PENGARUH PERILAKU BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP STRES KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI (Studi Kasus : Mahasiswa Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur).

(1)

PENGARUH PERILAKU BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP STRES KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI

(Studi Kasus : Mahasiswa Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur)

SKRIPSI

Disusun oleh: Widi Indra Setiaji 0613010183 / FE / EA

Kepada

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR


(2)

SKRIPSI

PENGARUH PERILAKU BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP STRES KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI

(Studi kasus Mahasiswa Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur)

Yang diajukan Widi Indra Setiaji 0613010183 / FE / EA

disetujui untuk Ujian Lisan oleh

Pembimbing Utama

Drs. Ec. Eko Riyadi, M. Aks Tanggal :... NIP. 030 222 237

Mengetahui Ketua Progdi Akuntansi

Dr. Sri Trisnaningsih, MSi NIP. 1965092919922032001


(3)

SKRIPSI

PENGARUH PERILAKU BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP STRES KULIAH

(Studi Kasus: Mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur)

Disusun Oleh: Widi Indra Setiaji 0613010183/FE/EA telah dipertahankan di hadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 27 Mei 2011

Tim Penguji:

Pembimbing Utama Ketua

Drs. Ec. Eko Riyadi, M. Aks Drs. Ec. Tamadoy Thamrin, MM

Sekretaris

Drs. Ec. Eko Riyadi, M. Aks

Anggota

Dra. Diah Hari S., MSi, Ak. Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia serta bimbingannya, sehingga penulisan skripsi yang saya buat sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana ekonomi, jurusan Akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Jawa Timur dengan judul:  “Pengaruh Perilaku Belajar dan Kecerdasan

Emosional terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi ( Studi Kasus Mahasiswa Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur)”.

Tentunya dalam proses penulisan ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam hal ini secara khusus peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, M.P selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Rahman Amrulloh Suwaidi, MS selaku Wakil Dekan 1 Fakultas


(5)

4. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, SE, MSi selaku Ketua Progdi Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5. Bapak Drs. Ec. Eko Riyadi, M. Aks selaku Dosen Pembimbing Utama yang

telah sabar memberikan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis demi sempurnanya penyusunan penelitian ini.

6. Seluruh staf pengajar dan karyawan di lingkungan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, khususnya segenap Dosen Jurusan Akuntansi yang telah membekali peneliti pengetahuan-pengetahuan yang sangat berguna dan berharga.

7. Secara khusus dengan rasa hormat menyampaikan terima kasih

sedalam-dalamnya kepada Ayah, Ibu dan kakak tercinta yang telah memberikan banyak dorongan, semangat serta doa restu, baik secara moril maupun materiil.

8. Teman-teman mahasiswa Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur angkatan 2007 yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner, sebagai instrumen yang digunakan penulis dalam penelitian.

9. Sahabat-sahabat penulis mahasiswa jurusan akuntansi angkatan tahun 2006 yang telah memberikan dukungan sepenuhnya kepada penulis.

10. Serta semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga terselesaikannya skripsi ini.


(6)

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna kesempurnaan usulan penelitian ini.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak demi kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi khususnya. Amin.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Surabaya, Mei 2011


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAKSI... xii

BAB I : PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Rumusan Masalah... 9

1.3. Tujuan Penelitian... 9

1.4. Manfaat Penelitian... 10

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1. Penelitian Terdahulu... 11

2.2. Landasan Teori... 17

2.2.1. Akuntansi Perilaku... 17

2.2.1.1. Pengertian Akuntansi Keperilakuan... 18

2.2.1.2. Dimensi Akuntansi Keperilakuan... 19

2.2.1.3. Hubungan Akuntansi Keperilakuan dengan Stres Kuliah... 21

2.2.2. Perilaku Belajar... 22


(8)

2.2.2.2. Kebiasaan Belajar... 23

2.2.2.3. Aspek Belajar... 24

2.2.3. Kecerdasan Emosional... 30

2.2.3.1. Pengertian Kecerdasan Emosional... 30

2.2.3.2. Komponen Kecerdasan Emosional... 32

2.2.4. Stres Kuliah... 34

2.2.4.1. Pengertian Stres... 34

2.2.4.2. Penyebab Stres... 36

2.2.4.3. Dampak Stres... 38

2.2.4.4. Mengelola Stres... 40

2.2.5. Pengaruh Perilaku Belajar terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi... 43

2.2.6. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi... 47

2.2.7.Pengaruh Perilaku Belajar dan Kecerdasan Emosional tehadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi... 47

2.3. Kerangka Pikir... 49

2.4. Pengembangan Hipotesis... 49

BAB III : METODE PENELITIAN... 50

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 50

3.1.1. Definisi Operasional……… 50

3.1.2. Pengukuran Variabel………... 51


(9)

3.2.1. Populasi... 53

3.2.2. Sampel... 53

3.3. Pengumpulan Data... 55

3.3.1. Jenis Data... 55

3.3.2. Sumber Data... 55

3.3.3. Teknik Pengumpulan Data... 55

3.4. Teknik Analisis... 56

3.5. Uji Validitas, Uji Reliabilitas, dan Uji Normalitas... 57

3.5.1. Uji Validitas... 57

3.5.2. Uji Reliabilitas... 58

3.5.3. Uji Normalitas... 58

3.6. Uji Asumsi Klasik………... 59

3.6.1. Multikolinieritas………... 59

3.6.2. Heterokedastisitas... 60

3.7. Uji Hipotesis………... 61

3.7.1. Uji F………... 61

3.7.2. Uji t………... 62

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 63

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian... 63

4.1.1. Sejarah Singkat Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur... 63

4.1.2. Falsafah, Visi, Misi, dan Tujuan... 66


(10)

4.1.2.2. Visi Yayasan... 66

4.1.2.3. Visi Universitas... 66

4.1.2.4. Misi... 66

4.1.2.5. Tujuan... 67

4.1.3. Struktur Organisasi... 67

4.1.4. Profil Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur... 68

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian... 71

4.2.1. Rekapitulasi Jawaban Variabel Perilaku Belajar (X1) 71 4.2.2. Rekapitulasi Jawaban Variabel Kecerdasan Emosional (X2)... 73

4.3.3. Rekapitulasi Jawaban Variabel Stres Kuliah (Y)... 75

4.3. Uji Kualitas Data... 77

4.3.1 Uji Validitas... 77

4.3.2. Uji Reliabilitas... 81

4.3.3. Uji Normalitas... 81

4.4. Uji Asumsi Klasik... 82

4.4.1. Multikolinieritas... 82

4.4.2. Heterokedastisitas... 83

4.5. Analisis Regresi Linier Berganda... 84

4.5.1.Persamaan Regresi... 84

4.5.2.Koefisien Determinasi... 86


(11)

4.5.3.1.Uji F... 87

4.5.3.2.Uji t... 88

4.6 Pembahasan Hasil Penelitian... 89

4.7. Konfirmasi Hasil Penelitian dengan Tujuan dan Manfaat Penelitian... 91

4.8. Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu... 92

4.9. Keterbatasan Penelitian... 94

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 95

5.1. Kesimpulan... 96

5.2. Saran... 97

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. : Proses Belajar Mengajar... 25 Gambar 2.2. : Hubungan Proses Belajar dan Nilai... 27 Gambar 2.3. : Kerangka Pikir... 49 Gambar 4.1. : Struktur Organisasi Universitas Pembangunan Nasional


(13)

Tabel 4.15.: Rangkuman Penelitian Terdahulu...95

DAFTAR TABEL Tabel 4.1. : Rekapitulasi Jawaban Variabel Perilaku Belajar... 71

Tabel 4.2. : Rekapitulasi Jawaban Variabel Kecerdasan Emosional... 73

Tabel 4.3. : Rekapitulasi Jawaban Variabel Stres Kuliah... 76

Tabel 4.4. : Hasil Pengujian Validitas Kuesioner untuk Variabel Perilaku Belajar (X1)... 77

Tabel 4.5. : Hasil Pengujian Validitas Kuesioner untuk Kecerdasan Emosional (X2)... ... 78 Tabel 4.6. : Hasil Pengujian Validitas Kuesioner untuk Variabel Stres Kuliah (Y)... 80

Tabel 4.7. : Hasil Uji Reliabilitas... 81

Tabel 4.8. : Hasil Uji Normalitas... 82

Tabel 4.9. : Hasil Uji Multikolinieritas... 83

Tabel 4.10.: Hasil Uji Heterokedastisitas... 83

Tabel 4.11.: Persamaan Regresi... 84

Tabel 4.12.: Pengaruh Variabel... 86

Tabel 4.13.: Hasil Uji F Variabl Bebas dengan Variabel Terikat... 87


(14)

DAFTAR L MPIRAN

Lampiran 3 : itulasi Jawaban Responden Variabel Kecerdasan Emosional

Lampiran 6 : aliditas dan Uji Reliabilitas Variabel Kecerdasan Emosional

Uji Reliabilitas Variabel Stres Kuliah (Y)

dastisitas ampiran 10 : Uji Analisis Regresi Linier Berganda

A

Lampiran 1 : Kuesioner

Lampiran 2 : Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Perilaku Belajar (X1)

Rekap (X2)

Lampiran 4 : Rekapitulasi Jawaban Responden Variabel Stres Kuliah (Y) Lampiran 5 : Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Variabel Perilaku Belajar (X1)

Uji V (X2)

Lampiran 7 : Uji Validitas dan Lampiran 8 : Uji Normalitas

Lampiran 9 : Uji Multikolinieritas dan Uji Heteroke L


(15)

PENGARUH PERILAKU BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP STRES KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI

(Studi Kasus: Mahasiswa Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur)

Oleh

Widi Indra Setiaji

Abstraksi

Perilaku belajar didefinisikan sebagai kebiasaan belajar. Kebiasaan belajar yang jelek disebabkan oleh kurangnya kesadaran mahasiswa mengenai makna belajar di perguruan tinggi, sehingga mahasiswa tersebut merasa frustasi dalam menjalankan proses belajar. Proses belajar mengajar berkaitan dengan kecerdasan emosional mahasiswa. Kecerdasan emosional ini mampu melatih kemampuan mahasiswa tersebut, yaitu kemampuan untuk mengelola perasaannya, memotivasi dirinya, tegar dalam menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang reaktif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Kecerdasan emosi berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman.

