Pengaruh etnis, permodalan, dan pendidikan terhadap hubungan antar jiwa kewirausahaan dan kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha : studi kasus pada pedagang konveksi di Pasar Beringharjo.
ABSTRAK
PENGARUH ETNIS, PERMODALAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DAN KECERDASAN
EMOSIONAL DENGAN KEEFEKTIFAN MENGELOLA USAHA Studi Kasus pada Pedagang Konveksi di Pasar Beringharjo DIY
Windrati Nuratri Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2007
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh etnis terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha; (2) pengaruh etnis terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha; (3) pengaruh jumlah modal terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha; (4) pengaruh jumlah modal terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha; (5) pengaruh tingkat pendidikan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha; (6) pengaruh tingkat pendidikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.
Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Beringharjo Kodya Yogyakarta pada bulan Januari sampai Februari 2007. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 231 orang. Jumlah sampel adalah 139 orang. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan observasi dan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan model persamaan yang dikembangkan oleh Chow.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) etnis berpengaruh negatif terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,029 < α = 0,05); (2) etnis berpengaruh positif terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,003 < α = 0,05); (3) permodalan berpengaruh positif terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,014 < α = 0,05); (4) permodalan berpengaruh positif terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,001 < α = 0,05); (5) pendidikan berpengaruh positif terhadap hubungan antara jiwa kewirausahan dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,031 < α = 0,05); (6) pendidikan berpengaruh positif terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,016 < α = 0,05).
(2)
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF ETHNIC, BUSINESS CAPITAL, AND EDUCATION TOWARD THE RELATIONSHIP BETWEEN THE ENTREPRENEURSHIP SPIRIT, THE EMOTIONAL INTELLIGENCE
AND THE BUSINESS MANAGEMENT EFFECTIVENES A Case Study On Garment Merchants in Beringharjo Market DIY
Windrati Nuratri Sanata Dharma University
Yogyakarta 2007
The objectives of this research were to know: (1) ethnic influence toward the relationship between the entrepreneurship spirit and the business management effectivnes; (2) ethnic influence toward the relationship between the emotional intelligence and the business management effectivnes; (3) business capital influence toward the relationship between the entrepreneurship spirit and the business management effectivnes; (4) business capital influence toward the relationship between the emotional intelligence and the business management effectivnes; (5) education influence toward the relationship between the entrepreneurship spirit and the business management effectivnes; (6) education influence toward the relationship between the emotional intelligence and the business management effectivnes.
This research was conducted in Beringharjo market in the City of Yogyakarta from January to February 2007. The population of the research was 231 people. The amount of the sample was 139. The sample taken by using simple random sampling technique. The technique of collecting data were observation and questionnaire. The technique of analyzing the data was the equation model that was improved by Chow.
The result of the research shows that: (1) ethnic was negative influence toward the relationship between the entrepreneurship spirit and the business management effectivnes (p = 0,029 < α = 0,05); (2) ethnic was positive influence toward the relationship between the emotional intelligence and the business management effectivnes (p = 0,003 < α = 0,05); (3) business capital was positive influence toward the relationship between the entrepreneurship spirit and the business management effectivnes (p = 0,014 < α = 0,05); (4) business capital was positive influence toward the relationship between the emotional intelligence and the business management effectivnes (p = 0,001 < α = 0,05); (5) education was positive influence toward the relationship between the entrepreneurship spirit and the business management effectivnes (p = 0,031 < α = 0,05); (6) education was positive influence toward the relationship between the emotional intelligence and the business management effectivnes (p = 0,016 < α = 0,05).
(3)
PENGARUH ETNIS, PERMODALAN, DAN
PENDIDIKAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA
JIWA KEWIRAUSAHAAN DAN KECERDASAN
EMOSIONAL DENGAN KEEFEKTIFAN MENGELOLA
USAHA
Studi Kasus Pada Pedagang Konveksi di Pasar Beringharjo Daerah Istimewa Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Disusun Oleh: Windrati Nuratri
NIM: 021334073
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
(4)
(5)
(6)
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Hidup memberikan segala pada barang
siapa tahu dan pandai menerima”
“Apa yang kamu lihat, baca, dan dengar
pahamilah lebih dahulu dan pakailah bercermin”
(Pramoedya Ananta Toer)
Semua Kupersembahkan Untuk – Mu dan untuk
Semua yang kusayangi dan kukasihi …………
(7)
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 1 September 2007 Penulis
(8)
ABSTRAK
PENGARUH ETNIS, PERMODALAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DAN KECERDASAN
EMOSIONAL DENGAN KEEFEKTIFAN MENGELOLA USAHA Studi Kasus pada Pedagang Konveksi di Pasar Beringharjo DIY
Windrati Nuratri Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2007
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh etnis terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha; (2) pengaruh etnis terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha; (3) pengaruh jumlah modal terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha; (4) pengaruh jumlah modal terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha; (5) pengaruh tingkat pendidikan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha; (6) pengaruh tingkat pendidikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.
Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Beringharjo Kodya Yogyakarta pada bulan Januari sampai Februari 2007. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 231 orang. Jumlah sampel adalah 139 orang. Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan observasi dan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan model persamaan yang dikembangkan oleh Chow.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) etnis berpengaruh negatif terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,029 < α = 0,05); (2) etnis berpengaruh positif terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,003 < α = 0,05); (3) permodalan berpengaruh positif terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,014 < α = 0,05); (4) permodalan berpengaruh positif terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,001 < α = 0,05); (5) pendidikan berpengaruh positif terhadap hubungan antara jiwa kewirausahan dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,031 < α = 0,05); (6) pendidikan berpengaruh positif terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha (p = 0,016 < α = 0,05).
(9)
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF ETHNIC, BUSINESS CAPITAL, AND EDUCATION TOWARD THE RELATIONSHIP BETWEEN THE ENTREPRENEURSHIP SPIRIT, THE EMOTIONAL INTELLIGENCE
AND THE BUSINESS MANAGEMENT EFFECTIVENES A Case Study On Garment Merchants in Beringharjo Market DIY
Windrati Nuratri Sanata Dharma University
Yogyakarta 2007
The objectives of this research were to know: (1) ethnic influence toward the relationship between the entrepreneurship spirit and the business management effectivnes; (2) ethnic influence toward the relationship between the emotional intelligence and the business management effectivnes; (3) business capital influence toward the relationship between the entrepreneurship spirit and the business management effectivnes; (4) business capital influence toward the relationship between the emotional intelligence and the business management effectivnes; (5) education influence toward the relationship between the entrepreneurship spirit and the business management effectivnes; (6) education influence toward the relationship between the emotional intelligence and the business management effectivnes.
This research was conducted in Beringharjo market in the City of Yogyakarta from January to February 2007. The population of the research was 231 people. The amount of the sample was 139. The sample taken by using simple random sampling technique. The technique of collecting data were observation and questionnaire. The technique of analyzing the data was the equation model that was improved by Chow.
The result of the research shows that: (1) ethnic was negative influence toward the relationship between the entrepreneurship spirit and the business management effectivnes (p = 0,029 < α = 0,05); (2) ethnic was positive influence toward the relationship between the emotional intelligence and the business management effectivnes (p = 0,003 < α = 0,05); (3) business capital was positive influence toward the relationship between the entrepreneurship spirit and the business management effectivnes (p = 0,014 < α = 0,05); (4) business capital was positive influence toward the relationship between the emotional intelligence and the business management effectivnes (p = 0,001 < α = 0,05); (5) education was positive influence toward the relationship between the entrepreneurship spirit and the business management effectivnes (p = 0,031 < α = 0,05); (6) education was positive influence toward the relationship between the emotional intelligence and the business management effectivnes (p = 0,016 < α = 0,05).
(10)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan bimbingannya penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH ETNIS, PERMODALAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEEFEKTIFAN MENGELOLA USAHA” studi kasus pada pedagang konveksi di Pasar Beringharjo DIY. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana khususnya pendidikan akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama proses penyusunan skripsi hingga selesai tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang terus menerus memberikan dukungan serta masukan. Maka dengan segenap ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Drs. T. Sarkim, M. Ed., Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma.
3. L. Saptono, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma dan dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
4. S. Widanarto P., S.Pd., M.Si., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
(11)
5. B. Indah Nugraheni, S.Pd., SIP., M.Pd. selaku dosen penguji terimakasih kritik dan saran yang telah diberikan untuk menjadikan penulisan skripsi ini menjadi lebih baik.
6. Bapa di surga, terima kasih selalu mendengarkan doaku. Alm. Mbah Karso (kakung dan putri), Alm. Mbah Prapto (kakung dan putri), Alm. kedua kakakku Sri (Respati) dan Tri (Hasta), terimakasih aku tahu kalian selalu membantuku dari surga.
7. Bapak dan ibu, terima kasih atas semua pengorbanan kalian dan terima kasih untuk setiap doa yang kau lantunkan.
8. Kedua saudaraku Diar “Misuk” dan Wilasti “Gembel” terima kasih banyak. 9. Mbak Ipung dan pedagang konveksi di Pasar Beringharjo yang telah bersedia
menjadi responden dalam penelitian ini.
10. Teman-temanku : Iin, terimakasih banyak atas semuanya semoga Bapa membalas amal baikmu. Dewi “Gembul”, Goris “Coeki Gorae”, Yuli “Kuthil”, Muntari “Mumun”, dan Dwi “Dhephe”, terimakasih atas dukunganya. Life has begun, this is the real world my friends.
11. Tim sukses “Usar” : Ephi, Harso, Lamdos, Lusi, Kriwul, Rena, Elie, Yoyok, Indri, Nita, Ria “Dawet”, terimakasih karena telah mendukungku.
12. Sr. Louis dan Br. Tadius terimakasih saya berkesempatan belajar dari pengalaman kalian.
13. Cicilia Istri W. terimakasih atas bantuannya, semoga sukses selalu.
14. Teman-teman Pak Angkatan 2002, khususnya Pak B (Yuni, Fera, Bowo Bo’im, Didik, Imas, Erma, Tyas, Dewa, April, dan teman-teman lain yang
(12)
tidak dapat saya sebutkan satu per satu) terimakasih atas semua yang pernah kita lewati bersama, good luck and GBU.
