PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING DAN KONVENSIONAL TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWA SMA PADA KOMPETENSI DASAR ATMOSFER DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEHIDUPAN DI MUKA BUMI

(1)

commit to user

i

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM

LEARNING DAN KONVENSIONAL TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWA SMA PADA KOMPETENSI DASAR ATMOSFER

DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEHIDUPAN DI MUKA BUMI ( Eksperimen Kelas X di SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011)

Skripsi Disusun oleh : ERMA SUSILOWATI

K5407020

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM

LEARNING DAN KONVENSIONAL TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWA SMA PADA KOMPETENSI DASAR ATMOSFER

DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEHIDUPAN DI MUKA BUMI ( Eksperimen di Kelas X SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011)

Oleh : Erma Susilowati

K 5407020

Skripsi

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana

Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Djoko Subandriyo, M.Pd Rita Noviani, S.Si, M.Sc NIP. 19560420 198303 1 003 NIP. 19751110 200312 2 013


(4)

commit to user

iv PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : ... Tanggal : ...

Tim Penguji Skripsi :

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Partoso Hadi, M.Si ...

Sekretaris : Setya Nugraha, S.Si, M.Si ... Anggota I : Drs. Djoko Subandriyo, M.Pd ...

Anggota II : Rita Noviani, M.Sc ...

Disahkan oleh :

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan,


(5)

commit to user

v ABSTRAK

Erma Susilowati, K5407020. “PENGARUH PENGGUNAAN MODEL

PEMBELAJARAN QUANTUM LEARNING DAN KONVENSIONAL

TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMA PADA KOMPETENSI DASAR ATMOSFER DAN PENGARUHYA TERHADAP KEHIDUPAN DI MUKA BUMI (EKSPERIMEN KELAS X DI SMA NEGERI 5

SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011)”. Skripsi, Surakarta : Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Mei 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) ada tidaknya perbedaan (pengaruh) hasil belajar yang signifikan antara siswa SMA yang diajar dengan model pembelajaran quantum learning dan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran geografi kompetensi dasar atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi”, (2) model pembelajaran manakah yang lebih baik diantara model pembelajaran quantum learning dan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar geografi siswa SMA pada kompetensi dasar atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi eksperimen. Populasinya adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 5 Surakarta tahun ajaran 2010/2011. Sampel diambil dengan teknik purposive. Sampel yang dipilih adalah Kelas X-8, dan Kelas X-9. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, instrumen observasi dan pengumpulan data hasil belajar siswa dengan menggunakan tes dalam bentuk pilihan ganda. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji t.

Hasil penelitian menunjukkan : (1) Ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa SMA yang diajar dengan model pembelajaran quantum learning dan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran geografi kompetensi dasar atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi. Hal ini, sesuai dengan keputusan uji hipotesis menggunakan uji t dengan t hitung sebesar 2,108 dan t tabel = 1,667 (t hitung > t tabel),

lihat halaman 72. (2) Model pembelajaran quantum learning lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional dalam meningkatkan hasil belajar geografi siswa SMA pada kompetensi dasar atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi. Hal ini, ditunjukan dengan ditemukannya rerata skor postest kelas eksperimen lebih tinggi daripada rerata kelas kontrol (75,625 > 71,528) lihat halaman 69.


(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Erma Susilowati, K5407020. THE EFFECT OF USING QUANTUM AND CONVENTIONAL LEARNING TO THE OUTCOME STUDY OF SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS IN THE CASE OF BASIC COMPETENCY ATMOSPHERE AND ITS INFLUENCE ON THE EARTH (STUDY CASE TO STUDENTS CLASS X IN SENIOR HIGH SCHOOL 5 SURAKARTA, YEAR 2010/2011). Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, May 2011.

The purposes of this research are: (1) To determine whether there is a significant impact between the students taught using quantum learning and those who are taught

using conventional learning, in the case of “Basic competency atmosphere and its

influence on the earth”. (2) To determine what model which is better than between quantum and conventional learning applied to geography lesson on Senior High School

students in the case of “Basic competency atmosphere and its influence on the earth”.

This research used a quasi experimental research method. The population of the research was all of students class X Senior High School 5 Surakarta, year 2010/2011. The samples were taken by using purposive sampling technique. The selected samples are students class X-8 and X-9. This research employed documentation and observation information as the technique of collecting data. Then, the outcome study of students were collected using multiple choice test. This research utilized t test as the technique of analyzing data.

