STUDI KERUSAKAN JALAN AKIBAT VOLUME KENDARAAN YANG BERLEBIH PADA RUAS JALAN MASTRIP STA 2+100 – 7+100 SURABAYA.

(1)

STUDI KERUSAKAN JALAN AKIBAT VOLUME KENDARAAN

YANG BERLEBIH PADA RUAS JALAN MASTRIP STA 2+100 -

STA 7+ 100 SURABAYA

TUGAS AKHIR

Disusun oleh:

PRADIANTO KAMANDOKO 0653010046

PROGAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS PEMBSANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR 2010


(2)

STUDI KERUSAKAN JALAN AKIBAT VOLUME KENDARAAN YANG BERLEBIH PADA RUAS JALAN MASTRIP

STA 2+100 – 7+100 SURABAYA

ABSTRAK  

Jalan Mastrip merupakan jalan yang strategis karena jalan ini yang menghubungkan Surabaya, Sidoarjo, Krian, dan Gresik. Tingkat kerusakan di jalan Mastrip sangat tinggi dikarenakan banyak kendaraan berat yang melintas di jalan Mastrip. Macam-macam kerusakan yang terjadi adalah kerusakan yang disebabkan kendaraan berat, kepadatan volume kendaraan yang melintas dengan kerusakan yang ada di sepanjang jalan Mastrip, kontribusi kendaraan berat yang melintas. 

Dalam tugas akhir ini membahas cara survei kerusakan jalan dengan menggunakan metode Dirgolaksono & Mochtar (1990) yang dilakukan dua kali yaitu pada survei tahap I dan survei tahap II. Melihat tingkat kerusakan pada survei tahap I dan survei tahap II dan kontribusi terhadap nilai EAL pada jalan Mastrip STA 2+100 – STA 7+100, maka dapat diketahui pengaruh kerusakan jalan akibat volume kendaraan pada sepanjang jalan Mastrip STA 2+100 – STA 7+100. Tugas akhir ini juga membahas jenis kerusakan yang ditimbulkan oleh kendaraan yang melintas di sepanjang jalan Mastrip.

Hasil analisa menggunakan uji statistik wilcoxon signed ranks test dan

paired T test dengan tingkat signifikasi p<α dengan α=0.05. Hasil uji statistik

wilcoxon signed ranks test dapat ditunjukan dengan hasil probabilitas dimana p=0,04 untuk arah Kebraon menuju Bambe, dan p=0,01 untuk arah Bambe menuju Kebraon, sedangkan hasil analisa menggunakan uji statistik paired T test dengan pengambilan keputusan berdasarkan probabilitas dihasilkan nilai p=0,000 untuk kedua arah yaitu arah Kebraon menuju Bambe, dan arah Bambe menuju Kebraon. Dari hasil analisa statistik menunjukan adanya pengaruh kerusakan terhadap kendaraan yang melintas di sepanjang jalan Mastrip STA 2+100 –STA 7+100.

Kata kunci: Kerusakan Jalan, EAL (Equivalent Axle Load)


(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi dan industri yang semakin tahun semakin berkembang, sehingga keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi, seiring dengan meningkatnya kebutuhan sarana transportasi yang dapat menjangkau daerah-daerah terpencil yang merupakan sentra produksi pertanian.

Oleh karena itu transportasi jalan raya telah mengubah perubahan yang besar untuk daerah pedalaman. Mula-mula hasil pertanian yang dulu diangkut ke kota dengan kendaraan bermotor dengan jangka waktu yang lama sekarang dengan adanya sarana transportasi dapat hasil dari pertanian, ataupun hasil produksi dapat diangkut dengan cepat, dan apabila barang yang diangkut mudah basi dan tidak tahan lama dapat tepat waktu ketika sampai tujuan.

Jalan raya yang merupakan prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam sektor perhubungan, terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa, serta masyarakat dan untuk pengembangan wilayah. Perkembangan kapasitas maupun kwantitas kendaraan yang menghubungkan kota-kota antar propinsi dan terbatasnya dana untuk pembangunan jalan serta belum optimalnya pengoperasian prasarana lalu lintas yang ada, merupakan persoalan utama di Indonesia dan banyak negara terutama di negara-negara yang sedang berkembang.


(4)

Seiring adanya perkembangan suatu wilayah maka perlu adanya sarana transportasi yang memadai. Hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat menggunakan kendaraan bermotor. Baik kendaraan angkutan umum maupun kendaraaan pribadi jika perkembagan kebutan kendaraan masyarakat tidak disertai dengan perbaikan jalan atau sarana transportasi, maka akan menimbulkan ketidak nyamanan bagi para pengguna jalan atau bahkan terjadi kemacetan yang semestinya tidak akan terjadi apabila adanya monitoring terhadap kerusakan sarana transportasi tersebut

Jalan Mastrip merupakan jalan yang strategis karena jalan ini yang menghubungkan Surabaya, Sidoarjo, Krian, dan Gresik. Volume kendaraan di jalan Mastrip tinggi dikarenakan:

1. Terdapat banyak perindustrian di sepanjang jalan tersebut,

2. Terdapat perkampungan penduduk sepanjang jalan Mastrip yang membuka usaha kecil dan menengah.

3. Merupakan jalur utama menuju perumahan Driyorejo Gresik. 4. Merupakan jalur alternatif dari Surabaya - Krian

Perkembangan industri yang tidak diikuti pembangunan jalan maka akan menimbulkan kemacetan yang sangat parah, dari latar belakang yang ada peneliti mencoba melihat bagaimana pengaruh dari volume kendaraan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh volume kendaraan yang berlebih dan kendaraan komersil atau kendaraan muatan barang.


(5)

1.2 Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka akan dibahas permasalahan antara lain :

1. Bagaimana karakteristik kendaraan yang melewati jalan Mastrip? 2. Jenis kerusakan apa saja yang terjadi sepanjang jalan Mastrip?

3. Jenis kendaraan apa saja yang sangat mempengaruhi kerusakan di sepanjang jalan Mastrip STA 2+100 – STA 7+100?

4. Bagaimana pengaruh volume lalu lintas terhadap kerusakan jalan yang terjadi di sepanjang jalan Mastrip STA 2+100 – STA 7+100

5. Bagaimana cara mengatasi kerusakan di sepanjang jalan Mastrip yang diakibatkan volume kendaraan berlebihan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukan penelitian untuk tugas akhir ini antara lain :

1. Menentukan karakteristik kendaraan yang melewati sepanjang jalan Mastrip

2. Menentukan jenis kerusakan yang terjadi di sepanjang jalan Mastrip 3. Menetukan jenis kendaraan yang sangat mempengaruhi kerusakan di

sepanjang jalan Mastrip.

4. Menentukan Pengaruh volume kendaraan terhadap kerusakan yang terjadi di sepanjang jalan Mastrip STA 2+100 – STA 7+100

5. Menentukan cara mengatasi kerusakan yang ada di sepanjang jalan Mastrip yang diakibatkan kelebihan volume kendaraan?


(6)

1.4 Batasan Masalah

Dalam penyusunan tugas akhir ini, akan dibahas lingkup penelitian agar pembahasan terhadap masalah menjadi lebih fokus dan lebih mudah untuk dimengerti, adapun batasan masalah dalam tugas akhir ini meliputi:

1. Analisa permasalahan hanya di sepanjang jalan Mastrip STA 2+100 – STA 7+100

2. Tidak menganalisa pengaruh kerusakan akibat cuaca dan drainasenya. 3. Penilaian kerusakan jalan tidak menghitung nilai gabungan kerusakan

dilakukan dengan metode Bina Marga.

4. Jenis kendaraan yang dianalisa sesuai dengan dari tabel Bina Marga. 5. Periode rentang pengukuran awal dan akhir berjarak 99 hari saja.


(7)

1.5 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian pada jalan Mastrip STA 2+100 – STA 7+100 sebagai berikut:


(8)

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai tugas Akhir ini, maka akan ditampilkan beberapa bab yang di buat secara urut dan sistematis serata di berikan tabel dan gambar dalam rangka mendukung penjelasan yang ada.

Bab I Pendahuluan bab ini menjelaskan mengenai hal-hal yang yang mendasari tentang di buatnya tugas akhgir ini. Hal-hal yang di maksud yaitu latar belakang penulisan tugas akhir ini, permasalahan yang di bahas, tujuan yang akan di capai, batasan masalah untuk menghindarai ketidak sesuain dengan tujuan pembuatan, serta organisasi penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka. Bab ini menguraikan Teori-teori yang akan di jadikan acuan dalam penyalesaian permasalahan dalam Tugas Akhir. Teori-Teori disini berupa peraturan tentang jalan, Peraturan pergerakan kendaraan berat, jenis-jenis kerusakan, Pengaruh beban roda terhadap kerusakan perkersan jalan. Pada Bab ini akan di jelaskan juga metode metode kerusakan jalan yang di gunakan untuk memperudah penyalesaiannya serta jara penilaian kerusakan jalan pada masing-masing metode.

Bab III Metodologi Penelitian. Bab ini menguraikanlangkah-langkah pengrjaan studi, secara urut dan sistematis mulai dari survai pendahuluan, pengumpulan data, analisa data sampai dengan kesimpulan guna mendapatkan hasil dari tujuan studi ini.

Bab IV Analisa Data. Dalam bab ini, akan di lakukan pengolahan data terhadap data-data yang di peroleh, seperti yang di sebutkan pada bab sebelumny. Selanjutnyaakan di lakukan analisa dan di proses untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan pengerjaan tugas Akhir ini, yaitu grafik hubungan antara EAL


(9)

kendaraan dengan nilai kerusakan jalan yang kemudian dapat di ketahui jenis kerusakan jalan yang kemudian dapat di ketahui jenis kendaraan yang menyebabkan kerusakan terbesar pada ruas jalan ini, lalu di rencanakan cara mengatasi kerusakan yang terjadi di sepanjang ruas jalan ini.

Bab V Kesimpulan dan Saran. Dalam bab ini di berikan kesimpulan dari hasil analisa yang telah di lakukan dari bab-bab sebelumnaya yang menguraikan hasil akhir yang ingin di capai pada tugas akhir ini.


(10)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Evaluasi kondisi perkerasan dapat dilakukan dengan memakai alat ukur khusus atau juga dapat dilakukan dengan pengamatan visual atau fotografik. Pemeriksaan secara visual bertujuan untuk mencapai selengkap mungkin tentang kerusakan jalan, kerusakan perkerasan jalan yang terjadi. Selama pengamatan hal-hal yang dicatat antara lain, mengenai lebar perkerasan, jenis perkerasan, gradien, persimpangan, kondisi lalu lintas dan sebagainya. Pemeriksaan secara visual dapat dilakukan dengan berjalan kaki ataupun berkendara, tergantung situasi dan kondisinya. Pembekalan terhadap petugas pemeriksa sangat diperlukan karena petugas pemeriksa harus mengerti tentang karakteristik dari masing-masing jenis kerusakan.

Untuk dapat mengetahui seberapa besar pengaruh volume kendaraan terhadap kerusakan jalan yang terjadi di sepanjang jalan Mastrip STA 2+100 – 7+100 menggunakan uji statistik Wilcocxon Signed Ranks Test dan Paired T Test dengan tingkat spesifikasi P≤α dimana α = 0.05.

2.2 Karakteristik Kendaraan

Hampir semua jalan raya dilewati baik mobil penumpang maupun kendaraan muatan barang, sehingga standar desain harus ditetapkan agar memenuhi kebutuhan keduanya. Sesuai perkembangan jaman maka perubahan dalam konsep mobil penumpang memaksa kita untuk mengubah standar


(11)

7 desainnya pula. Perancang mobil penumpang semakin cenderung membuat mobil lebih kecil, lebih ringan, lebih rendah karena harga dan bahan bakar yang tinggi, pertimbangan lingkungan, dan pemakaian bahan bakar. Perubahan lainnya bisa dipastikan, akan tetap terjadi pada beberapa tahun mendatang. Dilain pihak, ukuran, berat, dan karakteristik yang ditetapkan untuk kendaraan angkutan barang sangat berkaitan dengan lebar lajur ruang bebas vertikal dan beban pada perkerasan dan jembatan.