15. Semua yang kusayangi dan kukasihi ….. , terimakasih telah memberi warna dalam hidupku.
16. Akhirnya Universitas Sanata Dharma yang memberikan sarana, prasarana, dan kesempatan bagiku untuk belajar.
Penulis sangat menyadari skripsi ini jauh dari sempurna, karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 1 September 2007 Penulis
(13)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……… 1
HALAMAN PERSETUJUAN ………. 2
HALAMAN PENGESAHAN ………. 3
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………. 4
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………. 5
ABSTRAK ……….. 6
ABSTRACT ……….……….. 7
KATA PENGANTAR ………. 8
DAFTAR ISI ……….. 11
DAFTAR TABEL ……….. 14
DAFTAR LAMPIRAN……… 15
BAB 1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….. 16
B. Batasan Masalah ……….. 20
C. Perumusan Masalah ………. 20
D. Tujuan Penelitian ……….. 21
E. Manfaat Penelitian ……… 22
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keefektifan Mengelola Usaha ………. 23
(14)
C. Kecerdasan Emosional ………. 33
D. Etnis ……….……… 37
E. Permodalan ……….………. 42
F. Pendidikan ……….……….. 45
G. Kerangka Berpikir ……….. 47
H. Perumusan Hipotesis ……….. 55
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ……….. 56
B. Tempat dan Waktu Penelitian ………... 56
C. Subjek dan Objek Penelitian ………... 56
D. Populasi dan Sampel Penelitian .………... 57
E. Variabel Penelitian dan Pengukurannya ………. 57
F. Pengujian Validitas dan Reliabilitas ………... 62
G. Teknik Pengumpulan Data …..……… 67
H. Teknik Analisis Data ………..…… 68
BAB IV GAMBARAN UMUM A. Sejarah Pasar Beringharjo ……….. 72
B. Fasilitas dan Sarana Pendukung .……….... 74
C. Gambaran Singkat Tentang Pedagang Konveksi …………..……. 75
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data …..………. 77
B. Analisis Data ……….. 82
1. Pengujian Prasyarat Analisis ……… 82
2. Pengujian Hipotesis ……….. 84
(15)
BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
A. Kesimpulan ……… 112 B. Keterbatasan ……….. 114 C. Saran ……….……… 115 DAFTAR PUSTAKA
(16)
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Klasifikasi Variabel Etnis ……… 43
Tabel 3.2 Klasifikasi Variabel Permodalan ………. 43
Tabel 3.3 Klasifikasi Variabel Pendidikan ……….. 44
Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Jiwa Kewirausahaan ………. 44
Tabel 3.5 Operasionalisasi Variabel Kecerdasan Emosional ….……… 45
Tabel 3.6 Operasionalisasi Variabel Keefektifan Mengelola Usaha .……….. 46
Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Keefektifan Mengelola Usaha ..………. 48
Tabel 3.8 Hasil Pengujian Validitas Kecerdasan Emosional .………. 49
Tabel 3.9 Hasil Pengujian Validitas Jiwa Kewirausahaan .………. 50
Tabel 3.10 Hasil Pengujian Reliabilitas ………….………. 52
Tabel 3.11 Interpretasi Koefisien Korelasi ……….………. 56
Tabel 5.1 Deskripsi Etnis ………..…….………. 62
Tabel 5.2 Deskripsi Tingkat Permodalan ……….….…….. 63
Tabel 5.3 Deskripsi Tingkat Pendidikan ……...………..…… 64
Tabel 5.4 Deskripsi Variabel Jiwa Kewirausahaan ..……… 65
Tabel 5.5 Deskripsi Variabel Kecerdasan Emosional……… 66
Tabel 5.6 Deskripsi Variabel Keefektifan Mengelola Usaha …….………….. 67
Tabel 5.7 Hasil Pengujian Normalaitas ……… 68
Tabel 5.8 Hasil Pengujian Linieritas ……… 69
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Kuesioner Penelitian ……… 105
Lampiran II Data Untuk Validitas dan Reliabilitas ………. 115
Output SPSS Untuk Validitas dan Reliabilitas ……… 117
Lampiran III Data Penelitian ……… 121
Lampiran IV Output SPSS Untuk Deskripsi Data ….……….……. 142
Lampiran V Output SPSS Untuk Normalitas dan Linieritas ..……… 146
Lampiran VI Output SPSS Untuk Korelasi dan Regresi ……..….……… .. 147
Lampiran VII Daftar Tabel ………..………….…………. 154
(18)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekitar awal tahun 1998 Indonesia mengalami krisis ekonomi. Banyak perusahaan besar tidak mampu bertahan karena kondisi perekonomian yang labil dan kian memburuk. Dampaknya adalah banyak perusahaan melakukan PHK terhadap para karyawannya. Para penganggur akibat PHK ini banyak yang memutuskan untuk bekerja di sektor informal atau mendirikan usaha. Usaha yang didirikan adalah usaha kecil. Skala usaha kecil menurut UU No.23 tahun 1999 adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak dua ratus juta atau penjualan tahunan di bawah satu milyar, berdiri sendiri dan bukan merupakan cabang atau anak perusahaan, berbentuk perseorangan, koperasi atau badan usaha baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
Bentuk usaha kecil adalah perusahan perseorangan, dimana seorang pengusaha berperan sebagai pemilik sekaligus juga sebagai pengelola. Tingkat keberhasilan pengelolaan usaha dapat diukur dari tingkat efisiensi dan efektifitas perusahan itu sendiri. Arifin Sitio (2004), dalam makalahnya “Efektivitas Usaha Anggota Koperasi Yang Peduli Lingkungan”, menuliskan pendapat Hodge (1984:299) mengenai keefektifan sebagai kemampuan organisasi untuk mencapai segala keperluannya. Hal ini berarti bahwa organisasi mampu menyusun dan mengorganisasikan sumber daya untuk
(19)
mencapai tujuan. Keefektifan mengelola usaha tergantung pada ketekunan, kerajinan, kegigihan, keuletan, dan kerjasama yang baik dengan berbagai pihak Faktor-faktor lain yang diduga kuat mempengaruhi keefektifan pengusaha dalam mengelola usaha antara lain: kultur keluarga, penerapan business entity, jiwa kewirausahaan, dan kecerdasan emosional.
Jiwa kewirausahaan didefinisikan sebagai rasa percaya diri dalam mengelola usaha, kreatif, ketekunan, keuletan, berorientasi kedepan dan berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan. Jiwa kewirausahaan dapat ditingkatkan dengan cara: kerja keras, disiplin, belajar, memanfaatkan waktu, dan memperbaiki sikap mental. Jiwa kewirausahaan yang dimiliki seseorang diduga berhubungan keefektifan dalam mengelola usaha. Semakin tinggi jiwa kewirausahaan seseorang diduga semakin tinggi pula keefektifan mengelola usaha. Sedangkan kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi sendiri. Kecerdasan emosional sendiri bukan merupakan bawaan lahir sehingga dapat dipelajari, dilatih, dan dikembangkan. Kesuksesan bisnis memang sangat terkait langsung dengan kecerdasan emosi. Seorang wirausahawan yang memiliki kecerdasan emosional optimal akan berpeluang mencapai puncak keberhasilannya (http://www.purdiechandra.com/jm/content/view/93/46). Atau dengan kata lain semakin tinggi kecerdasan emosional seseorang, diduga kemampuan mengelola usahanya cenderung semakin efektif.
Derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan, kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha diduga kuat dipengaruhi oleh etnis,
(20)
permodalan, dan pendidikan. Etnis adalah penggolongan manusia berdasarkan kepercayaan, nilai, kebiasaan, adat istiadat, norma, bahasa, agama, sejarah, geografis, dan hubungan kekerabatan (http://www.lin.go.id). Etnis dalam penelitian ini difokuskan pada etnis Jawa dan Cina karena kedua etnis tersebut banyak ditemui dilokasi penelitian. Pola pendidikan keluarga dalam setiap etnis berpengaruh pada pembentukan jiwa kewirausahaan dan kecerdasan emosional yang akan berpengaruh pada kemampuan seseorang mengelola usaha. Pola pendidikan pada anak etnis Cina yang cenderung dituntut untuk berprestasi membuat anak-anak Cina lebih dapat mengembangkan jiwa kewirausahaan dan kecerdasan emosionalnya. Sementara pola pendidikan etnis Jawa yang cenderung santai dan tidak terlalu menuntut membuat anak-anak Jawa tidak mampu mengembangkan jiwa kewirausahaan dan kecerdasan emosionalnya dengan baik. Diduga derajat hubungan jiwa kewirausahaan, kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha etnis Cina lebih tinggi dibandingkan dengan etnis Jawa.
Modal diperlukan untuk dapat memulai usaha, tidak hanya berupa uang dan barang tetapi juga pengalaman, dan pengetahuan. Dalam hal ini modal diartikan sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk menjalankan usaha. Modal dapat berupa uang atau barang. Semakin besar modal yang dimiliki semakin besar pula ukuran suatu perusahan. Seorang wirausahawan yang kreatif, berorientasi ke depan, inovatif, dan percaya diri akan mampu menggunakan modal yang dimilikinya dengan baik sehingga dapat mengelola usahanya secara efektif. Selain itu pengusaha yang memiliki kecerdasan
(21)
emosional tinggi akan mampu mengelola modal yang dimilikinya dengan baik. Diduga semakin tinggi jumlah modal yang digunakan semakin tinggi pula derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan, kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan–kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Seperti dikemukakan di atas bahwa jiwa kewirausahaan dan kecerdasan emosional dapat dipelajari, dilatih dan dikembangkan. Pembentukan jiwa kewirausahaan dan kecerdasan emosional dapat dimulai dari pendidikan informal (keluarga dan masyarakat), pendidikan formal (sekolah) maupun melalui maupun pendidikan nonformal (lembaga pengembangan ketrampilan). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin ia dapat mengelola emosinya dengan baik dan semakin mampu pula ia mengembangkan jiwa kewirausahaan pada dirinya yang akhirnya berpengaruh pada kemampuan mengelola usaha. Dengan kata lain semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula derajat hubungan antara jiwa kewirausahaan, kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha, begitu pula sebaliknya.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah etnis, permodalan, dan pendidikan yang berbeda berpengaruh pada hubungan antara jiwa kewirausahaan, kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha. Selanjutnya penelitian ini dirumuskan dengan judul “PENGARUH ETNIS, PERMODALAN, DAN PENDIDIKAN TERHADAP HUBUNGAN
(22)
ANTARA JIWA KEWIRAUSAHAAN DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KEEFEKTIFAN MENGELOLA USAHA. Penelitian ini merupakan studi kasus pada pedagang konveksi di Pasar Beringharjo Yogyakarta.
B. Batasan Masalah
Ada banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas mengelola usaha diantaranya etnis, kultur keluarga, permodalan, pendidikan, penerapan bisnis entity, jiwa kewirausahaan, dan kecerdasan emosional. Secara spesifik penelitian ini memfokuskan apakah ada perbedaan hubungan jiwa kewirausahaan, kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha ditinjau dari etnis, permodalan, dan pendidikan.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh etnis terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha?