Penelitian ini dilakukan pada 115 mahasiswa akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur angkatan tahun 2007 dengan data primer berupa kuesioner. Alat analisis yang digunakan adalah regresi. Hasil analisis kemudian di analisis dengan uji asumsi klasik serta uji F dan uji t statistik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku belajar memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap stres kuliah responden, sedangkan kecerdasan emosional memberikan pengaruh signifikan dan negatif terhadap stres kuliah responden. Variabel perilaku belajar mempunyai pengaruh positif terhadap stres kuliah. Pengaruh positif ini menunjukkan pengaruh yang searah (sama), artinya jika perilaku belajar meningkat mengakibatkan stres kuliah juga ikut meningkat, begitu pula sebaliknya. Variabel kecerdasan emosional mempunyai pengaruh negatif terhadap stres kuliah. Pengaruh negatif ini menunjukkan pengaruh yang terbalik, artinya jika kecerdasan emosional meningkat mengakibatkan stres kuliah menurun, begitu pula sebaliknya.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Survey Lembaga Independen tentang peringkat kualitas perguruan tinggi di dunia menunjukkan bahwa hanya terdapat lima universitas di Indonesia yang berada di peringkat 500 dunia yaitu UI, UGM, ITB, ITS, dan UNDIP. Hal ini sangat memperihatinkan karena dibanding Malaysia misalnya, di mana jumlah universitas Malaysia yang masuk 500 top university jauh lebih banyak dibanding Indonesia. Fenomena di atas menunjukkan bahwa kinerja universitas di Indonesia yang merupakan salah satu lembaga yang berperan penting dalam mencetak sumber daya manusia sangat tertinggal jauh dibanding negara Malaysia misalnya (Ilyas, 2007: 2).

Meskipun kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah, tetapi pertumbuhan perguruan tinggi cukup pesat. Hal ini terbukti dengan banyak berdirinya perguruan tinggi di 12 kopertis seluruh Indonesia yang sampai tahun 2005 telah tercatat kurang lebih 1775 perguruan tinggi menurut Japarianto (2006: 44) yang meliputi:

1. Seratus dua belas perguruan tinggi negeri yang mencakup Institut Negeri, Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Politeknik Negeri, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Sekolah Tinggi Negeri (STN), Universitas Islam Negeri (UIN), Universitas Negeri.


(17)

2. Seribu enam ratus enam puluh tiga perguruan tinggi swasta yang mencakup Akademik, Sekolah Tinggi, Politeknik, Institut, dan Universitas.

Berdasarkan data tersebut dapat dirinci lebih lanjut bahwa jumlah perguruan tinggi di Jawa Timur telah tercatat kurang lebih sebanyak 278 perguruan tinggi, yang terdiri dari 16 perguruan tinggi negeri 262 perguruan tinggi swasta. Sedangkan untuk kota Surabaya tercatat ada 278 perguruan tinggi, enam adalah perguruan tinggi negeri dan 49 perguruan tinggi swasta (Japarianto, 2006: 44).

Perguruan tinggi merupakan jenjang terakhir pengelolaan manusia dalam pendidikan formal. Dalam proses, terutama setelah pengolahan ini, individu diharapkan harus sudah memiliki keterampilan dan pengetahuan memadai sebagai bekal hidup dalam masyarakat, memiliki sikap positif bagi pengembangan diri lebih lanjut dan sikap menghargai kepentingan masyarakat dan kepentingan negaranya. Tujuan perguruan tinggi yang mengandung unsur-unsur tersebut di atas, merupakan tugas yang cukup berat bagi individu yang belajar di dalamnya. Hal lain yang lebih kompleks adalah struktur dan sistem perguruan tinggi serta pendekatan dan metode belajar mengajar yang kompleks dan berbeda dibanding pendidikan sebelumnya (Mudjijanti, 2006: 80).

Ada dua tujuan yang terlibat dan saling menunjang dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi, yang pertama adalah tujuan lembaga pendidikan dalam menyediakan sumber pengetahuan dan pengalaman


(18)

belajar, sedangkan yang kedua adalah tujuan individual mereka yang belajar (mahasiswa) (El-Qudsy, 2008: 1).

Belajar merupakan hak setiap orang, akan tetapi kegiatan belajar di suatu perguruan tinggi merupakan suatu hak istimewa karena hanya orang yang memenuhi syarat saja yang berhak belajar di perguruan tinggi tersebut. Dengan pengakuan tersebut, harapan adalah bahwa seseorang yang mengalami proses belajar secara formal akan mempunyai wawasan, pengetahuan, keterampilan, kepribadian, dan perilaku tertentu sesuai dengan apa yang ingin dituju oleh lembaga pendidikan (El-Qudsy, 2008: 1).

Kebiasaan belajar mahasiswa erat kaitannya dengan penggunaan waktu, baik untuk belajar maupun untuk kegiatan lain yang menunjang belajar. Belajar yang efisien dapat dicapai apabila menggunakan strategi yang tepat, yaitu dengan mengatur waktu antara saat mengikuti kuliah, belajar di rumah, belajar bersama, dan untuk mengikuti ujian. Dorongan untuk membiasakan belajar dengan baik perlu diberikan karena akan mengarah pada suatu pembentukan sikap dalam bertindak (Afifah, 2004: 3).

Akuntansi keperilakuan dalam hal ini sangat berperan penting dalam hal dorongan untuk membiasakan belajar dengan baik khususnya bagi mahasiswa akuntansi. Selain itu, akuntansi keperilakuan juga dapat merancang sistem informasi untuk mempengaruhi motivasi, moral, dan produktivitas mahasiswa akuntansi. Perilaku belajar mahasiswa akuntansi dapat dilihat dari kebiasaan mahasiswa akuntansi dalam mengikuti dan


(19)

memantapkan pelajaran, kebiasaan membaca buku teks, kunjungan ke perpustakaan, serta kebiasaan menghadapi ujian (Afifah, 2004: 3).

Banyak contoh di sekitar kita membuktikan bahwa orang yang memiliki kecerdasan otak saja, atau banyak memiliki gelar yang tinggi belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Bahkan seringkali yang berpendidikan formal lebih rendah ternyata banyak yang lebih berhasil. Kebanyakan program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (IQ) saja, padahal yang diperlukan sebenarnya adalah bagaimana mengembangkan kecerdasan hati, seperti ketangguhan, inisiatif, optimisme, kemampuan beradaptasi yang kini telah menjadi dasar penilaian baru. Saat ini begitu banyak orang berpendidikan dan tampak begitu menjanjikan, namun karirnya terhambat atau lebih buruk lagi, tersingkir, akibat rendahnya kecerdasan emosional mereka (Melandy dan Aziza, 2006: 2).

Hasil survei yang dilakukan di Amerika Serikat tentang kecerdasan emosional menjelaskan bahwa apa yang diinginkan oleh pemberi kerja tidak hanya keterampilan teknik saja melainkan dibutuhkan kemampuan dasar untuk belajar dalam pekerjaan yang bersangkutan. Di antaranya adalah kemampuan mendengarkan dan berkomunikasi lisan, adaptasi, kreatifitas, ketahanan mental terhadap kegagalan, kepercayaan diri, motivasi, kerjasama tim, dan keinginan memberi kontribusi terhadap perusahaan. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan mampu mengendalikan emosinya sehingga dapat menghasilkan optimalisasi pada fungsi kerjanya (Melandy dan Aziza, 2006: 2).


(20)

Proses yang dijalani selama menuntut ilmu di perguruan tinggi secara langsung ataupun tidak langsung akan melatih kecerdasan emosional. Proses belajar mengajar dalam berbagai aspeknya bisa jadi meningkatkan kecerdasan emosional mahasiswa. Kecerdasan emosional ini mampu melatih kemampuan mahasiswa tersebut, yaitu kemampuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi dirinya sendiri, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang reaktif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Kemampuan-kemampuan ini mendukung seorang mahasiswa dalam mencapai tujuan dan cita-citanya (Melandy dan Aziza, 2006: 3).

Sebagai mahasiswa, individu diharapkan mempunyai semangat hidup tinggi, rasa optimis yang besar, dan motif berprestasi yang tinggi. Dengan adanya motif berprestasi yang tinggi yang mempunyai sifat-sifat, seperti selalu berusaha mencapai prestasi optimal, selalu memandang masa depannya dengan rasa optimis, diharapkan mahasiswa dapat sukses dalam menjalani kehidupan di perguruan tinggi, dan mempunyai prestasi yang optimal. Namun demikian, kenyataan yang dihadapi mahasiswa tidak seperti yang diharapkan. Berbagai masalah dialami mahasiswa dan tidak sedikit mahasiswa yang mengalami gangguan mental. Cobaan yang bertubi-tubi seperti ada satu mata kuliah yang telah diulang beberapa kali tetapi masih juga belum lulus dapat menyebabkan mahasiswa pesimis terhadap masa depannya, keinginan untuk semakin surut, yang akhirnya dapat


(21)

mempengaruhi motif berprestasinya, sehingga dapat menyebabkan stres kuliah (Prabandari, 1989: 19).

Selama menuntut ilmu di perguruan tinggi, mahasiswa terkadang merasa bosan dan tertekan dengan kuliahnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran mahasiswa mengenai makna belajar di perguruan tinggi yang akan sangat menentukan sikap dan pandangan belajar di perguruan tinggi. Keadaan mahasiswa yang merasa bosan dan tertekan ini dapat menyebabkan mahasiswa mengalami stres (Marita, dkk., 2008: 1).

Stres merupakan respon terhadap tekanan yang dirasakan seseorang dalam berbagai situasi sehingga dapat menyebabkan gangguan psikologis pada diri seseorang. Gangguan psikologis dapat disebabkan oleh tekanan-tekanan atau beban yang berlebihan dapat pula terjadi dalam lingkungan perkuliahan di suatu perguruan tinggi (Marita, dkk., 2008).

Belum lama ini terdengar berita mengenai kasus bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa Indonesia pada waktu dan lokasi yang berlainan. Bahkan salah satunya adalah mahasiswa yang menempuh pendidikan di luar negeri. Penyebab dari kasus-kasus bunuh diri tersebut adalah bahwa mahasiswa yang bersangkutan mengalami stres kuliah.

Menurut data yang dihimpun oleh detik.com, pada tanggal 15 Desember 2008, seorang mahasiswa bernama Hendrawan Winata, mahasiswa UPI YAI Salemba nekat mengakhiri hidupnya dengan meloncat dari lantai 13 Fakultas Ekonomi, Universitas Atmajaya, Jakarta. Diduga Hendrawan bunuh diri karena stres kuliah. Hendrawan depresi karena


(22)

kuliahnya tidak kunjung selesai, padahal Hendrawan sudah menempuh kuliah selama delapan tahun (www.detiknews.com).

Di bulan yang sama, yaitu tanggal 17 Desember 2008, seorang mahasiswi Psikologi Universitas Indonesia bernama Nova Mirawati diduga bunuh diri dengan cara melompat dari lantai tujuh Pusat Grosir Cililitan (PGC) Jakarta Timur. Menurut hasil pemeriksaan, belakangan ini Nova memang tampak stres karena nilai-nilai mata kuliahnya merosot (www.detiknews.com).