Untuk menekan biaya operasi pengangkutan barang, pihak industri dalam pengangkutan barang cenderung membuat truk yang lebih besar, mereka menuntut agar standar yang sudah ada direvisi ke tingkat yang lebih tinggi. Perubahan standar yang sudah direvisi agar mendapat keseragaman yang menyeluruh, setelah dilakukan penelitian yang dampaknya cukup besar. Alasan terkuat untuk menghindari perubahan ini adalah jalan dan jembatan yang ada, didesain berdasarkan dengan standar yang sekarang, harus diperkuat. Kebanyakan jalan memiliki standar yang rendah bahkan untuk beban kendaraan standar sekarang.

Pembahasan mengenaikarakteristik kendaraan meliputi dimensi kendaraan rencana dan jarak putar (manuver) kendaraan. Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius dipakai sebagai acuan dalam perencaaan geometrik.


(12)

8 Kendaraan rencana dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu :

1. Kendaraan ringan/ kecil (LV)

Kendaraan yang mempunyai dua as dengan empat roda dengan jarak as 2.0 sampai 3.0 m. Meliputi : mobil penumpang, mikrobus, pick-up, dan truk kecil sesuai sistem klasifikasi Bina Marga.

2. Kendaraan Sedang (MV)

Kendaraan yang mempunyai dua as gandar, dengan jarak jarak as 3.5-5.0 m. Meliputi : bus kecil, truk dua as dengan enam roda.

3. Kendaraan Berat/Besar (LB-LT)  Bus besar (LB)

Bus dengan dua atau tiga gandar dengan jarak as 5.0-6.0 m.  Truk Besar (LT)

Truk tiga gandar dan truk kombinasi tiga, jarak gandar (gandar pertama kedua) < 3.5 m sesuai sistem klasifikasi Bina Marga. 4. Sepeda Motor, yaitu kendaraan bermotor dengan dua atau tiga roda,

meliputi sepeda motor dan kendaraan bermotor yang mempunyai tiga roda.

2.3 Karakteristik Lalu Lintas

Arus atau volume lalu lintas didapatkan berdasarkan jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tertentu selama selang waktu. Dalam beberapa hal, lalu lintas dinyatakan dengan ”lalu lintas harian rata-rata pertahun” yang disebut AADT (Average Annual Daily Traffic) atau lalu lintas harian rata rata (LHR) bila periode pengamatannya kurang dari q tahun di samping itu volume lalu


(13)

9 lintas dapat diukur dan dinyatakan dengan dasar perjam seperti volume lalu lintas yang diamati tiap jam. (Tugas Akhir Answar, 2007)

Satuan ini dipakai tergantung pada penggunaannya. Beberapa orang sekarang memakai selang waktu tiap 5 menit, guna membedakan gerakan lalu lintas pada periode puncak yang biasa terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Arus lalu lintas pada suatu lokasi tergantung pada beberapa faktor yang berhubungan dengan kondisi daerah setempat.

2.4 Pengaruh Kendaraan Komersil

Truk pada dasarnya membutuhkan kapsitas jalan raya yang lebih besar per kendaraan dibandingkan dengan mobil penumpang. Sebuah truk dalam suatu arus lalu lintas mempunyai pengaruh 2 atau bahkan lebih dibanding dengan mobil penumpang. Tergantung dari situasinya, bus juga membutuhkan kapasitas yang lebih besar, dibanding dengan mobil penumpang. Namun demikian karena penampilannya relatif lebih tinggi, maka faktor pengalinya hanya bekisar 1.6 sampai 12 saja.

Harga angka ekuivalen mobil penumpang untuk truk dan bus pada beberapa kelas jalan utama berbeda. Sebagai catatan harga-harga ini berlaku untuk jalan yang panjang. Harga ekuivalen akan bertambah apabila medan lebih gelombang, serta kelandaian yang tidak merata. Hal ini disebabkan karena tanpa lajur tersendiri untuk kendaraan jenis ini membuat lalu lintas cenderung berderet di belakangnya.


(14)

Perhitungan pengaruh kendaraan komersil terhadap kapasitas atau tingkat pelayanan harus dilakukan dengan teliti karena harga puncak lalu lintas mobil penumpang dan truk tidak bersamaan waktunya. Dalam beberapa kasus perbedaan ini sangat nyata. (Oglesby & Hicks, 1993)

2.5 Prinsip Perencanaan Perkerasan jalan

Prinsip dalam perencanaan perkerasan jalan adalah bagaimana menyebarakan beban kendaraan yang bertumpu pada rodanya sampai tanah dasar (subgrade) sehingga beban tersebut mampu dipikul oleh tanah dasar (Mochtar, 1990). Dengan kata lain bahwa tegangan yang ditimbulkan oleh beban roda kendaraan pada saat sampai tanah dasar harus lebih kecil dari tegangan ijin tanah dasar. Hal ini dapat digambarakan pada gambar 2.1 dan 2.2

Gambar 2.1 Penyebaran Beban Roda

Pada gambar di atas tanah akan mengalami tegangan tekan dan perkerasan jalan akan menjadi seperti gambar berikut ini.


(15)

Gambar 2.2 Penyebaran Beban Roda Prinsip perencanaan perkerasan jalan dengan menggunakan:

a.Prinsip beban berulang (repetisi beban)

Yaitu tidak berdasarkan pada beban terbesar yang lewat (ultimate load), tapi pada akumulasi beban beban yang direncanakan akan lewat.

Gambar 2.3 Repetisi Beban


(16)

12 b. Prinsip kelelahan beban (fatique)

Yaitu jalan beraspal akan mengalami kerusakan permanen akibat beban desain yang melampaui batas kelelahan bahan campuran bahan tersebut, sehingga pada tahap ini umur perkerasan sudah terlampaui. Perencanaan batas strain retak (lelah/putus) dan besarnya pada beban yang berulang, artinya semakin banyak beban yang lewat, maka kelelahan akan cepat terjadi, apalagi beban yang berulang beratnya lebih besar maka akan semakin mempercepat proses kelelahan bahan tersebut.

2.6 Beban Lalu Lintas

Beban sumbu standart

Beban perkerasan jalan hanya diasumsikan hanya akibat beban hidup yaitu beban lalu lintas saja, sedangkan beban mati relatif lebih kecil dan diabaikan. Beban rencana lalu lintas merupakan sejumlah repetisi sumbu standar. Beban sumbu standart dalam perencanaan perkerasan berapa beban sumbu as tunggal, roda gandar seberat 18 kips atau 18.000 lbs atau 8,16 ton.

Angka ekuivalen (AE) atau Equivalent Axle Load (EAL) suatu beban sumbu standar adalah adalah jumlah lintasan kendaraan as tunggal sebesar 18 kips yang mempunyai derajat kejenuhan (DF : Dermage Faktor) yang sama apabila jenis as tersebut lewat satu kali. Dapat diartikan pula bila satu kendaraan lewat satu kali = as 18 kips lewat AE kali.


(17)

Angka Ekuivalen (AE) masing masing golongan beban sumbu tiap kendaraan, ditentukan dengan rumus berikut:

) 1 . 2 .( ... 8160 ) ( 4            

tunggal beban satu sumbu tunggal dalam kg

AEsumbu ) 2 . 2 ...( 8160 ) ( 086 . 0 4            

tunggal beban satu sumbu tunggal dalam kg

AEsumbu ) 3 . 2 ...( 8160 ) ( 016 . 0 4            

tunggal beban satu sumbu tunggal dalam kg

AEsumbu

EAL merupakan dari data lalu lintas yang diperoleh hasil survei Traffic Counting. Dari rumus di atas dapat dilihat penggunaan as tandem atau tridem menguntungkan karena AE atau DF masing masing hanya 8.6% dan 1.6%.(Dirgolaksono & Mochtar, 1990).

Gambar 2.5 Beban Sumbu/Gandar (Sumber : Kontruksi Jalan Raya 2005)


(18)

2.7 Jenis Kendaraan Berat

Jenis kendaraan berat menurut nilai EAL kendaraan tersebut seperti pada gambar 2.6

Gambar 2.6 Distribusi Beban Sumbu

(Sumber: Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan Dengan Alur Benkleman Beam, Departemen Pekerjaan Umum, Direktoral Jeneral Bina Marga)


(19)

15 2.8 Metode Penilaian Kerusakan Jalan

Dalam menentukan tingkat pelayanan suatu ruas jalan terdapat dua cara yaitu, dengan menggunakan Indeks Permukaan (IP) yang berhubungan dengan nilai Roughness, dengan menggunakan penilaian visualisasi kerusakan jalan. Dalam tugas akhir ini menggunakan salah satu metode yaitu metode Dirgolaksono & Mochtar (1990).

2.9 Indeks Permukaan (IP)

Indeks Permukaan (IP) adalah nilai kerataan serta kekuatan permukaan perkerasan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Indeks permukaan terdiri dari Indeks Permukaan Awal (Ipo) dan Indeks Permukaan Akhir (IPt).

Indeks Permukaan awal adalah nilai kerataan permukaan jalan pada waktu awal rencana atau bisa juga nilai kerataan permukaan jalan pada waktu ditinjau. Nilai IPo tergantung pada jenis lapisan perkerasan lapisan tersebut dapat dilihat dari tabel 2.1

Tabel 2.1 Indeks Permukaan Awal

Jenis lapisan Perkerasan Ipo Roughness (mm/km)

> 4 ≤ 1000

LASTON (AC)

3.9 - 3.5 >1000

3.9 - 3.5 ≤ 2000

LASBUTAG

3.4 - 3.0 > 2000

3.9 - 3.5 ≤ 2000

HRA

3.4 - 3.0

BURDA 3.9 - 3.5 < 2000

BURTU 3.4 - 3.0 < 2000

3.4 - 3.0 ≤ 3000

LAPEN

2.9 - 2.5 > 3000

LATASBUM 2.9 - 2.5 -

BURAS 2.9 – 2.5 -

JALAN TANAH ≤ 2.4 -


(20)

16 Indeks Permukaan Akhir adalah nilai kerataan pada waktu akhir rencana. Nilai IPt ini berbeda-beda pada setiap jenis jalan atau dengan kata lain nilai IPt ini tergantung pada jenis klasifikasi jalan, menurut Indrasurya B Mochtar (1990) batas IPt adalah sebagai berikut :

 Jalan kelas Utama/ Ateri/ Tol Ipt min = 3.5

 Jalan kelas Utama non arteri, Kecepatan tinggi IPt min = 3.35

Kecepatan Rendah IPt min = 3.0

 Jalan Kelas Kolektor Kecepatan tinggi IPt min = 1.75

Kecepatan Rendah IPt min = 1.30

 Jalan kelas Lokasi IPt min = 1.2

Indeks Permukaan menurut penelitian yang terdahulu mempunyai hubungan yang saling terbalik dengan Rolling Quality (RQ). Jika nilai RQ Kecil maka nilai IP besar. Semua hasil penelitian ini masih bersifat emprillis termasuk penentuan nilai angka-angkanya.