2. Apakah ada pengaruh etnis terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha?
3. Apakah ada pengaruh jumlah modal terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha?
(23)
4. Apakah ada pengaruh jumlah modal terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha?
5. Apakah ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha?
6. Apakah ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh etnis terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha.
2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh etnis terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.
3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh jumlah modal terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha.
4. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh jumlah modal terhadap hubungan kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.
5. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap hubungan jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha.
6. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap hubungan kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.
(24)
E. Manfaat Penelitian a. Bagi Subjek Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan sumbangan informasi bagi pengusaha konveksi untuk mengetahui sejauh apa jiwa kewirausahaan, kecerdasan emosional, etnis, permodalan, dan pendidikan mempengaruhi efektivitas pengelolaan usaha.
b. Bagi Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat dapat menjadi salah satu bahan acuan bagi pelaksanaan penelitian yang relevan di masa datang.
(25)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Keefektifan Mengelola Usaha
1. Pengertian Keefektifan Mengelola Usaha
Mitsuyuki Masatsugu (1991) menjelaskan bagaimana cara menjalankan perusahaan antara lain dengan menjaga tujuan agar selalu terlihat jelas, memiliki gambaran transaksi keuangan, mengetahui titik impas, mengusahakan biaya semurah-murahnya, menghilangkan yang tidak diperlukan (membuang barang-barang yang tidak diperlukan) misal barang-barang bekas, efisiensi tinggi dan upah tinggi. Marbun (1986:49-122) menjelaskan bagaimana memanajemeni perusahaan kecil supaya sukses.
a. Analisis situasi dan diri yang tajam dan tepat
Dalam mengelola perusahaan haruslah dimulai dengan perencanaan yang matang, penuh perhitungan tentang segala kemungkinan yang dapat mensukseskan usaha dan hal-hal yang dapat mengagalkan kegiatan usaha. Untuk itu seorang pengusaha perlu melakukan analisis kekuatan, kelemahan dan peluangnya. Pengkajian sebab-sebab kegagalan ini dimaksudkan sebagai cermin supaya pengusaha tahu persis siapa dirinya, mau ke mana, resiko-resiko apa yang perlu dihadapi dan bagaimana menghindarkan atau paling sedikit mengurangi resiko tersebut. Sebelum memulai usaha seorang calon
(26)
pengusaha harus memperhatikan beberapa hal seperti: peluang usaha, pengetahuan tentang usaha yang akan dijalankan, siapa pesaing dan calon pesaing, seberapa besar pangsa pasar, pemasok, penentuan lokasi usaha, dan kemungkinan mendapatkan tambahan modal.
b. Perencanaan dan Pengendalian Yang Mantap
Semua perusahaan, termasuk perusahaan kecil, harus memiliki perencanaan. Perencanaan adalah alat yang sangat ampuh untuk menentukan prioritas, mengukur kemampuan, mengukur keberhasilan, dan kegagalan. Jika mengelola perusahaan tanpa perencanaan bagaimana perusahaan dapat mengetahui mau kemana, bagaimana sampai di sana, apa yang harus dilakukan sehubungan dengan keterlambatan, rintangan dan kelemahan yang lainnya. Perencanaan adalah proses mulai dari mencari data, mengadakan analisis situasi dan analisis diri (SWOT) hingga penyusunan segala tindakan yang akan diambil dalam periode tertentu untuk mencapai tujuan serta bagaimana proses evaluasinya sampai selesai akhir masa perencanaan. Rencana adalah uraian yang berisi segala hal yang akan dikerjakan serta uraian langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran dalam periode tertentu. Dari kedua rumusan tersebut menjadi jelas bahwa perencanaan adalah proses untuk mencapai tujuan yang dibagi dalam berbagai sasaran dan dituangkan serta dijabarkan dalam rencana langkah-langkah bagaimana mencapai sasaran. Suatu rencana tidaklah lengkap apabila tidak disertai anggaran. Anggaran merupakan rencana
(27)
jangka pendek yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka biasanya rupiah. Dalam praktiknya rencana anggaran adalah salah satu alat kendali yang sangat berguna dan sangat membantu. Jenis anggaran ini disesuaikan dengan bidang kegiatan perusahaan. Tetapi yang jelas setiap perusahaan termasuk perusahaan kecil harus memiliki anggaran pendapatan, anggaran penjualan, anggaran biaya, pegawai, dan biaya umum. Semua anggaran ini harus dicatat dan dikendalikan dengan cermat dan penuh disiplin. Kemudian jika dalam praktik terjadi penyimpangan, seorang pengusahan dapat langsung melakukan tindakan koreksi atau perbaikan menuju efektivitas dan efisiensi manajemen. Dengan demikian secara langsung maupun tidak langsung perusahaan telah mengadakan pengendalian berencana terhadap semua kegiatan perusahaan.
c. Perusahaan Kecil dan Pemasaran
Semua perusahaan baik kecil maupun besar dari segala jenis usaha harus dapat mempraktikan manajemen pemasaran. Untuk dapat bertahan dan bertumbuh serta berkembang maka bagi perusahan kecil tidak ada jalan lain kecuali harus mengerti, meresapi, dan menjalankan dalam praktik aspek-aspek atau paling sedikit dasar-dasar manajemen pemasaran. Semakin besar ukuran suatu usaha, apabila mau bertahan dan bertumbuh, tidak ada jalan lain kecuali dengan mempraktikan manajemen yang benar. Dalam memasarkan barangnya seorang pengusaha kecil harus memperhatikan hal-hal berikut: mengetahui
(28)
jumlah calon pembeli dan jumlah pesaing, barang yang disukai dan yang tidak disukai, tempat usaha yang strategis, memberikan pelayanan yang simpatik (pembungkusan barang yang menarik, bahasa yang simpatik, dan strategi harga), melakukan promosi sederhana seperti penawaran langsung kepada konsumen yang datang, dekorasi dan penataan barang yang menarik, memberikan potongan khusus, dan memasang iklan di surat kabar atau membuat selebaran.
d. Perusahaan Kecil dan Keuangan
Semua perusahaan seharusnya mempunyai manajemen keuangan. Karena hanya dengan pembukuan yang rapih dan teratur serta berdisiplin, perusahaan dapat mengukur kegagalan dan keberhasilannya serta bagaimana prospeknya. Perusahaan kecil demi eksistensi dan masa depannya harus mengelola keuangannya secara ketat dan berdisiplin. Perusahaan minimal harus mempunyai rencana pemasukan dan pengeluaran. Adanya rencana keuangan yang sederhana ini memungkinkan perusahaan mengendalikan keuangannya dengan berencana demi mencapai hasil perusahaan yang maksimal. Perencanaan dan pengendalian keuangan sangat vital bagi eksistensi dan terlebih-lebih bagi masa depan perusahaan. Seorang pengusaha harus tahu dan mengerti serta mampu menerapkan pedoman-pedoman dasar dalam keuangan. Adapun pokok-pokok yang perlu dicatat seperti hasil penjualan, penerimaan tunai, jumlah pembelian, pembayaran tunai, utang dagang, catatan gaji, dan persediaan barang.
(29)
Semua catatan tersebut harus dikelola dengan penuh disiplin sehingga menjadi sumber informasi yang paling penting untuk mengambil kebijakan dan untuk mengetahui posisi perusahaan saat ini apakah laba, rugi atau impas, dan tindakan apa yang perlu segera dilakukan untuk mengatasinya.
e. Perusahaan Kecil, Organisasi dan Personalia
Pada dasarnya setiap organisasi bagaimanapun kecilnya harus menjalankan prinsip-prinsip organisasi. Perusahaan kecil pun juga satu organisasi. Perusahaan kecil, terutama mereka yang sudah mempunyai 1 atau 2 karyawan atau lebih, ada baiknya sejak semula telah mengenal prinsip-prinsip organisasi yaitu bersama-sama dengan orang lain lewat kerjasama yang efektif dan efisien demi mencapai tujuan. Dengan demikian ada pembagian kerja, ada pembagian wewenang dan tanggung jawab demi melancarkan usaha untuk mencapai hasil yang dikehendaki. Yang jelas orang dalam perusahaan tahu tugas dan tanggung jawabnya, siapa yang memberi perintah, kapan dilakukan dan bagaimana sistem evaluasinya. Dari segi personalia, hubungan kerja yang baik terjadi apabila antara majikan dan karyawan terdapat saling pengertian mau mencapai apa, kapan, caranya bagaimana, serta berapa imbalan yang mereka dapat. Ada baiknya pemilik perusahaan kecil menggariskan kebijakan personalia yang matap berupa:
(30)
1. Pedoman jam kerja per hari, per mingu, masa cuti, cuti sakit, dan lain-lain.
2. Adanya gaji minimum dan tunjangan yang minimal cukup untuk hidup wajar karyawan yang bersangkutan.
3. Memperhatikan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perburuhan.
4. Menetapkan cara seleksi dan persyaratan penerimaan karyawan. 5. Menetapkan syarat-syarat naik pangkat dan hukuman.
Keefektifan berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil, berhasil guna. Keefektifan berarti keberhasilan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995:250). Menurut Anthony (1992:14) dalam bukunya Sistem Pengendalian Manajemen keefektifan diartikan sebagai kemampuan suatu unit untuk mencapai suatu tujuan yang dinginkan. Arifin Sitio (http://www.smecda.com/deputi7/file8infokop/edisi%2024/ arifin) mengungkapkan definisi menurut Roulette dan Hodge. Roulette (1991:1) mendefinisikan keefektifan adalah dengan melakukan hal yang benar pada saat yang tepat untuk jangka waktu yang panjang, baik pada organisasi tersebut dan pelanggan. Hodge (1984:299) menguraikan bahwa keefektifan sebagai ukuran suksesnya organisasi didefinisikan sebagai kemampuan organisasi untuk mencapai segala keperluannya. Hal ini berarti bahwa organisasi mampu menyusun dan mengorganisasikan sumber daya untuk mencapai tujuan. Sementara menurut Peter Drucker menggunakan kata benar untuk merumuskan makna efisiensi dan
(31)
keefektifan. Efisiensi berarti melakukan sesuatu secara benar (do thing right), sedangkan keefektifan adalah melakukan sesuatu yang benar (do
the right thing). Efisiensi ditekankan pada penghematan dalam
penggunaan input untuk menghasilkan suatu output tertentu. Upaya ini diwujudkan melalui beberapa penerapan konsep dan teori manajemen yang tepat. Sedangkan keefektifan ditekankan pada tingkat pencapaian atas tujuan yang diwujudkan melalui penerapan leadership dan pemilihan strategi yang tepat (http://www.tazkiaonline.com/article.php?sid=416).
