PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI RESITASI TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR SMA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

(1)

commit to user

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI-RESITASI TERHADAP

KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR SMA DITINJAU DARI

MOTIVASI BELAJAR SISWA

Skripsi

Oleh :

Sri Gurendo Utomo K2306034

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI-RESITASI TERHADAP

KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR SMA DITINJAU DARI

MOTIVASI BELAJAR SISWA

Oleh :

Sri Gurendo Utomo K2306034

Skripsi

Ditulis dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing, Pembimbing I

Drs Darianto

NIP. 19460809 198303 1 001

Pembimbing II

Elvin Yusliana E, M.Pd NIP. 19770717 200501 2 002


(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Tanggal :

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua :

Drs. Supurwoko, M.Si

NIP. 19630409 199802 1 001 ( )

Sekretaris :

Drs. Edy Wiyono, M.Pd

NIP. 19510421 197501 1 001 ( )

Anggota I :

Drs. Darianto

NIP. 19460809 198303 1 001 ( )

Anggota II :

Elvin Yusliana E, M.Pd

NIP. 19770717 200501 2 002 ( )

Disahkan oleh,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 19600727 198702 1 001


(5)

commit to user

v ABSTRAK

Sri Gurendo Utomo. PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI-RESITASI TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR SMA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi berkelompok dan diskusi–resitasi individu terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor, (2) ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar Fisika siswa kategori tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor, (3) Ada atau tidak adanya interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi berkelompok dan diskusi–resitasi individu dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif fisika siswa pada materi kalor.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain faktorial 2 x 2. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Sukoharjo kelas X semester genap Tahun Ajaran 2009/2010 yang berjumlah sepuluh kelas, dari kelas X-1 sampai dengan kelas X-10. Sampel yang digunakan sebanyak 2 kelas yang diambil dengan teknik cluster random sampling, sehingga didapat dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas X-1yang terdiridari 36 siswa dan kelas X-2 yang terdiri dari 31 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi, teknik angket, dan teknik tes. Teknik analisis data menggunakan uji anava dua jalan dengan isi sel tak sama, kemudian dilanjutkan dengan uji komparasi ganda metode Scheffe dengan taraf signifikansi 0,05.

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini, hasil penelitian ini menunjukkan : (1) Tidak ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi secara berkelompok dan melaluai metode diskusi–resitasi secara individual terhadap


(6)

commit to user

vi

kemampuan kognitif Fisika yang dimiliki siswa pada materi Kalor (Fa 1,02F0,05;1;63 3,994). (2) Ada perbedaan pengaruh antara motivasi belajar

Fisika siswa kategori tinggi dan motivasi belajar Fisika katagori rendah terhadap

kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi Kalor (FB 5.09 F0,05; 1 ; 63 3,994). Sedangkan dari hasil uji lanjut ANAVA dengan

komparasi ganda metode Scheffe diperoleh hasil bahwa X1X2 (FB125.2571F0.05;1;63 3,994). Maka dapat dilihat bahwa tingkat motivasi

belajar Fisika siswa katagori tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik bila dibandingkan dengan tingkat motivasi belajar Fisika siswa katagori rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa, (3) Tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi dan motivasi belajar Fisika yang dimiliki siswa terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi Kalor (Fab2,058F0,05; 1 ; 633,994).


(7)

commit to user

vii ABSTRACT

Sri Gurendo Utomo. THE EFFECT OF USAGE APPROACH CONSTRUCTIVISM THROUGH DISCUSSION-RECITATION METHOD AGAINST COGNITIVE ABILITIES OF PHYSICS REVIEW OF HEAT SUBJECT MATTER IN SENIOR HIGH SCHOOL PERCEIVED FROM STUDENT LEARNING MOTIVATION. Research, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty, Sebelas Maret University, June 2011.

This research aims to find out: (1) there is or not the differences in effect between using constructivism approach through the discussion-recitation in a group method and discussion-recitation individual method against cognitive abilities of Physics for students in heat subject material, (2) there is or not the differences in effect between the high and low category of student learning motivation against cognitive abilities of Physics for students in heat subject material, (3) there is or not the interaction of effect between using constructivism approach through recitation in a group method and discussion-recitation individual method with the student learning motivation against cognitive abilities of Physics for students in heat subject material.

This research used the experimental method with factorial design 2 x 2. The population of the research are all entire students in X class of SMAN 1 Sukoharjo at second semester of School Year 2009/2010, amounting to ten classes, from class X-1 to X-10. Samples which used as many two class that taken with a random cluster sampling technique so that the two classes obtained as a sample of research, that is class X-1 consist of 36 students and class X-2 consist of 31 students. Techniques of data gathering techniques used are the documentation, polling techniques, and technical tests. Data analysis technique used is two-step anava with the different content of cell, furthermore used the double comparison test Scheffe method with the standards of significance 0.05.

Based on the results of data analysis in this research, the result of this research shiow that: (1) There is no different effect between used of constructivism approach through the discussion-recitation in a group method and discussion-recitation in a individual method against cognitive abilities of Physics


(8)

commit to user

viii

for students at the Heat subject matter (Fa 1,02F0,05;1;63 3,994). (2) There is different effect between the high and low category of student learning motivation against cognitive abilities of Physics for students at the Heat subject matter (

994 , 3 09

.

5  005 1 63

, ; ;

B F

F ). And then, from the results of double comparison

test Scheffe method obtained the result that X1X2 (FB12 = 5.2571 > F0.05;1.63

= 3,994). So, the high category of student learning motivation give better influence with the low category of student learning motivation to study achievement (3) there is no interaction between of different effect use of constructivism approach through discussion-recitation method and student learning motivation against cognitive abilities of Physics for students at the Heat subject matter (Fab2,058F0,05; 1 ; 633,994).


(9)

commit to user

ix MOTTO

“Apabila orang merasa tidak tahu maka itulah awal dari ilmu dan ilmu akan

berakhir ketika orang tersebut sudah merasa tahu” (Penulis)

“Sesungguhnya harta yang paling berharga adalah ilmu dan simpanan (tabungan) yang paling bermanfaat adalah amal” (Penulis)


(10)

commit to user

x

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada:  Bapak, Ibu & Keluargaku tercinta.  Bapak & Ibu Dosen Program Studi

Pendidikan Fisika.

 Fitria Ayu Wulandari yang selalu memberikan semangat.

 Rekan-rekan Fisika 2006 seperjuangan

 Keluarga besar SMA Negeri 1 Sukoharjo


(11)

commit to user

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya penulisan Skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan di Program Pendidikan Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. Selaku Ketua Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

3. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd, Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Drs. Sutadi Waskito, M.Pd. Selaku Koordinator Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta

5. Bapak Drs. Darianto Selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dalam penyusunan Skripsi ini

6. Ibu Elvin Yusliana E, M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dalam penyusunan Skripsi ini

7. Bapak Sarimin, S.Pd selaku guru Fisika SMA Negeri 1 Sukoharjo yang telah memberikan kesempatan bagi penulis dalam menjalankan penelitian untuk Skripsi ini.

8. Bapak Joko selaku guru Fisika SMA Negeri 3 Sukoharjo yang telah memberikan kesempatan penelitian skripsi ini.


(12)

commit to user

xii

9. Keluarga besar SMA Negeri 1 Sukoharjo, SMA Negeri 3 Sukoharjo dan SMA 6 Surakarta atas kesempatan mengajar yang diberikan selama studi. 10. Bapak dan Ibu serta keluarga besarku tercinta di Sukoharjo yang selalu

memberikan doa dan dukungan kepada penulis

11. Fitria Ayu Wulandari yang selalu memberikan semangat dan dukungannya selama ini.

12. Semua rekan-rekan seperjuangan Pendidikan Fisika (khususnya angkatan 2006) dan rekan-rekan Fisika lainnya.

13. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Fisika Grafitasi khususnya Bidang Pendidikan dan Kajian Ilmiah atas semua ilmu dan pengalaman yang berharga selama ini

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Semoga segala bantuan, bimbingan, dukungan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal baik dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala saran, kritik, maupun masukan yang bersifat membangun. Namun demikian, penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juni 2011


(13)

commit to user

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

HALAMAN ABSTRAK... v

HALAMAN ABSTRACK ... vii

HALAMAN MOTTO ... ix

HALAMAN PERSEMBAHAN ... x

KATA PENGANTAR... xi

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 11

1. Proses Belajar Mengajar ... 11

2. Pembelajaran Fisika di SMA ... 14

3. Pendekatan Pembelajaran ... 17

4. Metode Mengajar ... 21

5. Kemampuan Kognitif Siswa ... 25

6. Motivasi Belajar ... 27


(14)

commit to user

xiv

B. Penelitian yang Relevan ... 36

C. Kerangka Berfikir ... 37

D. Pengajuan Hipotesis ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

1. Tempat Penelitian ... 42

2. Waktu Penelitian ... 42

B. Metode Penelitian ... 43

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 43

1. Populasi Penelitian ... 43

2. Sampel Penelitian ... 44

3. Teknik Pengambilan Sampel ... 44

D. Variabel Penelitian ... 44

1. Variabel Bebas ... 44

2. Variabel Terikat ... 45

E. Teknik Pengumpulan Data ... 46

1. Teknik Dokumentasi ... 46

2. Teknik Tes ... 46

3. Teknik Angket ... 46

F. Instrumen Penelitian ... 47

1. Instrumen Angket ... 48

2. Intrumen Tes ... 50

G. Teknik Analisis Data ... 56

1. Uji Kesamaan Keadaan Awal ... 56

2. Uji Prasarat Analisis ... 57

3. Pengujian Hipotesis ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 66

1. Data Keadaan Awal Siswa ... 66

2. Data Nilai Motivasi Belajar Fisika Siswa ... 68


(15)

commit to user

xv

B. Uji Kesamaan Keadaan Awal Fisika Siswa ... 71

1. Uji Normalitas ... 72

2. Uji Homogenitas ... 72

3. Uji t Dua Ekor ... 72

C. Uji Prasyarat Analisis ... 72

1. Uji Normalitas ... 73

2. Uji Homogenitas ... 73

D. Uji Pengajuan Hipotesis ... 73

1. Uji Analisis Variansi ... 73

2. Uji Lanjut Anava ... 76

E. Pembahasan Hasil Analisis Data ... 77

1. Hipotesis Pertama ... 77

2. Hipotesis Kedua ... 78

3. Hipotesis Ketiga ... 79

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 80

B. Implikasi ... 81

C. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar 2.2

Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 4.1

Gambar 4.2 Gambar 4.3

Gambar 4.4

Skema Perubahan Wujud Zat ... Grafik Suhu-Kalor Untuk Es yang Dipanaskan Menjadi Uap ... Laju Kalor Pada Sebuah Penghantar ... Skema Kerangka Berfikir ... Histogram Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas

Eksperimen ... Histogram Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas Kontrol Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelas Eksperimen ... Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelas Kontrol ...