Konsep kriterianya Indeks Permukaan menyatakan jika IP = 5 adalah kesempurnaan dan jika IP = 1 merupakan kriteria sangat buruk. Jalan yang mempunyai IP = 5 merupakan jalan yang tidak mempunyai kerusakan di perkerasan atau hanya mengalami kerusakan yang sangat kecil, sebaliknya jika IP = 1 adalah jalan yang mempunyai kerusakan yang sangat besar pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Konsep Kriteria Indeks permukaan

Kondisi Keterangan Nilai IP

Sempurna Kecepatan batas kenyamanan, tanpa mengalami goncangan 5 Baik Kecepatan batas ada goncanagn, satu atau dua tanpa tersa kasar 4 Sedang Kecepatan batas ada goncangan, lebih dari dua tempat terasa kasar 3 Buruk

Kecepatan di bawah batas pada situasi tertentu, jika terpaksa pengemudi menghindar dari jalur karena bahaya kekasaran dan goncangan terasa sepanjang jalan

2

Sangat Buruk

Kecepatan batas sulit, tidak mungkin dicapai sepanjang jalan yang

ditinjau atau disurvei 1


(21)

17 2.10 Penentuan Nilai Kerusakan Jalan

2.10.1 Metode Dirgolaksono dan Mochtar (1990) Jenis Kerusakan yang ditinjau

Masing masing jenis kerusakan dimasukkan ke beberapa kategori, berdasarkan faktor penyebab kerusakan pembagian kategori tersebut antara lain :

a. Kategori I

Merupakan jenis kerusakan dengan faktor penyebab kerusakan terbagi perkerasan yang paling besar. Jenis kerusakan yang termasuk adalah potholes, karena perkerasan yang mengalami potholes akan segera mengalami kerusakan yang lebih parah dan sangat membahayakan bagi pengguna jalan, maka kerusakan jenis potholes harus segera ditangani setelah ditemukan adanya potholes di permukaan yang ditinjau. Seluruh keparahan kerusakan pada kategori satu memerlukan perbaikan dengan manual patching, dan jika mencapai persentase kerusakaan yang tinggi, jalan perlu dilakukan perbaikan base atau struktur perkerasannya.

b. Kategori II

Merupakan jenis kerusakan faktor yang lebih kecil dari kategori I, jika terjadi keparahan yang tinggi maka perkerasan akan segera mengelupas dan akan berkembang menjadi potholes. Perbaikan jalan mengalami kerusakan pada kategori II, pada tingakat keparahan yang tinggi memerlukan perbaikan base, pemberian permukaan baru. Kerusakan yang termusuk jenis kerusakan kategori


(22)

18 II adalah ravelling weathering, alligator cracking, dan profile distortion.

c. Kategori III

Jenis kerusakan ini lebih rendah daripada kategori II, bila mengalami kerusakan yang tinggi, akan berkembang menjadi retak yang lebih besar akan tetapi tidak mengalami kerusakan pada perkerasan. Penanganan yang diperlukan adalah dengan cara crack seal dan skin patching, sedangkan untuk jenis kerusakan pada kategori III ini adalah transverse crack, longitudinal crack, block cracking, dan rutting.

d. Kategori IV

Merupakan jenis kerusakan faktor yang paling rendah. Meskipun kerusakan yang ditimbulkan tidak seberapa pengaruh terhadap perkerasan jalan, tetapi jika tidak ditangani dengan serius maka kerusakan bisa bertambah parah menjadi potholes. Kategori IV penanganannya dengan melakukan perawatan rutin dan crack seal. Jenis kerusakan kategori IV ini adalah patching, flushing, dan edge cracking.

A. Faktor Kategori

Merupakan faktor pengali dari masing-masing kategori kerusakan dengan berdasarkan pada besarnya tingkat keparahan nilai kerusakan.


(23)

19 a. Kategori IV

Merupakan faktor kerusakaan lebih kecil dari kategori III pada kerusakaan edge distortion berpengaruh 15% demikian juga dengan flushing dan patching tidak begitu berpengaruh maka diperoleh faktor pengali 0,25.

b. Kategori III

Merupakan awal dari kerusakan permukaan jalan faktor pengali sebesar 1.

c. Kategori II

Dengan kerusakan lebih besar dibanding dengan kategori III kerusakaan Alligator cracking sama dengan transverse profile disertation dengan kerusakan ringan sama dengan rutting pada tingkat kerusakan sedang, maka faktor pengalinya adalah 2

d. Kategori I

Dengan kerusakan lebih besar daripada kategori II potholes merupakan akhir dari proses kategori ini potholes dengan tingkat kerusakan ringan sedangkan ravelling, alligator cracking, profile distortion. Lebih rendah karena itu kategori I diberi faktor pengali adalah 6.

B. Cara Observasi

Cara observasi dengan tingkat keparahan masing masing jenis kerusakan dengan menggunakan metode Dirgolaksono & Mochtar.


(24)

20 a. Kerusakan Kategori I

1.Potholes Cara Observasi

Berdasarkan persentase luas area yang rusak terhadap ruas jalan yang ditinjau dengan ketentuan luas lubang lebih 1 ft² (0.090 m²) yang dimasukan dalam kerusakan jenis ini.

Penentuan tingkat keparahan.

Slight : kedalaman lubang ≤ 2,5cm

Moderate : Kedalaman lubang antara 2,5 - 7,5 cm Severe : Kedalaman lubang lebih dari 7,5 cm b. Kerusakan kategori II

1. Alligator Cracking Cara Observasi

Berdasarkan persentase luas area yang rusak terhadap luas jalan yang yang ditinjau.

Penentuan tingkat keparahan Slight : Retaknya halus

Moderate : Retaknya mulai terpisah pada beberapa sisinya

Severe : Retaknya sudah terpisah dan ada bagian yang hilang 2. Ravelling Weathering

Cara Observasi

Berdasarkan persentase luas area yang rusak terhadap luas jalan yang mengalami kerusakan jenis ini.


(25)

21 Slight : Partikel jalan sudah mulai lepas

Moderate : Partikel jalan lepas dan permukaan menjadi kasar Severe : Retaknya sudah terpisah dan ada bagian yang hilang 3. Profile Distortion

Cara Observasi

Berdasarkan persentase luas area yang rusak terhadap luas jalan yang mengalami kerusakan jenis ini.

Penentuan tingkat keparahan

Slight : Perubahan bentuk permukaan tanpa adanya keretakan Moderate : Mulai terjadi keretakan

Severe : Keretakan yang terjadi semakin parah dan disertai lubang

c. Kerusakan Kategori III 1. Block Cracking Cara Observasi

Berdasarkan persentase luas area yang rusak terhadap luas jalan yang mengalami kerusakan jenis ini. Jenis kerusakan lain yang termasuk block cracking antara lain random Cracking, shrinkage, dan reflection crack karena mempunyai sifat yang sama.

Penentuan tingkat keparahan

Slight : Lebar retak kurang dari 0.50 cm Moderate : lebar retak antara 0.5 - 1


(26)

22 2. Longitudinal Cracking

Cara Observasi

Berdasarkan persentase luas area yang rusak terhadap luas jalan yang mengalami kerusakan jenis ini. Jenis kerusakan lain yang termasuk longitudinal cracking antara lain joint crack, edge joint crack, widening crack, meandering crack, dan reflection yang bentuknya memanjang..

Penentuan tingkat keparahan

Slight : Lebar retak kurang dari 0.50 cm Moderate : lebar retak antara 0.5 – 2.5 cm Severe : Lebar retak lebih dari 2.5 cm 3. Transverse Crack

Cara Observasi

Berdasarkan persentase luas area yang rusak terhadap luas jalan yang mengalami kerusakan jenis ini.

Penentuan tingkat keparahan

Slight : panjang retak kurang dari 0.50 cm, sebagian kecil Moderate : panjang retak antara 0.5 – 2.5 cm, separuh bagian

jalan


(27)

23 4. Rutting

Cara Observasi

Berdasarkan persentase luas area yang rusak terhadap luas jalan yang mengalami kerusakan jenis ini.

Penentuan tingkat keparahan

Slight : Kedalaman lubang kurang dari 1.5 cm Moderate : Kedalaman lubang antara 1.5 – 2.5 cm Severe : Kedalaman lubang lebih dari 2.5 cm d. Kerusakan Kategori IV

1. Flushing Cara Observasi

Berdasarkan persentase luas area yang rusak terhadap luas jalan yang mengalami kerusakan jenis ini.

Penentuan tingkat keparahan

Slight : Kedalaman lubang kurang dari 2.5 cm Moderate : Kedalaman lubang antara 2.5 – 7.5 cm Severe : Kedalaman lubang lebih dari 2.5 cm 2. Edge Distortion

Cara Observasi

Berdasarkan persentase luas area yang rusak terhadap luas jalan yang mengalami kerusakan jenis ini.

Penentuan tingkat keparahan

Slight : Keadaan tepi perkerasan retak

Moderate : kedalaman tepi perkerasan retak dan mengalami penurunan


(28)

24 C. Penanganan Kerusakan Perkerasan

Kondisi Perkerasan

1. Total nilai kerusakan 0 – 20

Ruas jalan dengan total nilai kondisi perkerasan dibawah 20 secara umum kondisi jalan masih baik, kerusakan yang terjadi ± 10% masih dalam tingkat keparahan yang rendah. Jalan yang termasuk dalam kelompok ini tidak memerlukan pemeliharaan yang spesifik. 2. Total nilai kerusakan 20 - 40

Ruas jalan dengan total pada golongan ini mengalami kerusakan ringan. Kerusakan yang terjadi kurang dari 30% dan mencapai tingkat keparahan sedang akan tetapi tanpa dilakukan perbaikan maka kerusakan akan bertambah seperti kategori I. Perkerasan hanya butuh pemeliharaan ringan, misalnya penambalan lubang, crack sealing dan ravelling.

3. Total nilai kerusakan 40 - 90

Kerusakan dalam kondisi ini mengalami kerusakan kurang dari 60%, dan beberapa mengalami kerusakan yang tinggi dengan tingkat keparahan yang rendah perkerasan jalan memerlukan pemeliharaan dalam tingkat sedang seperti, manual pacthing, sealing, dan skin patching.

4. Total nilai dari perkerasan lebih dari 90

Ruas jalan yang mengalami kerusakan mencapai lebih dari 60%, berada dalam tingkat keparahan yang tinggi. Perkerasan memerlukan perbaikan seperti manual patching base, overlay, untuk


(29)

25 ruas jalan dengan profile distortion dengan tingkat keparahan yang sedang hingga tinggi jalan tersebut memerlukan rekonstruksi.

Penanganan terhadap masing-masing jenis perkerasan harus berpedoman pada petunjuk penanganan kerusakan jalan seperti terdapat pada manual pemeliharaan jalan (1983) dari Dirjen Bina Marga

Pada ruas jalan yang harus dilakukan overlay, masing-masing jenis kerusakan harus ditangani terlebih dahulu sebelum overlay dilakukan. Bentuk survei kerusakan jalan metode Dirgolaksono dan Mochtar secara lengkap pada lampiran.

2.10.2 Metode Bina Marga

Pencatatan secara visual bertujuan untuk mencatat selengkap mungkin kerusakan yang ada selama pemeriksaan antara lain: mengenai lebar perkerasan, jenis perkerasan, gradien, persimpangan, tanda-tanda lalu lintas. Pemeriksaaan secara visual dapat dilakukan denagan cara berkendara, berjalan kaki, tergantung situasinya. Petugas pemeriksa harus mengerti karakteristik dari masing-masing jenis. Kerusakan keuntungan pemeriksaan secara visual bila dibandingakan dengan menggunakan alat antara lain:

c. Tidak semua kerusakan dapat dievaluasi dengan alat ukur.

d. Pemakaian alat pengukur khusus mengakibatkan adanya informasi yang tidak tercatat.


(30)

26 e. Evaluasi visual dan mekanikal kadang tidak memberikan hasil

yang sama

Penilaian kondisi permukaan jalan yang diperkenalkan jenis dan besaranya serta kenyamanan berkendara. Jenis kerusakan jalan yang ditinjau adalah retak, pengelupasan, lubang, bergelombang, ambles. Kerusakan jalan merupakan luas permukaan jalan yang rusak terhadap keseluruhan luas jalan yang ditinjau.