Jadi keefektifan mengelola usaha dikatakan baik jika suatu usaha berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh usaha itu sendiri. Sebaliknya keefektifan mengelola usaha dikatakan kurang baik jika suatu usaha tidak berhasil dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. 2. Dimensi Mengelola Usaha
Siti Adiprigandari A Suprapto mengungkapkan (www.republika. com), seorang pengusaha harus memiliki dasar yang kuat agar dapat mengelola usahanya dengan baik. Dasar-dasar tersebut antara lain:
a. Semangat kerja. Mencintai apa yang harus dikerjakan sehingga membuatnya terus berkarya menghasilkan prestasi-prestasi baru tiada henti. Ketika menghadapi halangan atau kegagalan, tidak putus asa dan justru belajar dari kegagalan.
b. Seorang pengusaha harus memiliki impian. Impian merupakan wujud dari visi dan misi seseorang dalam berkarya. Dengan mimpi pikiran akan terfokus dan memudahkan mencapai apa yang diinginkan.
c. Tegas dalam mengambil keputusan. Menunda pekerjaan merupakan kerugian bagi pengusaha. Kecepatan dalam mengambil keputusan yang tepat merupakan kunci keberhasilan dan keputusan harus diterapkan secara konsisten agar hasil yang diharapkan akan segera terwujud.
(32)
d. Dedikasikan seluruh tenaga, waktu, dan pikiran untuk pekerjaan. Kadangkala seseorang harus bekerja sedikitnya 13 jam sehari dan tujuh hari seminggu agar impiannya segera terwujud.
e. Rinci. Pengusaha harus bisa memperhatikan hal yang detail dari proses produksi usahanya dan tidak bersikap masa bodoh. Dengan demikian, ia bisa mengetahui kendala yang dihadapi dan cara mengatasinya. Ia juga tidak mudah dibohongi bawahannya.
f. Tidak menggantungkan hidup pada nasib. Yang menentukan apa yang ingin Anda kerjakan dan hidup Anda tidak ditentukan oleh atasan melainkan diri sendiri adalah Anda sendiri.
g. Dana. Menjadi kaya bukan tujuan utama seorang wirausahawan. Uang hanya ukuran keberhasilan. Bila sukses uang akan datang dengan sendirinya.
h. Bagi-bagi. Kepemilikan usaha dibagikan kepada karyawan-karyawan karena tanpa mereka bisnis tidak akan berjalan. Karena itu, karyawan harus diperhatikan agar ada rasa memiliki terhadap perusahaan.
i. Memiliki etika moral. Pengusaha sukses selalu memiliki moralitas yang baik dalam menjalankan bisnisnya. Moralitas ini menjadi penting karena berfungsi sebagai kendali diri agar tidak terjebak kepada praktik bisnis yang menghalalkan segala cara.
j. Mampu belajar dan mendengarkan. Pengusaha harus terus belajar dan mendengarkan masukan dari orang lain, tidak tergantung pada bakat alam. Berbagi ajang diskusi seminar, sekolah, konferensi menjadi tempat baginya untuk terus mengasah pengetahuan di bidangnya.
k. Rencana bisnis. Seorang pengusaha selalu memiliki rencana bisnis yang akan dikembangkan. Penyusunan rencana bisnis ini penting sebagai arahan dalam mencapai tujuan perusahaan. Ketika menyusun rencana bisnis biasanya seseorang pengusaha melibatkan konsultan bisnis professional.
l. Hasil terbaik. Pengusaha sukses selalu ingin mencapai prestasi terbaiknya. Prestasi itu akan menjadi kepuasan tersendiri yang sulit diganti apapun.
B. Jiwa Kewirausahaan
1. Pengertian Jiwa Kewirausahaan
Jiwa kewirausahaan adalah rasa percaya diri (yakin, optimis, dan penuh komitmen), berinisiatif (energik dan percaya diri), memiliki motif berprestasi (berorientasi hasil dan berwawasan ke depan), memiliki kepemimpinan (berani tampil beda), dan berani mengambil resiko dengan
(33)
penuh perhitungan (karena itu suka akan tantangan) (Suryana, 2003:2). Jiwa kewirausahaan didefinisikan sebagai rasa tanggung jawab, kreativitas dan mampu mengambil keputusan (http://www.pikiran-rakyat.com). Sementara itu Eri Sudewo (Media Akuntansi, 1999:16-17) dalam ceramah lokakarya yang diadakan di kantor IAI mengatakan bahwa
enterpreneurship mempunyai arti keberanian dalam mengambil resiko
yang bersumber pada kemampuan sendiri untuk berkarya dan berusaha. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa jiwa kewirausahaan merupakan rasa percaya diri dalam mengelola usaha, kreatif, ketekunan, keuletan, berorientasi ke depan dan berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan.
Untuk mencapai entrepreneur yang ideal, seseorang harus mau meningkatkan lagi kemampuan yang ada dalam dirinya. Di antara upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan enterpreneurship adalah dengan:
a. Kerja keras. Kerja keras adalah kunci untuk mencapai sesuatu agar mendapat hasil yang maksimal. Menjalani pekerjaan dengan tekun, tidak mudah menyerah tetapi selalu kreatif menemukan pemecahan masalah yang dihadapi, tidak takut bersaing untuk kemajuan agar dapat menciptakan kreasi-kreasi baru yang berguna bagi kemajuan diri.
b. Disiplin. Memenuhi komitmen yang telah dibuat, misalnya dengan selalu tepat waktu dalam segala hal, bertanggung jawab dalam setiap
(34)
masalah yang dihadapi, berusaha untuk selalu jujur dalam bertindak, dan berani bertangung jawab pada setiap tindakan yang telah dilakukan.
c. Belajar. Ilmu selalu berkembang, maka untuk mengimbanginya kita dituntut untuk belajar terus-menerus guna meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan kita.
d. Memanfaatkan waktu. Dalam menggunakan waktu kita dituntut untuk seefisien mungkin, jangan membuang-buang waktu untuk pekerjaan yang tidak bermanfaat. Gunakan waktu untuk hal-hal yang bermanfaat dan dapat meningkatkan kemampuan diri.
e. Memperbaiki sikap mental. Tumbuhkan sikap mental maju dan buang jauh-jauh sikap mental yang menghambat. Sikap mental maju yang dapat meningkatkan enterprenership adalah sigap, cekatan, tak menunda, tanggap, aktif, rajin, telaten, tekun, jujur dan bertangung jawab, disiplin, teliti, kerja baik, berjiwa besar, dan mempunyai sikap wira. Sementara sikap mental yang dapat menghambat adalah malas, enggan, menunda, diam, pasif, masa bodoh, apatis, tak peduli, culas dan curang, seenaknya, ceroboh, asal jadi, iri, dengki, dan sangat personal.
2. Dimensi Jiwa Kewirausahaan
Menurut Eri Sudewo (Media Akuntansi, 1999:16-17) untuk dapat menjadi seorang wirausaha yang berhasil maka seseorang harus memiliki sifat atau ciri-ciri sebagai berikut:
(35)
Percaya diri yang tinggi. Seorang enterpreneur mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri dan tidak bergantung para orang lain serta memandang masalah dengan kaca mata optimisme.
Selalu berorientasi pada tugas dan hasil. Seorang enterpreneur selalu haus dengan prestasi dan dalam bekerja mengorientasikan seluruhnya kepada pencapaian laba yang sebesar-besarnya. Dia melaksanakan pekerjaannya dengan tekun dan jika mengahadapi kendala dia akan tabah, selalu menguatkan tekadnya untuk terus maju dari dalam dirinya terus dikobarkan dorongan yang kuat, dia selalu bersemangat dalam bekerja dan selalu penuh dengan pemikiran-pemikiran yang mengarah kepada kemajuan.
Tidak ragu dalam mengambil resiko. Seorang enterpreneur menyukai tantangan yang ada dihadapannya. Tantangan itu membuatnya semakin bersemangat untuk dapat menaklukkannya. Dia selalu berpikir sematang mungkin sebelum bertindak.
Jiwa kepemimpinan. Seorang enterpreneur dapat menjadi jembatan bagi terciptanya hubungan yang baik dalam lembaga maupun lingkungan tempat tinggalnya. Dia tidak kaku atau mau menang sendiri tapi mau bermusyawarah dalam memutuskan suatu masalah, mempunyai jiwa yang arief bijaksana, mau mendengarkan keluhan orang lain, bisa menerima kritik orang lain yang sifatnya membangun dirinya kearah yang lebih baik, dan mampu memotivasi orang lain untuk bersama-sama mencapai tujuan.
Berpikir orisinil. Seorang entrepreneur mempunyai pemikiran yang inovatif, kreatif, banyak ilham dalam menyelesaikan pekerjaannya untuk hasil yang lebih baik. Suka bereksperimen mencari yang baru untuk mendapatkan produk yang lebih kompetitip dan dengan mudah diterima ditengah masyarakat.
Visi yang jelas. Seorang entrepreneur dalam setiap tindakan yang dibuatnya selalu berorientasi masa depan.
C. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Josh Hammond menyatakan bahwa emosi adalah sesuatu yang mempunyai makna penting bagi perusahaan. Menurutnya, emosi adalah pengorganisasian yang hebat dalam bidang pikiran dan perbuatan. Meskipun demikian emosi tidak dapat dipisahkan dari penalaran dan rasionalitas. Dalam bahasa Latin emosi dikatakan sebagai motus anima,
(36)
yang artinya “jiwa yang menggerakkan kita” (http://www.purdiecandra. com/jm/content/view/94/46). Lebih lanjut dalam kamus bahasa Inggris Oxford mendefinisikan emosi sebagai suatu kegiatan atau pergolakan pikiran, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Bentuk emosi yang muncul kerap dirasakan atas sikap yang ditampilkan atas dasar suasana perasaan saat itu. Beberapa contoh emosi yang sering kita rasakan menurut Daniel Goleman dalam bukunya yang berjudul Kecerdasan Emosional, terbagi menjadi: amarah, seperti mengamuk, bengis, benci, jengkel, kesal hati, rasa terganggu, seperti rasa pahit, tersinggung, merasa hebat. Kesedihan, seperti pedih, sedih, putus asa, kalau depresi berat. Rasa takut, seperti cemas, takut, gugup, khawatir, waspada, tidak senang, was was, fobia,dan panik. Kenikmatan, seperti bahagia, gembira, riangan, puas, terhibur, bangga, takjub, senang sekali. Cinta, seperti penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasih. Terkejut, seperti terpana, jengkel, hina, jijik, mual, benci, tidak suka, mau muntah. Malu seperti rasa salah, malu hati, kesal hati, hina, aib, hancur lebur (http://www.binuscareer.com/Article.aspx?id=hLO3fqu87k631%2FWL86 qSqg%3D%3D).