The result of this research are: (1) there is significant impact between the students taught using quantum learning and those who are taught using conventional

learning on Geography lesson, in the case “Basic competency atmosphere and its

influence on the earth”. The result is in accordance with the decision of the hypothesis test using t test with t calculate equal to 2,108, and t table = 1,667 (t calculate> t tables). (2) quantum learning model is better than conventional learning model in improving the outcome of high school students learning geography in atmospheric basic competence and its influence on life on earth. It is shown by the postest result that the mean score of experiment class is higher than the mean score of control class (75,625 > 71,528)seepage69.


(7)

commit to user

vii MOTTO

“Man jadda wa jadda; siapa yang bersungguh

-sungguh pasti

akan berhasil

( Anonim )

Seberapa pun besar permasalahan yang dihadapi, tetaplah

bersabar.

Karena kemenangan itu sesungguhnya akan datang bersama

dengan

kesabaran. Jalan keluar datang bersama kesulitan. Dan, dalam

setiap

kesulitan itu ada kemudahan.”

(Anonim)

Gunakan kegagalan untuk menyiksa diri,supaya dia ingat

tidak boleh mengulangi itu lagi, kemudian cukupkanlah

marah itu dan mulai sayangi dan katakan untung aku punya

pribadi sebaik kamu yang akan menjadi pribadi yang lebih

kuat setelah kesalahan ini

.


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada :

Bapak, Ibu dan Eyang tercinta.

Mba Erna, Mba Naning, Mas Fuad, Mba Yuni,

Mas Joko, Ismi, Afra dan Gibran tersayang.

Cuy, Fyka, Okta, Hany, Lulu, Mintha, Nurul, Rini,

dan teman-teman Geo 2007 sahabat sejatiku.

Almamater yang kubanggakan.


(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Quantum

Learning dan Konvensional Terhadap Hasil Belajar Siswa SMA Pada Kompetensi

Dasar Atmosfer dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Di Muka Bumi” sebagai

salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program S1 Pendidikan Geografi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Selain karena kemudahan yang telah diberikan oleh-Nya, keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang telah turut membantu, terutama kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah berkenan memberikan ijin dan fasilitas dalam menempuh pendidikan pada Program S1 Pendidikan Geografi, khususnya dalam penyususan skripsi ini.

2. Drs. Saiful Bachri, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin untuk penelitian.

3. Drs. Partoso Hadi, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin, dukungan, serta petunjuk bagi penulis dalam meyelesaikan skripsi ini.

4. Setya Nugraha, S.Si, M.Si selaku Sekertaris Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah begitu sabar memberikan motivasi, saran, dan pembelajaran hidup yang tidak mungkin akan penulis lupakan selamanya. Semoga penulis mampu meneladani beliau.


(10)

commit to user

x

5. Drs. Djoko Subandriyo, M.Pd selaku pembimbing pertama yang telah begitu sabar memberikan bimbingan, motivasi, arahan, saran, petunjuk, dan dukungan bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.

6. Rita Noviani, M.Sc selaku pembimbing kedua yang telah begitu sabar memberikan bimbingan, motivasi, arahan, saran, petunjuk, dan dukungan bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Dr. Sarwono, M.Pd selaku Pembimbing Akademik yang begitu sabar telah memberikan pengarahan maupun motivasi kepada penulis selama belajar di UNS.

8. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Geografi FKIP UNS yang secara tulus dan ikhlas memberikan ilmunya kepada penulis.

9. Drs. Makmur Sugeng, M.Pd selaku Kepala SMA Negeri 5 Surakarta yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian.

10. Ika Agustina Yaniastiwi, S.Pd selaku Guru Geografi SMA Negeri 5 Surakarta yang telah memberikan bantuan, arahan dan masukan selama pengambilan data.

11. Siswa – siswi SMA Negeri 5 Surakarta atas kerjasama yang telah diberikan pada saat pengambilan data.

12. Teman-teman Geografi angkatan 2005, 2006, dan 2008 yang telah memberi semangat dan motivasi dalam proses penelitian ini.

13. Mas Aji, Mas Yopi dan teman-teman di Varian yang telah banyak membatu kelancaran penyusunan skripsi.

14. Teman-teman kos Al-Ashr dan kos Arimbi yang telah memberikan motivasi. 15. Semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung telah membantu

kelancaran penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.