Penilaian Kondisi Permukaan jalan : 1. Nilai Persentase Kerusakan (Np)

Besarnya nilai persentase kerusakan, diperoleh dari luas permukaan jalan yang rusak terhadap bagian jalan yang ditinjau, penilaiannya persentase kerusakan terdapat pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Penilaian Nilai Prosentase Kerusakan Prosentase Kategori Nilai

< 5% Sedikit sekali 2

5% - 20% Sedikit 3

20% - 40% Sedang 5

> 40% banyak 7

Sumbe: Penilaian Kerusakan Jalan Bina Marga 2. Nilai Bobot Kerusakan (Nf)

Besarnya persentase nilai bobot kerusakan diperoleh dari persentase luas permukaan jalan yang ditinjau sebagai berikut:

a. Konstruksi beton tanpa kerusakan : 2 b. Konstruksi penetrasi tanpa kerusakan : 3 c. Tambalan : 4

d. Retak : 5 e. Lepas : 5.5 f. Lubang : 6


(31)

g. Alur : 6

h. Gelombang : 6.6 i. Ambles : 7 j. Belahan : 7

3. Nilai Jumlah kerusakan (Nj)

Besaranya nilai kerusakan diperoleh dari perkalian persentase kerusakan dengan nilai bobot kerusakan. Nilai jumlah bobot kerusakan tercantum pada tabel 2.4.

Tabel 2.4 Nilai jumlah kerusakan

Prosentase Luas Area Kerusakan

Jenis Kerusakan < 5% 5 - 20% 20 - 40% > 40%

Aspal Beton 4 - - -

Penetrasi 6 - - -

tambalan 8 12 20 28

Retak 10 15 25 35

Lepas 11 16.5 27.5 28.5

Lubang 12 18 30 42

Alur 12 18 30 42

Gelombang 13 19.5 32.5 45.5

ambles 17 21 35 49

Belahan 14 21 35 49

Sumbe: Penilaian Kerusakan Jalan Bina Marga 4. Nilai Kerusakan Jalan (Nr)

Nilai kerusakan jalan adalah hasil dari jumlah kerusakan pada suatu ruas jalan yang ditinjau dengan rumus sebagai berikut:

Nr = Np + Nf + Nj

Keterangan :

Nr : Nilai Kerusakan

Np : Nilai Bobot Kerusakan Nj : Nilai Jumlah Kerusakan


(32)

28 5. Nilai Kenyamanan jalan (Na)

Nilai kenyamanan jalan didapatkan dari hasil penilaian terhadap kenyamanan jalan dari pengguna jalan, pilihannya sebagai berikut :

a. Nyaman : 30

b. Kurang Nyaman : 45 c. Tidak nyaman : 55

6. Nilai Gabungan Kondisi (Ng)

Nilai gabuangan kondisi dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Ng = 0.5 Nr + 0.5 Na

Nilai Ng yang terkecil itulah yang menunjukan permukaan jalan yang baik

7. Nilai Kondisi Permukaan (υ)

Nilai kondisi permukaan menentukan berdasarkan besarnya nilai Ng dengan batasan pada tabel 2.5.

Tabel 2.5 Nilai Kondisi permukaan Nilai Gabungan

Kondisi (Ng)

Nilai Kondisi

Permukaan jalan (υ) Keterangan

20 – 30 3 – 4 Sangat baik

30 – 40 3 – 2 Baik

40 – 50 2 – 1 Sedang

50 – 150 1 – 0 jelek

Sumbe: Penilaian Kerusakan Jalan Bina Marga

Nilai υ yang besar menunjukkan kondisi jalan dalam keadaan, begitu pula sebaliknya jika nilai υ kecil menunjukan kondisi yang buruk.


(33)

29 2.11 Geometrik Jalan

Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang mengacu pada perencanaan fisik, sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yang memberikan pelayanan yang optimal pada arus lalu lintas yaitu menghasilkan jalan yang aman, nyaman, dan ekonomis.

Standar perencanaan geometrik yaitu fungsi jalan raya, volume lalu – lintas rencana dan kondisi medan. dasar perencanaan geometrik adalah karakteristik lalu lintas, sifat gerakan, dan ukuran kendaraan, prilaku pengemudi dalammengendalikan kendaraannya.

2.11.1 Karakteristik Geometrik Jalan

Karakteristik geometrik jalan yang akan mempengaruhi kapasitas dan kinerjanya apabila dibebani lalu lintas meliputi :

1. Tipe Jalan : yang dibahas dalam bab ini adalah jalan dua jalur dua arah tak terbagi (2/2-UD)

2. Bagian – bagian jalan

- Lebar jalur lalu lintas (Wc) adalah lebar jalur jalan yang dilewati lalu lintas dalam satuan meter (m), tidak termasuk bahu jalan, sehingga kapasitas akan meningkat dengan bertambahnya lebar jalur lalu lintas.

- Lebar jalur efektif (Wce) adalah lebar jalur yang tersedia untuk gerakan lalu lintas, setelah dikurangi akibat parkir. Bahu yang diperkeras kadang-kadang dianggap bagian dari lebar jalur efektif, dalam satuan meter (m).


(34)

30 - Lebar bahu (Ws) adalah lebar bahu disamping jalur jalan

direncanakan sebagai ruang untuk kendaraan yang sekali–sekali berhenti, pejalan kaki dan kendaraan lambat, dalam satuan meter (m). - Lebar bahu efektif (Wse) adalah lebar bahu yang benar-benar dapat

dipakai setelah dikurangi penghalang, dalam satuan meter (m), seperti: pohon, kios samping jalan, dan sebagainya. (Catatan: Lebar bahu efektif rata-rata dihitung sebagai berikut

 Jalan tak terbagi = (bahu kiri + Kanan)/2  Jalan terbagi (perarah) = (bahu dalam + luar)

3 Median adalah tiap arah yang memisahkan arah lalu lintas dijalan, yang terletak pada bagian tengah. Median yang direncanakan dengan baik, akan meningkatkan kapasitas. Apabila median tidak dibuat punya alasan tersendiri seperti kekurangan tempat, biaya.

4 Lengkung vertikal adalah mempunyai dua pengaruh, makin berbukit jalannya, makin lambat kendaraan bergerak ditanjakan dan juga puncak bukit, akan mengurangi kapasitas dan kinerja pada arus tertentu.

- Lengkung horisontal adalah jalan dengan tikungan tajam, yang memaksa kendaraan untuk bergerak lebih lambat dari pada dijalan lurus. Lengkung vertikal dan lengkung horisontal dapat dinyatakan sebagai type alinyemen umum (datar, bukit atau gunung).


(35)

31 5. Aktifitas samping jalan (hambatan samping)

Hambatan samping yang berpengaruh pada kapasitas dan kinerja jalan antara lain :

- Pejalan kaki

- Pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain - Kendaraan lambat (becak, kereta kuda)

- Kendaraan masuk dan keluar dari lahan di samping jalan. 6. Fungsi Jalan dan guna lahan.

Kelas fungsional jalan dapat mempengaruhi kecepatan arus bebas. Menurut Undang-Undang tentang jalan No. 13 tahun 1980, antara lain :

 Jalan Arteri adalah Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan sejumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.

 Jalan Kolektor adalah Jalan yang melayani angkutan pengumpulan / pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

 Jalan Lokal adalah Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. (Diktat Hendro Kustarto, 2005)


(36)

32 2.11.2 Karakteristik Lalu – Lintas

Kapasitas jalan yang akan direncanakan tergantung dari komposisi dan volume lalu lintas pemakai jalan pada segmen jalan Mastrip-Surabaya, oleh karena itu dibutuhkan analisis data lalu lintas. Besarnya volume atau arus lalu lintas diperlukan untuk menentukan jumlah dan lebar lajur pada satu jalur jalan. Jenis kendaraan digunakan untuk menentukan kelas beban atau MST (Muatan Sumbu Terberat). Unsur lalu lintas di atas roda disebut kendaraan dalam satuan unit. 1. Jenis Kendaraan.

a.Kendaraan ringan / kecil (LV) : kendaraan bermotor ber as dua dengan 4 roda dengan jarak as 2,0 – 3,0 meter, seperti mobil penumpang, pick up, mokrolet.

b.Kendaraan sedang (MHV) : kendaraan bermotor dengan dua gandar dengan jarak 3,5 – 5,0 meter, seperti bus kecil, truk dua as enam roda.

c. Kendaraan berat / besar (LB-LT)

 Bus besar (LB)

Bus dengan dua gandar atau tiga gandar dengan jarak as 5,0 – 6,0 meter.

 Truk berat (LT)

Truk tiga gandar dan truk kombinasi tiga, jarak antar gandar (gandar pertama ke dua) < 3,5 meter.


(37)

33 2.12 Sebab-Sebab Rusaknya Perkerasan

Masalah desain perkerasan serupa dengan struktural suatu jembatan. Sebuah jembatan harus mendukung kendaraan dengan cara menyalurkan bebannya melalui bagian bagian struktur berturut turut ke pondasi bawahnya dengan cara yang sama struktur perkerasan harus mendukung muatan pada permukaan dan menyalurkan muatan ini melalui lapisan permukaan. Pada struktur perkerasan ini bekerja muatan kendaraan roda bermotor yang terjadi sejumlah beberapa juta kali selama periode beberapa tahun. Setiap kali muatan lewat, terjadi beberapa defleksi permukaan dan lapisan di bawahnya. Apabila muatan ini berlebihan atau lapisan pendukung kehilangan kekuatanya, pengulangan beban mengakibatkan terjadinya gelombang dan retakan yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan total. Defleksi perkerasan ini dapat terjadi akibat deformasi elastis dari konsolidasi lapisan pondasi dan tanah dasar, atau akibat kombinasi deformasi elastis dan plastis.

Deformasi elastis terjadi apabila muatan roda secara temporer mengubah bentuk matrial pada pada pondasi dan menekan udara yang mengisi rongga-rongga lapisa pondasi (base) dan tanah dasar (subgrade). Pada defleksi elastis yang sebenarnya permukaan kembali pada bentuk dan posisi awal setelah muatan lewat, sehingga keaadaan tidak rata permanen tidak akan terjadi bahkan di bawah beban yang berulang-ulang. Pada tanah yang lenting, defleksi akibat muatan roda berat yang berulang ulang dapat menyebabkan kehancuran pada lapisan permuakaan. Hal ini dibuktikan dengan adanya retak buaya pada permukaan perkeraan, tetapi tanpa bekas rodanya (rutting).


(38)

34 Deformasi permanen terjadi pada saat muatan menimbulkan tegangan yang cukup besar pada tanah, lapisan pondasi atau perkerasan sehingga memadatakan material atau deformasi geser (aliran plastis tanpa perubahan volume). Walaupun pemadatan yang terjadi akibat suatu pemberian muatan roda bergerak adalah kecil, tetapi akibatnya akan permanen dan dapat meluas dengan bertambahnya penggulungan muatan. Deformasi yang terjadi akibat aliran platis juga dapat meluas karena pengulangan muatan. (Oglesby & Hicks, 1996)

2.13 Jenis Kerusakan Pada Perkerasan Lentur

Jenis-jenis kerusakan struktural jalan menurut Mocthar dan pemeliharaan jalan (No. 03/MN/B/1983) oleh Bina Marga adalah:

1. Retak (Cracking)

2. Perubhan bentuk (Distortion /Deformation) 3. Cacat permukaan (Surface Disintergration) 4. Permukaan licin (Slippery surface

2.13.1 Retak (Cracking)

Keretakan pada perkerasan lentur (Flexible Pavement) dapat terjadi dalam berbagai bentuk, masing-masing berbentuk retak yang disebabkan oleh sebagai berikut :

1. Retak Halus (Hair Cracking)

Retak halus adalah retak dengan celah lebih kecil atau sama dengan 3 mm dengan penyebaran setempat atau meluas. Retak tersebut dapat


(39)

meresap air lapisan di bawahnya. Jika retak ini tidak ditangani, maka akan berkembang menjadi retak kulit buaya (Alligator Cracks). Retak halus dapat disebabkan bahan perkerasan kurang baik, pelapukan permukaan, air tanah dan tanah dasar yang kurang baik. Retak halus digambarkan pada gambar 2.7 sebagai berikut:

Gambar 2.7 Retak halus 2. Retak Kulit Buaya (Alligator Cracks)

Retak kulit buaya yaitu keretakan dengan lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm yang saling berhubungan membentuk kotak-kotak kecil yang mirip dengan kulit buaya, retak ini sering disebut chicken wirecracks, karena membentuk kotak-kotak yang lebih kecil seperti kawat ayam (anyaman kawat berbentuk kotak-kotak). Jika retak ini tidak segera ditangani, maka akan berkembang menjadi lubang (potholes). Akibat pelepasan butir-butir. Retak kulit buaya diakibatkan oleh tidak setabilan permukaan di bawahnya akibat lapisan subgrade yang jenuh, sehingga perkerasan mengalami kerusakan, kerusakan ini juga dapat disebabkan dengan perkerasan yang kurang baik. Gambar kerusakan kulit buaya ditunjukan pada gambar 2.8 berikut:


(40)

Gambar 2.7 Retak Kulit Buaya (Alligator Cracks) 3. Retak Tepi

Retak tepi berupa retak memanjang, dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu jalan. Retak semacam ini umumnya pararel dengan tepi perkerasan dan terletak antara 0 sampai 30 cm dari tepi perkerasan, retak ini dapat meresap air kelapisan bawah, jika tidak ditangani maka retak tepi ini akan berkembang menjadi lebih besar yang diikuti pelepasan butir pada tepi retak. Umumnya retak tepi disebabkan karena lemahnya daya dukung lateral dari bahu jalan.