Menurut Goleman (2003:14) kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengatur diri kita sendiri dan hubungan kita dengan orang lain secara efektif yang terdiri dari empat kemampuan mendasar: kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial dan kemampuan sosial.
(37)
Kecerdasan emosional menurut Cooper (1998:XV) adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi. Sedangkan John Mayer, psikolog dari University of New Hampshire dalam Harmoko (http://www.binuscareer.com/Article.aspx?id= hLO3fqu87k631%2FWL86qSqg%3D%3D) mendefinisikan kecerdasan emosi yaitu kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi sendiri.
Goleman mengungkapkan perbedaan antara kecerdasan emosional dengan kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan intelektual sesungguhnya merupakan keturunan seseorang yang tidak dapat dirubah, karena pembawaan sejak lahir. Sedangkan kecerdasan emosional tidak demikian. Kecerdasan emosional dapat dipelajari, dilatih, dan bisa dikembangkan. Tetapi perlu diingat bahwa semuanya itu merupakan proses yang memerlukan waktu, ketekunan, semangat tinggi dan keberanian untuk mencoba. Kecerdasan emosional merupakan jembatan antara apa yang kita ketahui, dengan apa yang kita lakukan. Dengan semakin tinggi kecerdasan emosional, kita akan semakin terampil melakukan apapun yang kita ketahui benar.
Entrepreneur yang memiliki kecerdaan emosional yang optimal,
akan lebih berpeluang mencapai puncak keberhasilannya. Mereka akan tetap menganggap bahwa krisis itu adalah sebuah peluang, peka akan adanya peluang dalam situasi apapun dan mampu mengatasi berbagai
(38)
konflik. Orang-orang yang benar-benar mengoptimalakan EQ, akan lebih jeli dalam melihat sebuah peluang. Ia lebih cekatan dalam bertindak dan lebih punya inisiatif. Atau ia akan lebih siap dalam melakukan negosiasi bisnis. Lebih mampu melakukan langkah strategis bisnisnya, memiliki kepekaan, daya cipta, dan komitmen yang tinggi. (http://www. purdiecandra.com/jm/content/ view/93/46).
Unsur-unsur yang berkaitan dengan kecerdasan emosional menurut Goleman (1999:274) meliputi:
a. Keyakinan
Perasaan kendali dan penguasaan seseorang terhadap tubuh, perilaku, dan dunia.
b. Rasa Ingin Tahu
Perasaan bahwa menyelidiki segala sesuatu itu bersifat positif dan menimbulkan kesenangan.
c. Niat
Hasrat dan kemampuan untuk berhasil dan untuk bertindak berdasarkan niat itu dengan tekun, ini berkaitan dengan perasaan terampil, perasaan efektif.
d. Kendali Diri
Kemampuan untuk menyesuaikan dan mengendalikan tindakan dengan pola yang sesuai dengan usia, suatu rasa, kendali batiniah.
e. Keterkaitan
Kemampuan untuk melibatkan diri dengan orang lain berdasarkan pada perasaan saling memahami.
f. Kecakapan Berkomunikasi
Keyakinan dan kemampuan verbal untuk bertukar gagasan, perasaan, dan konsep dengan orang lain.
g. Koperatif
Kemampuan menyeimbangkan kebutuhan sendiri dengan kebutuhan orang lain.
2. Dimensi Kecerdasan Emosional
Siprianus Koda dalam “Membedah Dinamika Emosi Sebagai Struktur Logis-Ilmiah” (Seri Buku Vox, 2000:90) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kesanggupan manusia dalam menjangkau
(39)
lima “kawasan” yang paling menentukan keberhasilan hidup seorang individu.
Pertama, mengenal emosi diri. Pemahaman terhadap perasaan yang sedang berlangsung adalah dasar kecerdasan emosional. Dengan kontinuitas proses pemahaman terhadap gejolak perasaan, individu dimungkinkan untuk menjangkaui wawasan psikologi dan pemahaman diri, sekaligus pembebasan individu dari belenggu perasaan. Proses ini akan bermuara pada tercetusnya keputusan–keputusan yang efektif.
Kedua, mengelola emosi. Kesadaran diri merupakan dimensi penentu bagi penanganan perasaan agar dapat menjelma secara memadai. Pada individu yang gagal mengelola emosinya, akan terjadi pertarungan yang tak berkesudahan melawan emosinya sendiri.
Ketiga, memotivasi diri sendiri. Penataan emosi yang memadai merupakan sarana untuk memotivasi diri dan menguasai diri, serta untuk bereaksi secara wajar. Kemampuan demikian memperbesar peluang produktivitas dan efektivitas kerja dalam pelbagai bidang.
Keempat, mengenali emosi orang lain. Kesadaran emosional yang merupakan landasan sikap empati, mengandung kemampuan menangkap pesan–pesan sosial yang tersembunyi, yang menginformasikan kebutuhan dan kehendak orang lain.
Kelima, membina hubungan. Seni membina hubungan, sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Berbekal kemampuan ini, seseorang akan terbantu dalam meraih popularitas, sukses dalam memimpin dan relasi antar pribadi.
D. Etnis
Etnis adalah penggolongan manusia berdasarkan kepercayaan, nilai, kebiasaan, adat istiadat, norma, bahasa, agama, sejarah, grografis, dan hubungan kekerabatan (http://www.lin.go.id). Dalam hal ini penulis hanya memfokuskan pengelolaan usaha pada etnis Cina dan etnis Jawa. Berikut ini gambaran umum mengenai etnis Jawa dan etnis Cina.
1. Golongan etnis Jawa
Masyarakat Jawa merupakan salah satu masyarakat asli Indonesia yang kini hidupnya sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Secara
(40)
umum masyarakat Jawa dibagi menjadi tiga golongan kelas sosial yaitu: (1) golongan orang biasa dan pekerja kasar atau buruh, (2) golongan pedagang atau saudagar, (3) golongan pegawai negri, pencatatatan sipil dan priyayi (Koentjaraningrat,1985:231). Selanjutnya Koentjaraningrat dalam Martaniah (1984:54-57) menyebutkan mentalitas “priyayi” adalah sebagai berikut; (1) mereka menganggap hakekat karya adalah kekuasaan, kedudukan, dan lambing-lambang lahiriah dari kemakmuran; (2) persepsi waktu mereka lebih ditentukan oleh masa lampau; (3) mereka sangat menggantungkan diri pada nasib; (4) mereka sangat berorientasi ke arah atasan, sehingga mematikan hasrat untuk berdiri sendiri, dan disiplin pribadi. Adapun mentalitas petani adalah: (1) tidak bisa bersepekulasi tentang hakekat hidup, karya, dan hasil karya manusia; (2) persepsi waktu mereka terbatas, dan sebagian keputusan-keputusan penting dan arah orientasi hidupnya ditentukan oleh keadaan masa kini; (3) menganggap bahwa nasib sangat menentukan, dan bahwa orang harus hidup selaras dengan alam; (4) petani menilai tinggi konsep sama-rasa-sama-rata; mereka beranggapan bahwa pada hakekatnya manusia itu tidak berdiri sendiri, maka dari situ akan saling membantu. Menurut De Jong (Martaniah, 1984:56) orang Jawa untuk mencapai sesuatu tidak berusaha dengan keras, tetapi dengan “tapabrata,” jadi usaha yang dilakukan bersifat pasif.
Kekhasan masyarakat Jawa juga dapat dilihat pada bidang pendidikan keluarga mereka. Dalam masyarakat Jawa, pendidikan di
(41)
dalam keluarga tidak bermaksud untuk menghasilkan orang yang dapat berdiri sendiri melainkan menekankan orang yang sosial misalnya tolong menolong, gotong royong dan toleransi terhadap sesama (Mulder,1973:48). Anak-anak dibuat hidup senyaman dan semudah mungkin. Dorongan untuk berprestasi dan hasrat untuk tahu tidak dihargai dan didorong. Mereka hanya diberi mainan yang sifatnya penuh dengan khayalan dan tidak membantu kecerdasan. Dasar anggapan ini adalah bahwa anak–anak itu pada dasarnya tidak membutuhkan apa–apa selama mereka diam dan manis, dan lingkungannya pun berusaha keras agar ia tetap diam dan manis. Ia dimajakan dalam kehangatan badan dan jarang diperlakukan dengan cara yang mengganggu. Anak dibuat senang oleh orang–orang, benda–benda dan mainan, hampir tidak diberi semangat untuk menjelajahi dunia luar sendiri dan dengan spontan ditahan dengan memberi sedikit kebebasan bergerak. Karena itulah masyarakat Jawa tidak memiliki kemadirian untuk berdiri diatas kaki sendiri (Mulder,1973:106-108). Pada orang Jawa hampir tidak ada motivasi yang kuat untuk bekerja. Mereka bekerja sekedar untuk dapat hidup, mereka lebih suka mengosongkan hidup ini untuk menanti hidupnya di dunia akhirat (Hariyono,1993:43).
Masyarakat Jawa mempunyai citra malas, meskipun menurut penelitian para ahli yaitu Windstedt dan Thomson (Alatas, 1988:97-102) anggapan itu tidak benar karena kemalasan merupakan suatu konsep yang relatif. Kemalasan dicirikan oleh suatu tanggapan yang mengelak suatu
(42)
keadaan yang memerlukan suatu kerja keras atau usaha. Orang-orang yang memiliki pekerjaan sesuai dengan kemampuannya tidak dapat dikatakan malas. Ia dikatakan malas jika ia menolak semua jenis pekerjan. Tetapi citra malas itu sudah melekat kuat pada masyarakat Jawa, sehingga mempengaruhi penilaian orang terhadap masyarakat Jawa yang dikatakan kurang ulet dan kurang bersungguh-sungguh dalam melakukan suatu usaha atau kerja, dan akhirnya mereka disimpulkan malas.
2. Golongan Cina
Masyarakat Cina di Indonesia sebenarnya juga bersifat majemuk dan tidak sama di tiap daerah. Masyarakat Cina di Jawa secara garis besar dapat dibedakan antara Tionghoa totok dan peranakan. Orang Tionghoa totok dimaksudkan sebagai orang Tionghoa yang baru menetap di Indonesia selama satu atau dua generasi. Sedangkan Tionghoa peranakan dimaksudkan sebagai orang Tionghoa yang telah lama menetap di Indonesia, selama tiga generasi atau lebih (Hariyono, 1993:33).