Surakarta, Mei 2011 Penulis


(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

halaman

JUDUL ... i

PENGAJUAN ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN……….. ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN... ... 1

A. Latar Belakang Masalah... ... 1

B. Identifikasi Masalah... ... 4

C. Pembatasan Masalah... ... 4

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian... ... 5


(12)

commit to user

xii

BAB II LANDASAN TEORI... ... 7

A. Tinjauan Pustaka... 7

1. Pembelajaran Geografi... ... 7

2. Hasil Belajar ... 10

3. Model Pembelajaran ... 14

B. Penelitian yang Relevan... 37

C. Kerangka Berpikir... 39

D. Hipotesis Penelitian... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 43

A. Tempat dan Waktu Penelitian... 43

1. Tempat Penelitian... 43

2. Waktu Penelitian... ... 43

B. Metode dan Desain penelitian... 43

1. Desain Penelitian... 44

2. Variabel Penelitian... 45

C. Populasi dan Sampel... 45

1.Populasi Penelitian... 45

2.Sampel Penelitian... 45

D. Teknik Pengumpulan Data... 46

1.Instrumen Penelitian... ... 46

2.Uji Coba Instrumen... ... 47

E. Teknik Analisis Data... 50

1. Uji Prasyarat Analisis... 52


(13)

commit to user

xiii

BAB IV HASIL PENELITIAN... 55

A. Deskripsi Lokasi………... 55

B. Proses Pembelajaran………. 57

C. Deskripsi Data………...……….. 60

1.Uji Soal…….……….. 61

2.Hasil Belajar………... 65

D. Uji Prasayarat Analisis……... 71

E. Pengujian Hipotesis………. 71

1. Hipotesis Pertama………. 71

2. Hipotesis Kedua……… 72

F. Pembahasan Hasil Analisis Data………. 72

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN………. 82

A. Kesimpulan……… 82

B. Implikasi Hasil Penelitian………. 82

1. Implikasi Teoritis………. 82

2. Implikasi Praktis……….. 83

C. Saran……….. 83

DAFTAR PUSTAKA... 84 LAMPIRAN


(14)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 2.1 Penggolongan Ranah Kognitif berdasarkan Taksonomi Bloom... 12

Tabel 2.2 Perbandingan Penelitian yang Relevan……… 37

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian……….. 43

Tabel 3.2 Nonrandomized Pretest-Postest Kontrol Group Desaign……….. 44

Tabel 4.1 Daftar Sarana dan Prasarana Penunjang KBM SMA N 5 Surakarta 55

Tabel 4.2 Jumlah Siswa SMA Negeri 5 Surakarta ….……… 56

Tabel 4.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Quantum Learning……… 57

Tabel 4.4 Langkah-langkah Model Pembelajaran Konvensional…………... 59

Tabel 4.5 Data Statistik Uji Validitas ……….……… 62

Tabel 4.6 Hasil Uji Coba Validitas Instrumen Tes……….. 62

Tabel 4.7 Indeks Kesukaran Instrumen Tes………. 63

Tabel 4.8 Daya Beda Butir Soal Instrumen Tes……….. 63

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Observasi Dengan Skala Likert... 64

Tabel 4.10Data Pretest dan Postest Kelas Eksperimen... 65

Tabel 4.11Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Dan Postest Kelas Eksperimen.. 65

Tabel 4.12 Data Pretest dan Postest Kelas Kontrol... 67

Tabel 4.13Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Dan Postest Kelas Kontrol …… 67

Tabel 4.14Data Statistik Postest Kelas Eksperimen dan Kontrol………. 69

Tabel 4.15Distribusi Frekuensi Nilai Postest Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol………... 69


(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2.1 Contoh Kerangka Konsep1………. 24

Gambar 2.2 Contoh Kerangka Konsep 2... 25

Gambar 2.3 Bagan Alur Paradigma Penelitian………... 41

Gambar 4.1 Rekapan Hasil Instrumen Observasi……… 64

Gambar 4.2 Histogram Nilai Pretest Dan Postest Kelas Eksprimen……….... 66

Gambar 4.3 Histogram Hasil Belajar Siswa Pada Kelas Kontrol ………….. 68

Gambar 4.4 Histogram Perbandingan Nilai Postest Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol……… 70