Retak ini dapat disebabkan karena adanya penurunan atau pengembangan material dibawah tepi perkerasan, akar-akar pohon berada di tepi jalan, drainase yang kurang baik. Gambar retak tepi digambarkan pada gambar 2.8 berikut:

Gambar 2.8 Retak Tepi


(41)

4. Retak pertemuan perkerasan dengan bahu jalan (edge joint cracks)

Retak pertemuan perkerasan dengan bahu jalan biasanya berupa retakkan yang cukup dalam. Retak ini memisahkan perkerasan dengan bahu jalan, bentuknya memanjang, meresap air ke lapisan di bawahnya. Jika tidak ditangani, retak ini dapat berkembang menjadi besar yang diikuti dengan pelepasan butir pada tepi retak. Penyebabnya kerusakan ini adalah keadaan tanah bawah mengikat perubahan kadar air, yang disebabkan kondisi drainase yang buruk.

Selain itu kondisi bahu jalan yang lebih tinggi daripada perkerasan jalan atau adanya penurunan pada perkerasan dibanding bahunya menyebabkan air tidak dapat mengalir ke selokan jalan sehingga air tersebut meresap lewat sambungan tepi kemudian terjadi retak pada sambungan ini. Juga adanya penyusutan campuran perkerasan dan adanya kendaraan roda berat yang melintas di jalan ini. Retak ini digambarkan pada gambar 2.9 berikut:

Gambar 2.9 Retak pertemuan perkerasan dengan bahu jalan (edge joint cracks)


(42)

5. Retak Sambungan Jalur/Jalan (Lane Joint cracks)

Retak ini merupakan retak memanjang dan terletak pada sambungan jalur lalu lintas dan memisahkan sambungan perkerasan. Retak ini dapat meresap air ke lapisan di bawahnya. Jika diabaikan maka keretakan ini akan mengakibatkan keretakan yang semakin membesar dan diikuti pelepasan butir pada tepi retak. Retak ini umumnya disebabkan karena terjadinya pelemahan atau tidak sempurnanya pada sambungan perkerasan pada waktu pengerjaan. Retak sambungan ditampilkan pada gambar 2.10 berikut:

Gambar 2.10 Retak Sambungan Jalur/Jalan (Lane Joint cracks) 6. Retak refleksi (Reflection cracks)

Retak refleksi merupakan keretakan pada asphalt overlay akibat refleksi dari keretakan yang telah terjadi dari keretakan yang terjadi pada struktur perkerasan di bawahnya. Bentuk keretakan dapat berupa longitudinal, transversal, diagonal dan block. Retak refleksi sering terjadi pada flexible pavement dengan portland cement trade base. Retak ini dapat meresapkan air ke lapisan bawahya apabila tidak ditangani maka akan menimbulkan keretakan yang semakin membesar dan pelepasan butir pada


(43)

tepi retak. Retak refleksi dapat juga terjadi pada overlay perkerasan lama, dimana kemudian perkerasan lama tidak diperbaiki terlebih dahulu. Penyebab keretakan ini adalah pergerakan vertical dan horizontal pada perkerasan dibawah overlay. Retak refleksi ditampilkan pada gambar 2.11 berikut

Gambar 2.11 Retak refleksi (Reflection cracks) 7. Retak susut (shrinkage cracks)

Retak susut ialah retak yang saling berhubungan membentuk serangkaian kotak-kotak besar sisinya lebih dari 30 cm, biasanya bersudut lancip atau tumpul retak ini dapat meresap air ke lapisan bawahnya. Jika tidak ditangani maka keretakan ini akan diikuti dengan pelepasan butir-butir sehingga timbul lubang. Retak ini disebabkan karena perubahan volume campuran aspal, base atau sub-grade, dan kurangnya lalu lintas yang lewat pada perkerasan. Retak susut ditampilkan pada gambar 2.12 berikut:

Gambar 2.12 Retak susut (shrinkage cracks)


(44)

8. Retak selip (Slippage Cracks)

Adalah retak degan berbantuk lengkung menyerupai bulan sabit searah dengan dorongan roda kendaraan pada permukaan perkerasan. Retak ini dapat meresap air ke lapisan bawahnya, jika tidak ditangani maka akan bertambah dengan pelepasan butir dan berubah menjadi lubang. Penyebab kerusakan ini yaitu kurang adanya rekatan yang baik antar lapisan permukaan dengan lapisan di bawahnya.

Retak selip diakibatkan adanya debu, minyak, karet, lumpur, air, atau material non adhesive yang merekat antara lapisan keduanya pada saat penghamparan. Retak selip ditampilkan pada gambar 2.13 berikut:

Gambar 2.13 Retak selip (slippage Cracks) 9. Retak sambungan pelebaran (widening cracks)

Retak sambungan pelebaran merupakan retak yang memanjang yang terlihat pada lapisan di atasnya perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran. Retak ini dapat meresap air ke lapisan di bawahnya. Apabila tidak ditangani dengan baik maka retak ini akan menimbulkan pelepasan butir-butir pada tepi yang retak sehingga retak akan bertambah lebar. Retak sambungan pelebaran ditampilkan pada gambar 2.14 berikut:


(45)

Gambar 2.14 Retak sambungan pelebaran (widening cracks)

2.13.2 Perubahan Bentuk (Distortion /Deformation)

Perubahan bentuk perkerasan merupakan akibat dari sub-base yang kurang padat atau sub-grade yang mengalami pergerakan. Perubahan bentuk dapat juga disertai dengan keretakan, disamping itu juga mengakibatkan bahaya lalu lintas, memungkinkan tertampungnya air dan sering menjadikan perkerasan lebih mudah rusak.

Perubahan bentuk perkerasan dibagi beberapa jenis yaitu: 1. Alur (Channel /Rutting)

Alur berupa alur atau parit yang sejajar dengan as jalan dan memanjang, umumnya terjadi pada jejak roda. Alur dapat menampung air karena air tidak mengalir ke selokan jalan, bentuk ini dapat mengurangi kenyamanan pengendara sehingga dapat membahayakan pemakai jalan. Jika tidak ditangani maka kerusakan ini akan diikuti keretakan pada jalan yang terjadi alur. Alur disebabkan adanya penurunan atau pergerakan ke atas pada lapisan bawah perkerasan akibat beban lalu lintas, atau pergerakan aspal itu sendiri. Dapat juga disebabkan kurangnya pemadatan pada campuran aspal. Alur ditampilkan pada gambar 2.15 berikut:


(46)

Gambar 2.15 Perubahan bentuk permukaan berupa alur (Channel /Rutting) 2. Keriting (Corrugation)

Keriting merupakan bentuk pergerakan plastis yang ditandai dengan kerutan melintang pada permukaan jalan. Keriting sering terjadi pada jalan yang banyak kendaraan melakukan pengereman mendadak dan berjalan lagi secara mendadak, terjadi pada tikungan yang tajam, bentuk ini mengurangi kenyamanan berkendara. Penyebab dari keriting umumnya karena stabilitas perkerasan yang rendah, juga terjadi lalu lintas sebelum perkerasan stabil (untuk menggukan aspal cair). Keriting ditampilakan pada gambar 2.16 berikut:

Gambar 2.16 Perubahan bentuk permukaan berupa keriting


(47)

3. Penurunan Permukaan /Amblas (Grade Depression)

Penurunan permukaan ditandai dengan areal lebih rendah dari sekitarnya dengan ukuran terbatas. Amblas dapat disertai dengan retak-retak, kedalaman yang dapat menampung air, dan meresap air, bisa membahayakan pemakai jalan apabila tidak ditangani amblas akan menjadi lubang. Penurunan permukaan disebabkan lalu-lintas yang lebih berat dari yang direncanakan sebelumnya, penurunan dari lapisan bawah perkerasan, dan buruknya pengerjaan kontruksi.yang dijelaskan pada gambar 2.17 berikut:

Gambar 2.17 Perubahan bentuk permukaan berupa penurunan permukaan /amblas (Grade Depression)

4.Sangkur (Showing)

Sangkur (showing) adalah bentuk gerakan plastis yang berupa cekungan dan gelembung. Perubahan bentuk bersifat setempat yaitu pada kendaraan yang berhenti, kelandaian yang curam, tikungan tajam, dengan tanpa retak. Sangkur bisa menampung dan meresap air mengurangi kenyamanan berkendara sehingga bisa membahayakan lalu lintas. Penyebab dari sangkur ini sama dengan penyebab dari kerusakan keriting. Sangkur digambarkan pada gambar 2.19 berikut


(48)

Gambar 2.19 Perubahan bentuk permukaan berupa sangkur (Showing) 5. Jembul (Upheaved)

Jembul merupakan pergerakan keatas dari perkerasan. Perubahan bentuk ini bersifat setempat dengan atau tanpa retak, menghambat pengaliran air dan meresapkan air, mengurangi kenyamanan berkendara hingga membahayakan pemakai jalan. Jembul umumnya disebabkan adanya pengembangan tanah dasar yang ekspansif. Perubahan bentuk permukaan berupa jembul digambarkan pada gambar 2.20 berikut:

Gambar 2.20 Perubahan bentuk permukaan berupa jembul (Upheaved)


(49)

2.13.3 Cacat Permukaan (Surface Disintergration)

Cacat permukaan adalah pecahnya lapisan perkerasan menjadi bagian-bagian yang lepas, termasuk lepasnya partikel agregat. Cacat permukaan jika tidak segera ditangani maka akan terjadi kerusakan yang lebih berat yang dibagi beberapa jenis sebagai berikut yaitu:

1. Lubang (Potholes)

Lubang merupakan lepasnya lapiasan permukaan yang bersifat setempat, dapat menampung dan meresap air, karena bentuknya seperti mangkuk dan mengurangi kenyamanan berkendara sehingga membahayakan pemakai jalan. Apabila tidak ditangani maka potholes ini akan menjadi lubang yang semakin dalam. Penyebab terjadinya lubang adalah terlalu sedikitnya aspal pada campuran sehingga terlepasnya butiran-butiran yang mengakibatkan lubang. Lubang ditampilkan pada gambar 2.21 berikut:

Gambar 2.21 Cacat Permukaan Berupa Lubang (Potholes) 2. Pengelupasan (Ravelling)

Pengelupasan (Ravelling) adalah pengelupasan partikel-partikel perkerasan dari permukaan pengelupasan ini mencakup pengelupasan butir sampai pengelupasan lapis permukaan, mula-mula partikel-partikel agregat 45