31

32 33 40

67 68

70


(17)

commit to user xvii DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Tabel 1.2 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7 Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 3.11 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10

Daya Saing Indonesia Dibandingkan dengan Negara ASEAN ... Skor Indonesia Berdasar Survei PISA Oleh OECD ... Desain Penelitian ... Validitas Item Soal Angket ... Kriteria Hasil Analisis Kualitatif Item Soal ... Katagori Item Soal Berdasar Daya Pembedanya ... Katagori Item Soal Berdasar Taraf Kesukaran ... Katagori Item Soal Berdasarkan Fungsi Distraktor ... Keputusan Item Soal yang Memenuhi Kriteria ... Persiapan Uji Anava Dua Jalan ... Data Komputasi ... Rerata Sel AB ... Rangkuman ANAVA ... Deskripsi Data Keadaan Awal Fisika Siswa ... Distribusi Frekuensi Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas Eksperimen ... Distribusi Frekuensi Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas Kontrol ... Deskripsi Data Motivasi Belajar Fisika Siswa ... Deskripsi Data Kemampuan Kognitif Fisika Siswa ... Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelas Eksperimen ... Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelas Kontrol ... Harga Statistik Uji Beserta Harga Kritik Pada Uji

Normalitas ... Rangkuman Analisis Variansi (ANAVA) Dua Jalan ... Rangkuman Uji Komparasi Ganda ...

2 2 43 49 50 52 53 54 55 61 62 62 64 66 67 68 69 69 70 71 73 74 76


(18)

commit to user xviii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19 Lampiran 20 Lampiran 21 Lampiran 22

Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... Program Satuan Pelajaran ... Rencana Pembelajaran ... Lembar Kerja Siswa ... Kisi-Kisi Uji Coba Soal Kognitif ... Indikator Soal Try Out Kognitif Fisika ... Lembar Telaah Kualitatif Item Soal Try Out ... Analisis Efektifitas Distraktor ... Analisis Derajat Kesukaran, Daya Pembeda, Reliabilitas dan Validitas Soal Tes ... Soal Try Out Tes Belajar Fisika ... Kisi-Kisi Angket ... Uji Validitas dan Reliabilitas Angket ... Angket Motivasi Belajar Fisika ... Data Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa ... Uji Kesamaan Keadaan Awal Fisika Siswa ... Uji Normalitas Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas Eksperimen ... Uji Normalitas Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas Kontrol ... Uji Homogenitas Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... Penskoran Kemampuan Kognitif Fisika Siswa ... Uji Normalitas Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelas Eksperimen ... Uji Normalitas Keampuan Kognitif Fisika Siswa Kelas Kontrol ... Uji Homogenitas Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ...

86 87 103 131 150 151 152 154 164 168 176 177 181 185 186 188 189 190 192 193 194 195


(19)

commit to user

xix Lampiran 23

Lampiran 24

Lampiran 25

Lampiran 26 Lampiran 27

Lampiran 28

Lampiran 29

Lampiran 30

Data Induk Penelitian ... Pengajuan Hipotesis Uji Anava Dua Jalan Dengan Frekuensi Sel Tidak Sama ... Uji Lanjut Anava Komparasi Ganda Dengan Metode Scheffe ... Daftar Nilai Tugas Resitasi Kelas X-1 dan X-2 ... PISA 2009 Ranking by Mean Score for Reading, Mathematics and Science ... David R. Krathwohl : A Revision of Bloom’s Taxonomy, An Overview ... Charlotte Hua Liu & Robert Matthews. Vygotsky’s Philosophy: Constructivism and Its Criticisms Examined ...

Paul A. Kirschner, John Sweller & Richard E. Clark. Why Minimal Guidance During Instruction Does Not Work: An Analysis of The Failure of Constructivist, Discovery, Problem-Based, Experiential, and Inquiry-Based Teaching ...

197

198

203 205

207

209

216


(20)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat signifikan dalam sebuah kehidupan berbangsa. Pendidikan merupakan kunci untuk memanfatkan, memperoleh bahkan untuk menciptakan serta untuk menggunakan ilmu pengetahuan yang tujuan akhirnya melahirkan orang-orang yang berpendidikan yang mampu mengolah, menciptakan dalam penggunaan ilmu pengetahuan tersebut. Pendidikan juga merupakan salah satu parameter untuk mengukur kemajuan suatu bangsa. Semakin maju suatu bangsa, akan ditandai dengan semakin baik pula penyelenggaraan pendidikannya. Namun, pendidikan di Indonesia hingga saat ini masih menimbun berbagai masalah meskipun telah berganti birokrat dan orde pemerintahan. Permasalahan pendidikan di Indonesia dari tahun ke tahun merupakan permasalahan klasik baik menyangkut kualitas pendidikan, infrastruktur pendidikan, daya jangkau masyarakat, budi pekerti siswa serta minimnya minat belajar siswa.

Hasil survey dunia terhadap bangsa Indonesia, berdasarkan data IMD (Institute for Management Development) tahun 2009, daya saing Indonesia berada pada posisi 42 dari 56 negara, yang mengalami peningkatan dari tahun 2008 (peringkat 51) dan pada tahun 2007 (peringkat 54). Peningkatan yang terjadi

hanya pada indikator kinerja ekonomi (economic performance), efisiensi

pemerintah (government efficiency), dan efisiensi bisnis (bussiness efficiency)

sedangkan indikator infrastruktur menunjukkan penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa infrastruktur yang ada didalamnya antara lain mencakup infrastruktur sains dan infrastruktur teknologi belum dapat memberikan konstribusi yang signifikan dalam peningkatan daya saing Nasional. Daya saing Indonesia masih berada dibawah bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand seperti terlihat pada tabel 1.1 (Adawiah, 2010: 5-6):


(21)

commit to user

Tabel 1.1 Daya Saing Indonesia Dibandingkan dengan Negara ASEAN

Country

World Competitive

Yearbook

2009

Global Competitive Report 2010 (137 negara)

Knowledge economy index

2009 (146 negara)

Competitive Industrial Performance

(122 negara)

Singapura 3 3 19 1

Malaysia 18 26 48 16

Thailand 26 38 63 25

Indonesia 42 44 103 42

Filipine 43 85 89 30

Vietnam n/a 59 100 69

Senada dengan survei yang dilakukan IMD (Institute for Management

Development), hasil survei PISA (Programme for International Student Assessment) yang dilakukan oleh OECD tahun 2009 (dilakukan tiap tiga tahun sekali), Indonesia menempati peringkat terbawah dari 65 negara di dunia untuk semua katagori. Tes komprehensif dilakukan melalui pengukuran beberapa

katagori yaitu kemampuan mathematics, reading, science dan problem solving.

Hasil perolehan skor Indonesia disajikan dalam tabel 1.2 (PISA, 2010 : 15) : Tabel 1.2 Skor Indonesia Berdasar Survei PISA oleh OECD

Negara Mathematics

Scale Reading Scale Science Scale

Shanghai-Cina 600 (1) 556 (1) 575 (1)

Singapura 562 (2) 526 (5) 542 (4)

Thailand 419 (50) 421 (50) 425 (49)


(22)

commit to user

Wajah pendidikan di tingkat daerah, khususnya untuk Kabupaten Sukoharjo, berdasarkan hasil Ujian Nasional (UN) tahun 2010, yang diikuti oleh 8.313 siswa menengah atas yang terdiri dari 3.521 siswa SMA, 455 siswa MA, dan 4.337 siswa SMK, dari jumlah tersebut terdapat 513 siswa yang dinyatakan tidak lulus Ujian Nasional. Hal yang lebih memprihatinkan, yaitu sebanyak 20

SMA sekabupaten Sukoharjo, tidak ada sekolah yang meluluskan

100 % siswanya, sedangkan untuk SMK dari total 25 SMK, hanya 8 SMK yang berhasil meluluskan 100 % siswanya. Tingkat kelulusan pada tahun 2010 mencapai 96,6 % yang lebih rendah bila dibandingkan tahun 2009 yang tingkat kelulusan mencapai 97,76 %. Khusus untuk SMK, tingkat kelulusan tahun 2009 lalu mencapai 94,60 % sedangkan pada tahun 2010 mencapai 97,79 %. (sumber: http://www.jatengprov.go.id/?document_srl=6039)

Fakta di atas menunjukkan bahwa pendidikan sangat perlu mendapatkan perhatian dan penanganan yang lebih baik dari pemerintah maupun lembaga-lembaga pendidikan terkait. Hal pertama yang perlu dilakukan perubahan tentu saja dari faktor guru sebagai guru yang berperan langsung terhadap anak didiknya. Jika kualitas seorang guru rendah, maka hal mustahil akan tercipta siswa-siswa yang berkualitas. Di Indonesia, untuk menjadi seorang guru tentunya persaingan yang dihadapai tidak seketat bila dibandingkan dengan persaingan masuk ke

Fakultas kedokteran. Lulusan sekolah menengah atas yang “jempolan” tentunya

akan lebih memilih jurusan Kedokteran, Teknik Ekonomi dan sebagainya. Maka dapat dipastikan, sebagian besar mereka yang masuk Ilmu pendidikan merupakan “sisa” yang tidak mampu bersaing di jurusan “elit” tersebut. Tentunya dapat dipastikan bahwa kualitas calon guru memiliki kualitas yang rendah. Hal ini tentunya juga akan berdampak terhadap bagaimana kualitas mengajar yang akan dilakukan guru tersebut di kelas.