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

Lampiran 1 Citra Lokasi SMA Negeri 5 Surakarta ………….. ... 89

Lampiran 2 Lokasi SMA Negeri 5 Surakarta………... ... 90

Lampiran 3 Silabus……… ... 92

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen… ... 97

Lampiran 5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol……... ... 117

Lampiran 6 Materi Atmosfer Kelas X SMA……… ... 135

Lampiran 7 Media Pembelajaran Atmosfer Kelas X SMA………... 172

Lampiran 8 Kisi-Kisi Soal Uji Prasyarat……… ... 207

Lampiran 9 Soal Uji Prasyarat ... 215

Lampiran 10 Lembar Jawaban dan Kunci Jawaban Soal Uji Prasyarat…... ... 219

Lampiran 11 Kisi – kisi Soal Pretest dan Postest……….. ... 222

Lampiran 12 Soal Postest ... 223

Lampiran 13 Lembar Jawaban dan Kunci Jawaban Soal Postest ... 231

Lampiran 14 Uji Validitas ... 234

Lampiran 15 Hasil Perhitungan Validitas Soal ... 241

Lampiran 16 Data Reliabilitas ... 242

Lampiran 17 Uji Reliabilitas………... ... 246

Lampiran 18 Taraf Kesukaran dan Daya Beda Butir Soal………. ... 247

Lampiran 19 Data Induk……… ... 252


(17)

commit to user

xvii

Lampiran 21 Uji Kesamaan Kemampuan Awal………. ... 254

Lampiran 22 Data Postest………... ... 255

Lampiran 23 Uji Kesamaan Variansi Postest………. ... 256

Lampiran 24 Perhitungan Uji T……….. ... 257

Lampiran 25 Instrumen Observasi……….. ... 259

Lampiran 26 Hasil Rekapan Instrumen Observasi………. ... 268

Lampiran 27 Daftar Instrumen Musik ... 271

Lampiran 28 Daftar Siswa ... 273

Lampiran 29 Foto Penelitian………....………... ... 278

Lampiran 30 Suplemen……….. ... 281


(18)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberhasilan proses belajar mengajar dicirikan dengan tercapainya tujuan pembelajaran. Proses belajar mengajar dinilai berhasil apabila hasil belajar siswa lebih tinggi dari nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM), sebaliknya proses belajar mengajar dinilai belum berhasil apabila pencapaian hasil belajar masih belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM). Keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar berkaitan dengan kemampuan dan kecakapan siswa dalam mempelajari setiap mata pelajaran yang diajarkan seperti mata pelajaran Geografi. Salah satu masalah yang dihadapi dalam pembelajaran Geografi adalah masalah pelaksanaan proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurang terdorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir sehingga mereka cenderung pasif dan menyebabkan siswa merasa bosan (Sanjaya, 2007 : 1). Hal senada diungkap oleh Haryono (dalam A‟La, 2010: 138) bahwa sekitar 5% siswa pada kelas akselerasi menghadapi kebosanan dengan pelajaran yang ada sehingga pembelajaran yang dilakukan guru menimbulkan teror bagi siswa. Kebosanan siswa dalam pembelajaran tersebut disebabkan kurang menariknya model pembelajaran yang digunakan guru. Apalagi sikap siswa yang mengesampingkan pembelajaran Geografi karena dianggap hafalan semata menjadikan mereka malas untuk memahaminya.

Masalah di atas menjadi salah satu penyebab belum tercapainya hasil pembelajaran Geografi. Hasil belajar mata pelajaran Geografi yang rata-rata belum memenuhi batas kriteria ketuntasan minimal (KKM) diantara mata pelajaran yang lain, membuktikan kepada siswa SMA untuk mengakui bahwa mata pelajaran Geografi termasuk mata pelajaran yang membutuhkan pemahaman sehingga siswa harus benar-benar memahami pokok bahasan yang diajarkan.

Berdasarkan deskripsi di atas, dipandang perlu adanya pengembangan berbagai model, strategi, dan metode pembelajaran Geografi. Model pembelajaran yang dapat menambah motivasi berprestasi siswa dan menumbuhkan


(19)

commit to user

pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, dialogis, kreatif dan dinamis sebagaimana tuntutan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Belajar bermakna diartikan sebagai proses mengaitkan informasi-informasi baru pada konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa. Pembelajaran harus berpusat pada siswa sehingga pembelajaran yang berpusat pada guru harus ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan inovasi model pembelajaran bermakna.

Quantum learning adalah pembelajaran yang mengoptimalkan belajar

dan motivasi berprestasi siswa. Model pembelajaran ini diibaratkan seperti mengubah energi menjadi cahaya, seperti halnya pada teori kuantum (DePorter dan Hernacki, 2008: 14). Dari proses tersebut, quantum learning menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat, dan belajar aktif, selain itu belajar dari lingkungan sekitar. Simulasi konsep belajar aktif diciptakan dengan kegiatan: “belajar apa saja dari setiap situasi, menggunakan apa yang dipelajari untuk keuntungan pembelajar, mengupayakan agar segalanya terlaksana, bersandar pada kehidupan.” Gambaran ini disandingkan dengan konsep belajar pasif yang terdiri dari: “tidak dapat melihat adanya potensi belajar, mengabaikan kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman belajar, membiarkan segalanya terjadi, menarik diri dari kehidupan.” (Akhmad Sudrajat dalam http://akhmadsudrajat.wordpress.com).