(50)

halus lepas akhirnya permukaan menjadi kasar. Pengelupasan ini dapat menampung dan meresap air. Cacat permukaan jenis ini mengurangi kenyamanan berkendara dan dapat membahayakan pengguna jalan, hal tersebut bisa terjadi jika cacat permukaan tidak segera ditangani akan berkelanjutan menjadi lubang (potholes) digambarkan pada gambar 2.22 berikut:

Gambar 2.22 Cacat Permukaan Berupa Pengelupasan (ravelling)

2.13.4 Permukaan Licin (Slippery Surface)

Dalam keadaan permukaan kering, jalan-jalan menjadi licin akibat adanya lapisan tipis aspal pada permukaan jalan, pengausan agregat lapisan permukaan akibat banyaknya minyak, lumpur dan lain-lain. Perkerasan sering menjadi licin pada kondisi basah, hal ini adanya lapisan air pada permukaan jalan yang menyebabkan berkurangnya daya gesek roda. Jenis cacat ini berbahaya bagi jalan raya yang kecepatan lalu lintasnya sedang sampai dengan tinggi jenis permukaan licin ada dua macam yaitu:


(51)

1. Kegemukan (flushing asphalt)

Flushing adalah adanya aspal yang keluar dari pemukaan

perkerasan yang menimbulkan bercak-bercak hitam atau berupa lapisan tipis yang licin. Penyebab kerusakan tersebut adalah akibat terlalu tingginya kadar aspal pada lapisan perkerasan. Beban lapisan berat yang mengandung banyak aspal yang mangakibatkan aspal keluar dari permukaan. Kegemukan digambarkan pada gambar 2.23 berikut:

Gambar 2.23 Permukaan licin berupa kegemukan (flushing aspahlt) 2. Pengausan Agregat (Polished Aggregate)

Polished Agregate adalah pengausan partikel agregat pada permukaan perkerasan, agregat tersebut menjadi licin. Penyebab keausan agregat ini adalah adanya pergeseran roda kendaraan. Jenis agregat mempengaruhi kecepatan pengausan. Gambar pengausan agregat sebagaimana ditampilkan pada gambar 2.24

Gambar 2.24 Pengausan Agregat (Polished Aggregate)


(52)

48 Dari berbagai macam jenis kerusakan jalan dan kategorinnya diperlukan perhitungan penilaian kerusakan jalan yaitu menggunakan Metode Bina Marga maupun dengan metode Dirgolaksono.

2.14 Uji Statistik

Analisa statistik adalah suatu aktivitas yang dilakukan untuk mengolah data penelitian dengan menggunakan metode statistik untuk menghasilkan suatu informasi yang berguna.

Klasifikasi statistik menjadi dua bidang yaitu: 1. Statistik deskriptif

Statistik deskriptif merupakan proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga mudah dipahami dan diinterprestasikan. Statistik deskriptif berfungsi mempelajari tata cara pengumpulan, pencatatan, penyusunan dan penyajian dalam bentuk table frekuensi atau grafik dan selanjutnya dilakukan pengukuran nilai-nilai statistinya seperti mean (rerata aritmetik), median, modes, standart deviasi. Pada umumnya memberikan informasi mengenai karakteristik variable penelitian utama dan data demografi responden.

2. Statistik Induktif atau statistik inferensial

Ilmu statistik yang berfungsi mempelajari tata cara penarikan kesimpulan megenal keseluruhan populasi berdasarkan data hasil penelitian pada sampel (bagian dari populasi).

Berdasarkan asumsi yang mendasarinya, statistik induktif dibedakan menjadi dua yaitu:


(53)

49 a. Statistik parametik: pendugaan dan uji hipotesis dari parameter populasi

didasarkan anggapan bahwa skor-skor yang dianalisis telah ditarik dari suatu populasi dengan distribusi tertentu.

b. Statistik nonparamatik: pendugaan dan uji hipotesis dari parameter populasi anggapan bahwa skor-skor yang dianalisis telah ditarik dari suatu populasi dengan bebas sebaran (tidak mengikuti distribusi tertentu).

2.14.1 Macam Penelitian

Agar dapat menentukan teknik statistik nonparametis digunakan uji hipotesis maka harus diketahui terlebih dahulu macam-macam data yang dan bentuk hipotesis penelitian, macam data penelitian dibagi menjadi dua yaitu:

a. Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat, dan gambar.

b. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka, atau data kualitatif yang diangkakan. Data kuatitatif dibagi menjadi dua yaitu data diskrit/nominal dan data kontium, yang dijelaskan di bawah ini:

1. Data nominal : data yang hanya dapat digolongkan secara terpisah.

2. Data kontium adalah data yang bervariasi menurut tingkatan dan data ini diperoleh dari hasil pengukuran. Data kontium dibagi menjadi tiga yaitu:


(54)

50 b) Data interval : data yang jaraknya sama tetapi tidak

mempunyai nilai nol (0) absolute/mutlak.

c) Data rasio adalah data yang jaraknya sama dan mempunyai nilai nol mutlak. (Modul Effendi Nazarudin, 2006)

2.14.2 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementera karena jawaban yang baru diberikan didasarkan pada teori dan belum menggunakan fakta. Dalam penelitian yang menggunakan analisis statistik inferensial terdapat dua hipotesis yang perlu diuji, yaitu hipotesis penelitian dan hipotesis statistik. Menguji hipotesis penelitian berarti menguji jawaban yang sementara (tentatif) itu apakah benar terjadi pada sampel yang diteliti atau tidak, kalau terjadi berarti hipotesis penelitian terbukti, kalau tidak berarti tidak terbukti.(Sugiono, 2007)

Menurut tingkat penjelasan variabel yang diteliti maka terdapat dua bentuk hipotesis yang dirumuskan dan diuji yaitu:

a. Hipotesis diskriptif, yaitu dugaan terhadap nilai suatu variabel dalam satu sampel walaupun di dalamanya bisa terdapat beberapa kategori. b. Hipotesis Komparatif, yaitu dugaan terhadap perbandingan dua

sampel atau lebih.

c. Hipotesis Asosiatif (hubungan), yaitu dugaan terhadap dua variabel atau lebih.


(55)

51 2.14.3 Statistik Nonparametris Untuk Pengujian Hipotesis

Terdapat dua macam teknik statistik inferensial yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis penelitian, yaitu statistik parametris dan statitik nonparametris. Statistik Parametris lebih banyak digunkan untuk data yang berbentuk interval dan rasio, dengan dilandasi beberapa persyaratan tertentu misalnya : data variabel yang akan dianalisis harus berdistribusi normal. Statistik nonparametris digunakan untuk menganalisis data yang berbentuk nominal dan ordinal dan tidak dilandasi persyaratan data harus berdistribusi normal.

2.14.4 Menentukan Ukuran Sampel

Salah satu syarat penggunaan teknik statistik nonparametris adalah sampel sebagai sumber data harus diambil secara acak, atau yang biasa disebut random sampling. Random sampling berarti teknik pengambilan sampel yang member peluang sama kepada seluruh anggota populasi untuk dapat dipilih sebagai anggota sampel.

Sampel yang baik adalah sampel yang reprensentatif mewakili populasi. Berapa jumlah anggota sampel yang akan digunakan sebagai sumber data tergantung pada tingkat keprcayaan yang dikehendaki. Bila dikehendaki sampel dipercaya 100% mewakili populasi, maka jumlah anggota sampel sama dengan jumlah anggota populasi. Bila tingkat kepercayaan 95%, maka jumlah anggota sampel akan lebih kecil dari jumlah anggota populasi.


(56)

52 2.14.5 Pengujian Hipotesis Komparatif 2 Sampel Berpasangan

Menguji Hipotesis komparatif 2 sampel yang berpasangan berarti menguji ada atau tidak adanya perbedaan yang signifikasi antara nilai variabel dari dua sampel yang berpasangan/ berkorelasi. Sampel yang berpasangan dapat berupa:

1. Satu sampel diukur dua kali, misalnya sampel sebelum diberi beban kendaraan dan sesudah diberi beban kendaraan. Yang diukur selanjutnya adalah setelah diberi beban kendaraan adanya peningkatan kerusakan jalan daripada sebelum diberi beban kendaraan atau sebelum dilakukan penelitian.

2. Dua sampel yang diukur secara bersama-sama, misalnya sampel satu diberi beban dan sampel yang kedua tidak diberi beban. Selanjutnya diukur adalah apakah sampel yang diberi beban memberikan distorsi yang lebih besar atau tidak.

Teknik statistik nonparametris yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif sampel berpasangan bila datanya berbentuk nominal adalah menggunakan Mc Nemar Test dan untuk data ordinal adalah menggunakan Sign Test.

Mc Nemar Test adalah teknik statistik ini digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel yang berkorelasi bila datanya berbentuk nominal/diskrit. Rancangan penelitian biasanya berbentuk “before after”. Jadi hipotesis penelitian merupakan perbandingan antara nilai sebelum dan sesudah ada perlakuan/ treathment (membuktikan ada atau tidak adanya perubahan)


(57)

53

Sign Test (Uji Tanda) digunakan untuk menguji hipotesis dua sampel yang berkorelasi, datanya berbentuk ordinal. Teknik ini dinamakan uji tanda (sign test) karena data yang akan dianalisa dinyatakan dalam bentuk tanda-tanda yaitu tanda positif dan negatif. Misalnya suatu eksperimen, hasilnya tidak dinyatakan berapa besar kuantitatif, tetapi dinyatakan dalam bentuk positif dan negatif

Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah sampel yang berpasangan, misalnya sampel sebelum adanya suatu uji dan sesudah adanya uji terhadap suatu permasalahan. Tanda positif dan negatif dapat diketahui berdasarkan perbedaan nilai antara satu dengan yang lain dalam pasangan tersebut.

2.14.6 Uji Statistik Wilcoxon Signed Ranks Test

Wilcoxon signed-rank test adalah uji statistik yang

memperlakukan data sebagai data ordinal. Jadi maksud dari wilcoxon signed-rank test juga untuk menghitung peringkat nilai masing-masing, tetapi mereka dihitung berdasarkan perbedaan antara kedua kelompok. Syarat :

1. Data diperlakukan sebagai data ordinal dengan maksud data yang digunakan adalah hasil dari kondisi kerusakan jalan atau tingkat kerusakan jalan.

2. Data ≠ 0


(58)

54 Hipotesis Wilcoxon Signed Ranks Test

Ho : Volume lalu lintas tidak mempunyai pengaruh terhadap kerusakan jalan yang terjadi di sepanjang jalan.

H1 : Volume lalu lintas mempunyai pengaruh terhadap kerusakan jalan yang terjadi di sepanjang jalan.

Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan untuk wilcoxon signed ranks test ada tiga cara yaitu:

a. Dengan membandingkan statistik hitung dengan statistik tabel yaitu:

- Jika statistik hitung < statistik tabel, maka Ho ditolak. - Jika statistik hitung > statistik tabel, maka Ho diterima. (digunakan untuk data sampel ≤ 25)

b. Berdasarkan angka Z, dasar pengambilan keputusan sama dengan uji z:

- Jika statistik hitung (angka z output) > statistik tabel (tabel z), maka Ho ditolak.

- Jika statistik hitung (angka z output) < statistik tabel (tabel z), maka Ho diterima.

c. Pengambilan keputusan berdasarkan probabilitas, dasar pengambilan keputusan:

- Jika probabilitas (p) > α, maka Ho diterima - Jika probabilitas (p) < α, maka Ho ditolak.

Dimana

α = 0.05


(59)

55 2.14.7 Uji Statistik Paired T-Test (Uji T-Sample Berpasangan)

Untuk mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan (dilewati beban selama 99 hari) pada sampel. Jadi ada sampel yang diamati sebanyak dua kali yaitu sebelum diberi perlakuan (dilewati beban selama 99 hari) dan sesudah diberi perlakuan (dilewati beban selama 99 hari) dapat menggunakan uji-t. Dua sampel berpasangan untuk melihat ada atau tidak adanya perbedaan, atau untuk dapat melihat ada atau tidak adanya pengaruh perlakuan (dilewati beban selama 99 hari) terhadap hasil sampel.

Syarat :

1. Data bersekala minimal (interval dan rasio) 2. Data berdistribusi normal

Hipotesis Paired T Test

Ho :

µ

Sebelum =

µ

Sesudah

H1 :

µ

Sebelum≠

µ

Sesudah

Atau

Ho : tidak adanya perbedaan sebelum dan sesudah perlakuan (dilewati beban selama 99 hari)

H1 : adanya perbedaan sebelum dan sesudah perlakuan (dilewati beban


(60)

56 Pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan pada uji statistik paired t test ada dua cara yaitu:

a. Berdasarkan perbandingan t hitung dengan t tabel. Dasar pengambilan keputusan sama dengan uji-t adalah

- Jika statistik hitung (angka t output) > statistil tabel (tabel t), maka Ho ditolak.

- Jika statistik hitung (angka t output) < statistil tabel (tabel t), maka Ho diterima.

b. Berdasarkan nilai probabilitas

- Jika probabilitas (p) > α, maka Ho diterima. - Jika probabilitas (p) < α, maka Ho ditolak.

Dimana

α = 0.05

probabilitas (p) ditunjukan pada kolom sig.(2 tailed)

Pada prinsipnya pengambilan keputusan berdasarkan t hitung dan t tabel akan selalu menghasilkan kesimpulan yang sama dengan pengembilan keputusan dengan angka probabilitas (p).


(61)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Umum

Metodologi dalam tugas akhir ini menjelaskan cara peneliti melalui proses awal hingga mendapatkan hasil yang akan direncanakaan. Akan diperoleh data kerusakan jalan, dan data-data yang dapat mendukung pengerjaan tugas akhir.

3.2 Metodologi Pengaruh Volume Kendaraan Terhadap Kerusakan Jalan

Metodologi pengaruh kerusakan jalan akibat volume kendaraan. Metodologi ini mengacu pada berbagai literatur mengenai kerusakan jalan, jenis-jenis kerusakan jalan, kapasitas jalan, kondisi perkerasan, dan volume kendaraan.

3.3 Pekerjaan Persiapan

Adapun yang ada dalam kegiatan persiapan antara lain :

1.Mengurus surat – menyurat yang diperlukan, proposal, surat pengantar dari fakultas dan sebagainya.

2.Melakukan survei di lapangan

3.Mencari informasi dan mengumpulkan data – data pendukung kepada instansi terkait antara lain Dinas PU Bina Marga Propinsi Jawa Timur


(62)

3.4 Pengumpulan Data

 Data-data Primer

- Visualisasi mengenai kondisi kerusakan di jalan Mastrip. - Kerusakan jalan sepanjang jalan mastrip.

- Foto kerusakan jalan - Melakukan traffic counting

3.5 Langkah Langkah Melakukan Studi Pengaruh Kerusakan Jalan Terhadap Volume Kendaraan yang Berlebih

3.5.1 Tahap Pengolahan Data

1. Entry data survey - Kondisi Jalan

Entry untuk kondisi kerusakan jalan sesuai dengan metode Dirgolaksono & Mochtar (1990), kerusakan jalan yang ditinjau dilengkapi dengan foto jenis kerusakan yang terjadi sepanjang jalan Mastrip STA 2+100 – STA 7+100

- Traffic Counting

Entry traffic counting ialah membuat data LHR untuk empat titik A, B, C, dan D dimana 4 titik tersebut adalah titik kerusakan yang diyakini mengalami kerusakan daripada titik yang lain, titik-tiik tersebut yaitu:

1. Titik A yaitu meninjau STA 2+100 - STA 4+300 arah Kebraon menuju Bambe.


(63)

2. Titik B yaitu meninjau STA 4+300 – STA 7+100 arah Kebraon Menuju Bambe

3. Titik C yaitu meninjau STA 2+100 – STA 4+300 arah Bambe menuju Kebraon

4. Titik B yaitu meninjau STA 4+300 – STA 7+100 arah Bambe menuju Kebraon

2. Membuat data harian lalu lintas dari hasil survey traffic.

3. Menghitung nilai kerusakan yang terdiri dari survei data I dan survei data II unruk kemudian dihitung selisih perbandingan antara survey I dan survei II yang menggunakan metode Dirgolaksono & Mochtar (1990).

3.5.2 Menentukan Hipotesis Penelitian

Tahap menentukan hipotesis pada tugas akhir ini ada dua yaitu: 1. Menentukan Hipotesis Wilcoxon Signed Ranks Test

Tahap menentukan hipotesis untuk studi pengaruh kerusakan akibat volume kendaraan yang berlebih pada ruas jalan Mastrip STA 2+100 – STA 7+100 menggunakan uji statistik wilcoxon signed ranks test yaitu sebagai berikut:

Ho : Volume lalu lintas tidak mempengaruhi kerusakan pada jalan Mastrip STA 2+100 – STA 7+100.

H1 : Volume lalu lintas mempengaruhi kerusakan pada jalan Mastrip STA


(64)

2. Menentukan Hipotesis Paired T Test.

Menentukan hipotesis untuk studi pengaruh kerusakan jalan akibat volume kendaraan yang berlebih pada ruas jalan Mastrip STA 2+100 – STA 7+100 menggunakan uji statistik paired t test sebagai berikut:

Ho : Tidak adanya perbedaan antara sebelum dan sesudah dilalui beban selama 99 hari.

H1 : Adanya perbedaan antara sebelum dan sesudah dilalui beban selama

99 hari.

3.5.3 Tahap Perhitungan

Hasil traffic counting yang telah diolah maka bisa didapatkan nilai EAL dalam waktu 99 hari, untuk kemudian didapatkan pengaruh kerusakannya dengan menggunakan uji statistik wilcoxon signed ranks test dan paired T test.

Uji statistik wilcoxon signed ranks test data yang digunakan dalam uji statistik ini menggunakan data ordinal, data tersebut membandingkan kondisi kerusakan jalan antara survei tahap I (sebelum) dan survei tahap II (sesudah). Kondisi kerusakan jalan didapatkan dari pengelompokan nilai kerusakan jalan berdasarkan Metode Dirgolaksono & Mochtar (1990) dimana dalam metode tersebut nilai kerusakan dikelompokan menjadi 4 peringkat berdasarkan kondisi perkerasan dijadiakan peringkat untuk menganalisa menggunakan uji statistik wilcoxon signed ranks test yaitu: 1 : total dari nilai kerusakan 0 - 20


(65)

3 : total dari nilai kerusakan 40 - 90 4 : total dari nilai kerusakan lebih dari 90

(Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bab II)

Uji statistik paired T test data yang digunakan dalam uji statistik ini menggunkan data yang bersifat rasio, data tersebut membandingkan kondisi nilai kerusakan jalan antara survei tahap I (sebelum) dan survei tahap II (sesudah). Nilai kerusakan jalan didapatkan dari survei kerusakan jalan secara visualisasi pada jalan Mastrip.

3.5.4.Tahap Penarikan Kesimpulan

Tahap penarikan kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan dua metode yaitu:

1. Penarikan Kesimpulan Uji Statistik Wilcoxon Signed RanksTest a. Dengan membandingkan statistik hitung dengan statistik tabel

yaitu:

- Jika statistik hitung < statistik tabel, maka Ho ditolak. - Jika statistik hitung > statistik tabel, maka Ho diterima. (digunakan untuk data sampel ≤ 25)

b. Berdasarkan angka Z, dasar pengambilan keputusan sama dengan uji z:

- Jika statistik hitung (angka z output) > statistik tabel (tabel z), maka Ho ditolak.


(66)

- Jika statistik hitung (angka z output) < statistik tabel (tabel z), maka Ho diterima.

(Nilai z ditunjukan pada kolom z dari hasil analisa menggunakan progam SPSS wilcoxon signed ranks test) c. Berdasarkan probabilitas (p), dasar pengambilan keputusan:

- Jika probabilitas (p) > α, maka Ho diterima - Jika probabilitas (p) < α, maka Ho ditolak.

Dimana:

α = 0.05

(probabilitas (p) ditunjukan pada kolom asymp Sig(2-tailed) dari hasil analisa menggunakan SPSS wilcoxon signed ranks test)

2. Penarikan Kesimpulan Uji Statistik Paired T Test

Berdasarkan probabilitas (p), dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:

 Jika probabilitas (p) > α, maka Ho diterima.  Jika probabilitas (p) < α, maka Ho ditolak. Dimana:

α = 0.05

(probabilitas (p) ditunjukan pada kolom sig(2 tailed) dari hasil analisa menggunakan progam SPSS paired T test)


(67)

3.6 Diagram Pengerjaan Tugas Akhir

Menentukan Hipotesis

Ho: Volume Lalu lintas tidak mempengaruhi kerusakaan yang terjadi di jalan Mastrip H1: Volume Lalu Lintas Mempengaruhi Kerusakan yang Terjadi di jalan Mastrip

Studi Literatur MULAI

Data Primer:

- Traffic Counting - Kondisi Kerusakan

Jalan

Menghitung Nilai Kerusakan

Menghitung Nilai EAL Kendaraan

Selama 99 Hari

Menentukan Pengaruh Kerusakan Jalan Terhadap Nilai EAL Selama 99 Hari

Ho Ditolak Ada Pengaruh

Ho Diterima Tidak Adanya Pengaruh

Penanggulangan Kerusakan Jalan

Kesimpulan SELESAI

Gambar 3.1 Flowcart Studi Pengaruh Kerusakan Jalan Akibat Volume Kendaraan yang Berlebih


(68)

 

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Penilaian Kerusakan Jalan

Pada tugas akhir ini data kerusakan jalan diperoleh dari survei di jalan Mastrip yang dibagi menjadi dua tahap yaitu:

- Tahap I (tanggal 27 Maret 2010) :

 Survei kerusakan jalan dengan cara visualisasi

 Menghitung volume kendaraan yang melintas di daerah yang banyak terjadi kerusakan.

- Tahap II ( tanggal 3 Juni 2010)

 Survei kerusakan jalan dengan cara visualisasi

 Menghitung volume kendaraan yang melintas di daerah yang banyak terjadi kerusakan.

Data yang banyak digunakan berupa form survei metode Dirgolaksono & Mochtar (1990). Sedangkan pada tugas akhir ini menggunakan dua metode, yaitu metode Dirgolaksono & Mochtar (1990) dan metode Bina Marga. Observasi pengaruh kerusakan jalan dan pengaruh kerusakan jalan terhadap volume lalu lintas dilakukan uji statistik dengan menggunakan metode wilcoxon sign rank test, dan paired T test dengan tingkat signifikasi p≤0,05.


(69)

Jenis form survei kerusakan pada metode Dirgolaksono & Mochtar (1990) berbeda dengan form survei metode bina marga, begitu juga dengan jenis kerusakan yang ditinjau. Perbedaan jenis kerusakan tersebut dalam tabel 4.1.

Tabel 4.1 Jenis Kerusakan pada Metode Dirgolaksono & Mochtar (1990) dan Metode Bina Marga

Metode Dirgolaksono & Mochtar

Potholes Ravelling/ Weathering Alligator Cracking Profile Distortion Block Cracking Transverse Crack Longitudinal Cracking Rutting Flushing Edge Distortion

Metode Bina Marga

Lubang Lepas Retak Aspal Beton Penetrasi Alur Gelombang Ambles Belahan Tambalan

Konversi jenis kerusakan jalan dari metode Dirgolaksono & Mochtar (1990) menjadi metode Bina Marga adalah seperti pada tabel 4.2 yang menjelaskan tentang konverensi nilai kerusakan jalan dari metode Dirgolaksono & Mochtar untuk setiap jenis kerusakan yang ada.

Tabel 4.2 Konversi Nilai Kerusakan dari Metode Dirgolaksono & Mochtar (1990) menjadi Metode Bina Marga.

Jenis Kerusakan dan Metode NO Dirgolaksono &

Mochtar

Tingkat Kerusakan Bina Marga Kerusakan % 1 Potholes

0-10% (Slight & Moderate) 1-10% (Severe)

10-30% (Slight & Moderate) 10-30% (Severe)

30-60% (Slight & Moderate) 30-60% (Severe)

>60% (Slight, Moderate, Severe)

Lubang <5% 5%-20% 20%-40% >40%  


(70)

 

Jenis Kerusakan dan Metode NO

Dirgolaksono & Mochtar

Tingkat Kerusakan Bina Marga Kerusakan % ` Ravelling/ Weathering

0-10% (Slight & Moderate) 1-10% (Severe)

10-30% (Slight & Moderate) 10-30% (Severe)

30-60% (Slight & Moderate) 30-60% (Severe)

>60% (Slight, Moderate, Severe)

Lepas <5% 5%-20% 20%-40% >40% 3 Alligator Cracking Block Cracking Transverse Crack Longitudinal Cracking

0-10% (Slight & Moderate) 1-10% (Severe)

10-30% (Slight & Moderate) 10-30% (Severe)

30-60% (Slight & Moderate) 30-60% (Severe)

>60% (Slight, Moderate, Severe)

Retak <5% 5%-20% 20%-40% >40% 4 Rutting

0-10% (Slight & Moderate) 1-10% (Severe)

10-30% (Slight & Moderate) 10-30% (Severe)

30-60% (Slight & Moderate) 30-60% (Severe)

>60% (Slight, Moderate, Severe)

Alur <5% 5%-20% 20%-40% >40% 5 Profile Distortion

0-10% (Slight & Moderate) 1-10% (Severe)

10-30% (Slight & Moderate) 10-30% (Severe)

30-60% (Slight & Moderate) 30-60% (Severe)

>60% (Slight, Moderate, Severe)

Gelombang Amblas <5% 5%-20% 20%-40% >40% 6 Flushing

0-10% (Slight & Moderate) 1-10% (Severe)

10-30% (Slight & Moderate) 10-30% (Severe)

30-60% (Slight & Moderate) 30-60% (Severe)

>60% (Slight, Moderate, Severe)

Tambalan <5% 5%-20% 20%-40% >40% 7 Edge Distortion

0-10% (Slight & Moderate) 1-10% (Severe)

10-30% (Slight & Moderate) 10-30% (Severe)

30-60% (Slight & Moderate) 30-60% (Severe)

>60% (Slight, Moderate, Severe)

Belahan <5% 5%-20% 20%-40% >40%


(71)

 

4.2 Evaluasi Nilai Kerusakan Jalan

Evaluasi terhadap nilai kerusakan jalan dijelaskan dengan menggunakan tabel kerusakan. Tabel-tabel kerusakan tersebut terdiri menjadi dua metode yaitu tabel metode Dirgolaksono & Mochtar (1990) dan tabel metode Bina Marga, kedua metode tersebut ditinjau dua kali karena pada jalan Mastrip terbagi menjadi dua arah yaitu arah Kebraon ke Bambe dan arah Bambe ke Kebraon.

4.2.1 Survey Tahap I

Survei tahap I dilakukan pada tanggal 27 Maret 2010 perhitungan nilai kerusakan jalan dapat dijelasakan pada tabel. Tabel yang digunakan yaitu

1. Tabel Metode Dirgolaksono & Mochtar (1990) 2. Tabel Metode Bina Marga

Penilaian kerusakan dengan menggunakan metode Dirgolaksono & Mochtar (1990) terdiri dari dua arah yang ditinjau, yaitu arah:

1. Kebraon menuju Bambe yang dijelaskan pada tabel 4.4 2. Bambe menuju Kebraon yang dijelaskan pada tabel 4.5.


(72)

Untuk perhitungan nilai kerusakan dapat dihitung sebagai berikut 1. Nilai Kerusakan STA 2+100 – STA 2+200

Kategori I Faktor Pengali 6

Potholes : 0

Kategori II Faktor Pengali 2

Ravelling/weathering : 1 Alligator Cracking : 0 Profile Distortion : 0

Kategori III Faktor Pengali 1

Block Cracking : 0 Transverse Crack : 0 Longitudinal Crack : 3 Rutting : 0

Kategori IV Faktor Pengali 0,25

Flushing : 3

Edge Distortion : 0

NK (STA 2+100 – STA 2+200)

) 25 , 0 4 ( ) 1 3 ( ) 2 2 ( ) 6

(       

KatI Kat Kat Kat

= (06)

(100)2

 

 (0030)1

 

 (30)0,25

= 5,75

Untuk Perhitungan Selanjutnya Dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini


(1)

g. Truk tandem (T 1.22) truk 3 as gandar tandem dan dual whole pada as belakang dengan volume harian sebesar 551 kendaraan/hari (6.34%)

h. Truk gandeng (T1.2 + 2.2) truk 4 as gandengan, penggandeng adalah jenis 1.22 dan gandengan 2 as masing - masing dual whole dengan volume harian sebesar 408 kendaraan/hari (0.25%)

i. Truk trailer (T.1 2.2) truk 3 as, trailer dual whole pada masing-masing as belakang dengan volume harian sebesar 449 kendaraan/hari (0.28%)

j. Sepeda, becak dan gerobak sebagai hambatan samping dengan volume harian sebesar 7459 kendaraan/hari (4.60%)

2. Hasil pengamatan di lapangan selama survei I dan survei II jenis kerusakan yang terbanyak pada ruas jalan Mastrip STA 2+100 – STA 7+100 adalah jenis kerusakan raveling/weathering dengan persentase sebesar 13.80%, sedangkan jenis kerusakan yang paling sedikit adalah block cracking dengan persentase sebesar 6.04%.

3. Persentase penyebab kerusakan terbesar adalah kendaraan jenis kendaraan berat tipe trailer dengan persentase 31.98%. Secara keseluruhan penyebab kerusakan jalan karena beban kendaraan komersil yang mencapai 99.84%.


(2)

4. Pengaruh kerusakan jalan terhadap volume lalu lintas didapatkan dari hasil analisa yang menggunakan uji statistik wilcoxon signed ranks test dan paired t test dengan tingkat signifikan P<α dimana α = 0.05 didapatkan hasil sebagai berikut:

a. Uji statistik menggunakan wilcoxon signed ranks test menunjukan hasil sebagai berikut :

- Arah Kebraon menuju Bambe didapatkan nilai p = 0.04 berarti menunjukan bahwa adanya pengaruh kerusakan jalan terhadap volume kendaraan yang melintas di sepanjang jalan Mastrip. - Arah Bambe menuju Kebraon didapatkan nilai p = 0.01

menunjukan bahwa lebih signifikasi dibanding arah kebraon meunuju Bambe.

b. Uju statistik menggunakan partial T test menunjukan hasil sebagai berikut:

- Dari hasil partial T test menunjukan bahwa arah Kebraon menuju bambe maupun Bambe menuju Kebraon didapatkan nilai P=0.000 menunjukan bahwa adanya perbedaan yang sangat signifikan antara sebelu dan sesudah dilewati beban roda selama 99 hari.

c. Dari hasil uji statistik di atas disimpulkan bahwa adanya pengaruh antara kerusakan jalan dengan volume kendaraan yang berdasarkan nilai EAL yang dihitung selama 99 hari.


(3)

5. Kerusakan pada jalan Mastrip STA 2+100 – STA 7+100 dapat ditanggulangi dengan cara sebagai berikut:

a. Kebraon menuju Bambe didapatkan persentase kondisi nilai kerusakan dan sebagai berikut:

- Persentase kategori 1 dengan total (22 %) - Persentase kategori 2 dengan total(44%) - Persentase kategori 3 dengan total (28%), dan - Persentase kategori 4 dengan total (8%)

Hasil kondisi kerusakan pada jalan Mastrip STA 2+100 – STA 7+100 arah Kebraon menuju Bambe menunjukan kategori 2 merupakan persentase terbesar dengan total 44%. Cara penanggulangan butuh pemeliharaan ringan seperti: penambalan lubang, crack sealing, dan ravelling.

b. Bambe menuju Kebraon didapatkan total pesentase berdasarkan nilai kerusakan dan cara menanggulanginya sebagai berikut:

- Persentase kategori 1 dengan total 8% - Persentase kategori 2 dengan total 46% - Persentase kategori 3 dengan total 42% - Persentase kategori 4 dengan total 4%

Hasil total kondisi kerusakan tersebut didominasi kategori 2 dengan total 46% yaitu kerusakan ringan hingga kerusakan tinggi dengan tingkat keparahan rendah. Cara untuk menanggulanginya


(4)

112 c. Dengan hasil persentase kerusakan jalan yang terjadi di sepanjang

jalan Mastrip dengan menggunakan metode Dirgolaksono & Mochtar (1990) kerusakan terbesar adalah akibat cacat permukaan jenis pengelupasan (Ravelling). Cara mengatasi jenis kerusakan ini menurut Mochtar dan dari Pedoman Pemeliharaan Jalan (No.03/MN/1983) oleh Bina Marga adalah dengan cara penambalan struktur permukaan jalan.

5.2 Saran

Dari studi yang dilakukan, peneliti memberikan saran untuk dapat lebih menyempurnakan metode penelitian kerusakan jalan pada ruas jalan Mastrip STA 2+100 – STA 7+100 sebagai berikut:

1. Perlu adanya upaya monitoring terhadap kinerja perkerasan jalan karena mengingat kendaraan berat yang melintas di sepanjang jalan Mastrip sangat padat.

2. Perlu adanya pembatasan tonase untuk kendaaan berat yang melintas di sepanjang jalan Mastrip.

3. Perlu adanya upaya peningkatan jalan dengan menggunakan rigid pavement agar dapat menambah tingkat kenyamanan terhadap pengguna jalan di sepanjang jalan Mastrip dan umur jalan.

4. Perlu adanya studi baru guna melengkapi studi ini dengan menganalisa pengaruh kerusakan terhadap sistem drainase, cuaca, dan pengaruh-pengaruh yang lain.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Direktoral General Bina Marga, Direktorate of Urban Road Development, Februari “Indonesia Hihgway Capacity Manual”, Dept Pekerjaan Umum. 1997, Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Marga, “Manual Pemeliharaan Jalan”. Departemen Pekerjaan Umum, 1983, Jakarta

Dirgolaksono, Prihatin dan I B. Mochtar, ”Studi Penyempurnaan Metode Penilaian Kerusakan Jalan Berdasarkan Evaluasi Visual Untuk Kondisi Kerusakan Jalan di Indonesia”, FTSP – ITS, 1990, Surabaya.

Effendi, Nazarudin, “Modul Latihan Pengolahan Data Dengan SPSS”, Statistika - ITS, 2006,Surabaya. (tidak dipublikasikan)

Hamid, Answar, “Study Pengaruh Volume Lalu Lintas Terhadap Nilai Kerusakan Jalan Waru-Sidoarjo”, Tugas Akhir, FTSP ITS, 2007,Surabaya. (tidak dipublikasikan)

Kustarto, Hendro,”Diktat Rekayasa Lalu Lintas”, FTSP UPN, 2005 ,Surabaya. (tidak dipublikasikan)

Oglesby, CH dan Hock, RG, “Teknik Jalan Raya”, Edisi Keempat, Jilid pertama, Penerbit Airlangga, 1993, Jakarta.

Oglesby, CH dan Hock, RG, “Teknik Jalan Raya”, Edisi Keempat, Jilid kedua, Penerbit Airlangga, 1996, Jakarta.

Santoso, Singgih. “Mengolah Data Statistik Secara Profesional”, Penerbit Gramedia, 2001. Jakarta.


(6)

Sugiono, “Statistik Nonparametris Untuk Penelitian”, Penerbit Alfabeta, 2007. Bandung.

Sukirman, Silvia. “Perkerasan Lentur Jalan Raya”. Penerbit Nova, 1999.Bandung.

Walpole, Ronald E. “Pengantar Statistika”. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 1997.Jakarta.