Golongan etnis ini memang berbeda dengan masyarakat pribumi. Perbedaan yang tampak yang sering dilihat antara lain dari segi fisik. Golongan ini tampak lebih kuning dari masyarakat pribumi. Mereka juga berbeda dalam hal budaya, adat istiadat, dan kehidupan religius. Tetapi perbedaan yang paling sering dibicarakan adalah dalam bidang perkembangan ekonomi. Hal ini dapat dilihat pada sekitar tahun 1980 orang Cina dengan populasi 2,15 juta jiwa mampu menguasai 75% perekonomian Indonesia (Redding,1994:25). Dalam masyarakat Indonesia
(43)
umumnya dan di Yogyakarta khususnya, golongan keturunan Cina dikenal sebagai pedagang dan wirausahawan yang berhasil.
Etos kerja pada orang Tionghoa banyak dipengaruhi oleh ajaran Konfusius. Ajaran ini banyak memberikan perhatian pada lembaga keluarga, sehingga etos kerjapun dihubungkan dengan keluarga. Hidup dengan rajin, ulet, tanpa mengenal lelah, mencari kekayaan dan kesetiaan dalam keluarga, membuat orang Tionghoa mempunyai sifat suka bekerja keras untuk mencari kekayaan bagi kebahagiaan keluarga (Hariyono,1993:37-39). Harrell (David, 1995:52) menyajikan tiga penjelasan yang saling berhubungan tentang etos kerja orang Cina. Pertama, ia mengusulkan, orang Cina dibesarkan dengan nilai-nilai yang berbeda. Nilai positif tentang “kerja keras” secara kuat ditanamkan dalam diri anak-anak Cina pada usia dini. Kedua, orang Cina bekerja keras untuk mendapatkan ganjaran materi. Insentif untuk bekerja keras secara langsung berhubungan dengan martabat sosial dan jaminan masa depan. Ketiga, etos kerja orang Cina mampunyai orientasi kelompok. Individu bekerja tidak semata-mata untuk kepentingan pribadi melainkan pertama-tama untuk peningkatan kesejahteraan keluarga dan kemudian untuk kebaikan bersama masyarakat.
Martaniah memberikan gambaran mengenai sifat orang Cina menurut beberapa ahli (1984:69) yaitu: Crawford (lihat Purcel,1952:479) orang-orang keturunan Cina ini suka bekerja, berani berspekulasi, penuh inisiatif, dan materialistic, Allers (1955) maupun Hunter (1977)
(44)
menyatakan bahwa golongan keturunan Cina ini dikagumi akan keuletan maupun kerajinannya. Menurut Willmoth (1961) orang Cina di Jawa kalau dibandingkan dengan orang Jawa lebih kompetitif, mempunyai usaha yang besar dan sangat mengusahakan prestasi, dan mereka mempunyai tingkat aspirasi yang lebih tinggi. Selanjutnya dikatakan hal ini adalah akibat adanya perbedaan dalam pengasuhan anak, antara kedua kelompok tersebut. Orang tua keturunan Cina lebih banyak minta kepada anaknya untuk berusaha mencapai prestasi dan sukses. Sementara orang tua suku Jawa dalam mengasuh anaknya lebih longgar, mereka tidak menekankan permintaan-permintaan pada anaknya.
E. Permodalan
Orientasi pengertian modal pada awalnya adalah “physical-oriented”, dimana dapat dikemukakan pengertian modal secara klasik ialah sebagai hasil produksi yang digunakan untuk memprodusir lebih lanjut. Dalam perkembangnnya pengertian modal mulai bersifat “non-physical-oriented”, dimana pengertian modal ditekankan pada nilai, daya beli, atau kekuasaan memakai atau menggunakan yang terkandung dalam barang-barang modal. Berikut dijelaskan beberapa pengertian modal (Riyanto, 1984:8-9) diantaranya:
(45)
1. Menurut Lutge
Modal diartikan sebagai uang (Geldkapital).
2. Menurut Schwidland Modal tidak hanya berupa uang (Geldkapital) namun juga dalam bentuk
barang(Sachkapital), misalnya mesin, barang-barang dagangan. 3. Menurut A.Amonn, J.von komorzynsky
Modal dipandang sebagai kekuasaan menggunakan yang diharapkan atas barang-barang modal yang belum digunakan.
4. Menurut Meij
Modal diartikan sebagai “kolektifitas dari barang-barang modal,” yang dimaksudkan dengan barang-barang modal ialah semua barang yang ada dalam rumah tangga perusahaan dalam fungsi produktifnya untuk mendapatkan pendapatan.
5. Menurut Polak
Modal ialah sebagai kekuasaaan untuk menggunakan barang-barang modal. Yang dimaksud dengan barang-barang modal ialah barang-barang yang ada dalam perusahaan yang belum digunakan.
6. Menurut Bakker
Modal ialah baik yang berupa barang-barang konkrit yang masih ada dalam rumah tangga perusahaan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:588) modal didefinisikan sebagai:
(46)
1. Uang yang dipakai sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang, dan sebagainya; harta benda (uang, barang, dsb) yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan.
2. Barang yang dipergunakan sebagai dasar atau bekal untuk bekerja.
Sementara menurut kamus istilah ekonomi (1984:111) definisi modal adalah bebagai berikut:
1. Sumber-sumber yang dimiliki untuk dimanfaatkan pada masa yang akan datang.
2. Jumlah yang diinvestasikan ke dalam perusahaan oleh pemiliknya.
3. Kekayaan yang berbentuk harta benda/barang-barang berharga yang dapat dipakai dalam produksi, misalnya: modal berupa uang, mesin, dan tanah.
Umumnya istilah modal selalu diasosiasikan atau dikaitkan dengan uang sehingga tidak ada uang berarti tidak ada modal. Dari segi pandangan mental wirausaha, pengertian modal bukan hanya uang. Pengertian modal seharusnya dikaitkan dengan usaha atau upaya. Modal adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk menjalankan usaha. Dengan demikian, modal dapat berupa benda fisik ataupun bukan. Pikiran, kesempatan, waktu, pendidikan, dan pengalaman adalah benda abstrak yang sesungguhnya merupakan modal yang tidak ternilai pentingnya dan sangat menentukan keberhasilan dalam usaha (Wijandi,1988:66). Modal dalam hal ini hanya dibatasi pada besarnya uang dan barang yang digunakan untuk memulai usaha.
(47)
F. Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Zahara Idris (1984:9) mengemukan beberapa definisi pendidikan menurut beberapa ahli :
a. John Dewey mengatakan bahwa pendidikan adalah proses
pembentukan kecakapan–kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.
b. Langeveld mengatakan bahwa mendidik ialah mempengaruhi anak
dalam usaha membimbingnya supaya menjadi dewasa. Usaha membimbing adalah usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja. Pendidikan hanya terdapat dalam pergaulan yang disengaja antara orang dewasa dengan anak.
c. Hoogveld mengatakan bahwa mendidik ialah membantu anak supaya
ia cukup cakap menyelenggarakan tugas hidupnya atas tangggung jawabnya sendiri.
d. S.A. Branata, dkk mengatakan bahwa pendidikan ialah usaha yang
disengaja diadakan, baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung, untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaannya.
e. Rossceau mengatakan bahwa pendidikan adalah memberi kita
perbekalan yang tidak ada pada masa anak–anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.
(48)
f. Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa mendidik ialah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak–anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi–tingginya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pengertian pendidikan menurut John Dewey yang mengatakan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan–kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.
2. Klasifikasi Pendidikan
Philip H. Coombs dalam Vembriarto (1984:22-23) seorang ahli perencanaan pendidikan mengklasifikasikan bentuk-bentuk pendidikan menjadi tiga yaitu: pertama, pendidikan informal ialah pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seseorang lahir sampai mati, di dalam keluarga, dalam pekerjaan, atau dalam pergaulan sehari-hari. Kedua pendidikan formal yang kita kenal dengan pendidikan sekolah: yang teratur, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat. Ketiga pendidikan non-formal ialah pendidikan yang teratur, dengan sadar dilakukan tetapi tidak terlalu mengikuti peraturan–peraturan yang ketat.
Jenjang pendidikan formal di Indonesia dimulai dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat, Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat, Perguruan Tinggi terdiri dari Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi,
(49)
Politeknik (Wens Tanlain, 2003:46). SD dan SMP merupakan pendidikan Dasar karena ada Peraturan Pemerintah mengenai wajib belajar sembilan tahun. Pendidikan menengah yaitu SMA dan sederajat, sementara pendidikan tinggi dimulai dari Perguruan Tinggi dan sederajat.
G. KERANGKA BERPIKIR
1. Pengaruh Etnis Terhadap Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan, dengan Keefektifan Mengelola Usaha
Perbedaan budaya, adat istiadat, dan religiusitas antara etnis Jawa dan Cina membuat perbedaan pula dalam sifat dan karakteristik masing-masing etnis. Salah satu perbedaan etnis Jawa dan Cina adalah dalam hal mendidik anak. Perbedaan pola mendidik anak antara kedua etnis tersebut, menyebabkan perbedaan pula pada perkembangan pribadi seseorang. Tidak dapat dipungkiri keluarga berperan besar dalam pembentukan pribadi seseorang.
Anak etnis Jawa sedari kecil tidak dibiasakan hidup mandiri. Orang Jawa mempunyai konsep bahwa manusia di dunia ini pada hakekatnya tidak berdiri sendiri, bahwa ia akan selalu akan mendapat bantuan dari sesamanya (Martaniah, 1984:54). Dampak dari konsep ini adalah bahwa orang harus berusaha untuk seragam dengan yang lain. Selain itu dalam banyak hal orang Jawa menggantungkan dirinya pada nasib, untuk mencapai sesuatu orang Jawa tidak berusaha dengan keras tetapi dengan “tapabrata,” jadi usaha yang dilakukan bersifat pasif (Martaniah, 1984:56).
(50)
Selain itu etnis Jawa selama ini memiliki citra malas dan tidak memiliki motivasi kerja yang kuat untuk bekerja. Sementara anak etnis Cina dituntut orang tuanya untuk berprestasi dan sukses. Sejak kecil dalam diri anak-anak Cina sudah ditanamkan nilai positif tentang kerja keras (David, 1995:52). Akibat pola pendidikan semacam ini orang Cina terbentuk menjadi pribadi yang suka bekerja, berani bersepekulasi, dan penuh inisiatif. Selain itu orang Cina terkenal dengan keuletan, ketekunan, dan keseriusannya dalam bekerja.