Dalam proses belajar mengajar masih nampak adanya penerapan

banking sistem, dalam artian bahwa siswa dianggap sebagai “save-deposite-box”

dimana guru mentransfer bahan ajar kepada siswa dan sewaktu-waktu jika itu


(23)

commit to user

apa yang disampaikan guru tanpa mencoba untuk berpikir lebih jauh tentang apa yang diterimanya. Proses belajar mengajar seharusnya dapat mengakomodasi segala perbedaan serta mampu yang memberikan kesempatan pada setiap siswa untuk mengembangkan potensi dirinya sendiri agar tercapai proses dan hasil belajar siswa yang maksimal, bukan menjadi seperti pabrik penghasil manusia yang tidak peka dan fleksibel terhadap perkembangan jaman.

Kondisi ini lebih diperparah dengan adanya sistem Ujian Nasional, yang menentukan kelulusan siswa dalam menempuh belajarnya selama tiga tahun. Hal ini menuntut seorang guru untuk mampu menciptakan siswa yang mampu lulus Ujian Nasional, bukan siswa yang mampu bersaing dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi. Akhirnya pembelajaran yang dilakukan hanya intens untuk mencapai kelulusan siswa yang menyimpang dari tujuan dan fungsi pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3, yang berbunyi:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang bertanggungjawab.(Depdiknas, 2003: 8)

Sejak tahun 2004 telah diterapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan kini telah berubah menjadi kurikulum 2006 yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang menggunakan paradigma pembelajaran konstruktivisme dalam kegiatan pembelajaran. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide atau gagasan bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi yang kompleks ke situasi lain dan apabila dikehendaki informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pelajaran harus dikemas menjadi proses mengkontruksi, bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajarannya harus diwujudkan dalam bentuk pembelajaran yang berpusat


(24)

commit to user

Proses belajar-mengajar di sekolah meliputi setiap mata pelajaran yang salah satunya ialah pelajaran Fisika, yang termasuk dalam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika meliputi tiga karakteristik, yaitu produk, proses, dan sikap ilmiah. Produk merupakan kumpulan pengetahuan. Proses dalam Fisika berkaitan dengan keterampilan untuk mendapat pengetahuan. Dalam melakukan proses tersebut dibutuhkan adanya sikap ilmiah. Pemahaman atau penguasaan materi dalam Fisika dituntut meliputi tiga ranah kemampuan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Untuk menyikapi hal tersebut, Para guru Fisika (IPA) dituntut untuk dapat menemukan suatu cara memfasilitasi siswa secara efektif dan efisien sehingga mampu memberikan pemahaman kepada siswa tentang alam sekitar namun tetap dilakukan melalui proses pembelajaran yang aktif dan menyenangkan karena guru mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kualitas

proses dan hasil pembelajaran..

Kualitas pendidikan di Indonesia yang rendah juga diakibatkan oleh motivasi belajar siswa yang rendah. Motivasi belajar tentunya akan sangat berpengaruh terhadap prestasi dan keberhasilan siswa dalam belajar. Motivasi belajar yang tumbuh dalam diri siswa akan mendorong munculnya optimisme yang tinggi dalam mencapai keberhasilan belajar sehingga siswa memilki kekuatan dan keuletan untuk melakukan aktivitas tertentu. Motivasi tersebut juga akan membuat siswa tertarik untuk selalu belajar, meskipun berada di luar kelas atau diluar jam sekolah. Motivasi belajar siswa sangat bergantung pada banyak hal salah satunya adalah faktor dari proses pembelajaran yang menjenuhkan dan kurang menarik. Selain itu motivasi belajar seorang siswa juga dipengaruhi oleh lingkungan belajar yang salah satunya adalah proses belajar yang menarik dan menyenangkan.

Salah satu hal yang menjadi pertimbangan seorang guru dalam mengajar adalah metode pembelajaran yang akan dilakukan. Ketepatan metode pembelajaran yang digunakan dapat meningkatkan minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi pula hasil belajar Fisika siswa. Tentu saja metode yang digunakan tetap harus mempertimbangkan keterlibatan dan mampu membangkitkan keaktifan siswa


(25)

commit to user

dalam proses pembelajaran. Salah satu metode pembelajaran yang dapat dilakukan adalah metode diskusi-resitasi. Dengan kolaborasi dua metode tersebut, yaitu diskusi dan metode resitasi diharapkan kelemahan yang ada dalam kedua metode tersebut dapat diminimalisir. Tentunya metode diskusi-resitasi tetap mengedepankan peran serta keaktifan siswa.

Akan tetapi, realita yang ada sekarang ini, dalam proses pembelajaran Fisika hanya bersifat “mentranfer” pengetahuan kepada siswa bukan mengkontruksi pemikiran siswa menjadi pengetahuannya sendiri. Peran serta seorang guru untuk mengembangkan metode yang tepat sehingga proses pembelajaran menjadi menarik dan mampu membangkitkan motivasi belajar siswa masih sangat rendah sekali. Penggunaan media pembelajaran hanya berupa media power point yang notabene masih bersifat memindahkan papan tulis ke dalam media komputer saja dan belum mampu dikemas secara menarik. Kegiatan diskusi ataupun pemberian resitasi kepada siswa masih belum dilakukan secara optimal. Kegiatan diskusi masih jarang dilakukan dan belum dilakukan secara optimal, bahkan terkadang kegiatan diskusi dilakukan oleh siswa secara menyeluruh tanpa ada peran serta guru.

Pemberian resitasi pun juga belum dilakukan secara tepat. Resitasi yang diberikan masih sekedar tugas (pekerjaan rumah) yang hanya berupa tugas untuk mengerjakan soal, yang terkadang tingkat soalnya pun rumit dalam jumlah soal yang banyak. Tentunya hal ini terkadang menjadi beban bagi siswa itu sendiri. Sehingga mata pelajaran Fisika masih merupakan momok dan hanya terlihat sebagai teori dan rumus belaka. Tentu saja hal ini akan berdampak pada minat siswa dalam belajar dan memberikan persepsi bahwa Fisika itu sulit, membuat pusing dan menjenuhkan. Pada akhirnya, semuanya akan mengarah kepada motivasi belajar siswa yang rendah. Rendahnya motivasi siswa dalam belajar, tentunya juga akan membuat rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia. Maka dari itu, terdapat suatu keterkaitan antara pendekatan pembelajaran, proses pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar atau secara umum kualitas pendidikan Indonesia.


(26)

commit to user

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis mengadakan penelitian untuk mengetahui pengaruh pembelajaran Fisika dengan pendekatan konstruktivisme melalui penerapan metode diskusi-resitasi baik secara individual maupun berkelompok, khususnya terhadap kemampuan kognitif siswa yang ditinjau dari tingkat motivasi belajar pada siswa. Oleh karena itu, penulis mengambil judul

penelitian ”PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN

KONSTRUKTIVISME MELALUI METODE DISKUSI–RESITASI

TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA PADA MATERI KALOR

SMA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Pendidikan di Indonesia masih dalam katagori yang sangat rendah bila

dibandingkan dengan negara lain. Berdasarkan hasil survei PISA (Programme for International Student Assessment) oleh OECD, dari 65

negara, Indonesia berada di peringkat 61 untuk kemampuan Mathematics,

peringkat 57 untuk kemampuan Reading dan peringkat 60 untuk kemampuan

Science.

2. Pendidikan di tingkat daerah pun, khususnya kabupaten Sukoharjo, kualitas

pendidikan juga mengalami penurunan. Hal ini berdasar pada tingkat kelulusan Ujian Nasional (UN) pada tahun 2010 untuk tingkat SMA yaitu 96,6 % lebih rendah bila dibandingkan pada tahun 2009 yaitu 97,76 %.

3. Masih nampak guru yang masih menerapkan pembelajaran banking sistem

dalam proses belajar mengajar yang menjadikan siswa sebagai save deposite

box yang hanya manerima pengetahuan saja. Sehingga pembelajaran yang

terjadi masih berpusat pada guru (Teacher Center). Jadi siswa hanya

menampung apa yang disampaikan guru tanpa mencoba untuk berpikir lebih jauh tentang apa yang diterimanya.


(27)

commit to user

4. Proses pembelajaran yang terjadi di sekolah belum mampu mengakomodasi

secara mendalam segala perbedaan dan kesempatan siswa dalam mengembangkan potensi dirinya.

5. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang menggunakan

paradigma pembelajaran konstruktivisme dalam kegiatan pembelajaran. Esensi dari pembelajaran konstruktivisme adalah gagasan bahwa siswa harus menemukan sendiri pemahamannya sehingga proses belajar mengajar harus dikemas menjadi proses mengkontruksi, bukan menerima pengetahuan. Akan tetapi, realita yang ada, pembelajaran Fisika hanya dilakukan secara monoton dan bersifat “mentranfer” pengetahuan kepada siswa bukan mengkontruksi pemikiran siswa menjadi pengetahuannya sendiri.

6. Rendahnya motivasi siswa dalam belajar, belum banyak mendapatkan

perhatian dari guru secara serius untuk peningkatan motivasi belajar siswa tersebut, terutama dalam peningkatan motivasi belajar Fisika.

7. Pemilihan metode pembelajaran yang bervariasi masih jarang diterapkan

seorang guru dalam pembelajaran secara optimal melibatkan peran siswa secara aktif. Dalam penerapannya, metode diskusi dan metode resitasi yang dilakukan juga belum secara optimal.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini memiliki arahan yang jelas dan tidak terlalu luas, maka perlu ada pembatasan masalah yakni sebagai berikut :

1. Pendekatan pembelajaran yang akan digunakan adalah pendekatan

kontruktivisme.

2. Pendekatan konstruktivisme tersebut dilaksanakan dengan menggunakan

metode diskusi – resitasi yang dilaksakan dalam dua bentuk yaitu metode

diskusi - resitasi secara individu dan diskusi – resitasi secara kelompok.

3. Tinjauan masalah yang digunakan adalah motivasi belajar siswa yang

dikatagorikan dalam katagori tingkat tinggi dan katagori tingkat rendah.

4. Hasil belajar yang dinilai pada siswa setelah melalui kegiatan pembelajaran


(28)

commit to user

5. Materi yang dibahas dalam penelitian ini adalah materi kalor pada tingkat

SMA

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Adakah perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme

melalui metode diskusi – resitasi berkelompok dan diskusi – resitasi individu

terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor.

2. Adakah perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar Fisika siswa

kategori tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor.

3. Adakah interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme

melalui metode diskusi – resitasi berkelompok dan diskusi – resitasi individu

dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif fisika siswa pada materi kalor

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembatasan masalah dan rumusan masalah yang tersusun di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan

konstruktivisme melalui metode diskusi – resitasi berkelompok dan diskusi –

resitasi individu terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor.

2. Ada atau tidak adanya perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar

Fisika siswa kategori tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor.

3. Ada atau tidak adanya interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan

konstruktivisme melalui metode diskusi – resitasi berkelompok dan diskusi –

resitasi individu dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif fisika siswa pada materi kalor


(29)

commit to user

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan bagi penulis terutama

dalam dunia pendidikan dan pembelajaran serta dalam hal melakukan penelitian pembelajaran.

2. Memberi gambaran tentang pengaruh penggunaan metode diskusi-resitasi

serta tingkat motivasi belajar siswa pada pembelajaran Fisika terhadap prestasi belajar siswa.

3. Memberikan masukan dan sumbang pemikiran kepada pelaku pendidikan

dalam menerapkan pendekatan atau metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa.

4. Menjadi sumber inspirasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya dalam bidang


(30)

commit to user

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Proses Belajar Mengajar

a. Pengertian Belajar

Proses pendidikan formal di sekolah meliputi dua aspek utama, yang pertama adalah aspek belajar dan yang kedua adalah aspek mengajar. Banyak teori dan pendapat yang beragam mengenai makna kedua aspek tersebut. Belajar merupakan aspek yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran karena dengan belajarlah seseorang mampu mengembangkan pemahaman dan potensi dirinya untuk mencapai prestasi. Proses belajar dapat dilakukan oleh setiap orang baik di lingkungan pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Di bawah ini akan disajikan pengertian atau definisi belajar ataupun mengajar menurut beberapa ahli.

Menurut Martinis Yamin (2008 : 122), mendefinikan bahwa ”Belajar merupakan perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru”. Hal senada juga

diungkapkan oleh Sulistyorini (2009 : 6) ”Belajar adalah sebagai proses untuk

merubah diri seseorang (siswa) agar memiliki pengetahuan, sikap dan tingkah laku melalui latihan baik latihan yang penuh dengan tantangan atau melalui

berbagai pengalaman yang telah terjadi”. Berkaitan pula dengan pengertian

belajar, Stephen B. Klein (1996 : 2) menyatakan, ”Learning can be defined as an

experiential process resulting in a relatively permanent change in behavior that cannot be explained by temporary states, maturation, or innate responses tendencies” yang berarti bahwa belajar merupakan proses pengalaman yang menghasilkan perubahan tingkah laku secara permenen yang tidak dapat dijelaskan berdasarkan keadaan sementara, kematangan anak atau kecenderungan pembawaan lahir. Paul A. Kirscher, John Sweller & Richard E. Clark (2006) mengungkapkan bahwa, ”Learning, in turn, is defined as a change in long-term memory” yaitu bahwa belajar merupakan perubahan ingatan jangka panjang.


(31)

commit to user

Sedangkan dalam pandangan konstruktivisme (Daniel Muijs & David Reynolds,

2008: 98), ”Belajar adalah tentang membantu murid untuk mengkonstruksikan

makna mereka sendiri, bukan tentang ’mendapatkan jawaban yang benar’ karena

dengan cara seperti ini murid dilatih untuk mendapatkan jawaban yang benar

tanpa benar-benar memahami konsepnya”.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan dari belajar adalah mengubah tingkah laku menjadi lebih baik melalui pengalaman yang dialami sendiri dalam ingatan jangka panjangnya. Belajar merupakan suatu perubahan pada sikap dan tingkah laku yang meliputi proses lahir maupun batin untuk memperoleh pengalaman yang lebih baik dan tertanam dalam benak seseorang. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa belajar merupakan pencarian makna yaitu siswa secara aktif berusaha mengkontruksi makna dan pemahamannya sendiri secara mendalam.

b. Pengertian Mengajar

Aspek utama yang kedua dalam pendidikan formal adalah mengajar. Menurut Arnie Fajar yang dikutip Sulistyorini (2009 : 33) dalam bukunya

mengemukakan bahwa ”Mengajar adalah memberikan sesuatu dengan cara

membimbing dan membantu kegiatan kepada seseorang (siswa) dalam mengembangkan potensi-potensi intelektual (emosional serta spiritual) sehingga

potensi-potensi tersebut dapat berkembang secara optimal”. Mengajar menurut

pandangan kontruktivistik bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan mengajar merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya (Martinis Yamin, 2008

: 3). Hal senada diungkapkan William Burton (Sulistyorini, 2009 : 35), ”Teaching

is the guidance of learning activities, teaching is for purpose of aiding the pupul learn” yang berarti bahwa mengajar adalah kegiatan membimbing aktivitas belajar, bertujuan untuk membantu siswa dalam belajarnya. Dari beberapa pendapat diatas, dapat diketahui bahwa mangajar merupakan kegiatan membimbing siswa dalam belajar untuk membangun pengetahuannya sendiri. Dengan kata lain, mengajar dapat dikatakan sebagai bentuk membelajarkan siswa.


(32)

commit to user

Menurut pandangan kontruktivisme, ”Mengajar adalah tentang

memberdayakan pelajar, dan memungkinkan pelajar untuk menemukan dan

melakukan refleksi terhadap pengalaman-pengalaman realistis” (Daniel Muijs dan

David Reynolds, 2008 : 99). Hal ini akan memberikan pembelajaran yang nyata (asli) dan memberikan pemahaman yang lebih nyata terhadap siswa bila dibandingkan hanya sekedar mentransfer materi kepada siswa secara abstrak. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa guru dan siswa harus saling berinteraksi dengan baik dalam kegiatan pembelajaran. Kontruksi pengetahuan yang dilakukan guru, bukan semata bersifat individual. Namun, dapat dilakukan suatu interaksi sosial, baik dengan teman, guru atau dengan yang lain. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran perlu disusun dalam suatu kegiatan sosial yaitu dengan mendorong adanya situasi kerja atau diskusi bersama.

Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajar merupakan aktivitas mengorganisasi untuk menciptakan kondisi dimana terjadi interaksi aktif antara guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa mampu membangun pengetahuannnya sendiri. Dalam hal ini seorang guru berperan sebagai fasilitator yang membantu proses belajar siswa serta mengarahkan pemahaman siswa.

c. Pengertian Pembelajaran

“Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu

seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru” (Syaiful

Sagala, 2009 : 61). Sedangkan dalam UUSPN No 20 tahun 2003 menyatakan

bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Maka dari itu, pembelajaran

merupakan kegiatan yang dirancang untuk membuat siswa belajar aktif terhadap sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar.

Untuk menjadi pribadi yang mandiri, setiap manusia memerlukan sejumlah kecakapan dan keterampilan tertentu yang harus dikembangkan melalui proses belajar mengajar. Richard I. Arends (2001:18) mengatakan,”...the ultimate purpose of teaching is to assist students to become independent and self-regulated learners”. Maka dari itu, dapat diketahui bahwa tujuan utama dari pembelajaran


(33)

commit to user

adalah untuk membantu siswa menjadi mandiri dan mampu belajar sendiri. Oleh karena itu, melalui proses pembelajaran inilah diharapkan dalam diri siswa akan mempunyai kecakapan, kemandirian dan keterampilan tertentu sehingga akan membentuk pribadi yang cukup terintegrasi dalam diri siswa.