Kasus serupa juga dialami oleh David Hartanto Wijaya, mahasiswa

tingkat akhir asal Indonesia yang kuliah di Fakultas Teknik Elektro dan Elektronika Universitas Teknologi Nanyang (NTU) itu bunuh diri setelah menikam dosen pembimbingnya, Profesor Chan Kap Lup (45), pada tanggal 2 Maret 2009. David mengalami stres karena beasiswa yang diterimanya telah dicabut akhir bulan lalu. Padahal, skripsi yang dikerjakannya cukup sulit dan butuh waktu lama untuk menyelasaikannya (www.detiknews.com).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa

Strata Satu (S1) program studi akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Angkatan Tahun 2007 sebanyak 161 orang. Peneliti memilih obyek penelitian di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur karena peneliti ingin mengetahui tingkat stres kuliah yang dirasakan mahasiswa akuntansi yang kuliah di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Peneliti memilih subyek penelitian yaitu mahasiswa akuntansi angkatan tahun 2007 karena peneliti mengasumsikan bahwa subyek penelitian tersebut telah mengalami proses


(23)

pembelajaran yang lama dan sedang mengerjakan tugas akhir, sehingga beban yang dirasakan semakin berat dibandingkan dengan mahasiswa yang baru mengikuti perkuliahan.

Setelah dilakukan survey pendahuluan terhadap beberapa mahasiswa akuntansi di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” sendiri, hanya sedikit sekali mahasiswa akuntansi yang mengalami stres kuliah, di antaranya adalah seorang mahasiswa yang ke mana-mana selalu diantar orang tuanya, seorang mahasiswa yang sudah menempuh skripsi, namun oleh dosen pembimbingnya, topik yang diangkat oleh mahasiswa tersebut kurang sesuai, sehingga membuat mahasiswa tersebut harus berulang kali merevisi, seorang mahasiswa yang bekerja dituntut oleh perusahaannya untuk bekerja dengan sangat maksimal hingga lembur, sehingga kuliah yang ditempuhnya menjadi tak kunjung usai, dan lain sebagainya.

Berdasarkan fenomena-fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa

mahasiswa tingkat akhir cenderung mengalami stres kuliah, bahkan sampai bunuh diri. Beberapa penelitian terdahulu banyak mengangkat masalah mengenai stres kerja, oleh karena itu pada penelitian saat ini, peneliti mencoba mengangkat mengenai masalah stres kuliah yang dialami oleh mahasiswa. Peneliti berasumsi bahwa kecerdasan emosional akan meningkat sesuai dengan kematangan umur seseorang, sehingga hasilnya penelitian kecerdasan emosional dengan karyawan belum tentu sama dengan hasil penelitian kecerdasan emosional pada mahasiswa.


(24)

Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Perilaku

Belajar dan Kecerdasan Emosional Terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi (Studi Kasus: Mahasiswa Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur)”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah perilaku belajar dan kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi berpengaruh terhadap stres kuliah?

2. Apakah perilaku belajar mahasiswa akuntansi berpengaruh terhadap stres kuliah?

3. Apakah kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi berpengaruh

terhadap stres kuliah?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka

tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menguji secara empiris apakah ada pengaruh antara perilaku belajar dan kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi, khususnya mahasiswa (S1) program studi akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur angkatan tahun 2007 yang menempuh studi dan tidak cuti kuliah, terhadap stres kuliah.


(25)

 

10

1.4. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain:

1. Bagi Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan yang bermanfaat dalam mengenali mahasiswanya sesuai kematangan mereka untuk menciptakan suasana kelas yang tidak menimbulkan stres kuliah.

2. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mempelajari manfaat kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa sehingga secara tidak langsung mahasiswa akan belajar untuk mengelola kecerdasan emosional dengan baik dan menggunakan perilaku belajar yang baik dalam menghadapi stres kuliah.

3. Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Beberapa hasil penelitian yang memiliki hubungan dengan

penelitian sekarang adalah sebagai berikut:

1. Mulyati (2009)

a. Judul

“Pengaruh Konflik Peran Dan Stres Kerja Terhadap Komitmen Organisasi.”

b. Rumusan Masalah

i. Apakah konflik peran berpengaruh terhadap komitmen organisasi

akuntan publik?

ii. Apakah stres kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasi

akuntan publik?

iii. Apakah konflik peran dan stres kerja berpengaruh terhadap

komitmen organisasi akuntan publik?

c. Hipotesis

i. Konflik peran berpengaruh terhadap komitmen organisasi akuntan publik.

ii. Stres kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasi akuntan publik.


(27)

iii. Konflik peran dan stres kerja berpengaruh terhadap komitmen organisasi akuntan publik.

d. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh konflik peran dan stres kerja yang dialami akuntan publik terhadap komitmen organisasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada responden akuntan publik khususnya pada auditor junior didapatkan bahwa konflik peran dan stres kerja tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Dari hasil analisis tersebut juga didapat bahwa konflik peran mempunyai hubungan yang positif terhadap komitmen organisasi dimana tingkat korelasinya sebesar 0,218 yang berarti terjadi hubungan yang lemah dan searah. Selain itu dilihat dari analisis korelasi didapat bahwa stres kerja mempunyai hubungan yang negatif dengan komitmen organisasi yaitu sebesar -0,113. berarti terjadi hubungan yang lemah tetapi tidak searah.

2. Amilin dan Dewi (2008)

a. Judul

“Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Akuntan

Publik Dengan Role Stress Sebagai Variabel Moderating.”

b. Rumusan Masalah

i. Apakah interaksi antara komitmen organisasional dengan konflik peran berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor?


(28)

ii. Apakah interaksi antara komitmen organisasional dengan ketidakjelasan peran berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja auditor?

c. Hipotesis

i. Dengan konflik peran yang rendah, maka komitmen organisasi akan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor.

ii. Dengan ketidakjelasan peran yang rendah, maka komitmen organisasi akan berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja auditor.

d. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa variabel ketidakjelasan peran bukanlah variabel yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Hanya variabel komitmen organisasi yang berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan kerja.

3. Arbadiati dan Kurniati (2007)

a. Judul

“Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Kecenderungan Problem Focused Coping Pada Sales”.

b. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecenderungan problem focused coping pada sales?


(29)

c. Hipotesis

Ada hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan kecenderungan problem focused coping pada sales.

d. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan dengan arah positif antara kecerdasan emosi dengan kecenderungan problem focused coping pada sales. Semakin tinggi kecerdasan emosi, semakin tinggi pula kecenderungan problem focused coping pada sales.

4. Marita, dkk. (2008)

a. Judul

“Kajian Empiris atas Perilaku Belajar dan Kecerdasan Emosional dalam Mempengaruhi Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi”

b. Rumusan Masalah

i. Apakah kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa akuntansi berpengaruh secara signifikan terhadap stres kuliah? ii. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh secara signifikan

terhadap stres kuliah?

iii. Apakah perilaku belajar mahasiswa akuntansi berpengaruh secara signifikan terhadap stres kuliah?

c. Hipotesis

i. Kecerdasan emosional dan perilaku belajar berpengaruh terhadap stres kuliah.


(30)

ii. Kecerdasan emosional (kemampuan pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan kemampuan sosial) berpengaruh terhadap stres kuliah.

iii. Perilaku belajar mahasiswa akuntansi (kebiasaan mengikuti

pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke perpustakaan dan kebiasaan menghadapi ujian) berpengaruh terhadap stres kuliah d. Kesimpulan

Persamaan regresi linier berganda menunjukkan bahwa

kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa jurusan akuntasi, keduanya memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap stres kuliah responden. Hasil uji F variabel kecerdasan emosional dan perilaku belajar, menunjukkan variabel kecerdasan emosional dan perilaku belajar secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap stres kuliah. Hasil uji t variabel kecerdasan emosional dan perilaku belajar, menunjukkan kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa jurusan akuntansi secara parsial berpengaruh negatif terhadap stres kuliah

5. Sudjianto (2010)

a. Judul

“Pengaruh Perilaku Belajar Dan Kecerdasan Emosional Terhadap


(31)

b. Rumusan Masalah

Apakah perilaku belajar dan kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi STIESIA berpengaruh secara signifiak terhadap stres kuliah?

c. Hipotesis

Perilaku belajar dan kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi STIESIA mempunyai pengaruh signifikan terhadap stres kuliah. d. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh antara perilaku belajar dan kecerdasan emosional terhadap stres kuliah mahasiswa S1 program studi akuntansi STIESIA Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti dapat mengambil simpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan pengujian uji F pada analisis regresi linier berganda, disimpulkan bahwa variabel perilaku belajar dan kecerdasan emosional secara simultan mempengaruhi stres kuliah mahasiswa S1 Program studi akuntansi STIESIA Surabaya.

2. Berdasarkan pengujian uji t pada analisis regresi linier berganda, disimpulkan bahwa perilaku belajar secara parsial tidak mempengaruhi stres kuliah mahasiswa S1 program studi akuntansi STIESIA Surabaya, sedangkan kecerdasan emosional secara parsial berpengaruh terhadap stres kuliah.


(32)

Adapun persamaan pada penelitian yang dilakukan sekarang ini dengan penelitian terdahulu adalah dari segi variabel yaitu perilaku belajar, kecerdasan emosional dan stres kuliah, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah subyek dan obyek penelitian yang berbeda yaitu pada penelitian terdahulu meneliti mahasiwa Strata saru (S1) progdi akuntansi STIESIA Angkatan tahun 2006, sedangkan pada penelitian yang dilakukan sekarang meneliti mahasiwa Strata satu (S1) progdi akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran “ Jawa Timur Angkatan tahun 2007. Oleh karena itu penelitian sekarang bukan merupakan replikasi dari penelitian terdahulu.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Akuntansi Keperilakuan

Awal perkembangan akuntansi keperilakuan menekankan pada aspek akuntansi manajemen, khususnya pada pembuatan anggaran. Tetapi domain dalam hal ini terus berkembang dan bergeser ke arah akuntansi keuangan, sistem informasi akuntansi, dan audit. Perkembangan yang pesat dari akuntansi keperilakuan lebih disebabkan karena akuntansi secara simultan dihadapkan pada ilmu-ilmu sosial menyeluruh mengenai bagaimana perilaku manusia mempengaruhi data akuntansi dan keputusan bisnis, serta bagaimana akuntansi mempengaruhi keputusan bisnis dan perilaku manusia (Iksan dan Ishak, 2005: 16).