Untuk dapat mengelola usahanya dengan efektif seorang wirausahawan membutuhkan sikap kreatif, berorientasi ke depan, inovatif, dan percaya diri. Jiwa kewirausahaan tersebut pada dasarnya dapat dilatih dan ditingkatkan dengan cara kerja keras, disiplin, belajar, memanfaatkan waktu, dan memperbaiki sikap mental. Sikap mental yang dapat menunjang pembentukan jiwa kewirausahaan adalah sigap, cekatan, tidak menunda, tanggap, aktif, rajin, telaten, tekun, jujur dan bertangung jawab, disiplin, teliti, kerja baik, berjiwa besar, mempunyai sikap wira. Sementara sikap mental yang menghambat perkembangan jiwa kewirausahaan adalah malas, enggan, menunda, diam, pasif, masa bodoh, apatis, tidak peduli, culas dan curang, seenaknya, ceroboh, asal jadi, iri, dengki, sangat personal (Media Akuntansi, 1996:16). Sikap mental seseorang terbentuk dari pola pendidikan sedari kecil. Dari penjelasan tersebut, penulis menduga pola pendidikan orang Cina lebih memungkinkan tumbuhnya
(51)
jiwa kewirausahaan pada diri anak tersebut dibandingkan dengan pola pendidikan pada etnis Jawa.
2. Pengaruh Etnis Terhadap Hubungan Antara Kecerdasan Emosional, dengan Keefektifan Mengelola Usaha
Dalam manjalankan usahanya seorang wirausahawan yang berhasil tidak hanya didukung oleh jiwa kewirausahaan tetapi juga kecerdasan emosional. Enterpreneur yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi, akan berpeluang mencapai puncak keberhasilannya. Goleman mengungkapkan ada perbedaan antara kecerdasan emosional dengan kecedasan intelektual (IQ). Kecerdasan intelektual itu sesungguhnya merupakan keturunan seseorang yang tidak dapat dirubah, karena pembawaan sejak lahir. Sedangkan kecerdasan emosional tidak demikian. Kecerdasan emosional bisa dipelajari, dilatih, dan dikembangkan (http://www.purdiecandra.com/jm/content/view/93/46). Perkembangan kecerdasan emosional sendiri dapat dimulai sedari kecil dalam lingkungan keluarga. Dalam lingkungan inilah seseorang untuk pertama kalinya memulai interaksinya dengan orang lain. Pola pendidikan dalam keluarga sangat menentukan pembentukan kecerdasan emosional seseorang. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada lingkungan lain yang dapat berpengaruh seperti lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Kecerdasan emosional diartikan sebagai kemapuan untuk mengatur diri kita sendiri dan hubungan kita dengan orang lain secara efektif yang terdiri dari empat kemampuan mendasar: kesadaran diri, manajemen diri,
(52)
kesadaran sosial, dan kemampuan sosial. Seperti telah diuraikan di atas, pola pendidikan pada etnis Cina menuntut seorang anak untuk mandiri, berprestasi dan sukses. Untuk dapat mencapai semua itu diperlukan kerja keras dan pengorbanan. Kerja keras dan pengorbanan yang dilakukan dapat memberikan pelajaran berharga bagi seseorang termasuk dalam hal perkembangan kecerdasan emosionalnya. Kerja keras dan pengorbanan menuntut seseorang untuk dapat mengatur keinginan diri sendiri, bagaimana mengelola keinginan diri sendiri agar tidak bersinggungan dengan keinginan orang lain dan mampu memotivasi diri sendiri. Sedangkan orang tua etnis Jawa dalam mengasuh anaknya lebih longgar, mereka tidak menekankan permintaan-permintaan pada anaknya (Martaniah, 1984:69-70). Dampak dari pola pendidikan semacam itu anak pada etnis Jawa kurang dapat bekerja keras. Dari penjelasan tersebut, penulis menduga pola pendidikan orang Cina lebih memungkinkan tumbuhnya kecerdasan emosional pada diri anak tersebut dibandingkan pada etnis Jawa.
3. Pengaruh Permodalan Terhadap Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan dengan Keefektifan Mengelola Usaha
Pengertian modal bukan hanya uang, pengertian modal seharusnya dikaitkan dengan usaha atau upaya. Modal adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk menjalankan usaha. Dengan demikian, modal dapat berupa benda fisik ataupun bukan. Pikiran, kesempatan, waktu, pendidikan, dan pengalaman adalah benda abstrak yang sesungguhnya
(53)
merupakan modal yang tidak ternilai pentingnya dan sangat menentukan keberhasilan dalam usaha (Wijandi, 1988:66). Dalam penelitian ini modal diartikan sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk menjalankan usaha. Modal dapat berupa uang atau barang. Semakin besar modal yang ada, makin besar pula kemungkinan ukuran usaha yang dijalankan. Dalam kenyataannya, saat ini masih dapat kita dengar ada pengusaha yang tidak dapat mengembangkan usahanya dengan baik dengan alasan kekurangan modal.
Seorang wirausahawan yang kreatif, berorientasi ke depan, inovatif, dan percaya diri akan mampu menggunakan modal yang dimilikinya dengan baik sehingga dapat mengelola usahanya secara efektif. Dari penjelasan tersebut penulis menduga, semakin besar modal yang dimiliki semakin dapat seseorang menjalankan usahanya dengan efektif. Dengan modal ini pengusaha tidak perlu mengkhawatirkan biaya yang mungkin ditimbulkan jika pengusaha itu melakukan inovasi baru. 4. Pengaruh Permodalan Terhadap Hubungan Antara Kecerdasan Emosional
dengan Keefektifan Mengelola Usaha
Seorang entrepreneur yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, akan lebih berpeluang mencapai puncak keberhasilannya. Ia akan lebih jeli dalam melihat sebuah peluang, lebih cekatan dalam bertindak dan lebih punya inisiatif. Ia juga akan lebih siap dalam melakukan negosiasi bisnis dan lebih mampu melakukan langkah strategis bisnisnya, memiliki kepekaan, daya cipta, dan komitmen yang tinggi (http://www.
(54)
purdiecandra.com/jm/content/view/93/46). Kecerdasan emosional yang tinggi menunjang keberhasilan seorang pengusaha dalam menjalankan usahanya. Pengusaha yang memiliki kecerdasan emosional tinggi akan mampu mengelola modal yang dimilikinya dengan baik. Modal sendiri dapat digunakan untuk membiayai kegiatan usaha atau dapat juga digunakan untuk melakukan kegiatan lain. Kegiatan lain yang dilakukan dapat berupa pembelian pelengkapan (misalnya etalase), dan melakukan kegiatan promosi. Jumlah modal yang besar memungkinkan seorang pengusaha melakukan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya secara bersamaan, sehingga ia dapat mengembangkan usahanya lebih cepat dibandingkan dengan pengusaha yang hanya memiliki jumlah modal kecil. Dari penjelasan tersebut, penulis menduga bahwa semakin besar jumlah modal yang dimiliki seorang pedagang semakin besar derajat hubungan kecerdasan emosional dengan efektivitas mengelola usaha. .
5. Pengaruh Pendidikan Terhadap Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan dengan Keefektifan Mengelola Usaha
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan–kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia (Zahara Idris, 1984:9). Dengan pendidikan seseorang diharapkan mampu mencapai kematangan intelektual dan emosional. Kemampuan seseorang dalam mengelola usaha dapat dipengaruhi oleh kematangan intelektual dan emosionalnya. Kemampuan intelektual seseorang dapat diperoleh salah satunya melalui pendidikan formal di sekolah.
(55)
Komponen lain yang mempengaruhi seseorang dalam mengelola usaha adalah jiwa kewirausahan. Jiwa kewirausahaan merupakan rasa percaya diri dalam mengelola usaha, kreatif, ketekunan, keuletan, berorientasi ke depan dan berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan. Jiwa kewirausahaan sendiri dapat dikembangkan dengan cara kerja keras, disiplin, belajar, memanfaatkan waktu, dan memperbaiki sikap mental (Media Akuntansi, 1999:16-17). Sekolah merupakan salah satu sarana belajar yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin rasional cara berpikirnya. Hal ini berpengaruh pada keputusan-keputusan usaha yang diambil. Dari penjelasan tersebut, penulis menduga bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin banyak pula pengetahuan yang didapat. Pengetahuan inilah yang nantinya akan berpengaruh pada perkembangan jiwa kewirausahaan seseorang yang akan semakin tinggi dan berdampak pada kemampuan mengelola usaha.
6. Pengaruh Pendidikan Terhadap Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Keefektifan Mengelola Usaha
John Mayer dalam Harmoko (http://www.binuscareer.com/Article. aspx?id=hLO3fqu87k631%2FWL86qSqg%3D%3D) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi sendiri. Kecerdasan emosional sendiri bukan merupakan bawaan dari lahir, melainkan terbentuk dari pola pendidikan seseorang baik dari keluarga, masyarakat, maupun lembaga
(56)
formal yaitu sekolah. Keluarga memiliki peran yang paling besar karena dalam lingkungan kelurgalah seseorang untuk pertama kalinya mengalami pendidikan. Setelah itu lingkungan masyarakat dan yang terakhir adalah sekolah. Dalam lingkungan sekolah, seseorang mendapatkan pengetahuan baru yang mungkin tidak ia dapatkan dalam keluarga maupun masayarakat. Selain itu dalam lingkungan sekolah memungkinkan seseorang berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain dengan berbagi karakteristik yang berbeda dari setiap individu. Keadaan semacam ini secara tidak langsung melatih seseorang untuk mengenali karakteristik dari setiap individu. Karakteristik diri selanjutnya menentukan setiap individu bersikap dalam relasinya dengan orang lain. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Mayer (http://www.binuscareer. com/Article.aspx?id=hLO3fqu87k631%2FWL86qSqg%3D%3D) bahwa kecerdasan emosional diartikan sebagai kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi sendiri.
Kecerdasan emosional mutlak diperlukan oleh seorang pengusaha agar dapat menjalankan usahanya secara efektif. Dengan memiliki kecerdasan emosional seorang pengusaha akan tetap menganggap bahwa krisis itu adalah sebuah peluang, peka akan adanya peluang dalam situasi apapun dan mampu mengatasi berbagai konflik. Berdasar uraian di atas, penulis menduga bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan semakin seseorang dapat mengelola emosinya dengan baik, dan berdampak pada kemampuan mengelola usahanya.
(57)
H. PERUMUSAN HIPOTESIS
1. Ada pengaruh etnis terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha.
2. Ada pengaruh etnis terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.
3. Ada pengaruh jumlah modal terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha.
4. Ada pengaruh jumlah modal terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.
5. Ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha.
6. Ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha.
(58)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus yaitu penelitian terhadap objek tertentu sehingga kesimpulan yang diambil terbatas pada objek yang diteliti.
B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada para pedagang konveksi di Pasar Beringharjo.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Februari tahun 2007.
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek penelitian ini adalah pedagang konveksi di Pasar Beringharjo.