2. Pembelajaran Fisika Di SMA

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang peristiwa atau gejala-gejala alam. IPA merupakan cara untuk menemukan secara sistematik mengenai alam sehingga IPA bukan sekedar penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip semata, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dapat pula dikatakan bahwa IPA merupakan bidang ilmu yang sangat berdekatan dengan diri siswa yang mengungkapkan realitas alam yang menjadi tempat hidupnya. Sebagai bagian dari pendidikan nasional, pendidikan IPA diharapkan mampu memberikan manfaat yang nyata kepada siswa.

Pendidikan IPA menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa sehingga mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah yang mampu membantu siswa dalam memperoleh pemahamannya mengenai alam sekitar tersebut. Maka dari itu, melalui pendidikan IPA diharapkan siswa mampu mengembangkan ilmu pengetahuan, dapat membina kerja sama, dan mampu bersikap peka, jujur, tanggap serta mampu berperan aktif dalam menerapkan IPA dalam memecahkan masalah yang terjadi disekitarnya. Selain itu, diharapkan siswa akan terlatih dalam

mengembangkan kemampuan berfikir (thinking skill) dalam menghadapai

persoalan sehari-hari. Seperti yang diungkapkan oleh Wegerif yang dikutip oleh Sabar Nurohman (2008: 125),” Thinking skill are used to indicate a desire to teach processes of thinking and learning that can be applied in wide range of real-life. Dalam pandangan Wegerif tersebut, kemampuan berfikir (thinking skill) merupakan upaya proses belajar mengajar untuk membantu membawa siswa masuk ke dunia nyata.


(34)

commit to user

a. Hakikat fisika

Fisika merupakan cabang dari IPA yang telah menyumbangkan ilmunya untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berusaha menemukan

konsep – konsep, hukum – hukum, dan prinsip – prinsip. Menurut C. Giancoli

(2001 : 1), ” Fisika adalah ilmu yang paling mendasar dari semua cabang sains, karena berhubungan dengan perilaku dan struktur benda”. Sedangkan menurut

Young & Freedman (1996 : 2), ”Physics is not a collection of facts and

principles; it is the process by which we arrive at general princilples that describe how the physical universe behaves” yang berarti bahwa Fisika bukanlah sekedar kumpulan fakta dan prinsip; Fisika adalah proses yang membawa kita pada

prinsip – prinsip umum yang mendeskripsikan bagaimana perilaku dunia fisik.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diketahui bahwa Fisika merupakan teori yang mempelajari gejala-gejala alam dimana hasilnya dirumuskan dalam bentuk definisi ilmiah dan persamaan matematis yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan dan penyelidikan. Fisika merupakan ilmu dasar mempelajari gejala-gejala alam berhubungan dengan perilaku dan struktur

benda yang membawa pada prinsip – prinsip umum yang hasilnya dirumuskan

dalam bentuk definisi ilmiah dan persamaan matematis. Ilmu Fisika selalu menguraikan dan menganalisis suatu struktur atau peristiwa di alam sehingga dapat menemukan prinsip-prinsip atau hukum alam yang dapat menjelaskan gejala-gejala alam tersebut.

b. Pembelajaran Fisika Di SMA

Mata pelajaran Fisika diajarkan dari kajian secara sederhana yang diteruskan ke kajian yang lebih kompleks. Sebagai salah satu bagian dari IPA, Fisika dipelajari sejak dari sekolah dasar hingga ke sekolah tinggi dalam jejang

pendidikan. Fisika berhubungan dengan pengamatan terhadap gejala – gejala di

alam baik yang nyata maupun yang abstrak serta mempelajarinya, sehingga berpengaruh pada cara menyampaikannya kepada siswa. Hewson & Gertzdog yang dikutip oleh Michael Pressley dan Vera Woloshyn (1995 : 224) mengatakan, “Many science educators believe that the learning process consists of assimilation, incorporating new information with existing knowlegde, and


(35)

commit to user

accommodation, restructuring and reorganizing existing knowledge on the basis of new information”. Mereka mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran IPA

terdiri atas dua proses, pertama adalah proses assimilation, yaitu menggabungkan

informasi baru dengan pemahaman yang telah dipahami siswa. Kedua adalah

proses accommodation, yaitu mengkontruksi dan menyususn kembali pemahaman

yang telah ada berdasarkan informasi baru yang dijelaskan. Maka dari itu, dalam pembelajaran Fisika, seorang guru harus mampu mengkontruksi pemahaman yang telah dimiliki siswa sebelumnya dengan konsep Fisika baru yang akan disampaikan.

Mata pelajaran Fisika di SMA mengacu pada pengembangan Fisika yang ditunjukkan untuk mendidik siswa agar mampu mengambangkan kemampuan observasi, eksperimentasi dan mampu berfikit kritis dan taat asas. Hal ini didasari oleh tujuan Fisika, yakni mengamati, memahami dan memanfaatkan gejala-gejala alam yang melibatkan zat (materi) dan energi (Depdiknas, 2006 : 4).

Dalam Petunjuk Pengembangan Silabus Fisika SMA/MA (Depdiknas, 2006: 4), ilmu Fisika mencakup beberapa perangkat, yaitu:

1) Perangkat keilmuan, yang mencakup obyek telaah Fisika yang meliputi:

zat, energi, gelombang dan medan. Sedangkan telaah keilmuan mencakup bangunan ilmu yang meliputi: mekanika, termofisika, grafitasi, optika, kelistrikan dan kemagnetan, Fisika atom dan inti.

2) Perangkat pengamatan, mencakup perangkat untuk melaksanakan

observasi untuk menelaah fenomena obyek dan kejadian fisis pada daerah makroskopis maupun mikroskopis. Perangkat ini mencakup alat ukur besaran fisis dan tata kerja dalam pelaksanaan eksperimen.

3) Perangkat analisis merupakan perangkat dalam melaksanakan perhitungan

terhadap hasil pengukuran. Perangkat ini meliputi penguasaan matematis di kalangan siswa, baik penguasaan trigonometri, aljabar, geometri bidang dan ruang sebagai upaya menelaah bangun ilmu secara kuat.

Maka dari itu, pembelajaran Fisika di SMA secara garis besar mengajarkan kepada siswa dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan mampu melatih siswa dalam melakukan observasi atau pengamatan terhadap gejala-gejala alam, serta mampu melakukan analisis observasi atau pengamatan tersebut melalui penguasaan metematis.


(36)

commit to user

3. Pendekatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran merupakan proses yang harus dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru agar tujuan pembelajaran tercapai. Maka dari itu, guru perlu mempertimbangkan dalam memilih pendekatan pembelajaran yang akan diterapkan. Membahas masalah pendekatan pembelajaran dalam proses belajar mengajar tidak terlepas dari pengertian pendekatan dalam proses belajar

mengajar itu sendiri. ”Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang ditempuh

oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan intruksional untuk suatu satuan

instruksional tertentu” (Syaiful Sagala, 2009 : 68). Pendekatan pembelajaran ini

merupakan penjelas untuk mempermudah pengajaran materi bidang studi yang tersusun sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi yang disampaikan, serta dengan membangun suasana belajar yang menyenangkan. Maka dari itu, pendekatan penting dalam proses balajar mengajar karena dengan adanya pendekatan yang tepat dalam proses belajar akan dapat meningkatkan hasil belajar.

a. Pendekatan Konstruktivisme

Pendekatan konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan

pembelajaran yang berkarakter mengkontruksi pemahaman siswa itu sendiri dan bukan hanya sekedar mentransfer pemahaman dari guru ke siswa semata. Menurut Tedjawati (2008 : 5) mengungkapkan bahwa

Konstruktivisme merupakan sebuah pendekatan dalam pembelajaran berdasarkan keyakinan bahwa belajar merupakan hasil dari pembentukan (konstruksi) pengetahuan yang berlangsung dalam otak dengan cara membangun aturan-aturan dan model-model mental, yang bersifat individual, untuk memahami pengalaman-pengalamannya.

Hal senada seperti yang diungkapkan oleh Von Glasersfeld yang dikutip

Daniel Muijs dan David Reynolds (2008: 96) dalam bukunya, “Konstruktivisme

berakar pada asumsi bahwa pengetahuan, tidak peduli bagaimana pengetahuan itu didefinisikan, terbentuk didalam otak manusia, dan subjek yang berfikir tidak memiliki alternatif selain mengkontruksikan apa yang diketahuinya berdasarkan

pengalamannya sendiri”. Sedangkan dalam pandangan kontruktivisme, seperti


(37)

commit to user

perspective holds that knowledge is somewhat personal, and meaning is contructed by the learner through experience”. Berdasarkan hal tersebut, dalam pandangan kontruktivisme, pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki siswa harus dikontruksi siswa sendiri melalui pengalaman yang dilakukannya. Hal

senada diungkapkan pula oleh Charlotte Hua Liu & Robert Mattews (2005),”The

fact that constructivist ... that knowledge is not mechanically acquired, but actively constructed within the constrain and offerings of the learning environment ...” yaitu bahwa dalam pemahaman kontruktivisme, pengetahuan tidak secara penuh diperlukan, tetapi merupakan aktivitas mengkontruksi pengetahuan secara terbatas dalam suatu lingkungan belajar.

Matson dan Parson yang dikutip oleh Sabar Nurohman (2008: 126) menyebutkan bahwa setidaknya terdapat dua pemahaman dasar atas

konstruktivisme, “First, constructivism is a philosophical view or perspective on

how knowledge is aqcuired. Second, individuals construct knowledge to make sense of their world”. Pertama, kontruktivisme merupakan suatu pandangan tentang bagaimana pengetahuan dimiliki seseorang dan kedua, pengetahuan yang dibangun seseorang dalam dirinya dapat merasakan dunianya. Pengetahuan

bukanlah seperangkat kata – kata, konsep, teori, fakta atau kaidah yang hanya

untuk diambil dan diingat, tetapi pengetahuan harus dibangun sedikit demi sedikit yang kemudian dapat dikembangkan secara luas dalam konteks pengaplikasian ilmu pengetahuan tersebut

Atas dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses tertentu

sehingga siswa mampu “mengkontruksi” pengetahuannya, bukan sekedar

menerima pengetahuan langsung. Sehingga pengetahuan yang didapat bukan merupakan sesuatu bentuk jadi, melainkan melalui proses yang berkembang terus menerus. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja kepada siswa, tetapi harus

diinterpretasikan sendiri oleh masing – masing siswa. Dalam proses ini, keaktifan

siswa memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar (Student

Center). Dengan demikian, seorang guru mestinya berusaha menciptakan suasana belajar yang mampu mengkontruksikan kegiatan belajar yang memungkinkan siswa untuk dapat mengkontruksi makna atau pemahamannya sendiri.


(38)

commit to user

Belajar merupakan proses aktif pelajar mengkontruksi pengalaman yang dialami siswa secara mandiri. Sehingga dapat dipahami bahwa pendekatan konstruktivisme adalah proses pembentukan konsep ilmu pengetahuan yang melibatkan keaktifan siswa dengan kemampuan kognitif yang telah terbentuk sebelumnya dengan membentuk dan mengkontruksi sendiri pengetahuannya dalam situasi dan pengalaman yang baru.

b. Strategi Pembelajaran Konstruktivisme

Tugas seorang guru adalah membantu siswa agar mampu mengkontruksi pengetahuannya sesuai dengan kondisi yang ada. Oleh karena itu, strategi seorang guru perlu disesuaikan dengan kondisi siswa dan lingkungannya. Pengembangan strategi mengajar konstruktivisme sangat beragam dan bersifat subjektif. Akan

tetapi, pada prinsipnya memiliki beberapa elemen yang sama. Elemen – elemen

tersebut dapat disarikan dari Daniel Muijs dan David Reynolds (2008: 99-104) sebagai berikut:

1) Mengkaitkan ide-ide dengan pengetahuan sebelumnya

Kegiatan ini dapat dilakukan pada awal sebuah topik atau materi baru, tetapi tidak hanya dibatasi pada bagian pelajaran itu saja. Tujuannya adalah guru dapat mengetahui seberapa besar siswa mengetahui tentang topik tersebut sebelum pembelajaran dimulai.

2) Kegiatan ekplorasi dan penyelesaian masalah

Kegiatan ini merupakan kunci pembelajaran konstruktivis yang

memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan pemikiran dan pemahamannya. Menurut De Jager yang dikutip Daniel Muijs dan David

Reynolds (2008 : 102), “Kedua kegiatan ini memungkinkan siswa untuk

mengambangkan pemikiran dan pemaknaan (meanning-making) mereka,

dengan mengembangkan kombinasi-kombinasi ide baru dan dengan memikirkan tentang hasil-hasil hipotetik dari berbagai situasi dan kejadian

yang dibayangkan”.

Menurut sifat pembelajaran konstruktivisme, maka harus mendorong ekperimentasi, eksplorasi dan kecairan dalam kegiatan pembelajaran. Daniel Muijs & David Reynolds (2008:105-106) menjelaskan, secara garis besar


(39)

commit to user

pembelajaran konstruktivisme terdiri atas empat langkah pembelajaran, yang dapat disarikan sebagai berikut:

1) Fase Start

Pada fase ini guru memulai dengan mengukur pengetahuan siswa sebelumnya dan menetapkan sebagai kegiatan. Fase ini juga dikatakan sebagai proses apersepsi, dapat dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan pertanyaan pertanyaan dari materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat.

2) Fase Eksplorasi

Pada fase ini, kegiatan lebih bersifat ekploratif, melibatkan situasi dan bahan-bahan riil, dan memberikan kesempatan untuk bekerja kelompok. Kegiatan ini melibatkan siswa untuk mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang mau dipalajari. Kemudian siswa menggali menyelidiki dan menemukan sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan sementara yang dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda langsung.

3) Fase Refleksi

Pada fase ini, siswa diminta untuk mengingat kembali kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya kemudian menganalisis serta mendiskusikan apa yang telah mereka dikerjakan, baik dengan kelompok-kelompok sendiri atau dengan guru. Pada fase ini, guru berperan sebagai fasilitator dalam menampung dan membantu siswa membuat kesepakatan, yaitu setuju atau tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotifasi siswa mengungkapkan alasan dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya jawab. Melalui komentar dan pertanyaan yang diungkapkan baik oleh guru maupun siswa, dapat dirancang untuk mengkaitkan masalah-masalah tersebut dengan konsep kunci yang akan dieksplorasi.

4) Fase Aplikasi dan Diskusi

Pada fase ini, guru meminta seluruh kelas untuk mendiskusikan temuan dan berusaha untuk menarik kesimpulan dari poin-poin kunci yang telah ditemukan. Guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial,


(40)

commit to user

dan menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh melalui pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas yang diberikan.

Langkah pembelajaran konstruktivisme diatas merupakan pokok yang ada dalam setiap pembelajaran konstruktivisme. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan masih dapat dilakukan suatu eksplorasi yang lebih mendalam untuk menyesuaikan dengan kondisi pembelajaran yang akan berlangsung.

4. Metode Mengajar

Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru dan siswa dalam situasi pendidikan atau pengajaran untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Untuk mewujudkan interaksi tersebut maka guru perlu menerapkan suatu metode pembelajaran yang tepat dalam penerapan pembelajarannya. Dalam kegiatan pembelajaran, metode mengajar memegang peranan penting dan merupakan salah satu faktor utama keberhasilan proses pembelajaran. Berrkenaan dengan metode mengajar, Muhibbin Syah (2005: 27), mengungkapkan bahwa, ”Metode…sebagai cara atau jalan yang ditempuh

seseorang dalam melakukan sebuah kegiatan”. Maka dari itu, dapat diketahui

bahwa metode mengajar merupakan cara yang ditempuh seorang guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Metode mengajar merupakan cara yang bersifat lebih operasional dalam menyajikan pelajaran kepada siswa melalui langkah-langkah pembelajaran tertentu. Sehingga, seorang guru harus memiliki kecakapan dan keterampilan dalam mengajar, selain itu, juga harus mengetahui dan menguasai metode-metode mengajar yang tepat untuk setiap materi yang tepat. Metode mengajar harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai, materi pelajaran, bentuk pengajaran, kemampuan pendidik, kondisi siswa serta fasilitas yang ada.

Banyak terdapat metode pembelajaran yang berkembang dewasa ini. Walaupun banyak metode belajar yang diterapkan, pada umumnya setiap metode mengajar memiliki beberapa aspek pokok. Allan & Thomas J. Lasley (2000: 146)

mengungkapkan bahwa, ”Although many different procedures can be employed in


(41)

commit to user

(1) practice and drill, (2) quenstioning, (3) explanation and discussion, and (4) demonstrations and experiments”. Berdasarkan pernyataan diatas, terdapat empat

dasar dalam sebuah metode belajar yaitu mencoba dan berlatih, tanya-jawab, menjelaskan dan diskusi, dan demonstrasi dan percobaan. Metode yang digunakan dalam proses mengajar diantaranya metode ceramah, resitasi, diskusi, tanya-jawab, demonstrasi, eksperimen, dan sebagainya. Dalam penelitian ini, digunakan dua gabungan metode mengajar yaitu metode diskusi dan metode resitasi. Pemilihan ini didasarkan pada pendekatan pembelajaran dan situasi pembelajaran yang diharapkan. Setiap metode yang dilakukan tentunya akan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan melakukan kolaborasi dari beberapa

metode, misalnya metode diskusi – resitasi, akan dapat meminimalisir kelemahan

– kelemahan yang ada pada tiap metode.

a. Metode Diskusi

Metode diskusi diartikan sebagai siasat ”penyampaian” bahan pengajaran

yang melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan menemukan altenatif pemecahan suatu topik bahasan yang bersifat problematis. Menurut Syaiful Bahri

dan Aswan Zain (2006 : 87), “Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran

dimana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama”. Guru, siswa, dan atau kelompok siswa memiliki perhatian

yang sama terhadap topik yang dibicarakan dalam diskusi.Dalam kegiatan diskusi

akan timbul suatu interaksi yang dapat saling bertukar pendapat, ide atau gagasan dalam memecahkan masalah yang diberikan, sehingga semua siswa berperan aktif dalam pembelajaran. Metode diskusi ini memiliki beberapa kelebihan (Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 2006: 88), antara lain:

1) merangsang kreativitas siswa dalam bentuk ide, gagasan, dan terobosan

dalam memecahkan masalah

2) mengembangkan sikap menghargai orang lain

3) membina siswa dalam bermusyawarah mufakat dalam memecahkan

masalah


(42)

commit to user

Adapun kelemahan dari penggunaan metode diskusi antara lain:

1) pembicaraan terkadang menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang

panjang.

2) tidak dapat dipakai pada kelompok besar

3) peserta mendapat informasi yang terbatas

4) mungkin dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara atau

menonjolkan diri.

b. Metode Resitasi

Menurut Syaiful Bahri dan Aswan Zain (2006: 85) “Metode resitasi

(penugasan) adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas

tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar”. Sedangkan menurut Richard I.

Arends (2001:138), “Recitations are quentions-and-answer exchanges in which

teachers check how well students recall factual information or understand a concept or idea”. Resitasi merupakan sejumlah pertanyaan dan jawaban dari guru yang bertujuan mengetahui sejauhmana siswa mampu mengingat kembali fakta informasi atau memahami sebuah konsep atau gagasan. Metode resitasi juga dikenal dengan sebutan pekerjaan rumah, akan tetapi sebenarnya metode ini lebih luas dari pekerjaan rumah karena siswa dapat belajar tidak hanya di rumah tetapi juga di laboratorium, halaman sekolah, perpustakaan atau di tempat-tempat lain sehingga tugas tersebut dapat dikerjakan dengan baik. Tugas dan resitasi merangsang siswa untuk aktif belajar, baik secara individual maupun secara kelompok, karena itu, tugas dapat diberikan secara individual atau dapat pula diberikan secara kelompok. Metode resitasi ini memiliki beberapa kelebihan (Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 2006 : 87), antara lain:

1) lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar baik secara

individu maupun kelompok

2) dapat mengembangkan kemandirian siswa diluar pengawasan guru

3) dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa

4) dapat mengembangkan kreativitas siswa.

Namun demikian, metode resitasi juga tidak terlepas dari beberapa kelemahan, antara lain:

1) siswa sulit dikontrol, apakah benar ia mengerjakan tugas ataukah tidak

2) khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan

menyelesaikannya adalah anggota tertentu saja, sedangkan anggota lainnya tidak berpartisipasi dengan baik.


(43)

commit to user

3) tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu

siswa.

4) sering memberikan tugas yang monoton (tidak bervariasi) dapat

menimbulkan kebosanan siswa.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar resitasi merupakan cara mengajar dimana siswa menerima sejumlah tugas dan dapat menyelesaikan tugas tersebut kapan saja dan dimana saja. Resitasi yang diberikan kepada siswa dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu resitasi secara berkelompok dan resitasi secara individu.

1) Resitasi berkelompok

Penggunaan metode resitasi melalui kerja kelompok mempunyai tujuan agar siswa mampu bekerja sama dengan teman lain dalam memecahkan masalah, melaksanakan tugas tertentu dan berusaha mencapai tujuan bersama. Melalui metode resitasi berkelompok, setiap siswa dapat mengungkapkan pendapat, gagasan dalam kelompoknya. Dalam pemakaian metode resitasi secara kelompok, tugas yang diberikan dapat sama untuk setiap kelompok atau berbeda-beda tetapi saling mengisi untuk setiap kelompok dan hendaknya dirumuskan secara jelas. Dalam penggunaan metode ini guru harus mampu menyediakan bahan-bahan pelajaran yang secara manipulatif mampu melibatkan keaktifan anak bekerja sama dan berkolaborasi dalam kelompok.

2) Resitasi Individu

Pelaksanaan metode resitasi yang dilakukan secara individual, dimana proses penyelesaian tugas dilakukan oleh siswa sendiri. Metode ini memungkinkan setiap siswa untuk mengerjakan tugas dengan lebih mandiri. Penggunaan metode resitasi secara individual adalah untuk memberi kesempatan siswa agar dapat melaksanakan tugas sesuai dengan cara, kemampuan dan kecepatanya sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Dari penjelasan diatas, metode resitasi secara individual memberikan gambaran bahwa perbedaan karakter individual siswa juga dapat berpengaruh terhadap


(44)

commit to user

cara para siswa tersebut menyelesesaikan tugas yang diterima, meskipun berada dalam satu kelas yang sama.

c. Metode Diskusi – Resitasi

Metode diskusi–resitasimerupakan kombinasi dari penggunaan metode

diskusi dan metode resitasi. Penerapan metode diskusi- resitasi ini diawali dengan guru mengadakan diskusi kelas dalam menyampaikan materi ajar sehingga siswa akan menjadi aktif dalam pembelajaran di kelas, kemudian untuk memantapkan penguasaan dan pemahaman materi siswa maka dilakukan tindak lanjut berupa pemberian tugas (resitasi).

5. Kemampuan Kognitif Siswa

Prestasi belajar merupakan hasil yang telah dicapai oleh seseorang yang telah mengikuti kegiatan pembelajaran. Prestasi belajar Fisika merupakan hasil yang telah dicapai seorang siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran Fisika. Prestasi yang diperoleh siswa berupa nilai mata pelajaran Fisika. Kemampuan kognitif bisa diartikan sebagai kemampuan individu untuk menggunakan pengetahuan yang dimiliki secara optimal untuk pemecahan masalah yang berhubungan dengan diri dan lingkungan sekitar. Itulah sebabnya pendidikan dan pembelajaran perlu diupayakan agar kemampuan kognitif para siswa dapat berfungsi secara positif dan bertanggung jawab. Tanpa kemampuan kognitif, mustahil siswa dapat memahami faedah dan menangkap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran yang diikuti. Tujuan kognitif berorientasi kepada kemampuan berfikir, mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai kepada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa menghubungkan gagasan, prosedur yang sebelumnya dipelajari untuk memecahkan masalah tertentu.

Tujuan instruksional dalam pembelajaran secara berjenjang

diklasifikasikan dalam suatu taksonomi, salah satunya adalah Taksonomi Bloom. Menurut Taksonomi Bloom, tujuan instruksional terbagi menjadi enam level (sebelum mengalami revisi), dari level intelektual paling rendah yaitu


(45)

commit to user

Adapun taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl, yang disarikan dari Martinis Yamin (2008 : 33-37) dalam bukunya sebagai berikut:

a. Mengingat (Remember)

Kawasan ini menuntut siswa untuk mampu mengingat kembali (recall)

informasi atau pengetahuan yang telah diterima sebelumnya, seperti definisi, fakta, rumus, serta strategi penyelesaian masalah dan sebagainya.

b. Mengerti (Understand)

Kawasan ini menuntut siswa untuk mampu menjelaskan kembali pengetahuan atau informasi yang telah diketahui dengan menggunakan pendapatnya sendiri. Maka dari itu, siswa diharapkan mampu, mendefinisikan, menerjemahkan, atau menyebutkan kembali dengan kata-katanya sendiri.

c. Menerapkan (Apply)

Kawasan ini merupakan kemampuan untuk menerapkan dan menggunakan pengetahuan atau informasi yang telah dipelajari ke dalam situasi yang baru. Siswa dituntut mampu memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.

d. Menganalisis (Analyze)

Pada kawasan ini, siswa mampu untuk mengidentifikasi, memisahkan dan membedakan komponen atau elemen-elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesis atau kesimpulan, dan memeriksa setiap komponen atau elemen tersebut untuk melihat hubungan, keterkaitan atau kontradiksinya. Siswa diharapkan mampu menunjukkan hubungan antara berbagai gagasan dengan membandingkannya terhadap standar, prinsip atau prosedur yang telah dipelajari.

e. Menilai (Evaluate)

Pada kawasan ini mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda dengan menggunakan kriteria tertentu.


(1)

commit to user

E. Pembahasan Hasil Analisis Data 1. Hipotesis Pertama

Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan, untuk pengaruh penggunaan pendekatan kontruktivisme melalui metode pembelajaran diperoleh

994 , 3 F

02 , 1

Fa  0,05;1;63  . Dengan demikian, tidak ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan kontruktivisme melalui metode diskusi-resitasi berkelompok dan metode diskusi-resitasi secara individu terhadap prestasi belajar Fisika siswa pada materi kalor.

Hal ini terjadi karena baik penggunaan metode diskusi-resitasi berkelompok maupun metode diskusi-resitasi individu memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing jika diterapkan dalam pembelajaran. Seperti telah diungkapkan sebelumnya dalam penelitian relevan yang penulis jadikan reverensi, Salah satu hasil penelitian tersebut adalah pendekatan konstruktivisme melalui metode resitasi berkelompok lebih baik daripada penggunaan metode resitasi secara individual. Sedangkan satu penelitian lainnya, memperoleh hasil bahwa pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen disertai pemberian tugas (resitasi) individu lebih baik daripada melalui metode eksperimen disertai pemberian tugas (resitasi) secara berkelompok. Maka dari itu, dapat dimungkinkan bahwa salah satu penyebab ditolaknya hipotesis alternatif pertama yang diajukan dalam penelitian ini karena baik metode diskusi-resitasi berkelompok maupun diskusi-resitasi individu memberikan pengaruh yang sama kuat terhadap prestasi belajar siswa.

Faktor lain yang menjadi penyebab ditolaknya hipotesis alternatif pertama ini adalah karena penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi-resitasi dalam penelitian ini belum berjalan secara optimal. Dalam Pembelajaran Fisika secara konstruktivisme melalui metode diskusi-resitasi berkelompok, terdapat sebagian siswa yang tidak memfokuskan perhatiannya. Hal ini mungkin disebabkan dari tingkat motivasi belajar Fisika siswa tersebut rendah terutama dalam belajar Fisika. Rendahnya motivasi belajar siswa dapat dilihar dari tabel 4.4 atau lampiran 23, dimana hampir sebagian siswa yang memiliki skor


(2)

commit to user

motivasi belajar katagori rendah dikedua kelas. Rendahnya motivasi belajar Fisika siswa dalam proses pembelajaran ini, dapat disebabkan beberapa hal:

a) Siswa belum terbiasa dengan pendekatan dan metode pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini. Pendekatan konstruktivisme menekankan pada kemampuan siswa dalam mengkontruksi sendiri pengetahuannya. Proses ini menuntut ketekunan siswa dalam mencari dan mengobservasi sendiri pengetahuan tersebut atau mengkonsultasikan konsep yang belum dipahami kepada guru atau teman. Padahal pada proses pembelajaran yang biasanya dilakukan, siswa hanya menerima konsep yang sudah jadi dari guru.

b) Berdasarkan pengamatan yang dilakukan sebelum penelitian berlangsung, para siswa yang hanya mendengarkan penjelasan materi Fisika yang sering menggunakan media LCD dengan power point yang sangat sedikit melibatkan interaksi siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga mereka terbiasa dalam melakukan kegiatan diskusi kelas yang lebih bersifat individu. c) Para siswa hanya memiliki sedikit buku acuan pelajaran yang digunakan. Siswa umumnya hanya memiliki buku acuan berupa modul pendamping materi saja. Sehingga hal ini akan menghambat proses konstruksi pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, terutama Fisika.

d) Waktu penelitian ini dilakukan ketika memasuki masa-masa persiapan Ujian Nasional, sehingga terkadang terjadi pemindahan ruang kelas. Pemindahan ruang kelas ini, tentunya akan berdampak pada kondisi belajar siswa karena situasi kelas berubah. Maka dari itu, semangat belajar pun juga akan berubah.

2. Hipotesis Kedua

Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan, untuk pengaruh tingkat motivasi belajar Fisika siswa, diperoleh bahwa FB5.09F0,05;1;633,994. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa ada perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar Fisika siswa kategori tinggi, dan katagori rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa pada materi kalor. Dari hasil uji lanjut ANAVA dengan komparasi ganda metode Scheffe diperoleh hasil bahwa X1X2 dan nilai FB12 = 5.2571


(3)

commit to user

siswa katagori tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik bila dibandingkan dengan tingkat motivasi belajar Fisika siswa katagori rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

Dalam meningkatkan kemampuan kognitif Fisika yang dimiliki siswa, salah satu faktor dari dalam diri siswa yang sangat berpengaruh adalah motivasi belajar siswa. Hal ini dikarenakan siswa yang memiliki tingkat motivasi belajar yang tinggi akan lebih bersemangat dan sungguh-sungguh dalam mengikuti kegiatan pembelajaran Fisika. Hal ini tentu saja akan berpengaruh baik terhadap nilai kemampuan kognitif Fisika siswa tersebut. Sedangkan siswa yang memiliki tingkat motivasi belajar Fisika yang rendah, tentu saja akan merasa kurang bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran Fisika di kelas. Akibatnya dalam setiap kegiatan diskusi kelas maupun kelompok siswa tersebut cenderung kurang memberikan partisipasinya. Tentu saja, hal ini akan berpengaruh terhadap nilai kognitif Fisika siswa.

3. Hipotesis Ketiga

Hasil analisis variansi dua jalan untuk interaksi pengaruh antara penggunaan pendekatan kontruktivisme dengan tingkat motivasi belajar Fisika siswa menujukkan bahwa Fab 2,058F0,05;1;633,994. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi- resitasi dan motivasi belajar Fisika terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi Kalor. Antara penggunaan pendekatan kontruktivisme dan motivasi belajar Fisika siswa memberikan pengaruh sendiri-sendiri terhadap prestasi belajar Fisika pada siswa. Tidak adanya interaksi antara pengaruh tersebut terjadi karena siswa yang memiliki motivasi belajar Fisika kategori tinggi dapat memperoleh prestasi belajar Fisika yang lebih baik dibandingkan dengan motivasi belajar Fisika yang kategori rendah walaupun digunakan metode resitasi secara berkelompok maupun metode diskusi-resitasi secara individu dalam pembelajaran Fisika dengan pendekatan kontruktivisme.


(4)

commit to user

80 BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan dalam penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tidak ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi berkelompok dan diskusi– resitasi individu terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor (Fa 1,02F0,05;1;63 3,994). Siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan kontruktivisme melalui metode diskusi–resitasi secara kelompok mendapatkan prestasi belajar yang sama dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan kontruktivisme melalui metode diskusi– resitasi secara individu.

2. Ada perbedaan pengaruh antara tingkat motivasi belajar Fisika siswa kategori tinggi dan katagori rendah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor (FB5.09F0,05;1;633,994). Sedangkan dari hasil uji lanjut ANAVA dengan komparasi ganda metode Scheffe diperoleh hasil bahwa

2

1 X

X  (FB12 = 5.2571 > F0.05;1.58 = 3,994) sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara motivasi belajar Fisika siswa katagori tinggi dengan motivasi belajar Fisika siswa katagori rendah. Berdasarkan hasil tersebut juga dapat dilihat bahwa tingkat motivasi belajar Fisika siswa katagori tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik bila dibandingkan dengan tingkat motivasi belajar Fisika siswa katagori rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa.

3. Tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode diskusi–resitasi berkelompok dan diskusi-resitasi individu dengan tingkat motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi kalor (Fab2,058F0,05;1;633,994). Hal ini menunjukkan bahwa antara penggunaan pendekatan konstruktivisme dengan tingkat


(5)

commit to user

motivasi belajar siswa memberikan pengaruh sendiri-sendiri terhadap prestasi belajar pada siswa.

B. Implikasi Hasil Penelitian

Implikasi dari hasil penelitian ini adalah penggunaan metode diskusi– resitasisecara berkelompok dan diskusi–resitasisecara individu dapat diterapkan dalam pembelajaran Fisika khususnya untuk materi Kalor. Kedua metode ini memberikan pengaruh yang sama baiknya jika digunakan dalam pembelajaran Fisika untuk materi Kalor di SMA. Selain itu, motivasi belajar Fisika siswa katagori tinggi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar Fisika siswa bila dibandingkan dengan motivasi belajar siswa katagori rendah. Oleh karena itu, dalam setiap kegiatan pembelajaran dikelas, perlu dilakukan adanya pemberian motivasi kepada setiap siswa, terutama diawal proses pemebelajaran.

Implikasi teoritis dari hasil penelitian ini adalah bahwa motivasi belajar siswa memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Siswa dengan motivasi belajar tinggi memperoleh prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan motivasi belajar rendah. Selain pemberian motivasi di awal proses pembelajaran, juga dapat dilakukan melalui penggunaan metode dan pendekatan pembelajaran yang bervariasi, penggunaan multimedia interaktif dalam pembelajaran, penggunaan contoh-contoh nyata (kontekstual) dalam pembelajaran untuk memperjelas konsep, meningkatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran, dalam pemberian tugas dalam bentuk yang bervariasi dan tidak membebankan siswa selain itu juga selama proses belajar, terutama Fisika, tidak mengedepankan persamaan saja, tetapi aplikasi – aplikasinya dalam kehidupan nyata.

Implikasi secara personal bagi penulis yaitu dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan tentang strategi mengajar, penerapan metode belajar yang tepat serta pengolahan pembelajaran yang mengedepankan peningkatan motivasi belajar siswa. Selain itu, lebih mengetahui tentang teknik-teknik


(6)

commit to user

penelitian terutama dalam merancang bentuk penelitian sebagai calon guru dalam mengembangkan kompetensi guru dalam mengajar.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengacu pada implikasi hasil penelitian, maka penulis memberikan saran-saran untuk peneliti lain yang hendak melakukan penelitian sebagai berikut.

1. Pemilihan pendekatan dan metode yang kurang tepat untuk suatu kompetensi tertentu dapat mempengaruhi hasil prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, guru perlu memperhatikan kelebihan dan kekurangan dari setiap pendekatan dan metode mengajar yang akan dilakukan. Bila perlu dilakukan suatu kolaborasi dari beberapa metode mengajar agar proses belajar menjadi tidak monoton.

2. Guru sebaiknya memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi besarnya motivasi belajar siswa, terutama untuk mata pelajaran Fisika, sehingga dalam proses belajar mengajar guru dapat memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa.

3. Kepada rekan mahasiswa, semoga penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mengkaitkan aspek-aspek yang belum diungkap dan disajikan agar lebih bermanfaat bagi kemajuan dunia pendidikan di Indonesia.


Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA SMA TAHUN AJARAN 2006 2007

0 3 44

Pembelajaran fisika dengan pendekatan induktif melalui metode eksperimen dan demonstrasi pada pokok bahasan kalor ditinjau dari kemampuan awal siswa SMA kelas x

0 12 126

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI METODE DEMONSTRASI DAN DISKUSI TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF PADA SISWA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR FISIKA SISWA

0 7 79

PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN METODE PROBLEM POSING SECARA BERKELOMPOK DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA

0 9 61

PENGARUH PENGGUNAAN METODE DISCOVERY INQUIRY TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA DI SMA DITINJAU DARI KREATIVITAS BELAJAR FISIKA SISWA

0 4 96

PENGGUNAAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MELALUI METODE DEMONSTRASI DAN DISKUSI DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMA

1 6 107

EKSPERIMENTASI PENGGUNAAN MEDIA FLIPBOOK MELALUI METODE DISKUSI INFORMASI PADA MATERI HUKUM NEWTON KELAS X SMA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR SISWA.

0 0 17

yaya sulthon aziz JURNAL

0 0 17

PENGARUH METODE DISKUSI, METODE RESITASI, DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR IPS

0 1 11

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME MELALUI DISKUSI SIMULASI VIRTUAL DAN DISKUSI LEPAS DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA MATERI KONSEP DAN FENOMENA KUANTUM KELAS XII SMAN 4 SURAKARTA

0 0 15