(33)

2.2.1.1. Pengertian Akuntansi Keperilakuan

Akuntansi merupakan suatu sistem untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan oleh para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan bisnis. Tujuan informasi tersebut adalah memberikan petunjuk dalam memilih tindakan yang paling baik untuk mengalokasikan sumber daya yang langka pada aktivitas bisnis dan ekonomi. Namun pemilihan dan penetapan suatu keputusan bisnis juga melibatkan aspek-aspek keperilakuan dari para pengambil keputusan. Dengan demikian, akuntansi tidak dapat dilepaskan dari aspek perilaku manusia serta kebutuhan organisasi akan informasi yang dapat dihasilkan oleh akuntansi (Iksan dan Ishak, 2005: 1). Menurut Siegel dan Marconi (1989), ilmu keperilakuan mencakup

bidang riset manapun yang mempelajari, baik melalui metode eksperimentasi maupun observasi, perilaku dari manusia dalam lingkungan fisik maupun sosial. Tujuan dari ilmu keperilakuan adalah untuk memahami, menjelaskan, dan memprediksikan perilaku manusia sampai pada generalisasi yang ditetapkan mengenai perilaku manusia yang didukung oleh bukti empiris yang dikumpulkan secara impersonal melalui prosedur yang terbuka untuk peninjauan maupun replikasi dan dapat diverifikasi oleh ilmuwan lainnya yang tertarik (Iksan dan Ishak, 2005: 25).

Ilmu keperilakuan mempunyai kaitan dengan penjelasan dan

prediksi keperilakuan manusia. Akuntansi keperilakuan menghubungkan antara keperilakuan manusia dengan akuntansi. Akuntansi keperilakuan diterapkan dengan praktis menggunakan riset ilmu keperilakuan untuk


(34)

menjelaskan dan memprediksikan perilaku manusia (Iksan dan Ishak, 2005: 27).

Riset akuntansi keperilakuan menurut Iksan dan Ishak (2005: 9) merupakan bidang baru yang secara luas berhubungan dengan perilaku individu, kelompok, dan organisasi bisnis, terutama yang berhubungan dengan proses informasi akuntansi dan audit. Riset akuntansi keperilakuan meliputi masalah yang berhubungan dengan:

1. Pembuatan keputusan dan pertimbangan oleh akuntan dan auditor.

2. Pengaruh dari fungsi akuntansi, seperti partisipasi dalam penyusunan anggaran, karakteristik sistem informasi, dan fungsi audit terhadap perilaku, baik karyawan, manajer, investor, maupun wajib pajak.

3. Pengaruh hasil dari fungsi tersebut, seperti informasi akuntansi dan penggunaan pertimbangan dalam pembuatan keputusan.

2.2.1.2. Dimensi Akuntansi Keperilakuan

Dimensi akuntansi keperilakuan berkaitan dengan perilaku manusia dan juga dengan desain, konstruksi, serta penggunaan suatu sistem informasi akuntansi yang efisien. Akuntansi keperilakuan, dengan mempertimbangkan hubungan antara perilaku manusia dan sistem akuntansi, mencerminkan dimensi sosial dan budaya manusia dalan suatu organisasi (Iksan dan Ishak, 2005: 23).

Ruang lingkup akuntansi keperilakuan menurut Iksan dan Ishak (2005: 24), yang meliputi antara lain:


(35)

1. Aplikasi dari konsep ilmu keperilakuan terhadap desain dan konstruksi sistem akuntansi.

2. Studi reaksi manusia terhadap format dan isi laporan akuntansi.

3. Cara dengan mana informasi diproses untuk membantu dalam

pengambilan keputusan.

4. Pengembangan teknik pelaporan yang dapat mengkomunikasikan

perilaku para pemakai data.

5. Pengembangan strategi untuk memotivasi dan mempengaruhi perilaku, cita-cita, serta tujuan dari orang-orang yang menjalani organisasi.

Secara umum, lingkup dari akuntansi keperilakuan menurut Iksan dan Ishak (2005: 24) dapat dibagi menjadi tiga bidang besar, yaitu:

1. Pengaruh perilaku manusia berdasarkan desain, konstruksi, dan

penggunaan sistem akuntansi. Bidang dari akuntansi keperilakuan ini mempunyai kaitan dengan sikap dan filosofi manajemen yang mempengaruhi sifat dasar pengendalian akuntansi yang berfungsi dalam organisasi.

2. Pengaruh sistem akuntansi terhadap perilaku manusia. Bidang dari akuntansi keperilakuan ini berkenaan dengan bagaimana sistem akuntansi mempengaruhi motivasi, produktivitas, pengambilan keputusan, kepuasan kerja, serta kerja sama.

3. Metode untuk memprediksi dan strategi untuk mengubah perilaku manusia. Bidang ketiga dari akuntansi keperilakuan ini mempunyai


(36)

hubungan dengan cara sistem akuntansi digunakan sehingga mempengaruhi perilaku

2.2.1.3. Hubungan Akuntansi Keperilakuan dengan Stres Kuliah

Akuntansi keperilakuan menghubungkan antara keperilakuan

manusia dan akuntansi (Iksan dan Ishak, 2005: 40). Ada banyak faktor kompleks yang terkait dengan perilaku manusia. Faktor-faktor tersebut mencakup kebutuhan individu dan motivasi, tekanan kelompok, tuntutan organisasi, sejarah pribadi dan latar belakang individu yang unik, konflik pesan dari dalam dan luar organisasi, tuntutan waktu, sosial, serta tanggung jawab pribadi (Iksan dan Ishak, 2005: 29).

Perilaku belajar yang dilakukan oleh mahasiswa akuntansi

merupakan bagian dari perilaku manusia. Seperti yang dikatakan oleh Iksan dan Ishak (2005: 40) akuntansi keperilakuan menggunakan metodologi ilmu pengetahuan perilaku untuk melengkapi gambaran informasi dengan mengukur dan melaporkan faktor manusia yang mempengaruhi keputusan bisnis dan hasil mereka (Iksan dan Ishak, 2005: 4).

Perilaku seorang pria yang kecerdasan emosionalnya tinggi adalah secara sosial mantap, mudah bergaul dan jenaka, tidak mudah takut atau gelisah. Mereka berkemampuan besar untuk melibatkan diri dengan orang-orang atau permasalahan, untuk memikul tanggung jawab, dan

mempunyai pandangan moral, simpatik dan hangat dalam


(37)

secara emosional cenderung bersikap tegas dan mengungkapkan perasaan mereka secara langsung, dan memandang dirinya sendiri secara positif, mudah bergaul dan ramah, mampu mengungkapkan perasaan dengan takaran yang wajar, dan mampu menyesuaikan diri dengan beban stres (Goleman, 2007: 60).

2.2.2. Perilaku Belajar

Suwarjono (2004: 11) menyatakan bahwa belajar di perguruan tinggi merupakan suatu pilihan srategik dalam mencapai tujuan individual seseorang. Semangat, cara belajar, dan sikap mahasiswa terhadap belajar sangat dipengaruhi oleh kesadaran akan adanya tujuan individual dan tujuan lembaga pendidikan yang jelas. Keselarasan tujuan akan menjadikan belajar di perguruan tinggi merupakan kegiatan yang menyenangkan tanpa meninggalkan scientific vigor perguruan tinggi.

2.2.2.1. Pengertian Perilaku Belajar

Iksan dan Ishak (2005: 29) mengatakan bahwa perilaku menekankan pada interaksi antara orang-orang dan bukan pada rangsangan fisik serta diterangkan dalam hubungannya dengan ilmu sosial, pengaruh sosial, dan ilmu dinamika sosial.

Belajar merupakan kegiatan individual, kegiatan yang sengaja

dipilih secara sadar karena seseorang mempunyai tujuan individual tertentu (Suwardjono, 2004: 12).


(38)

Sedangkan perilaku belajar menurut Rampengan (1997) dalam Afifah (2004: 15) sering disebut juga kebiasaan belajar yang merupakan dimensi belajar yang dilakukan individu secara berulang-ulang sehingga menjadi otomatis dan spontan.

2.2.2.2. Kebiasaan Belajar

Menurut Giyono (1993) kebiasaan belajar dapat berlangsung melalui tiga cara, yaitu memperoleh reinforcement, classical conditioning, belajar moderen. Apabila model ini mendapat reinforcement terhadap tindakannya, maka akan menjadi kebiasaan (Marita, dkk., 2008: 4).

Surachmad (2001) dalam Marita, dkk., (2008: 8) mengemukakan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku belajar yang baik, yaitu:

1. Kebiasaan mengikuti dan memantapkan pelajaran 2. Kebiasaan membaca buku

3. Kebiasaan kunjungan ke perpustakaan 4. Kebiasaan menghadapi ujian

Dampak kebiasaan belajar yang jelek bertambah berat ketika kebiasaan itu membiarkan mahasiswa dapat lolos tanpa gagal (Calhoun dan Acocella, 1995). Gagne (1988) menjelaskan bahwa hasil belajar dapat dihubungan dengan terjadinya suatu perubahan, kecakapan atau kepandaian seseorang dalam proses pertumbuhan tahap demi tahap (Marita, dkk., 2008: 4).


(39)

2.2.2.3. Aspek Belajar

Apapun tujuan yang ingin dicapai melalui belajar di perguruan

tinggi, akhirnya tujuan tersebut harus dicapai dalam bentuk unit kegiatan belajar mengajar yang disebut kuliah. Kuliah merupakan bentuk interaksi antara dosen, mahasiswa, dan pengetahuan/keterampilan. Pemahaman dan persepsi mengenai hubungan ketiga faktor tersebut sangat menentukan keberhasilan proses belajar (Suwardjono, 2004: 1)

Beberapa aspek yang berkaitan dengan kegiatan konkret belajar

menurut Suwardjono (2004: 2), antara lain: 1. Makna Kuliah

Arti kuliah pada umumnya diperoleh mahasiswa bukan karena

kesadarannya tentang arti kuliah yang sebenarnya tetapi karena pengalaman mahasiswa dalam mengikuti kuliah. Kesan yang keliru akan mengakibatkan adanya kesenjangan persepsi tujuan antara lembaga pendidikan, dosen dan mahasiswa sehingga proses belajar-mengajar yang efektif menjadi terhambat. Pada Gambar 2.1 (a) menunjukkan kuliah dan dosen dianggap merupakan sumber pengetahuan utama sehingga catatan kuliah merupakan jimat yang ampuh dan dosen merupakan dewa pengetahuan. Lingkungan belajar seperti ini menempatkan dosen menjadi seperti tukang sulap yang kelihatan pintar tetapi hanya karena mengetahui muslihat-muslihat yang sengaja disembunyikan dan kemudian menjual pengetahuan tersebut melalui loket kuliah. Mahasiswa memperoleh pengetahuan sedikit demi sedikit dari tangan dosen seperti


(40)

membeli kue diwarung. Kekeliruan persepsi ini bukan semata-mata kesalahan mahasiswa karena persepsi tersebut dapat timbul justru dari sikap dosen yang secara tidak sadar telah menciptakan kondisi demikian. Akibatnya, mahasiswa kebanyakan mempunyai perilaku untuk hanya datang, duduk, dengar dan catat (D3C). Karena pendekatan pengendalian proses belajar mengajar di kelas yang kurang mendukung maka mahasiswa tidak usah datang kuliah tetapi memfotocopy saja catatan mahasiswa lain.

Gambar 2.1. Proses Belajar Mengajar (a)

Pengetahuan / Keterampilan

Dosen

Mahasiswa

(b)

Mahasiswa Dosen

Sumber : Suwardjono (2004: 3)

Pengetahuan / Keterampilan

Kalau tujuan individual akan dicapai secara efektif, arti kuliah harus diredefinisi dan arti kuliah yang telah diredefinisi harus dilaksanakan secara konsekuen seperti pada gambar 2.1 (b). Dengan


(41)

konsep ini, pengetahuan dan keterampilan merupakan barang bebas. Mahasiswa dan dosen mempunyai kedudukan yang sama dalam akses terhadap pengetahuan. Dosen berbeda dengan mahasiswa karena wawasan dan pengalaman-pengalaman berharga yang dimilikinya yang berkaitan dengan pengetahuan tersebut karena mereka telah mengalami proses belajar dan karena pergaulannya dengan para praktisi atau karena riset atau penelitian yang dilaksanakannya. Dengan demikian, kuliah harus diartikan senagai forum diskusi antara dosen dengan mahasiswa untuk mengkonfirmasi pemahaman mahasiswa terhadap pengetahuan bebas yang dimiliki dosen tersebut.

2. Fungsi Temu Kelas

Proses belajar merupakan kegiatan yang terencana dan kuliah

merupakan kegiatan untuk memperkuat pemahaman mahasiswa terhadap materi pengetahuan sebelum hasil kegiatan belajar mandiri. Bila pada awal temu kelas mahasiswa telah menyiapkan diri sebelumnya maka mahasiswa telah mempunyai pengetahuan awal yang cukup memadai. Kesepakatan antara dosen dan mahasiswa dalam bentuk rencana/program belajar dan silabus merupakan keharusan dalam penyelenggaraan pendidikan. Sehingga, kuliah atau temu kelas akan diartikan sebagai ajang untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman antara dosen dan mahasiswa.


(42)

Nilai yang diperoleh peserta didik mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai ukuran keberhasilan peserta didik dalam mempelajari mata kuliah dan sekaligus sebagai alat evaluasi keberhasilan mata kuliah itu sendiri. Dalam hal tertentu, nilai yang diperoleh mahasiswa memang merupakan indikator kesuksesan mahasiswa dalam menempuh kuliah, tetapi mungkin bukan merupakan ukuran keberhasilan pencapaian tujuan atau sasaran pengajaran mata kuliah dalam mengubah pengetahuan, perilaku, atau kepribadian mahasiswa termasuk penalarannya. Bagi mahasiswa yang mempunyai tujuan individual yang jelas, nilai bukan merupakan tujuan tetapi lebih merupakan konsekuensi logis dari apa yang dilakukannya selama mengikuti proses belajar. Bila penyelenggaraan kuliah memungkinkan seorang mahasiswa dapat memperoleh nilai tinggi tanpa mahasiswa tersebut mengalami proses belajar yang semestinya maka mata kuliah dan proses belajarnya sebenarnya belum mengajarkan apapun kepada mahasiswa. Hubungan antara nilai dan proses belajar dapat ditunjukkan dalam gambar 2.2.

Gambar 2.2.

Hubungan Proses Belajar dan Nilai Alat evaluasi

Proses Belajar

Ujian Nilai

Tanpa proses belajar


(43)

Gambar 2.2. menunjukkan bahwa apabila penyelenggaraan kuliah memungkinkan seorang mahasiswa dapat memperoleh nilai tinggi tanpa mahasiswa tersebut mengalami atau menjalani proses belajar yang semestinya, maka mata kuliah dan proses belajarnya sebenarnya belum mengajarkan apa-apa kepada mahasiswa. Apabila proses belajar dianggap hal yang penting dari sekedar nilai ujian, maka pengendalian proses belajar harus menjadi perhatian utama. Persepsi mahasiswa yang keliru mengenai hal ini akan menyebabkan mahasiswa merasa frustasi menjalankan proses belajar

4. Konsepsi tentang Dosen

Dalam proses belajar-mengajar yang efektif, dosen semestinya harus dipandang sebagai seorang manajer kelas. Sumber pengetahuan utama adalah buku, perpustakaan, artikel dalam majalah, hasil penelitian, dan media cetak atau audio visual lainnya. Dalam teknologi pendidikan, dikatakan bahwa dosen bertindak sebagai director, facilitator, motivator, dan evaluator proses belajar.

5. Kemandirian dalam Belajar

Kemandirian belajar adalah hasil suatu proses dan pengalaman

belajar itu sendiri. Kemandirian belajar harus dimulai sejak pertama kali mahasiswa memasuki perguruan tinggi. Hal ini dimungkinkan jika terdapat buku pegangan yang memadai yang dapat dijadikan pegangan


(44)

bersama antara dosen dan mahasiswa. Agar kemandirian dapat terbentuk, tugas dosen adalah mengarahkan, memotivasi, memperlancar, dan mengevaluasi proses belajar mandiri mahasiswa, sehingga temu kelas akan diisi dengan hal-hal yang bersifat konseptual dan temu kelas akan merupakan ajang konfirmasi pemahaman mahasiswa terhadap materi dan tugas yang harus dikerjakan di luar jam temu kelas.

6. Konsep Memiliki Buku

Buku merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

belajar. Buku adalah sumber pengetahuan yang harus dibaca, ditulisi, dicoret-coret, ditempeli artikel, dan “diajak berdialog”, sehingga buku tersebut akan menjadi bagian dari pribadi seseorang. Jika buku yang dibeli tetap bersih dan tidak pernah diajak berdialog, maka seseorang sebenarnya hanya memiliki kertas bergambar garis dan huruf dan seandainya buku tersebut hilang, maka tidak ada rasa lain kehilangan apapun karena buku yang sama dapat segera dibeli di toko buku. Lain halnya jika buku tersebut telah dibaca dan dipahami serta diberi tanda-tanda khusus pada bagian-bagian yang dianggap penting dan menarik, maka apabila buku tersebut hilang, seseorang akan merasa seperti kehilangan kekasih. Sementara itu ada juga yang membeli buku kemudian memberinya sampul dan membuka serta membacanya secara hati-hati agar buku tersebut tidak rusak dengan harapan setelah selesai


(45)

digunakan untuk memempuh suatu kuliah, buku tersebut dapat dijual kembali.

7. Kemampuan Berbahasa

Kemampuan berbahasa dan menggunakan bahasa sebagai alat ekspresi buah pikiran bukan merupakan sesuatu yang gifted, tetapi merupakan keterampilan yang harus dipelajari dengan penuh kesadaran. Namun banyak mahasiswa yang merasa dapat berbahasa (bahasa Indonesia khususnya) bukan karena mempelajarinya secara sadar akan tetapi memperolehnya secara ilmiah. Jika seseorang ingin mencapai dan menikmati pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan ilmiah, maka bahasa yang dikuasai secara alamiah harus ditingkatkan menjadi bahasa ilmiah.

2.2.3. Kecerdasan Emosional

2.2.3.1. Pengertian Kecerdasan emosional

Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan kata dan angka yang menjadi fokus di pendidikan formal dan sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses di bidang akademis. Tetapi definisi keberhasilan hidup tidak hanya ini saja. Pandangan baru yang berkembang mengatakan bahwa ada kecerdasan lain di luar kecerdasan intelektual (IQ), seperti bakat, ketajaman pengamatan sosial, hubungan sosial, kematangan emosional, dan lain-lain yang harus juga dikembangkan (Melandy dan Aziza, 2006: 5).


(46)

Temuan Wechsler (1958) dalam Trisniwati dan Suryaningsum (2003) mendefinisikan kecerdasan sebagai keseluruhan kemampuan seseorang untuk bertindak bertujuan, untuk berpikir rasional, dan untuk berhubungan dengan lingkungannya secara efektif. Temuan Wechsler ini mengidentifikasikan, selain aspek kognisi, aspek non-kognisi juga berpengaruh dalam mencapai keberhasilan hidup. Kematangan dan kedewasaan menunjukkan kecerdasan dalam hal emosi. Mayer, dalam Goleman (2000), menyimpulkan bahwa kecerdasan emosi berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman dari kanak-kanak hingga dewasa, lebih penting lagi bahwa kecerdasan emosional dapat dipelajari (Suryaningsum, dkk : 2004: 353).

Menurut Wibowo (2002) kecerdasan emosional adalah untuk menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan emosi, sehingga memberikan dampak yang positif (Melandy dan Aziza, 2006: 5).

Goleman (2007) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilih kepuasan dan mengatur suasana hati. Sementara Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan


(47)

emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi (Suryaningsum, dkk., 2004: 353)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan-kemampuan untuk mengendalikan diri, mengelola emosi diri, kemampuan untuk mengatasi masalah, dan kemampuan untuk memotivasi diri. Menurut Mu’tadin (2002) terdapat tiga unsur penting kecerdasan emosional yang terdiri dari : kecakapan pribadi (mengelola diri sendiri); kecakapan sosial (menangani suatu hubungan) dan keterampilan sosial (kepandaian menggugah tanggapan yang dikehendaki pada orang lain) (Melandy dan Aziza, 2006: 5).

2.2.3.2. Komponen Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosi menurut Cooper dan Sawaf adalah merupakan

faktor penentu perusahaan dalam karier dan organisasi, termasuk dalam pembuatan keputusan, kepemimpinan, melakukan terobosan teknis dan stategis, komunikasi yang terbuka dan jujur, kerja sama dan hubungan saling mempercayai, serta mengembangkan kreativitas dan daya inovasi (Suryaningsum, dkk., 2004: 353).

Ciri-ciri kecerdasan emosional meliputi kemampuan, seperti

kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak


(48)

melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 2007: 45).

Komponen kecerdasan emosional menurut Goleman (2007: 58)

dibagi menjadi lima wilayah utama, yaitu: 1. Pengenalan Diri (Kesadaran Diri)

Kesadaran diri adalah mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman diri. Orang yang memiliki keyakinan yang lebih tentang perasaannya adalah pilot yang andal bagi kehidupan mereka karena mempunyai kepekaan lebih tinggi akan perasaan mereka yang sesungguhnya atas pengambilan keputusan-keputusan masalah pribadi.

2. Pengendalian Diri (Penguasaan Diri)

Menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan pas adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Orang-orang yang buruk kemampuannya dalam keterampilan ini akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan.

3. Memotivasi Diri Sendiri

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri, serta untuk berkreasi. Kendali diri


(49)

emosional adalah menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati. Orang-orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan. 4. Mengenali Emosi Orang Lain (Empati)

Empati, kemampuan yang juga bergantung pada kesadaran diri emosional merupakan keterampilan dalam dasar pergaulan. Orang yang empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki oleh orang lain.

5. Membina Hubungan (Kemampuan Sosial)

Seni membina hubungan, sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Ini merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi. Orang-orang yang hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain.

2.2.4. Stres Kuliah

2.2.4.1. Pengertian Stres

Terjadinya proses stres didahului oleh adanya sumber stres (stresor) yaitu setiap keadaan yang dirasakan orang mengancam dan membahayakan dirinya. Istilah stres atau ketegangan memiliki konotasi yang beragam. Bagi sementara orang, stres dapat menggambarkan keadaan


(50)

psikhis yang telah mengalami berbagai tekanan yang melampaui batas ketahanannya. Sementara orang lain mengatakan stres bersifat subyektif hanya berhubungan dengan kondsi-kondisi psikologis dan emosi seseorang. Ada pula yang menganggap stres dan ketegangan merupakan faktor sebab akibat. Namun banyak orang cenderung mengangap stres sebagai tanggapan patologos (proses penyimpangan kondisi biologis yang sehat) terhadap tekanan-tekanan psikologis dan sosial yang berhubungan pekerjaan dan lingkungannya (Marita, dkk., 2008: 6).

Menurut Zimbardo dalam bukunya yang berjudul “Psychology and life” yang dimaksud dengan stres adalah respons atau reaksi dari individu (seseorang) secara fisiologik dan psikologik yang bersifat non spesifik terhadap tuntutan atau tantangan lingkungan terhadap integritas individu tersebut (Suhartin, 1999:34).

Sedangkan menurut Hall dalam bukunya yang berjudul Psychology Today, stres adalah suatu istilah yang tidak mempunyai arti yang tepat, terkadang didefinisikan sebagai suatu rangsang yang memberikan ketegangan untuk mana seseorang harus menyesuaikannya secara fisiologik atau psikologik, terkadang didefinisikan sebagai respons interval (dalam) terhadap beberapa situasi yang mengganggu (Suhartin, 1999:34)


(51)

2.2.4.2. Penyebab Stres

Menurut Hall dalam Suhartin (1999:37), penyebab stres antara lain: 1. Keadaan atau rangsang yang menekan, seperti misalnya kematian orang

yang yang dicintai, tugas yang berat, keadaan jalan macet, kemarahan boss, ditekan waktu dalam bekerja, problem yang sulit dipecahkan, tujuan yang sulit dicapai, dan sebagainya.

2. Golongan kedua adalah timbulnya konflik. Yang dimaksud dengan

konflik dalam naskah ini adalah dua pilihan atau lebih, pilihan mana sulit dilaksanakan karena pilihan yang merupakan pilihan yang dilematis. Jadi konflik tersebut merupakan konflik dalam diri sendiri.

3. Sebab yang ketiga adalah apa yang disebut frustasi yaitu keadaan tegang akibat dari tidak tercapainya suatu tujuan. Sebagai contoh, ingin lulus ujian, tetapi tidak lulus, ingin naik pangkat atau jabatan, tetapi tidak dapat naik, melamar gadis, ditolak oleh gadis, dan sebagainya. Situasi semacam ini dapat menimbulkan apa yang disebut frustasi, sebagai gilirannya mengakibatkan stres.

Menurut Andraeni (2003) penyebab terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya tahan stres seseorang (Amilin dan Dewi, 2008:15).

Davis dan Newstrom dalam Amilin dan Dewi (2008:15) menyebutkan stres kerja disebabkan :


(52)

1. Adanya tugas yang terlalu banyak. 2. Supervisor yang kurang pandai.

3. Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. 4. Kurang mendapat tanggung jawab yang memadai.

5. Ambiguitas/ketidakjelasam peran adalah kurangnya pemahaman atas

hak-hak, hak-hak istimewa dan kewajiban yang dimiliki seseorang untuk melakukan pekerjaaa.

6. Perbedaan nilai perusahaan. 7. Frustasi.

8. Perubahan tipe pekerjaan.

9. Konflik peran adalah adanya ketidakcocokan antara harapan-harapan yang berkaitan dengan suatu peran.

Menurut Rahim (1996) dalam Mulyati (2009) menyebutkan bahwa karakteristik pekerjaan yang menyebabkan sumber stres kerja secara konseptual terdiri dari lima dimensi, yaitu sebagai berikut :

1. Physical Environment

Lingkungan tempat bekerja yang tidak mendukung terselenggaranya proses bekerja yang baik.

2. Role conflict

Mengindikasikan suatu tingkatan dimana individu mengalami ketidaksesuaian antara permintaan dan komitmen dari suatu peran.


(53)

Mengindikasikan suatu tingkatan dimana kriteria prioritas, harapan (expectations), dan evaluasi tidak disampaikan secara jelas kepada pegawai.

4. Role Overload

Mengindikasikan suatu tingkatan dimana permintaan kerja melebihi kemampuan pegawai dan sumber daya lainnya, serta suatu keadaan dimana pegawai tidak mampu menyelesaikan beban kerja yang direncanakan.

5. Role Insufficiency

Mengindikasikan suatu kondisi dimana pendidikan, training, keterampilan, dan pengalaman pegawai tidak sesuai dengan job requirements.

2.2.4.3. Dampak Stres

Menurut para ahli psikologi pada dasarnya akibat atau pengaruh

terhadap seseorang yang mengalaminya bersifat subyektif atau relatif. Maksudnya stres yang secara obyektif rendah, dapat dirasakan oleh seseorang sebagai stres yang tinggi, misalnya tidal lulus ujian komprehensif(mempertahankan tugas riset, memnuat skripsi atau thesis), sampai yang bersangkutan mengalami depresi. Padahal peristiwa tersebut bagi orang lain tidak sampai menimbulkan depresi (rasa tertekan yang sangat dalam), walaupun memang menimbulkan kekecewaan tetapi segera


(54)

hilang dan segera belajar lagi untuk ujian ulangan yang akan datang (Suhartin, 1999:35).

Sesuai pendapat Selye, yang bertahun-tahun menyelidiki masalah stres, respons trhadap stres ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkat, yaitu darurat (alarm), perlawanan (resistance), dan kepayahan (exhaustion). Bila sseorang mengalami stres misalnya kematian orang yang sangat dicintainya, pertama-tama ia mengalami shock, yang mengikuti counter shock (usaha melawan shock). Dalam fase permulaan seperti ini syaraf tak sadar atau syaraf autonom pemicu peningkatan pengeluaran hormon yang dikeluarkan olh klenjar adrenalin (adrenal glands). Bila stres dalam fase pertama ini berlangsung secara hebat (overwhelming), dapat berakibat fatal yaitu kematian. Bila berhasil dalam perlawanan tingkat (fase) prtama ini, maka stres akan berhenti. Akan tetapi bila tidak berhasil maka berarti stres terus berjalan. Dalam hal ini terjadilah fas kedua yaitu fase perlawanan (resistance). Fase ini disebut stres syndrome, gejalanya yaitu pembentukan kelenjar adrenalin, pengkerutan dari kelenjar thymus dan getah bening, serta perut besar mulai memborok (ulcerated stomach) (Suhartin, 1999:36).

Perlawanan ini (resistance) dapat berakhir dalam beberapa hari, beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan. Jika berakhir, maka produksi hormon yang berkelebihan berhenti, alias mencapai tingkat normal. Akan tetapi jika perlawanan gagal, maka terjadilah fase kepayahan (exhauston), yang mengakibatkan sistem endokrin meningkat, tingkat hormon meningkat, dan fisik perlawanan terhadap shock berulang kembali. Pada


(55)

fase ini sistem pertahanan tubuh menjadi musuh yang paling jahat. Peningkatan arus hormon dalam fase perlawanan. Fase ini (exhauston), melipat gandakan kerja dalam mengaktifkan hormon, mengakibatkan tambahan stres. Sesuai pendapat Selye (1956), bila stres tingkat ini tidak dapat dicegah maka kemungkinan mati yang bersangkutan besar. Bahkan bila penderita mengalami perasaan tidak tertolong dan depresi, maka tidak ayal lagi terjadinya percobaan bunuh diri. Dalam usaha perlawanan yang tidak berhasil alias stres berlangsung berkepanjangan, yang berarti pertahanan fisik juga berkepanjangan sesuai Zimbardo dapat berakibat “psychosomatic disorder” (kekacauan yang bersifat rohani). Hal ini bisa berakibat beberapa gejala penyakit misalnya bisul usus (ulcer), tekanan darah tinggi, sakit pinggang bagian bawah, migraine (sakit kepala sebelah), radang kulit, asthma, dan sebagainya (Suhartin, 1999:36).

2.2.4.4. Mengelola Stres

Menurut Suhartin (1999:38) cara-cara penanggulangan stres adalah sebagai berikut :

a. Cara-cara menghadapi stres baik pada anak-anak remaja maupun dewasa sebenarnya kebanyakan sebagai hasil dari pendidikan sewaktu kanak-kanak. Orang dewasa yang ketika anak-anak terbiasa menghadapi permasalahan atau stres akan lebih mudah mengatasi stres daripada orang dewasa yang ketika kanak-kanak selalu dimanja, selalu dituruti kemauannya, selalu dibantu menyelesaikan permasalahannya. Tidak


(56)

pernah ditolak kemauannya terhadap sesuatu, ini berarti tidak pernah latihan menghadapi stres. Sebagai contoh anak berteriak menanyakan dimana sepatunya. Sebagai reaksi orang tua, dapat langsung mencarikan sepatu anak tersebut. Tetapi hal ini tidak mendidik menyelesaikan masalah stres. Tindakan yang benar adalah disuruh mencari sndiri, paling-paling orang tua hanya memberi pengarahan “coba kemarin membukanya dimana”. Anak menjawab “didalam kamar ibu”. Dengan cara-cara semacam ini maka anak terbiasa menghadapi permasalahan yang berarti juga menghadapi stres. Perlu diingatkan kembali tiap permasalahan dapat menimbulkan stres, baik dirasakan sebagai stres berat maupun ringan. Keuntungan latihan pemecahan permasalahan tersebut, kecuali berarti latihan menghadapi stres, juga mempercepat kemandirian dan kedewasaan.

b. Dalam hidup sehari-hari apalagi di kota-kota besar, yang penuh

permasalahan, seyogyanya kita bertindak preventif (pencegahan) dengan cara siap mengatasinya. Sebagai contoh, berangkat ke kantor dengan naik mobil, seyogyanya mobil di periksa mulai dari air radiator, air accu, oli mesin, rem, versneling, bensin, dan sebagainya. Walaupun merasa “safe”, tetap siap mental untuk menghadapi kemacetan lalu lintas. Untuk menghadapi kemacetan dapat menyiapkan makanan, minuman, kaset (lagu-lagu). Karena bila ada kemacetan total usaha yang dilaksanakan hanya berdoa, dan menghibur diri, dengan mnerima kenyataan. Untuk menghadapi stres dalam pekerjaan memang yang pokok berusaha


(57)

profesional dalam tugasnya dengan banyak belajar melalui macam-macam cara seperti kursus, seminar, penataran, membaca, bertanya dan seterusnya. Orang cakap bekerja jarang yang kena stres, karena pekerjaannya. Selanjutnya siap menerima kenyataan dengan berserah kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui doa. Oleh karena itu perlu dibiasakan mau bekerja apapun dimulai dengan berdoa. Demikian penjagaan preventif dalam mengantisipasi datangnya keadaan stres. c. Dua hal yang diuraikan diatas adalah berhubungan dengan pelatihan

menghadapi stres pada kanak-kanak dan antisipasi yang bersifat preventif dalam menghadapi kedatangan atau pengalaman stres. Pada bagian ini penulis akan menguraikan cara-cara mnghadapi stres yang terjadi (stres situasion). Menurut Hall dalam “Psychology Today” dikatakan bahwa dalam menghadapi stres pada dasarnya ada 3 macam yaitu memecahkan permasalahan yang menyebabkan stres (problem solving), menerima keadaan atau kenyataan (acceptance) dan menggunakan mekanisme pertahanan (defence mechanism).

Problem focused coping adalah usaha untuk mengurangi kebutuhan dalam situasi yang penuh stres atau menambah usaha untuk meredakannya. Menurut Smet (1994) seseorang cenderung menggunakan pendekatan problem focused coping, ketika mereka percaya bahwa sumber stres atau situasi dapat diubah. Menurut Kutash dan Schlesinger (1980) problem focused coping adalah usaha untuk berdamai dengan stres, baik itu merubah


(58)

perilaku seseorang dalam mengatasi masalah maupun merubah kondisi lingkungan yang penuh stres itu sendiri (Arbadiati dan Kurniati, 2007: 24).

Strategi problem focused coping menurut Sarafino (1994) dalam (Arbadiati dan Kurniati, 2007: 24), meliputi:

1. Merencanakan Pemecahan Masalah

Menganalisis situasi untuk mendapatkan solusi dan kemudian mengambil tindakan langsung untuk memperbaiki keadaan.

2. Menghadapi Masalah

Dengan mengambil tindakan asertif. 3. Mencari Dukungan Sosial

Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan bantuan dan berusaha untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan stresor.

2.2.5. Pengaruh Perilaku Belajar terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi

Perilaku manusia adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau genetika. Sedangkan belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Sehingga oleh Rampengan (1997) dalam Afifah (2004: 15) perilaku belajar didefinisikan sebagai kebiasaan belajar yang merupakan dimensi belajar yang dilakukan individu secara berulang-ulang sehingga menjadi otomatis dan spontan.


(59)

Banyak teori-teori mengenai proses pembelajaran dalam perilaku belajar pada manusia, yaitu :

1. Teori belajar Behavioristik (Tingkah Laku)

Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku. Tidak lain adalah perubahan dalam tingkah laku sbagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons. Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami mahasiswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons. Para ahli yang banyak berkarya dalam teori ini antara lain Thorndike (1911), Watson (1963), Hull (1943) dan Skinner (1968) (Hamzah, 2006: 7).

2. Teori belajar Kognitif

Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi pengamat aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan pross berpikir yang sangat kompleks. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri sorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Teori ini dikembangkan oleh Piaget (1975), Ausbel (1968) dan Bruner (1960) (Hamzah, 2006: 10). 3. Teori belajar Humanistik

Bagi penganut teori ini proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Dari keempat teori belajar, teori humanistik


(60)

inilah yang paling abstrak, yang paling mendekati dunia filsafat daripada dunia pendidikan. Teori ini lebih tertarik pada ide blajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam dunia keseharian. Teori ini dikembangkan oleh Ausubel (1968), Bloom dan Krathwohl, Kolb, Honey dan Mumford serta Habermas (Hamzah, 2006: 13).

4. Teori belajar Sibernetik

Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi. Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi. Asumsi lain dari teori sibernetik ini adalah bahwa tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi, yang cocok untuk semua mahasiswa. Oleh karena itu, sebuah informasi mungkin akan dipelajari seorang mahasiswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama itu mungkin akan dipelajari mahasiswa lain melalui pross belajar yang berbeda (Hamzah, 2006: 17).

Semua teori-teori diatas adalah teori-teori tentang tata cara proses perilaku belajar yang baik bagi manusia, khususnya bagi mahasiswa sendiri. Suwardjono (2004: 10) menyatakan bahwa belajar di perguruan tinggi merupakan suatu pilihan srategik dalam mencapai tujuan individual seseorang. Semangat, cara belajar, dan sikap mahasiswa terhadap belajar sangat dipengaruhi oleh kesadaran akan adanya tujuan individual dan tujuan lembaga pendidikan yang jelas.


(61)

Hal-hal yang berhubungan dengan perilaku belajar yang baik menurut Surachmad (2001) dapat dilihat dari kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke perpustakaan, dan kebiasaan menghadapi ujian. Calhoun dan Acocella (1995) menyatakan bahwa dampak kebiasaan belajar yang jelek bertambah berat ketika kebiasaan itu membiarkan mahasiswa dapat lolos tanpa gagal (Marita, dkk., 2008: 8).

Kebiasaan belajar yang jelek disebabkan oleh kurangnya kesadaran mahasiswa mengenai makna belajar di perguruan tinggi. Akibatnya adalah banyak mahasiswa yang lebih mementingkan nilai daripada proses belajar yang benar, sehingga mahasiswa tersebut merasa frustasi atau stres dalam menjalankan proses belajar (Suwardjono: 2004).

Mahasiswa terkadang merasa bosan dan tertekan dengan kuliahnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran mahasiswa mengenai makna belajar di perguruan tinggi yang akan sangat menentukan sikap dan pandangan belajar di perguruan tinggi yang pada akhirnya akan sangat menentukan sikap dan pandangan belajar di perguruan tinggi. Hal ini juga sesuai dengan yang dinyatakan oleh Suwardjono (2004: 2) yakni mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi dituntut tidak hanya mempunyai ketrampilan teknis tetapi juga memiliki daya dan kerangka pikir serta sikap mental dan kepribadian tertentu sehingga mempunyai wawasan luas dalam menghadapi masalah-masalah dalam dunia nyata (masyarakat).


(62)

2.2.6. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi

Teori Kecerdasan emosional pertama kali dipergunakan oleh Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari New Hampshire University pada tahun 1990 untuk melukiskan kualitas emosi (Arbadiati dan Kurniati, 2007).

Mayer dan Salovey (dalam Arbadiati dan Kurniati, 2007) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual.

Ahli yang lain yang mempergunakan teori kecerdasan emosional yaitu Reuven Bar-On (dalam Arbadiati dan Kurniati, 2007) mengemukakan bahwa kecerdasan emosi adalah serangkaian kemampuan, kompetensi dan kecakapan non-kognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk dapat berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan, sehingga seseorang tersebut dapat mengatasi stres yang akan datang.

2.2.7.Pengaruh Perilaku belajar dan Kecerdasan Emosional terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi

Rampengan (1997) dalam Afifah (2004: 15) mendefinisikan perilaku belajar sebagai kebiasaan belajar yang merupakan dimensi belajar yang dilakukan individu secara berulang-ulang sehingga menjadi otomatis


(63)

dan spontan yang sesuai dengan teori Behavioristik, Kognitif, Humanistik, dan Humanistic tentang tata cara perilaku belajar yang baik. Kebiasaan belajar yang jelek disebabkan oleh kurangnya kesadaran mahasiswa mengenai makna belajar di perguruan tinggi. Akibatnya adalah banyak mahasiswa yang lebih mementingkan nilai daripada proses belajar yang benar, sehingga mahasiswa tersebut merasa frustasi dalam menjalankan proses belajar (Suwardjono: 2004).

Proses belajar mengajar dalam berbagai aspeknya sangat berkaitan dengan kecerdasan emosional mahasiswa. Kecerdasan emosional menurut teori Mayer dan Solvey serta Reuven Bar On yang dipopulerkan oleh Goleman ini mampu melatih kemampuan mahasiswa tersebut, yaitu kemampuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi dirinya, kesanggupan untuk tegar dalam menghadapi frustasi, kesanggupan mengendalikan dorongan dan menunda kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang reaktif, serta mampu berempati dan bekerja sama dengan orang lain. Kemampuan-kemampuan ini mendukung seorang mahasiswa dalam mencapai tujuan dan cita-citanya (Melandy dan Aziza, 2006: 3).

Adanya kecerdasan emosional yang ditandai oleh kemampuan pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan kemampuan sosial akan mempengaruhi perilaku belajar mahasiswa yang nantinya juga mempengaruhi seberapa besar tingkat stres yang dialami mahasiswa. Seorang mahasiswa yang kecerdasan emosionalnya tinggi akan berdampak


(64)

49

positif pada perilaku belajar mahasiswa tersebut sehingga memiliki peranan penting untuk menghadapi stres yang bakal datang (Marita, dkk, 2008: 8).

2.3. Kerangka Pikir

Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dibuat suatu kerangka pikir, seperti pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Kerangka Pikir

Perilaku Belajar (X1)

Kecerdasan Emosional (X2)

Stres Kuliah (Y)

Uji Statistik Regresi Liner Berganda

2.4. Pengembangan Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir di atas, maka dapat disusun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1: Diduga bahwa Perilaku belajar mahasiswa akuntansi berpengaruh

terhadap stres kuliah

H2: Diduga bahwa Kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi


(65)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1. Definisi Operasional

Berkaitan dengan permasalahan dan hipotesis yang ada maka variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah perilaku belajar (X1) dan kecerdasan emosional (X2), sedangkan variabel

dependennya adalah stres kuliah (Y). 1. Variabel Independen (X)

a. Perilaku Belajar (X1) adalah perilaku yang dilakukan oleh seseorang

dalam melakukan kegiatan belajar, yang terjadi secara berulang-ulang sehingga menjadi sebuah kebiasaan.

b. Kecerdasan Emosional (X2) adalah kecerdasan untuk menggunakan

dan mengelola emosi di dalam diri seseorang sehingga dapat memberi pengaruh yang positif dalam kehidupan individu tersebut 2. Variabel Dependen (Y), yaitu :

Stres kuliah

Stres kuliah adalah suatu keadaan yang membuat mahasiswa merasa tertekan dalam kuliahnya sehingga dapat mempengaruhi konsentrasi belajarnya.


(1)

97   

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian serta kesimpulan yang telah diuraikan di atas, peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. Penelitian selanjutnya hendaknya memperluas jangkauan populasi karena penelitian ini hanya menggunakan satu angkatan saja, yaitu hanya pada mahasiswa akuntansi angkatan 2007 di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, sehingga pada penelitian yang akan datang disarankan untuk menambah obyek penelitian.

2. Hendaknya pada penelitian yang akan datang disarankan untuk menambah jumlah variabel yang diteliti yang dapat berpengaruh terhadap stres kuliah, seperti kecerdasan spiritual atau Spiritual Quotient (SQ). 3. Untuk mengurangi stres kuliah pada mahasiswa Jurusan Akuntansi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dapat dilakukan hal-hal berikut, seperti dibuatkanlah suatu wadah bimbingan konseling bagi mahasiswa, membuat suasana belajar menjadi nyaman, sehingga mahasiswa tidak merasa bosan, memberikan pengarahan kepada orang tua agar tidak memaksa anaknya untuk kuliah di jurusan yang mereka inginkan, dan lain sebagainya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Afifa, Nurul, 2004, Pengaruh Perilaku Belajar terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa Akuntansi, Skripsi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Anonim, 2009, Pedoman Penyusunan Usulan Penelitian dan Skripsi Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Anonim, 2009, Jumlah Mahasiswa Fakultas Ekonomi Berdasar Her Registrasi dan KRS Gasal Tahun 2009/2010, Admik FE ‘09/’10

Arbadiati, RA. Catur Wahyu dan Ni Made Taganing Kurniati, 2007, “Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Kecenderungan Problem Focused Coping Pada Sales”, Jurnal Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek, dan Sipil), Volume 2 Agustus 2007, Universitas Gunadarma, Jakarta.

Dewi, Rosita dan Amilin, 2008, “Pengaruh Komitmen Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Akuntan Publik Dengan Role Stress Sebagai Variabel Moderatif”, JAAI, Volume 12 No. 1 Tahun 2008.

Djarwanto dan Pangestu Subagyo, 2000, Statistik Induktif, Edisi Keempat Cetakan Keempat, BPFE, Yogyakarta.

El-Qudsy, Achsin, 2010, Perilaku Belajar Mahasiswa di Indonesia, http://citizennews.suaramerdeka.com yang diakses pada tanggal 29 Desember 2010.

Ghozali, Imam, 2006, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang

Goleman, Daniel, 2007, Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional). Mengapa EI lebih penting daripada IQ, Terjemahan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gunawan, Deden, 2009, Mahasiswa RI Tewas di Singapura Pertaruhan Harga Diri RI, http://www.detiknews.com/read/2008/12/17/122318/1055055/10/mahasis wa-RI-Tewas-di-singapura diakses pada tanggal 29 Desember 2010.


(3)

Gusnita, Chazizah, 2008, Mahasiswa Universitas Indonesia Jatuh dari Pusat Grosir Cilitan: Nova Diduga Bunuh Diri Karena Nilainya Anjlok, http://www.detiknews.com/read/2008/12/17/122318/1055055/10/nova-diduga-bunuh-diri-karena-nilainya-anjlok diakses pada tanggal 29 Desember 2010.

Ilyas, Mefida, 2007, “Peran Pernyataan Orientasi Tujuan (State Goal Orientation) dalam Pengajaran Di Kelas terhadap Proses Pencapaian Kinerja Mahasiswa Akuntansi di Perguruan Tinggi”, Simposium Nasional Akuntansi (SNA) X, Surabaya.

Ikhsan, Arfan dan Muhammad Ishak, 2005, Akuntansi Keprilakuan, Salemba Empat, Jakarta.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 2002, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, BPFE, Yogyakarta.

Japarianto, Edwin, 2006, “Budaya dan Behaviour Intention Mahasiswa dalam Menilai Service Quality Universitas Kristen Petra”, Jurnal Manajemen Pemasaran, Volume 1 No. 1, April 2006, Universitas Kristen Petra, Surabaya.

Jogiyanto, 2007, Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman, BPFE, Yogyakarta.

Marita, Sri Suryaningsum, dan Hening Naafi Shaalih, 2008, “Kajian Empiris atas Perilaku Belajar dan Kecerdasan Emosional dalam Mempengaruhi Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi”, Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XI, Makassar.

Melandy, Rissyo dan Nur Aziza, 2006, “Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi, Kepercayaan Diri sebagai Variabel Pemoderasi”, Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX, Padang.

Mudjijanti, Fransisca, 2006. “Analisis terhadap Masalah-masalah Mahasiswa Unika Widya Mandala Madiun”, Jurnal Widya Warta, No. 02 Tahun XXX, Juli 2006, Universitas Katolik Widya Mandala, Madiun..

Mulyati, Syari, 2009. “Pengaruh Konflik Peran Dan Stres Terhadap Komitmen Organisasi”, Skripsi, Universitas Gunadarma, Jakarta.

Prabandari, Raden Ajeng Yayi Suryo, 1989, “Hubungan antara Stres dan Motif Berprestasi dengan Depresi Pada Mahasiswa Tingkat Lanjut”, Jurnal


(4)

Saputra, Andi, 2008, Kasus Mahasiswa Bunuh Diri: Peran Keluarga Sangat Penting,

http://www.detiknews.com/read/2008/12/17/113817/1055006/10/peran-keluarga-sangat-penting diakses pada tanggal 29 Desember 2010.

Sudjianto, Yani, 2010, Pengaruh Perilaku Belajar dan Kecerdasan Emosional terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi (Studi Kasu Mahasiswa Akuntansi STIESIA), Skripsi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Suhartin, RI., 1999, “Stres Dan Cara Mengendalikannya”, Jurnal Bina Widya Psikologi, Volume 10 No. 3 Tahun 1999, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Sumarsono, 2004, Metode Penelitian Akuntansi, Surabaya.

Suryaningsum, Sri, Sucahyo Heriningsih, dan Afifah Afuwah, 2004, “Pengaruh Pendidikan Tinggi Akuntansi Terhadap Kecerdasan Emosional”, Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VII, Denpasar.

Suwardjono, 2004, “Perilaku Belajar di Perguruan Tinggi”, Jurnal Manajemen dan Akuntansi, STIE YKPN, Yogyakarta.

Widarjono, Agus, 2007, Ekonometrika: Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis, Ekonisia Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.


(5)

KUESIONER

Kepada Responden yang terhormat,

Diantara kesibukan Anda, saya memohon kesediaanyya untuk meluangkan waktu guna mengisi kuesioner ini. Sehubungan dengan kepentingan penyusunan skripsi di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang berjudul “Pengaruh Perilaku Belajar Dan Kecerdasan Emosional Terhadap Stres Kuliah Mahasiswa Akuntansi”.

Kuesioner ini semata-mata hanya untuk kepentingan ilmiah dan tidak untuk dipublikasikan. Karenanya saya mengharapkan kesediaan Anda untuk menjawab dengan jujur dan sungguh-sungguh. Seperti layaknya penelitian ilmiah, maka saya menjamin kerahasiaan identitas Anda. Kesediaan Anda mengisi kuesioner ini adalah bantuan yang tidak ternilai bagi kami. Akhir kata, saya ucapakan terimakasih atas waktu yang telah Bapak/Ibu/Saudara/I luangkan.

Hormat Saya,

Petunjuk Pengisian :

1. Isilah pertanyaan pada kuesioner ini dan jangan ada yang terlewatkan. 2. Isilah titik-titik pada tempat yang sudah tersedia.

3. (*) coret yang tidak perlu.

Data Responden

1. NPM : ... 2. Umur : ... tahun

3. Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan *

Data Pendidikan

1. Anda Kuliah Di : ...; Jurusan : ...; Angkatan : ... 2. Apakah Anda pernah cuti/non aktif kuliah: ya / tidak *

3. Berapa total SKS yang sudah Anda kumpulkan saat ini : ... SKS 4. Berapa Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) Anda saat ini : ... 5. Apakah Anda sudah mengerjakan skripsi / tugas akhir: Ya / Tidak * ; 6. Apakah sebelumnya Anda pernah kuliah di Universitas lain: Ya / Tidak * ;

Bila Ya, di: ...

7. Apakah Anda saat ini kuliah ditempat lain (double): Ya / Tidak * ; Bila Ya, di: ...

Aktivitas

1. Apakah Anda pernah aktif di organisasi mahasiswa / kelompok massa: Ya / Tidak *


(6)

2. Kegiatan atau aktivitas apa yang Anda lakukan untuk mengisi waktu luang Anda?

...

Petujuk Pengisian :

Berilah tanda silang (x) pada kolom di masing-masing pernyataan di bawah ini yang menurut Anda sesuai dengan yang Anda rasakan.

Keterangan pengisian kuesioner: STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju

N : Netral

S : Setuju

SS : Sangat Setuju

STRES KULIAH

No. PERTANYAAN STS TS N S SS

1. Saya cenderung merasa bosan belajar karena mata kuliah yang saya pelajari tidak saya mengerti

2. Orang tua memaksa saya untuk kuliah di jurusan yang mereka inginkan

3. Hubungan baik antara dosen dan mahasiswa membuat saya semangat kuliah

4. Masalah-masalah pribadi atau dalam keluarga dapat mengganggu konsentrasi belajar saya 5. Semangat belajar saya menjadi berkurang jika


Dokumen yang terkait

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN AKUNTANSI PADA MAHASISWA AKUNTANSI DI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR.

0 1 90

PENGARUH PERILAKU BELAJAR, KECERDASAN EMOSIONAL, DAN KECERDASAN SPRITUAL TERHADAP STRES KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI (Studi Kasus: Mahasiswa Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur).

2 3 123

PENGARUH PERILAKU BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP STRES KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI (Studi kasus pada mahasiswa akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur).

0 8 110

PENGARUH PERILAKU BELAJAR, KECERDASAN EMOSIONAL, DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP STRES KULIAH PADA MAHASISWA AKUNTANSI UPN “VETERAN” JAWA TIMUR.

0 0 109

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, KECERDASAN SPIRITUAL DAN PERILAKU BELAJAR TERHADAP STRES KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI (Studi Kasus Pada Mahasiswa Akuntansi Universitas PembangunanNasional “VETERAN” JawaTimur).

0 1 125

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN AKUNTANSI PADA UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR.

0 1 90

PENGARUH PERILAKU BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP STRES KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI (Studi Kasus : Mahasiswa Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur)

0 0 25

PENGARUH PERILAKU BELAJAR, KECERDASAN EMOSIONAL, DAN KECERDASAN SPRITUAL TERHADAP STRES KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI (Studi Kasus: Mahasiswa Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur)

0 0 23

PENGARUH PERILAKU BELAJAR, KECERDASAN EMOSIONAL, DAN LINGKUNGAN BELAJAR TERHADAP STRES KULIAH PADA MAHASISWA AKUNTANSI UPN “VETERAN” JAWA TIMUR

0 0 19

PENGARUH PERILAKU BELAJAR DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP STRES KULIAH MAHASISWA AKUNTANSI (Studi kasus pada mahasiswa akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur)

0 0 25