2. Objek penelitian ini adalah etnis, permodalan, pendidikan, jiwa kewirausahaan, kecerdasan emosional, dan keefektifan mengelola usaha.
(59)
D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian
Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil perhitungan ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat–sifatnya (Sudjana,1996:6). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pedagang konveksi yang berlokasi di Pasar Beringharjo yang berjumlah 231 orang.
2. Sampel Penelitian
Sampel merupakan wakil atau sebagian populasi yang diambil untuk diteliti. Pengambilan sampel dilakukan karena keterbatasan peneliti untuk melaksanakan penelitian pada seluruh populasi. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 231 pedagang, berdasarkan table Krejcie dengan taraf kesalahan 5% diambil sampel sebanyak 139 pedagang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan simple random sampling, dimana sampel diambil secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut.
E. Variabel Penelitian dan Pengukurannya 1. Variabel Etnis
Etnis adalah penggolongan manusia berdasarkan kepercayaan, nilai, kebiasaan, adat istiadat, norma, bahasa, agama, sejarah, grografis, dan hubungan kekerabatan. Etnis dalam penelitian ini dibatasi hanya pada etnis
(60)
Jawa dan etnis Cina. Karena kedua etnis ini banyak ditemui di lokasi penelitian. Pengukuran variabel ini didasarkan pada skala nominal sebagai berikut :
Tabel 3.1
Klasifikasi Variabel Etnis
NO Etnis Simbol Angka
1 Jawa 0
2 Cina 1
2. Variabel Permodalan
Modal adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk menjalankan usaha. Permodalan dalam penelitian ini berupa uang atau barang. Pengukuran variabel permodalan ini didasarkan pada skala ordinal sebagai berikut :
Tabel 3.2
Klasifikasi Variabel Permodalan
Jumlah Modal Kategori Simbol
lebih dari Rp 10.000.000 Besar 3
Rp 5.000.000 – Rp 10.000.000 Menengah 2
kurang dari Rp 5.000.000 Kecil 1
3. Variabel Pendidikan
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan–kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Dalam penelitian ini pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal terakhir yang diselesaikan oleh responden. Pengukuran variabel pendidikan dalam penelitian ini didasarkan pada skala ordinal sebagai berikut :
(61)
Tabel 3.3
Klasifikasi Variabel Pendidikan
Tingkat Pendidikan Kategori Simbol
SD, SMP, dan Sederajat Dasar 1
SMA dan Sederajat Menengah 2
Diploma, S1, dan Seterusnya Tinggi 3
4. Variabel Jiwa Kewirausahaan
Jiwa kewirausahaan merupakan rasa percaya diri dalam mengelola usaha, kreatif, ketekunan, keuletan, berorientasi ke depan dan berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan. Pengukuran variabel jiwa kewirausahaan didasarkan pada indikator-indikator yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan yang dinyatakan dalam skala sikap. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel jiwa kewirausahaan.
Tabel 3.4
Operasionalisasi Variabel Jiwa Kewirausahaan
Pernyataan No Dimensi Indikator
Positif Negatif Percaya Diri kepercayaan/keteguhan
tidak tergantung pada orang lain kepribadian mantap
optimisme 1,2 5,6,7,8 10 3,4 9 Berorientasi Pada Tugas dan hasil
kebutuhan akan berprestasi berorientasi laba
tekun dan tabah
tekat, kerja keras, motivasi tinggi berinisiatif 11 13,14 15 16,17 18 12 Pengambil Resiko
mampu mengambil resiko suka pada tantangan
19,20
21,22,23 24
Kepemimpin an
mampu memimpin
dapat bergaul dengan orang lain menanggapi kritik dan saran dengan
tepat
25,26 27,28,29
30,31 Orisinalitas inovatif
kreatif fleksibel serba bisa
mengetahui banyak
32 34 35 36 37,38 33
(62)
Berorientasi Kemasa Depan
pandangan ke depan 39,40
Masing-masing pernyataan dibuat dengan pilihan empat jawaban dan masing-masing diberi skor dengan ketentuan sebagai berikut:
Skor Pernyataan
No Keterangan Positif Negatif
1 Sangat setuju 4 1
2 Setuju 3 2
3 Tidak setuju 2 3
4 Sangat tidak setuju 1 4
5. Variabel Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional adalah kesanggupan manusia dalam menjangkau lima “kawasan” yang paling menentukan keberhasilan hidup seorang individu. Pengukuran variabel kecerdasan emosional didasarkan pada indikator-indikator yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan yang dinyatakan dalam skala sikap. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel kecerdasan emosional.
Tabel 3.5
Operasionalisasi Variabel Kecerdasan Emosional
Dimensi Indikator Pernyataan No
Mengenal emosi diri
kesadaran diri emosional penilaian diri
kepercayaan diri
1,2,3 4 5 Mengelola
emosi
kontrol diri kesungguhan
kemampuan beradaptasi
6 7 8,9 Memotivasi
diri sendiri
inisiatif 10,11
Mengenali emosi orang lain
kesadaran berorganisasi orientasi jasa
12,13 14
Membina Hubungan
kepemimpinan bervisi pengaruh
mengembangkan orang lain
15 16,17 18,19
(63)
komunikasi
perubahan katalisator kerja tim dan kolaborasi
20,21 22 23,24
Masing-masing pernyataan dibuat dengan pilihan empat jawaban dan masing-masing diberi skor dengan ketentuan sebagai berikut:
No Keterangan Positif
1 Sangat setuju 4
2 Setuju 3
3 Tidak setuju 2
4 Sangat tidak setuju 1
6. Variabel Keefektifan Mengelola Usaha
Keefektifan mengelola usaha dikatakan baik jika suatu usaha berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh usaha itu sendiri. Sebaliknya keefektifan mengelola usaha dikatakan kurang baik jika suatu usaha tidak berhasil dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut diperlukan perencanan pengorganisasian, pemasaran, dan pengelolaan keuangan yang baik. Pengukuran variabel keefektifan mengelola usaha didasarkan pada indikator-indikator yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan yang dinyatakan dalam skala sikap. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel keefektifan mengelola usaha.
Tabel 3.6
Operasionalisasi Variabel Keefektifan Mengelola Usaha
Dimensi Indikator Pernyataan No
Proses pengelolaan usaha
Semangat kerja
Seorang pengusaha harus
mempunyai impian
Tegas dalam mengambil keputusan Dedikasikan seluruh tenaga, waktu,
1 2,3
4 5
(64)
dan pikiran untuk pekerjaan
Tidak menggantungkan hidup pada
nasib Dana Bagi-bagi
Memiliki etika moral
Mampu belajar dan mendengar Rencana bisnis
Hasil terbaik
6 7 8.9 10 11,12 13,14,15 16,17,18,19,20,21 Masing-masing pernyataan dibuat dengan pilihan empat jawaban dan masing-masing diberi skor dengan ketentuan sebagai berikut:
No Keterangan Positif
1 Sangat setuju 4
2 Setuju 3
3 Tidak setuju 2
4 Sangat tidak setuju 1
F. Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Dalam penelitian ini digunakan instrumen penelitian yang berupa angket atau kuesioner. Untuk itu terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen penelitian dengan melakukan analisis validitas dan reliabilitas.
1. Pengujian Validitas
Pengujian validitas instrumen dilakukan untuk mendapatkan alat ukur yang sahih dan terpercaya. Analisis butir pada instrumen penelitian ini dilakukan dengan rumus korelasi Product Moment dari Karl Pearson (Suharsimi Arikunto, 2002:146) sebagai berikut:
rxy =
}{
{
( ) ( )}
) )( ( 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑(65)
Dimana :
rxy = koefisien korelasi product moment ∑X = jumlah skor butir
∑Y = jumlah skor total N = jumlah responden
∑XY = jumlah perkalian skor dengan skor total ∑X2
= jumlah kuadrat X ∑Y2
= jumlah kuadrat Y
Untuk mengetahui sahih tidaknya dapat diketahui dari besarnya r hitung dan r tabel. Apabila r hitung dari suatu butir angket sama atau lebih besar dari r tabel pada taraf signifikansi 5%, maka butir tersebut dikatakan valid atau sahid. Sebaliknya, apabila r hitung lebih kecil dari r tabel pada taraf signifikansi 5% maka butir tersebut dinyatakan tidak valid. Pengujian validitas instrumen penelitian ini dilaksanakan di Pasar Beringharjo pada pedagang bumbon dengan jumlah responden berjumlah 30 orang. Rangkuman pengujian validitas tampak dalam tabel-tabel berikut ini:
a. Variabel Pengelolaan Usaha
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan program SPSS diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 3.7
Hasil Pengujian Validitas Keefektifan Mengelola Usaha
No Item r hitung r tabel Kesimpulan
1 0,5124 0,239 Valid
2 0,4204 0,239 Valid
3 0,6556 0,239 Valid
4 0,5949 0,239 Valid
5 0,5825 0,239 Valid
6 0,5809 0,239 Valid
7 0,7029 0,239 Valid
8 0,5427 0,239 Valid
9 0,5327 0,239 Valid
10 0,4985 0,239 Valid
(66)
12 0,6549 0,239 Valid
13 0,4902 0,239 Valid
14 0,5576 0,239 Valid
15 0,3214 0,239 Valid
16 0,5118 0,239 Valid
17 0,6711 0,239 Valid
18 0,4505 0,239 Valid
19 0,5959 0,239 Valid
20 0,4469 0,239 Valid
21 0,4261 0,239 Valid
b. Variabel Kecerdasan Emosional
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan program SPSS diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 3.8
Hasil Pengujian Validitas Kecerdasan Emosional
No Item r hitung r tabel Kesimpulan
1 0,4400 0,239 Valid
2 0,5591 0,239 Valid
3 0,4667 0,239 Valid
4 0,2983 0,239 Valid
5 0,3397 0,239 Valid
6 0,4259 0,239 Valid
7 0,4930 0,239 Valid
8 0,5214 0,239 Valid
9 0,4130 0,239 Valid
10 0,2901 0,239 Valid
11 0,4697 0,239 Valid
12 0,3985 0,239 Valid
13 0,5182 0,239 Valid
14 0,2820 0,239 Valid
15 0,5673 0,239 Valid
16 0,4202 0,239 Valid
17 0,3297 0,239 Valid
18 0,3359 0,239 Valid
19 0,4400 0,239 Valid
20 0,5591 0,239 Valid
21 0,3287 0,239 Valid
22 0,2644 0,239 Valid
23 0,4673 0,239 Valid
(1)
185
LAMPIRAN VIII
SURAT IJIN PENELITIAN
(2)
186 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(3)
187 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(4)
188 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(5)
189 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(6)
190 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI