan cold cream. Bentuk sediaan cold cream dipilih karena mampu untuk memberikan efek rasa dingin.
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil (Anonim, 1995). Stabiltas suatu emulsi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah metode pembuatan emulsi, tipe surfaktan yang digunakan dan tipe minyak yang digunakan (Özer, Özgen dan Aydın, Burcu, 2006).
Daun binahong mengandung senyawa yang memiliki aktifitas yang mendukung penyembuhan luka. Senyawa-senyawa itu antara lain flavonoid,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(22)
terpenoid, fenol maupun asam oleanolat. Untuk mempertahankan stabilitas senyawa-senyawa tersebut maka dipilih krim dengan tipe A/M.
Surfaktan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi. Penambahan surfakatan dapat mencegah terjadinya coalescence serta menurunkan tegangan permukaan antar fase (Anonim, 1995). Untuk setiap formula emulsi yang berbeda akan dibutuhkan komposisi komposisi surfaktan yang berbeda agar diperoleh emulsi yang stabil. Span 80 dan Tween 80 merupakan surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini. Tween 80 merupakan emulsifying agent larut air yang digunakan dalam sediaan kosmetik, yang mempunyai HLB 15 sehingga mampu membentuk emulsi tipe M/A. Span 80 merupakan emulsifying agent nonionik dengan HLB 4,3 karena gugus lipofilnya lebih dominan. Pada saat emulsifying agent yang bersifat larut air dicampurkan dengan emulsifying agent yang bersifat larut lemak mampu membentuk dan mempertahankan emulsi dengan lebih efektif dibandingkan penggunaan emulsifying agent tunggal (Zats and Kushla, 1996). Dengan penelitian ini, diharapkan diperoleh komposisi dan area optimum antara Span 80 dan Tween 80 dalam formulasi cold cream, serta mengetahui efek yang ditimbulkan oleh Span 80 dan Tween 80 serta interaksi keduanya terhadap sifat fisis sediaan.
1. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
(23)
4
1. Apakah yang dominan menentukan sifat fisik cold cream, faktor Span 80, faktor Tween 80, atau interaksi keduanya?
2. Apakah diperoleh area optimum Span 80 dan Tween 80 yang diprediksi sebagai formula optimal sediaan cold cream dengan menggunakan metode desain faktorial?
2. Keaslian penelitian
Sejauh yang diketahui penulis belum pernah dilakukan penelitian tentang optimasi formula Span 80 dan Tween 80 dalam sediaan cold cream ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (ten.) Steenis.) dengan metode desain faktorial.
3. Manfaat penelitian
Penelitian mengenai optimasi formula Span 80 dan Tween 80 dalam sediaan cold cream ekstrak daun binahong ini diharapkan memiliki beberapa manfaat antara lain:
a. manfaat teoritis ialah untuk melengkapi dan memperkaya teori yang telah ada mengenai interaksi antara Span 80 dan Tween 80 dalam pembuatan sediaan cold cream dan memberikan tambahan informasi tentang komposisi optimal Span 80 dan Tween 80 yang diprediksi sebagai formula optimal sediaan cold cream ekstrak daun binahong. b. manfaat praktis yang dapat diperoleh ialah dapat digunakan sebagai
acuan yang mendukung pengembangan sediaan cold cream ekstrak daun binahong.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(24)
B. Tujuan 1. Tujuan umum :
Untuk mendapatkan data tentang penggunaan campuran Span 80 dan Tween 80 sebagai surfaktan terhadap sifat fisik sediaan cold cream.
2. Tujuan khusus :
a. Untuk mengetahui yang dominan menentukan sifat fisik sediaan cold cream, faktor Span 80, faktor Tween 80, atau interaksi keduanya.
b. Untuk mengetahui komposisi optimal Span 80 dan Tween 80 yang diprediksi sebagai formula optimal sediaan cold cream dengan menggunakan metode desain faktorial.
(25)
6 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA A. Binahong
1. Klasifikasi tanaman binahong
Berdasarkan Bihrmann’s Taxonomy (2008) klasifikasi tanaman binahong yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subclass : Caryophyllidae Bangsa : Caryophyllales Suku : Basellaceae Marga : Anredera
Jenis : Anredera cordifolia
2. Morfologi tanaman
Berdasarkan Bihrmann’s Caudiciform (2008), tanaman binahong termasuk golongan famili Basellaceae yang digambarkan oleh Baill pada tahun 1888. Tanaman ini ditemukan di Amerika Selatan sekitar Ekuador. Tanaman ini membutuhkan drainasi tanah yang baik, beberapa air dan banyak cahaya matahari. Rhizoma akan tumbuh sampai 4cm dan tingginya mencapai 6m. Bunganya putih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(26)
dan tanaman ini dapat dikembangbiakan baik dengan dipotong, dengan benih dan umbinya.
Berdasarkan Swaziland's Alien Plants Database (2008), batangnya merambat, tipis dan sering kemerah-merahan. Daun subsessile atau dengan panjang tangkai daun 1-2 cm, umumnya terdapat akar umbi kecil pada ketiak daun. Halaian daun berukuran 2-11-(13) x 1.75-10-(11) cm, berbentuk oval dan lebar, agak berair sampai berair banyak mengikuti derajat pencahayaan, pangkal daun subcordate atau cordate; puncaknya tumpul. Racemes sederhana atau 2-4 cabang batang, panjangnya sampai 18 cm dan umumnya mengeluarkan ibu tangkai bunga, dengan sejumlah bunga-bunga putih kecil yang wangi. Tangkai bunga penjangnya 2-3 mm; daun pelindung panjangnya 1.5-1.8 mm, lanceolate-subulate. Daun tangkai terendah panjangnya 0.5-1 mm, cupulate; Daun tangkai atas sampai 2-2.5 mm, suborbicular. Bunga panjangnya 2-3 mm, membujur elip sampai elips yang melebar. Tangkai sari berbentuk segitiga sempit, dan menyebar. Tangkai kepala putiknya satu, lebih pendek dari benang sari; bercabang 1/2-3/4 panjangnya; kepala putik clavate.
2. Kandungan zat aktif dan khasiat secara empiris
Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.) memiliki kandungan zat aktif antara lain adalah flavonoid kalkon, yaitu retrochalcone, 2,4-dihydroxy-6-methoxy-5-formyl-3-methylchalcone (Calzada dkk., 2001). Menurut Moura-Letts dkk. (2006) secara in-vivo asam oleanolat memiliki aktivitas sebagai penyembuh luka. Menurut Istiqomah (2007), daun binahong mengandung senyawa golongan
(27)
8
fenol dan saponin, serta mempunyai aktifitas antibakteri. Tshikalange (2004) menyatakan bahwa pada daun binahaong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.) ditemukan kandungan antibakteri dan sitotoksik yang diteliti dengan menggunakan metode agar dilusi. Secara empiris, daun binahong berkhasiat untuk penyembuhan memar, pegal linu, rematik serta meningkatkan daya tahan tubuh (Anonim, 2007).
3. Asam oleanolat
Asam oleanolat merupakan senyawa triterpenoid yang diketahui memiliki sifat sebagai hepatoprotektif, antiinflamasi, dan antihiperlipidemik.
Gambar 1. Struktur asam oleanolat (Moura-Letts dkk, 2006)
Asam oleanolat memiliki berat molekul 456,71. Kristal asam oleanolat berwarna putih, memiliki titik leleh 308-310oC, tidak larut air, larut dalam etanol, eter, aseton dan kloroform (Anonim, 2009).
B. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok. Cairan penyari yang digunakan dalam pembuatan ekstrak adalah air, eter atau campuran etanol dan air.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(28)
Penyarian simplisia dengan air dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran etanol air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi. Untuk ekstrak cair dengan penyari etanol, hasil akhir harus dibiarkan di tempat sejuk selama 1 bulan, kemudian disaring, sambil mencegah penguapan (Anonim, 1995).
C. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut air. Proses ekstraksi dipisahkan menjadi pembuatan serbuk, pembasahan, ekstraksi dan pemekatan. Secara umum ekstraksi tanaman obat dibedakan menjadi infundasi, maserasi, perkolasi, dan destilasi uap (Anonim, 1986).
Maserasi merupakan cara ekstraksi zat aktif menggunakan cairan pengekstraksi dengan penggojogan atau pengadukan pada suhu ruangan. Maserasi merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam proses ekstraksi. Metode ini mempunyai keuntungan yaitu reprodusibel (List dan Schimdt, 1989). Maserasi dilakukan dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif dan kemudian melarutkan zat aktif. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, larutan terpekat akan didesak keluar (Anonim, 1986).
(29)
10
D. Krim 1. Karakteristik Krim
Krim adalah sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasikan sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air (Anonim,1995). Krim biasanya terdiri dari emulsi M/A atau emulsi A/M (Collett,1990). Menurut Ansel (1989), krim adalah cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air. Krim biasanya digunakan dalam pemakaian obat pada permukaan kulit (topikal). Allen (1999) menyatakan bahwa krim merupakan cairan kental atau padatan lunak, tidak tembus cahaya yang ditujukan untuk pemakaian luar.
2. Cold Cream
Cold cream merupakan emulsi untuk komestik pertama yang tercantum pada literatur. Prinsip emulsi ini adalah kombinasi antara lilin alami dan minyak sayur (beeswax tradisional dan minyak zaitun). Sesuai dengan perubahan zaman, minyak mineral menggantikan minyak sayur yang kurang stabil. Dengan penambahan borax ke dalam formula meningkatkan kestabilan emulsi akibat reaksinya dengan asam lemak dalam lilin alam yang menghasilkan sabun sodium palmitat yang merupakan emulgator in situ (Wilkinson, 1982).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(30)
E. Surfaktan
Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugus hidrofil dan lipofil sekaligus dalam molekulnya. Zat ini akan berada di permukaan cairan atau antar muka dua cairan dengan cara teradsorbsi. Pada antar muka udara/air, rantai-rantai lipofilik diarahkan ke atas masuk dalam udara, pada antar muka minyak/air mereka bergabung dalam fase minyak, maka molekul-molekul surfaktan membentuk suatu jembatan antar fase polar dan fase non polar yang menyebabkan terjadinya transisi antara kedua fase tersebut lebih baik. Untuk membuat agar surfaktan terkonsentrasi pada antar muka, maka surfaktan harus seimbang, dengan pengertian gugus-gugus yang larut dalam air harus seimbang dengan gugus-gugus yang larut dalam minyak. Jika molekulnya terlalu besar dan bersifat hidrofilik, maka ia akan tetap berada pada fase air. Sebaliknya, jika molekulnya terlalu bersifat lipofilik, maka ia akan melarut sempurna dalam fase minyak dan sedikit muncul pada antar muka (Moechtar, 1989).
Molekul-molekul surfaktan ditandai dengan adanya dua daerah afinitas larutan yang berbeda yang letaknya berhadapan di dalam molekul atau ion yang sama. Bilamana mereka berada dalam suatu medium cair pada konsentrasi rendah, surfaktan tersebut akan terpisah dan berukuran di bawah ukuran koloidal (Sub-koloidal). Jika konsentrasinya dinaikkan, terjadi agregasi pada jarak konsentrasi yang sempit. Agregat-agregat yang terjadi mengandung 50 atau lebih monomer yang disebut misel. Karena diameter tiap misel berukuran kurang dari 50Å, maka
(31)
12
misel-misel tersebut ukurannya terletak dalam jarak ukuran koloidal. Konsentrasi misel terbentuk dinamakan konsentrasi misel kritik (KMK) (Moechtar, 1989).
Menurut Aulton (1988), surfaktan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Golongan Anionik, contohnya : sabun, alkil sulfat, tioleil sulfat, sulfosuksinat.
2. Golongan Kationik, contohnya : alkoksialkilamin, benzalkonium klorida. 3. Golongan Amfoterik, contohnya : N-alkil asam amino, lesitin.
4. Golongan Nonionik, contohnya : ester-ester sorbitan, eter alkil/aril polioksietilen.
F. Evaluasi Sifat Fisis dan Stabilitas sediaan Cold Cream
1. Evaluasi Sifat Fisis a. Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi viskositas maka tahanannya semakin besar. Satuan viskositas adalah poise, merupakan shearing force yang dibutuhkan untuk menghasilkan kecepatan 1cm/detik antara dua bidang cairan yang paralel dimana luas masing-masing adalah 1 cm2 dan dipisahkan oleh jarak 1 cm (Martin, A., Swarbrick, J., Cammarata, A., 1990).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(32)
b. Daya Sebar
Daya sebar (spreadibility) berkaitan dengan sudut kontak tetesan air atau sediaan semisolid pada substrat dan merupakan parameter dari lubricity, yang berkaitan langsung dengan koefisien gesekan. Daya sebar merupakan faktor penting karena bertanggung jawab terhadap pemberian dosis yang tepat pada tempat aplikasi, kemudahan dalam aplikasi dan mempengaruhi penerimaan konsumen (Garg et al., 2002). Daya sebar dipengaruhi oleh konsistensi dari formula, kecepatan dan lama pengaplikasian, temperatur permukaan substrat, viskositas, kecepatan penguapan pelarut dan peningkatan viskositas akibat penguapan pelarut tersebut (Garg, et al., 2002).
c. Tipe Emulsi
Menurut Voigt (1984), untuk menentukan tipe emulsi terdapat sejumlah cara pengujian yang dapat digunakan, antara lain:
1). Metode Warna
Beberapa tetes larutan bahan pewarna air (methylen blue) dicampurkan ke dalam contoh sediaan emulsi. Jika warna sediaan biru merata pada medium dispers, maka emulsi yang diuji bertipe m/a. Sampel dapat diuji dengan beberapa tetes larutan sudan III dalam minyak. Hasil warna oranye merata pada medium dispers hanya akan terjadi pada emulsi a/m.
(33)
14
2). Metode pengenceran
Metode ini berdasar atas adanya kenyataan bahwa fase luar emulsi dapat diencerkan. Jika ke dalam sampel ditambahkan air, dan setelah pengocokan atau pengadukan diperoleh kembali sediaan yang homogen, maka emulsi bertipe m/a. Jika sampel dicampur minyak, maka hal ini akan menyebabkan pecahnya emulsi. Pada emulsi a/m akan diperoleh hasil yang sebaliknya.
3). Pengukuran Daya Hantar
Identitas tipe emulsi yang paling meyakinkan dapat dihasilkan melalui pengujian daya hantar. Jika dua kawat yang dihubungkan dengan baterai lampu senter dicelupkan ke dalam sampel emulsi, maka hanya emulsi m/a yang akan terjadi simpangan pada miliamperemeter. Hanya air sebagai fase luar yang dapat memberikan aliran listrik.
2. Stabilitas Sediaan
a. Analisis Ukuran Droplet
Jika diameter rata-rata droplet bertambah dalam waktu tertentu, diasumsikan terjadi coalescence. Pemeriksaan secara mikroskopik atau menghitung diameter droplet secara elektronik seperti dengan coulter counter atau pengukuran laser difraksi suatu sediaan dalam waktu penyimpanan banyak digunakan (Aulton, 1988).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(34)
b. Stabilitas fase emulsi
Stabilitas fisik emulsi dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan tingkat creaming yang terjadi dalam periode waktu tertentu. Caranya dengan membandingkan volume terjadinya creaming atau bagian yang memisah dari suatu emulsi dengan volume totalnya (Aulton, 1988)
c. Pergeseran viskositas
Viskositas merupakan parameter reologi yang penting dalam sediaan semisolid. Peningkatan viskositas dapat meningkatkan waktu retensi sediaan pada kulit (Garg et al., 2002). Creaming pada sediaan semisolid akan mempengaruhi pergeseran viskositas sediaan (Sinko, 2006).
G. Bahan – Bahan 1. Span 80
Span 80 adalah campuran ester sorbital dengan satu mol anhidrida asam oleat. Pemerian : cairan kental seperti minyak dengan bau khas, berwarna kuning muda sampai kecoklatan (Reynolds dan James, 1996). Span 80 larut pada minyak dan tidak larut pada air.
(35)
16
2. Tween 80
Tween 80 adalah ester oleat dari sorbitol dan anhidrida yang berkopolimerisasi dengan lebih kurang 20 molekul etilena oksida untuk tiap molekul sorbitol dan anhidrida sorbitol.
Pemerian : cairan seperti minyak, jernih, berwarna kuning muda hingga coklat tua, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat (Anonim, 1995).
(COCH2)6
H2
C O CH CH
CH CH O CH2
O
O H2 C
O
C17H33
CH2
(CH2OCH2)6 HOH2C HOH2C
(COCH2)6 CH2 HOH2C
Gambar 3. Struktur Tween 80
3. Lanolin
Lanolin disebut juga sebagai adeps lanae atau lemak bulu domba adalah zat serupa dengan lemak yang dimurnikan, diperoleh dari bulu domba Ovis aries Linné (Familia Bovidae) yang dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari 0,25%. Boleh mengandung antioksidan yang sesuai tidak lebih dari 0,02%. Pemerian lanolin adalah massa seperti lemak, lengket, warna kuning, dan memiliki bau khas (Anonim,1995). Lanolin memiliki titik leleh 36-42o C (Collet, 1990).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(36)
4. Beeswax
Komponen utama beeswax adalah myricyl palmitate, suatu ester dari alkohol rantai panjang. Selain itu beeswax juga mengandung sedikit ester dari kolesterol dan asam serotik bebas yang dapat digunakan untuk membentuk sabun. Beeswax bukan merupakan emulgator yang baik namun senyawa ini berguna sebagai stabilisator dari krim A/M karena beeswax dapat memfasilitasi pencampuran dengan air (Collet, 1990).
5. Vitamin E
Vitamin E adalah bentuk dari alfa tokoferol (C29H50O2). Termasuk d- atau di-alfa tokoferol (C29H50O2), d- atau di-alfa tokoferol asetat (C31H52O3), d- atau di-alfa tokoferol asam suksinat (C33H54O5). Mengandung tidak kurang dari 96,0% dan tidak lebih dari 102,0% masing-masing C29H50O2, C31H52O3, atau C33H54O5 (Anonim, 1995). Alfa tokoferol merupakan bentuk vitamin E yang paling aktif pada manusia. Bentuk ini memiliki aktifitas sebagai antioksidan. Bentuk alfa tokoferol asetat merupakan alfa tokoferol yang dilindungi aktifitasnya sebagai antioksidan (Anonim, 2008a).
6. Borax
Boraks (borax) mengandung sejumlah Na2B4O7- yang setara dengan tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 105,0% Na2B4O7.10H2O. Pemerian dari boraks berbentuk hablur transparan tidak berwarna atau serbuk putih, tidak berbau. Larutan bersifat basa terhadap fenolftalcin. Pada kondisi udara kering dan hangat, hablur sering dilapisi serbuk berwarna putih (Anonim, 1995).
(37)
18
H. Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel babas. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk menentukan secara simulasi efek dari beberapa faktor dan interaksinya yang signifikan (Bolton, 1997).
Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda, yaitu level rendah dan level tinggi. Desain faktorial mengandung beberapa pengertian, yaitu faktor, level, efek, dan respon. Faktor merupakan setiap besaran yang mempengaruhi respon (Voigt, 1984). Level merupakan nilai atau tetapan untuk faktor. Pada percobaan dengan desain faktorial perlu ditetapkan level yang diteliti yang meliputi level rendah dan level tinggi (Bolton, 1997).
Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi tingkat dari faktor. Efek faktor atau interaksi merupakan rata-rata respon pada level tinggi dikurangi rata-rata respon pada level rendah. Respon merupakan sifat atau hasil percobaan yang diamati. Respon yang diukur harus dikuantitatifkan (Bolton,1990). Persamaan umum dari desain faktorial adalah sebagai berikut :
Y = b0 + b1XA + b2XB + b12 XAXB ...(1) Y = respon hasil yang diamati.
XA, XB = level bagian A dan B, yang nilainya tertentu dari minimal sampai maksimal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(38)
b1, b2, b12 = koefisien, dapat dihitung dari hasil percobaan. b0 = rata-rata dari semua percobaan
Pada desain faktorial dua level dan dua faktor diperlukan empat formula (2n= 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan faktor), yaitu formula (1) A dan B masing-masing pada level rendah, formula (a) A pada level tinggi dan B pada level rendah, formula (b) A pada level rendah dan B pada level tinggi, dan formula (ab) A dan B masing-masing pada level tinggi (Bolton, 1997). Desain keempat formula tersebut ditampilkan pada tabel I.
Tabel I. Desain formula metode desain faktorial Formula Faktor A Faktor B Interaksi
(1) - - +
a + - -
b - + -
ab + + +
Keterangan:
- = level rendah
+ = level tinggi
Formula (1) = faktor I pada level rendah, faktor II pada level rendah Formula a = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level rendah Formula b = faktor I pada level rendah, faktor II pada level tinggi Formula ab = faktor I pada level tinggi, faktor II pada level rendah
(Bolton, 1997) Untuk mengetahui besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek interaksinya dapat diperoleh dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1997) sebagai berikut:
(39)
20
Efek faktor A =
2 b 1 ab
a ... (2)
Efek faktor B =
2 a 1 ab
b ... (3)
Efek interaksi =
2 b a 1 ab
... (4)
H. Landasan Teori
Secara in-vivo senyawa asam oleanolat memiliki aktivitas sebagai penyembuh luka (Moura-Letts dkk, 2006). Penggunaan senyawa asam oleanolat ini mampu mempercepat proses penyembuhan luka hingga 40% daripada keadaan normal (Jha, 2006).
Asam oleanolat merupakan suatu triterpenoid saponin yang banyak ditemukan pada tumbuhan dikotil terutama pada famili Caryophyllaceae, Sapindaceae, Polygalaceae, dan Sapotaceae (Evan,2002). Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) termasuk pada famili Caryophyllaceae dan secara empiris digunakan untuk mempercepat pemulihan luka. Selain asam oleanolat, daun binahong juga mengandung senyawa flavonoid, fenol, maupun saponin yang dapat membantu proses penyembuhan luka.
Penggunaan tanaman binahong secara tradisional dianggap kurang praktis. Sehingga dalam penelitian ini memilih bentuk sediaan cold cream sebagai alternatif pemanfaatan daun binahong. Bentuk sediaan cold cream dipilih karena mampu memberikan efek dingin. Selain itu, menurut Gennaro (2000) krim
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(40)
merupakan suatu emulsi sehingga efek terapeutik dan daya sebar lebih baik daripada bentuk sediaan liquid yang lain.
Pada penelitian ini, sediaan cold cream campuran Span 80-Tween 80 digunakan sebagai emulgator. Dalam penelitian ini Span 80 dicampur pada fase minyak dan Tween 80 dicampur pada fase air.
Sifat fisik dan stabilitas fisik formula dapat dilihat dari formula yang mempunyai viskositas tertentu yang mempunyai konsistensi semi padat pada penyimpanan dan mempunyai daya sebar yang baik sehingga menjamin pemerataan dosis. Oleh karenanya perlu adanya penelitian untuk mengetahui komposisi optimum Span 80-Tween 80 sebagai emulgator, yang menghasilkan formula sediaan cold cream dengan sifat-sifat fisik yang dikehendaki.
I. Hipotesis
Hipotesis yang hendank diuji dalam penelitian ini adalah diduga ditemukan faktor yang dominan antara Span 80, Tween 80 atau interaksi antara faktor Span 80-Tween 80 dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas sediaan, serta diduga ditemukan area optimum yang menghasilkan sifat fisis dan stabilitas sediaan yang dikehendaki.
(41)
22 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental yang bersifat eksploratif dengan metode desain faktorial 2 faktor dan 2 level. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia dan Laboratorium Teknologi Sediaan Semi Solid Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel Penelitian a. Variabel bebas
Sebagai variabel bebas adalah komposisi Span 80 – Tween 80. b. Variabel tergantung
Sebagai variabel tergantung adalah sifat fisis dan stabilitas fisik sediaan cold cream ekstrak daun binahong.
c. Variabel pengacau terkendali
Sebagai variabel pengacau terkendali adalah jenis alat yang digunakan dalam penelitian, range kecepatan putaran mikser, lama penyimpanan, wadah penyimpanan dan komposisi bahan lain di luar tween 80 dan span 80 dalam formula.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(42)
c. Variabel pengacau tak terkendali
Sebagai variabel pengacau tak terkendali adalah temperatur dan kelembaban ruangan pada saat penyimpanan cold cream.
2. Definisi Operasional
a. Sediaan cold cream adalah krim ekstrak daun binahong yang dibuat dari ekstrak daun binahong sesuai dengan formula yang telah ditentukan pada penelitian ini.
b. Ekstrak daun binahong adalah ekstrak yang diperoleh dengan cara mengekstraksi daun binahong secara maserasi menggunakan larutan penyari etanol 96 %.
c. Surfaktan adalah suatu zat yang memiliki gugus hidrofil dan lipofil sekaligus dalam molekulnya.
d. Faktor adalah setiap besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini digunakan 2 faktor yaitu Tween 80 dan Span 80. e. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini
terdapat dua level, yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah Tween 80 dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 1 g sedangkan level tinggi sebanyak 3 g. Level rendah Span 80 dinyatakan dalam jumlah bahan sebanyak 3 g dan level tinggi sebanyak 7 g.
f. Respon adalah besaran yang dapat dikuantifikasikan dan diamati. Dalam penelitian ini respon adalah hasil percobaan sifat fisis
(43)
24
(ukuran partikel, viskositas dan daya sebar) dan stabilitas krim (stabilitas fase emulsi).
g. Efek adalah perubahan respon yang disebabkan variasi level dan faktor. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level rendah dan rata-rata respon pada level tinggi.
h. Contour plot adalah grafik yang merupakan hasil dari respon sifat fisis dan stabilitas krim.
i. Superimposed contour plot adalah grafik area pertemuan yang memuat semua arsiran dalam contour plot yang diprediksi sebagai area optimal.
j. Daya sebar optimal adalah diameter penyebaran krim dengan nilai 5 – 7 cm pada pengukuran massa krim 1 g yang diberi beban 125 g selama 1 menit.
k. Viskositas optimal adalah viskositas yang mendukung kemudahan krim diisikan ke dalam wadah, kemudahan dikeluarkan saat penggunaan, dan memilki pemerataan yang baik saat diaplikasikan. Nilai viskositas optimal yang diharapkan pada penelitian ini adalah 70-100 d.Pa.s.
l. Stabilitas fase emulsi adalah persentase volume emulsi yang stabil dibandingkan dengan volume total emulsi dalam tabung berskala pada hari ke- 0, 1, 3, 5, 7, 14, 21, 28 dan 30 setelah pembuatan emulsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(44)
Stabilitas fase emulsi = x100%...(1) h
h o u
Keterangan : hu = tinggi emulsi stabil (cm) ho = tinggi emulsimula – mula (cm)
Nilai stabilitas fase emulsi optimal yang diharapkan pada penelitian ini adalah lebih dari 97,5%.
l. Pergeseran viskositas adalah prosentase selisih viskositas sediaan cold cream setelah penyimpanan selama 1 bulan dengan viskositas rata-rata 48 jam setelah pembuatan terhadap viskositas rata-rata 48 jam setelah pembuatan. Nilai pergesaran viskositas optimal yang diharapkan pada penelitian ini kurang dari 10%.
C. Bahan atau Materi Penelitian
Daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis), Virgin Coconut Oil (VCO), Beeswax, Lanolin, Borax, Vitamin E, Span 80, Tween 80, Air, Parfum, Reagen methylen blue, Reagen sudan III
D. Alat atau Instrument Penelitian
Alat-alat gelas (Iwaki TE-32 Pirex® Japan Under lic.), neraca analiitik (Precise 2000C – 2000D1), waterbath, mixer (Cucina Philips® dan Power Supply IC Regulated model ad 01), Viscotester Rion seri VT 04 (RION-JAPAN), Objek gelas, Mikroskop
(45)
26
E. Jalannya Penelitian 1. Ekstraksi
Daun segar binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.) dihaluskan dan dimaserasi dengan etanol 96 % pada suhu kamar dengan bantuan shaker. Setelah itu, diuapkan untuk mendapatkan ekstrak kental daun binahong.
2. Penyiapan Formulasi
Formula standar sediaan cold cream (Wilkinson, 1982)
R/ Beeswax 10
Mineral Oil 20
Lanolin 3
Borax 0.7
Hydrogenated Vegetable Oil 25
Antioxidant 0.5
Sorbitan stearate 5
Polysorbate 60 2
Water 33.8
Perfume, preservative qs
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(46)
Dalam optimasi formula ini dilakukan modifikasi formula sebagai berikut.
R/ Beeswax 15 Gram
VCO 30 Gram
Lanolin 5 Gram
Borax 2,5 Gram
Vitamin E 1,5 Gram
Span 80 3-7 Gram
Tween 80 1-3 Gram
Akuades 30 Gram
Parfum 1 Gram
Ekstrak daun binahong 15 Gram
Tabel II. Formula desain faktorial
Formula 1 A b ab
Beeswax 15 15 15 15
VCO 30 30 30 30
Lanolin 5 5 5 5
Borax 2,5 2,5 2,5 2,5
Vitamin E 1,5 1,5 1,5 1,5
Span 80 3 7 3 7
Tween 80 1 1 3 3
Air 30 30 30 30
Parfum 1 1 1 1
Ekstrak daun binahong 15 15 15 15
3. Pembuatan Sediaan Cold Cream
Fase Minyak (Beeswax, VCO, lanolin, vitamin E, dan Span 80) dipanaskan dalam cawan porselin pada suhu 70oC. Fase air (Tween 80, Borax,
(47)
28
parfum) dipanaskan pada suhu 70oC. Akuades dipanaskan pada suhu 70oC dan dituang dalam fase air dan dicampur dengan mikser. Ekstrak daun binahong dimasukkan ke dalam fase air dicampur dengan mikser hingga homogen, kemudian fase air dimasukkan dalam fase minyak, dicampur dengan mikser hingga homogen.
F. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan selama periode waktu tertentu, yaitu selama 4 minggu dengan mengamati perubahan stabilitas fisik sediaan cold cream. Pengamatan stabilitas fisik yang dilakukan meliputi:
a. Analisis Ukuran Droplet
Mikroskop dipersiapkan dan lensa dikalibrasi. Tiap formula dipreparasi di objek gelas. Ukuran droplet diukur dan diklasifikasikan sesuai range ukuran droplet yang telah ditentukan dari hasil pengukuran 500 droplet. Pengamatan terhadap ukuran droplet dilakukan segera setelah pembuatan dan 1 bulan setelah penyimpanan.
b. Daya Sebar
Tiap formula sediaan cold cream ditimbang sebanyak 1 gram dan diletakkan di tengah kaca bulat. Di atas emulsi diletakkan kaca bulat lain dan pemberat sehingga berat kaca bulat dan pemberat 125 gram, kemudian didiamkan selama 1 menit dan dicatat penyebarannya (Garg et al, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(48)
c. Pergeseran viskositas
Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan alat Viscotester Rion seri VT 04. Tiap formula dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester. Viskositas sediaan cold cream diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas. Pengukuran viskositas dilakukan segera setelah pembuatan serta 1 bulan setelah penyimpanan.
d. Tipe emulsi
Penentuan tipe emulsi ditetapkan dengan menambahkan reagen methylen blue dan sudan III secara mikroskopik. Sediaan cold cream dipreparasi di objek gelas, kemudian tipe emulsi diamati di bawah mikroskop. Jika reagen methylen blue medium dispers berwarna biru merata maka emulsi bertipe m/a, sebaliknya jika dengan reagen sudan III medium dispers berwarna oranye merata maka emulsi bertipe a/m.
e. Stabilitas Fase Emulsi
Emulsi dimasukkan untuk tiap-tiap formula ke dalam 6 tabung berskala. Pada awal pembuatan dan 1 bulan setelah penyimpanan diamati pemisahan fase yang terjadi. Hasil pemisahan fase dinyatakan dengan persentase emulsi stabil dengan rumus:
% emulsi stabil = ho hu
x 100%
Keterangan: hu = tinggi emulsi stabil ho = tinggi emulsi mula-mula
(49)
30
G. Tatacara Analisis Hasil
Data sifat fisis dan stabilitas yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode desain faktorial. Dibuat profil sifat fisis (viskositas dan daya sebar) dan stabilitas (pergeseran viskositas dan stabilitas fase emulsi) krim berdasarkan persamaan desain faktorial (Bolton, 1997).
Dengan menggunakan perhitungan metode desain faktorial, dapat dihitung besarnya efek/pengaruh Span 80, Tween 80 dan interaksi keduanya terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream. Dari persamaan regresi desain faktorial dapat dibuat countour plot yang selanjutnya dapat ditentukan area optimal dari masing-masing respon, sesuai dengan sifat fisis yang kita inginkan. Masing-masing area optimal kemudian digabung menjadi superimposed contour plot. Area optimal formula dapat ditentukan berdasarkan superimposed contour plot. Area yang diperoleh selanjutnya diprediksi sebagai area komposisi yang optimum terbatas pada level yang diteliti.
Analisis Yate’s treatment digunakan untuk menentukan apakah faktor-faktor yang diteliti mempengaruhi respon sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream secara bermakna menurut statistic (Bolton, 1997). Hipotesis alternatif (H1) menyatakan faktor (Span 80 dan Tween 80) mempunyai pengaruh bermakna dalam menentukan respon serta ada interaksi keduanya, sedangkan hipotesis nol (H0) menyatakan faktor tidak mempunyai pengaruh bermakna dalam menentukan respon serta tidak ada interaksi keduanya. H1 diterima dan H0 ditolak apabila Fhitung lebih besar daripada Ftabel, yang berarti faktor tersebut memberikan pengaruh yang bermakna terhadap respon. Dalam penelitian ini digunakan taraf
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(50)
kepercayaan 95%. Sebagai nominator (v1) adalah faktor dan interaksi dengan derajat bebas 1. Sebagai denominator (v2) adalah kesalahan percobaan (experimental error) dengan derajat bebas 15. Nilai F0,05 (1,15) adalah 4,5431.
(51)
32 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan kebenaran jenis tanaman yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini dengan cara membandingkan ciri-ciri tanaman yang digunakan dengan literatur. Determinasi ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan sampel. Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel tanaman yang digunakan adalah Anredera cordifolia (Ten.) Steenis.
Sampel daun binahong diambil dari daerah Sumbersari, Moyudan, Sleman, Yogyakarta pada bulan Maret 2008. Keterangan ini dicantumkan karena kandungan kimia yang terkandung di dalam tanaman dapat dipengaruhi oleh faktor tempat dan waktu pemanenan.
B. Pembuatan Ekstrak Daun Binahong
Metode maserasi digunakan dalam pembuatan ekstrak daun binahong. Untuk memaksimalkan pembasahan pada saat proses maserasi, ukuran daun binahong diperkecil dengan cara dipotong-potong untuk memudahkan saat dihaluskan. Daun binahong yang sudah dicuci bersih dihaluskan dengan menggunakan mortir dan stemper. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan pengotor yang kemungkinan menempel pada daun binahong.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(52)
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Metode maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari (Anonim, 1986). Asam oleanolat yang dikandung dalam daun binahong merupakan senyawa yang bersifat polar. Proses maserasi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol 96% karena pelarut ini merupakan pelarut semi polar sehingga diharapkan senyawa asam oleanolat akan mudah terlarut di dalam etanol (Moura-Letts dkk., 2006). Dengan penggunaan etanol diharapkan senyawa-senyawa lain, yakni flavonoid, terpenoid, saponin dan fenol, yang mendukung dalam penyembuhan luka akan ikut tersari.
Proses maserasi dilakukan dilakukan selama 5 hari dan diaduk berulang-ulang dengan menggunakan maserator (Anonim, 1986). Tujuan pengadukan adalah untuk memperluas bidang kontak antara cairan penyari dengan daun binahong sehingga hasil maserasi akan lebih optimal. Setelah dilakukan maserasi, maserat kemudian disaring dengan menggunakan corong Buchner dan diuapkan untuk memperoleh ekstrak kental daun binahong. Ekstrak yang diperoleh merupakan cairan yang berwarna hijau gelap. Warna ini disebabkan klorofil tidak dihilangkan terlebih dahulu pada prose maserasi.
C. Formulasi Cold Cream
Formula sediaan cold cream yang dibuat berasal dari formula standar cold cream beeswax-borax dari buku Harry’s Cosmeticology 7th Edition. Formula standar yang digunakan merupakan formula emulsi tipe A/M.
(53)
34
Beeswax dan borax akan bereaksi membentuk sabun sodium palmitate yang berfungsi sebagai emulgator in situ dan menghasilkan gliserol sebagai produk sampingan yang berfungsi sebagai humektan. Emulgator in situ yang terbentuk ini akan meningkatkan stabilitas dari sediaan cold cream. Sabun sodium palmitate tersusun dari dua bagian hidrokarbon (palmitate) dan ujung ion (Na+). Bagian hidrokarbon bersifat hidrofobik dan larut pada zat-zat non polar (minyak), sedangkan bagian ujung ion bersifat hidrofilik dan larut pada air.
Tween 80 dan Span 80 ditambahkan pada formula untuk menurunkan tegangan permukaan fase minyak dan fase air. Dengan demikian diharapkan fase air dapat terdispersi dalam fase minyak sehingga terbentuk emulsi tipe A/M.
Sediaan cold cream yang telah dibuat diamati secara mikroskopik untuk menetukan tipe emulsi. Pengamatan tipe emulsi dilakukan dengan menambahkan reagen sudan III pada sediaan krim dan diamati dengan menggunakan mikroskop. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa medium dispers pada sediaan cold cream yang dibuat berwarna orange. Reagen sudan III merupakan reagen larut pada minyak, sehingga hasil pengamatan menunjukkan bahwa tipe emulsi untuk sediaan cold cream yang dibuat merupakan emulsi tipe A/M.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(54)
4a 4b
4c 4d (perbesaran 200 kali)
Gambar 4. Sediaan cold cream secara mikroskopik formula 1 (4a), formula a (4b), formula b (4c), dan formula ab (4d)
D. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas
Parameter sifat fisis yang diamati adalah respon daya sebar dan respon viskositas segera setelah pembuatan. Parameter stabilitas yang diamati adalah perubahan distribusi ukuran droplet, pergeseran viskositas sediaan cold cream 1 bulan setelah pembuatan dan stabilitas fase emulsi. Perubahan distribusi ukuran droplet ini akan menyebabkan terjadinya pergeseran viskositas sediaan cold cream. Sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream perlu untuk diamati karena kedua faktor ini merupakan faktor yang penting dalam sediaan cold cream. Sifat-sifat tersebut akan mempengaruhi efikasi dan penerimaan konsumen.
Respon fisis daya sebar dihitung dengan menggunakan metode lempeng pararel menurut Arvoute-Grand et al. (cit.,Grag et al., 2002) dan respon viskositas dihitung dengan menggunakan alat Viscotester Rion seri VT 04 sedangkan
(55)
36
penentuan ukuran droplet dilakukan secara mikroskopik. Pengukuran daya sebar dilakukan untuk menjamin sediaan cold cream mampu menyebar merata pada saat diaplikasikan pada kulit. Respon daya sebar yang diinginkan adalah 5 sampai 7 cm (Garg et al., 2002). Pengukuran viskositas dilakukan dua kali yaitu 48 jam setelah pembuatan dan 1 bulan setelah penyimpanan. Pengukuran viskositas 48 jam setelah pembuatan dilakukan untuk menunjukkan respon viskositas sediaan cold cream. Pengukuran viskositas setelah 1 bulan dilakukan untuk memperkirakan stabilitas sediaan cold cream setelah penyimpanan dan menunjukkan respon pergeseran viskositas. Pengamatan stabilitas fase emulsi dilakukan dengan membandingkan tinggi emulsi yang stabil setelah penyimpanan terhadap tinggi emulsi mula-mula. Pengamatan stabilitas fase emulsi ini digunakan untuk melihat stabilitas emulsi yang dibuat.
Hasil perhitungan respon sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream ekstrak daun binahong ditampilkan pada tabel III dan IV.
Tabel III. Hasil perhitungan respon sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream ekstrak daun binahong
Formula Daya sebar (cm) Viskositas (dPa.s) Stabilitas fisik emulsi (%)
Pergeseran viskositas
(%)
1 3,48±0,29 125,83±5,85 100 5,86±2,95
A 4,05±0,27 121,67±6,06 99,67±0,82 8,13±3,38
B 5,53±0,30 94,17±4,92 100 6,06±3,71
Ab 4,13±0,10 120,83±3,76 90±1,79 17,87±3,85
Analisis data yang dilakukan meliputi perhitungan nilai efek setiap faktor (Span 80 dan Tween 80) serta interaksi keduanya terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream menggunakan metode desain faktorial, interpretasi grafik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(56)
pengaruh masing-masing faktor secara individu terhadap sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream dan analisis secara Yate’s treatment.
Perhitungan nilai efek dengan menggunakan metode desain faktorial dilakukan untuk mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi stabilitas sediaan cold cream. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan 2 level dan 2 faktor yaitu level rendah dan level tinggi serta faktor Span 80 dan Tween 80. Metode ini dapat digunakan untuk mengamati adanya interaksi antara 2 faktor yang diteliti serta dapat diamati arah perubahan responnya akibat dari faktor atau interaksinya. Peningkatan respon ditunjukkan dengan nilai positif pada perhitungan nilai efek dengan menggunakan model desain faktorial. Sedangkan penurunan respon ditunjukkan dengan nilai negatif pada perhitungan dengan model desain faktorial.
Tabel IV. Hasil perhitungan nilai efek menggunakan model desain faktorial Faktor daya sebar viskositas Stabilitas
fisik emulsi
Pergeseran viskositas Tween 80 1,067 | -16,250 | | -4,833 | 4,976
Span 80 | - 0,417 | 11,250 | -5,167 | 7,038 Interaksi | - 0,983 | 15,417 | -4,833 | 4,770
Perhitungan nilai efek akan didukung dengan interpretasi grafik pengaruh masing-masing faktor terhadap sifat fisis sediaan cold cream. Interaksi yang terjadi pada level yang diteliti ditunjukkan dengan adanya garis yang tidak sejajar pada grafik. Interpretasi grafik dilakukan secara visual sehingga dapat mempermudah pengamatan arah perubahan respon dan interaksinya.
(57)
38
Analisis desain faktorial kemudian dilanjutkan dengan analisis statistik
Yate’s treatment. Tujuan analisis statistik ini adalah untuk mengetahui apakah pengaruh yang ditimbulkan oleh masing-masing faktor terhadap respon bermakna secara statistik. Hubungan pengaruh yang ditimbulkan oleh masing-masing faktor dan interaksinya terhadap sifat fisik dapat diamati dengan membandingkan nilai F hasil perhitungan (Fhitung) dengan nilai F tabel (Ftabel).
Analisis statistik dengan menggunakan metode Yate’s treatment digunakan untuk menentukan apakah faktor-faktor yang diteliti mempengaruhi respon sifat fisis dan stabilitas sediaan cold cream secara bermakna menurut statistik. Hipotesis alternatif (H1) menyatakan faktor (Span 80 dan Tween 80) serta interaksi keduanya mempunyai pengaruh bermakna dalam menentukan respon, sedangkan hipotesis nol (H0) menyatakan faktor tidak mempunyai pengaruh bermakna dalam menentukan respon. H1 diterima dan H0 ditolak apabila Fhitung lebih besar daripada Ftabel, yang berarti faktor tersebut memberikan pengaruh yang bermakna terhadap respon. Dalam penelitian ini digunakan taraf kepercayaan 95%. Sebagai nominator (v1) adalah faktor dan interaksi dengan derajat bebas 1. Sebagai denominator (v2) adalah kesalahan percobaan (experimental error) dengan derajat bebas 15. Nilai F0,05 (1,15) adalah 4,5431.
1. Daya Sebar
Berdasarkan perhitungan nilai efek yang ditunjukkan pada tabel IV, faktor Span 80 dan interaksi antara Span 80 dan Tween 80 menyebabkan terjadinya penurunan nilai daya sebar (nilai efek negatif). Sedangkan faktor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(58)
Tween 80 menyebabkan terjadinya peningkatan nilai daya sebar (nilai efek positif). Profil pengaruh Span 80 (Gambar 4a) dan Tween 80 (Gambar 4b) terhadap daya sebar ditunjukkan pada grafik di bawah ini.
hubungan span 80 terhadap daya sebar
0 1 2 3 4 5 6
0 2 4 6 8
span 80 (g)
d a y a s e b a r (c m )
Level rendah tween 80 Level tinggi tween 80
hubungan tween 80 terhadap daya sebar
0 1 2 3 4 5 6
0 1 2 3 4
tween 80 (g)
d a y a s e b a r (c m )
Level rendah span 80 Level tinggi span 80
Gambar 4a Gambar 4b
Gambar 4. Profil pengaruh Span 80 (a) dan Tween 80 (b) terhadap respon daya sebar sediaan cold cream
Pada gambar 4a dapat dilihat bahwa semakin banyak Span 80 yang digunakan pada sediaan cold cream pada level rendah Tween 80 akan menyebabkan nilai daya sebar semakin meningkat. Sedangkan semakin banyak Span 80 yang digunakan pada sediaan cold cream pada level tinggi Tween 80 akan menyebabkan nilai daya sebar semakin berkurang. Pada gambar 4b dapat dilihat bahwa semakin banyak Tween 80 yang digunakan pada sediaan cold cream pada level rendah maupun level tinggi Span 80 akan menyebabkan nilai daya sebar semakin bertambah. Peningkatan nilai daya sebar akan lebih besar terjadi pada level rendah Span 80. Interaksi yang terjadi antara dua faktor, Span 80 dan Tween 80, ditunjukkan dengan adanya 2 garis pada grafik yang tidak saling sejajar/berpotongan.
Analisis statistik dilakukan untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh penggunaan Span 80, Tween 80 atau interaksi keduanya terhadap daya sebar.
(59)
40
Analisis dengan perhitungan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon daya sebar ditampilkan pada tabel V.
Tabel V. Hasil perhitungan Yate’s treatment daya sebar sediaan cold cream Source
of variation
Degrees of freedom
Sum of squares
Mean
squares Fhitung F(0,05)
Replicates 5 0,875 0,175
4,543
Treatment 3 13,670
Tween 80 1 6,827 6,827 246,747 Bermakna
Span 80 1 1,047 1,047 37,650 Bermakna
Interaksi 1 5,807 5,807 209,699 Bermakna
Experimental
error 15 0,415
0,0277
Total 23
Hasil perhitungan harga Fhitung yang diperoleh dari Yate’s treatment yang ditampilkan pada tabel V menunjukkan bahwa Fhitung faktor Span 80, Tween 80 dan interaksi keduanya terhadap respon daya sebar lebih besar daripada nilai Ftabel. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semua faktor (Span 80 dan Tween 80) serta interaksi keduanya secara statistik memiliki pengaruh yang bermakna terhadap respon daya sebar.
Berdasarkan perhitungan nilai efek secara desain faktorial (tabel IV) dan hasil perhitungan Yate’s treatment (tabel V) dapat diketahui bahwa faktor dominan dan yang secara statistik bermakna mempengaruhi respon daya sebar sediaan cold cream adalah faktor Tween 80. Berdasarkan hasil perhitungan efek Tween 80 bernotasi positif yang berarti faktor ini memberikan efek menaikkan daya sebar. Sedangkan hasil perhitungan efek menunjukkan bahwa Span 80 dan interaksi antara Span 80 dan Tween 80 memiliki notasi negatif yang menunjukkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(60)
efek yang ditimbulkan menurunkan daya sebar namun faktor ini kurang dominan untuk mempengaruhi daya sebar bila dibandingkan dengan faktor Tween 80. Dengan demikian dengan sedikit penambahan Tween 80 akan sangat mempengaruhi peningkatan daya sebar dari sediaan cold cream.
2. Viskositas
Berdasarkan perhitungan nilai efek yang ditunjukkan pada tabel IV, faktor Span 80 dan interaksi antara Span 80 dan Tween 80 menyebabkan terjadinya peningkatan respon viskositas (nilai efek positif). Sedangkan faktor Tween 80 menyebabkan terjadinya penurunan respon viskositas (nilai efek negatif). Profil pengaruh Span 80 (Gambar 5a) dan Tween 80 (Gambar 5b) terhadap viskositas ditunjukkan pada grafik di bawah ini.
hubungan span 80 terhadap viskositas (48 jam)
0 50 100 150
0 2 4 6 8
span 80 (g)
v is k o s ita s (d Pa .s )
Level rendah tween 80 Level tinggi tween 80
hubungan tween 80 terhadap viskositas (48 jam)
0 50 100 150
0 1 2 3 4
tween 80 (g)
v is k o s ita s (d Pa .s )
Level rendah span 80 Level tinggi span 80
Gambar 5a Gambar 5b
Gambar 5. Profil pengaruh Span 80 (a) dan Tween 80 (b) terhadap respon viskositas sediaan cold cream
Profil pengaruh Span 80 yang ditunjukkan pada gambar 5a dapat dilihat bahwa semakin banyak Span 80 yang digunakan pada sediaan cold cream, pada level rendah Tween 80 akan menyebabkan nilai respon viskositas semakin berkurang. Sedangkan semakin banyak Span 80 yang digunakan pada sediaan
(61)
42
cold cream, pada level tinggi Tween 80 akan menyebabkan nilai respon viskositas semakin bertambah. Pada gambar 5b dapat dilihat bahwa semakin banyak Tween 80 yang digunakan pada sediaan cold cream pada level rendah maupun level tinggi Span 80 akan menyebabkan nilai respon viskositas semakin berkurang. Penurunan nilai respon viskositas lebih besar terjadi pada level rendah Span 80. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan grafik yang lebih curam pada saat level rendah Span 80 daripada penurunan yang terjadi pada level tinggi Span 80. Interaksi yang terjadi antara dua faktor, Span 80 dan Tween 80, ditunjukkan dengan adanya 2 garis pada grafik yang tidak saling sejajar (berpotongan).
Analisis statistik dilakukan untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh penggunaan Span 80, Tween 80 atau interaksi keduanya terhadap nilai respon viskositas. Analisis dengan perhitungan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon viskositas ditampilkan pada tabel VI.
Tabel VI. Hasil perhitungan Yate’s treatment viskositas sediaan cold cream Source
of variation
Degrees of freedom
Sum of squares
Mean
squares Fhitung F(0,05)
Replicates 5 246,875 49,375
4,543
Treatment 3 3769,797
Tween 80 1 1584,375 1584,375 79,495 Bermakna
Span 80 1 759,375 759,375 38,101 Bermakna
Interaksi 1 1426,042 1426,042 71,551 Bermakna Experimental
error 15 298,958 19,931
Total 23
Hasil perhitungan harga Fhitung yang diperoleh dari Yate’s treatment yang ditampilkan pada tabel VI menunjukkan bahwa Fhitung faktor Tween 80, Span 80 dan interaksi keduanya terhadap respon respon viskositas lebih besar daripada nilai Ftabel. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semua faktor (Span 80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(62)
dan Tween 80) serta interaksi keduanya secara statistik memiliki pengaruh yang bermakna terhadap respon viskositas.
Berdasarkan perhitungan nilai efek secara desain faktorial (tabel IV) dan hasil perhitungan Yate’s treatment (tabel VI) dapat diketahui bahwa faktor dominan yang secara statistik bermakna mempengaruhi respon viskositas sediaan cold cream adalah faktor Tween 80. Berdasarkan hasil perhitungan efek Tween 80 bernotasi negatif yang berarti faktor ini memberikan efek menurunkan viskositas. Sedangkan hasil perhitungan efek menunjukkan bahwa Span 80 dan interaksi antara Span 80 dan Tween 80 memiliki notasi positif yang menunjukkan efek yang ditimbulkan meningkatkan viskositas namun faktor ini kurang dominan untuk mempengaruhi viskositas sediaan cold cream. Dengan demikian dengan sedikit penambahan Tween 80 akan sangat berpengaruh untuk menurunkan viskositas dari sediaan cold cream.
3. Stabilitas fisik emulsi
Berdasarkan perhitungan nilai efek yang ditunjukkan pada tabel IV, faktor Span 80, Tween 80 maupun interaksinya menyebabkan terjadinya penurunan respon stabilitas fisik emulsi (nilai efek negatif). Profil pengaruh Span 80 (Gambar 6a) dan Tween 80 (Gambar 6b) terhadap stabilitas fase ditunjukkan pada grafik di bawah ini.
(63)
44
Gambar 6a Gambar 6b
Gambar 6. Profil pengaruh Span 80 (a) dan Tween 80 (b) terhadap respon stabilitas fisik emulsi
Profil pengaruh Span 80 yang ditunjukkan pada gambar 6a dapat dilihat bahwa semakin banyak Span 80 yang digunakan pada sediaan cold cream, pada level rendah maupun level tinggi Tween 80 akan menyebabkan nilai respon stabilitas fase setelah 1 bulan semakin berkurang. Penurunan nilai respon stabilitas fisik emulsi setelah 1 bulan lebih besar terjadi pada level tinggi Tween 80. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan grafik yang lebih curam pada saat level tinggi Tween 80 daripada penurunan yang terjadi pada level rendah Tween 80. Pada gambar 6b dapat dilihat bahwa semakin banyak Tween 80 yang digunakan pada sediaan cold cream pada level rendah Span 80 tidak akan menyebabkan perubahan nilai respon stabilitas fisik emulsi. Sedangkan pada level tinggi Span 80 akan menyebabkan nilai respon stabilitas fisik emulsi setelah 1 bulan semakin berkurang. Interaksi yang terjadi antara dua faktor, Span 80 dan Tween 80, ditunjukkan dengan adanya 2 garis pada grafik yang tidak saling sejajar (berpotongan).
Analisis statistik dilakukan untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh penggunaan Span 80, Tween 80 atau interaksi keduanya terhadap nilai
hubungan span 80 terhadap stabilitas fisik emulsi
88 90 92 94 96 98 100 102
0 2 4 6 8
span 80 (g) stabilitas fisik emulsi (%)
Level rendah tween 80 Level tinggi tween 80
hubungan tween 80 terhadap stabilitas fisik emulsi
88 90 92 94 96 98 100 102
0 1 2 3 4
tween 80 (g) stabilitas fisik emulsi (%)
Level rendah span 80 Level tinggi span 80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(64)
respon stabilitas fisik emulsi. Analisis dengan perhitungan Yate’s treatment
dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon viskositas ditampilkan pada tabel VII.
Tabel VII. Hasil perhitungan Yate’s treatment stabilitas fisik emulsi Source
of variation
Degrees of freedom
Sum of squares
Mean
squares Fhitung F(0,05)
Replicates 5 6,833 1,367
4,543
Treatment 3 440,500
Tween 80 1 140,167 140,167 168,200 Bermakna
Span 80 1 160,167 160,167 192,200 Bermakna
Interaksi 1 140,167 140,167 168,200 Bermakna
Experimental
error 15 12,500 0,833
Total 23
Hasil perhitungan harga Fhitung yang diperoleh dari Yate’s treatment yang ditampilkan pada tabel VII menunjukkan bahwa Fhitung faktor Tween 80, Span 80 dan interaksi keduanya terhadap respon stabilitas fisik emulsi lebih besar daripada nilai Ftabel. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semua faktor (Span 80 dan Tween 80) serta interaksi keduanya secara statistik memiliki pengaruh yang bermakna terhadap respon stabilitas fisik emulsi.
Berdasarkan perhitungan nilai efek secara desain faktorial (tabel IV) dan hasil perhitungan Yate’s treatment (tabel VII) dapat diketahui bahwa faktor dominan yang secara statistik bermakna mempengaruhi respon stabilitas fisik emulsi adalah faktor Span 80. Berdasarkan hasil perhitungan efek Span 80 bernotasi negatif yang berarti faktor ini memberikan efek menurunkan stabilitas fisik emulsi. Berdasarkan hasil perhitungan efek ditunjukkan bahwa Tween 80
(65)
46
dan interaksi antara Span 80 dan Tween 80 juga memiliki notasi negatif yang menunjukkan efek yang ditimbulkan menurunkan stabilitas fisik emulsi namun faktor ini kurang dominan bila dibandingkan dengan faktor Span 80.
Penambahan Span80 dan Tween 80 dapat menyebabkan perubahan nilai HLB. Nilai HLB sediaan akan berubah sehingga tidak sesuai dengan RHLB yang dibutuhkan untuk membuat sediaan cold cream yang stabil. Hal inilah yang menyebabkan dengan adanya penambahan surfaktan (Span 80 dan Tween 80) dapat menyebabkan penurunan stabilitas sediaan.
4. Pergeseran viskositas
Berdasarkan perhitungan nilai efek yang ditunjukkan pada tabel IV, faktor Span 80, Tween 80 maupun interaksinya menyebabkan terjadinya peningkatan respon pergeseran viskositas (nilai efek positif). Profil pengaruh Span 80 (Gambar 7a) dan Tween 80 (Gambar 7b) terhadap pergeseran viskositas ditunjukkan pada grafik di bawah ini.
hubungan span 80 terhadap pergeseran viskositas 0 5 10 15 20
0 2 4 6 8
span 80 (g)
p e ru b a h a n v is k o s ita s (% )
Level rendah tween 80 Level tinggi tween 80
hubungan span 80 terhadap pergeseran viskositas 0 5 10 15 20
0 1 2 3 4
tween 80 (g)
p e ru b a h a n v is k o s ita s (% )
Level rendah span 80 Level tinggi span 80
Gambar 7a Gambar 7b
Gambar 7. Profil pengaruh Span 80 (a) dan Tween 80 (b) terhadap respon pergeseran viskositas sediaan cold cream setelah 1 bulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(66)
Profil pengaruh Span 80 yang ditunjukkan pada gambar 7a dapat dilihat bahwa semakin banyak Span 80 yang digunakan pada sediaan cold cream, pada level rendah maupun pada level tinggi Tween 80 akan menyebabkan nilai respon pergeseran viskositas. peningkatan nilai respon pergeseran viskositas lebih besar terjadi pada level tinggi Tween 80. Pada gambar 7b dapat dilihat bahwa semakin banyak Tween 80 yang digunakan pada sediaan cold cream pada level rendah maupun level tinggi Span 80 akan menyebabkan nilai respon viskositas setelah 1 bulan semakin meningkat. Peningkatan nilai respon viskositas setelah 1 bulan lebih besar terjadi pada level tinggi Span 80. Interaksi yang terjadi antara dua faktor, Span 80 dan Tween 80, ditunjukkan dengan adanya 2 garis pada grafik yang tidak saling sejajar (berpotongan).
Analisis statistik dilakukan untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh penggunaan Span 80, Tween 80 atau interaksi keduanya terhadap nilai respon pergeseran viskositas. Analisis dengan perhitungan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95% untuk respon daya sebar ditampilkan pada tabel VIII.
Tabel VIII. Hasil perhitungan Yate’s treatment pergeseran viskositas sediaan cold cream
Source of variation
Degrees of freedom
Sum of squares
Mean
squares Fhitung F(0,05)
Replicates 5 96,3739 19,2748
4,543
Treatment 3 582,3241
Tween 80 1 148,5699 148,5699 15,1456 Bermakna
Span 80 1 297,2427 297,2427 30,3017 Bermakna
Interaksi 1 136,5115 136,5115 13,9163 Bermakna Experimental
error 15 147,1415 9,8094
(1)
Fa =
exp
mean squares for a effect mean squares for erimental error
= 833 , 0 167 , 140 = 168,2
Fb =
exp
mean squares for b effect mean squares for erimental error
= 833 , 0 160,167 = 192,2 Fab =
exp
mean squares for b effect mean squares for erimental error
= 833 , 0 167 , 140 = 168,2
F tabel (1,15) dengan tingkat kepercayaan 95% adalah 4,5431
PERGESERAN VISKOSITAS
Replikasi b1 a1 b2 b1 a2 b2
1 11,111 11,539 10,000 16,667
2 7,692 8,000 5,263 16,667
3 4,000 8,696 10,000 24,000
4 4,167 12,000 5,556 12,500
5 4,000 4,348 5,556 20,000
6 4,167 4,167 0 17,391
Σ y2 = total sum of squares
Σ y2 = (11,111)2 + (11,539) 2 + (10) 2 + (16,667) 2 + (7,692) 2 + (8) 2 + (5,263) 2 + (16,667)2 + (4)2 + (8,696)2 + (10)2 + (24)2 + (4,167)2 + (12)2 + (5,556)2 + (12,5)2 + (4)2 + (4,348)2 + (5,556)2 + (20)2 + (4,167)2 + (4,167)2 + (0)2 + (17,391)2 -
24 4845 ,
227 2
= 2982,056 – 2156,217 = 825,8396
(2)
Ryy = 24 48 , 277 4 72 , 25 90 . 33 22 , 34 69 , 46 62 , 37 32 ,
49 2 2 2 2 2 2 2
= 2252,591 – 2156,216822 = 96,37389
Tyy = treatment sum of squares Tyy =
24 48 , 277 6 107,22 36,37 48,75
35,14 2 2 2 2 2
= 2738,540962 – 2156,216822 = 582,32
Eyy = experimental error sum of squares = 825,84 - 96,37 - 582,32
= 147,1415
Ayy = sum of squares associated with the different level of a = 24 48 , 277 12 143,60
83,89 2 2 2
= 2304,786748 - 2156,216822 = 148,57
Byy = sum of squares associated with the different level of b = 24 48 , 277 12 155,97
71,512 2 2
= 2453,45954 - 2156,216822 = 297,24
AByy = Tyy – Ayy – Byy = 582,32– 148,57– 297,24 = 136,51
(3)
Source of variation Degrees of freedom Sum of squares Mean
squares Fhitung F(0,05)
Replicates 5 96,3739 19,2748
4,543
Treatment 3 582,3241
Tween 80 1 148,5699 148,5699 15,1456 Bermakna Span 80 1 297,2427 297,2427 30,3017 Bermakna Interaksi 1 136,5115 136,5115 13,9163 Bermakna Experimental
error
15 147,1415 9,8094
Total 23
Fa =
exp
mean squares for a effect mean squares for erimental error
= 8094 , 9 5699 , 148 = 15,1456
Fb =
exp
mean squares for b effect mean squares for erimental error
= 8094 , 9 297,3017 = 30,3017 Fab =
exp
mean squares for b effect mean squares for erimental error
= 8094 , 9 5115 , 136 = 13,9163
(4)
1. Daun binahong 2. Proses maserasi
3. Ekstrak daun binahong 4. Proses pembuatan cold cream
5. Formula 1 6. Formula a
7. Formula b 8. Formula ab
(5)
(6)
Robertus Rudi Sasongko lahir di Yogyakarta pada tanggal 19 November 1985, merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Andreas Slamet Suharno dan Elisabeth Suharni. Penulis skripsi berjudul “OPTIMASI FORMULA SPAN 80 DAN TWEEN 80 DALAM SEDIAAN COLD CREAM EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (ten.) Steenis.) DENGAN METODE DESAIN FAKTORIAL” ini telah
menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Kanisius Jetis Depok Minggir, Sleman pada tahun 1992 lalu melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Kanisius Jetis Depok Minggir, Sleman pada tahun 1992 hingga 1998. Penulis melanjutkan pendidikan menengah di SMP Budi Mulia Minggir, Sleman pada tahun 1998 hingga tahun 2001 dan SMU Kolese de Britto Yogyakarta pada tahun 2001 hingga tahun 2004. Setamat dari SMU, penulis melanjutkan kuliah S1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis pernah memiliki pengalaman kerja sebagai asisten pengawas ujian akhir semester. Selain itu penulis juga mengikuti kegiatan di Universitas Sanata Dharma dalam bidang keorganisasian diantaranya menjadi anggota JMKI (Jaringan Mahasiswa Kesehatan Indonesia), Paduan Suara Fakultas “Veronica”.