Model pembelajaran quantum learning yang lebih mengupayakan pada keaktifan siswa mempunyai asas “Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Asas ini menjelaskan bahwa prinsip menjembatani jurang antara siswa dan guru akan memudahkan guru membangun jalinan komunikasi yang baik, menyelesaikan pelajaran lebih cepat, membuat hasil belajar lebih melekat dan memastikan terjadinya pengalihan pengetahuan atau membuat rencana pengajaran yang dapat menyeberang ke dunia anak dengan cara mengerti minat, hasrat dan pikiranya, sehingga guru dapat membawa siswa sepenuhnya ke dalam proses pembelajaran.


(20)

commit to user

Dalam penelitian yang akan dilakukan, kompetensi dasar (KD) yang dipilih adalah Atmosfer dan Pengaruhnya terhadap kehidupan di Muka Bumi. Pemilihan KD Atmosfer dalam penerapan model pembelajaran quantum learning karena siswa dapat mempelajari materi sesuai dengan lingkungan yang ada didekat mereka, seperti siswa dapat mempelajari bentuk-bentuk awan ketika sedang menatap langit pada saat siang hari, siswa dapat mempelajari kondisi cuaca dan iklim pada bulan april-oktober (musim kemarau) dan oktober-april (musim penghujan). Selain itu, siswa dapat mengembangkan imajinasi dan kreativitas seni melukisnya dengan kerangka konsep sehingga siswa diharapkan lebih tertarik untuk mempelajari dan memahami pelajaran Geografi.

Pada KD ini, menggunakan dua model pembelajaran yaitu model pembelajaran quantum learning dan model pembelajaran konvensional. Penerapan dua model pembelajaran ini didasarkan pada konsep sudut pandang/pusat pembelajarannya. Model pembelajaran quantum learning yang berpusat pada siswa dan model pembelajaran konvensional berpusat pada guru dalam penerapannya pada KD Atmosfer pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa akan lebih baik yang mana karena siswa sudah terbiasa dengan model pembelajaran berpusat pada guru.

Penerapan model pembelajaran quantum learning dan konvensional akan dilaksanakan di SMA N 5 Surakarta. Hal ini karena, pada saat dilakukan observasi di kelas X SMA N 5 Surakarta rata-rata siswa merasa bosan dan mengesampingkan pelajaran Geografi karena dianggap hafalan dan materi kurang menarik sehingga nilai yang diperoleh rata-rata hanya sebatas nilai KKM (kriteria ketuntasan minimal). Hal ini sesuai dengan hasil belajar semester ganjil tahun ajaran 2010/2011 yaitu sebesar 6,8 (KKM 6,6).

Berdasarkan permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Quantum

Learning dan Konvensional Terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa SMA Pada

Kompetensi Dasar Atmosfer dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan di Muka Bumi (Eksperimen Kelas X di SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011)”.


(21)

commit to user

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti dapat mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Dalam proses pembelajaran siswa kurang terdorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir, hal ini karena adanya faktor eksternal (model pembelajaran, guru, dan lingkungan) dan internal (motivasi, sikap, dan prestasi) dalam diri siswa sehingga mempengaruhi hasil belajar.

2. Kurang tertariknya siswa pada pelajaran Geografi karena materi Geografi dianggap hafalan dan siswa cenderung mengesampingkan / menggampangkan pelajaran Geografi daripada pelajaran eksakta.

3. Ketidaktepatan model pembelajaran yang digunakan guru dalam kompetensi dasar atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi akan mengakibatkan siswa di SMA N 5 Surakarta merasa bosan dan cenderung pasif sehingga hasil belajar siswa belum dapat memenuhi kriteria ketuntasan (KKM).

4. Penggunaan model pembelajaran yang berpusat pada keaktifan guru dan model pembelajaran yang berpusat pada keaktifan siswa perlu dilakukan pengujian hasil belajar siswa khususnya pada kompetensi dasar atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, sebagaimana telah penulis uraikan di atas, yaitu adanya faktor eksternal (model pembelajaran, guru dan lingkungan) dan internal (motivasi, sikap, dan prestasi) siswa dalam mempengaruhi hasil belajar agar masalah dapat dikaji dengan mendalam peneliti memandang perlu untuk membatasi masalah dengan hanya melihat pada faktor eksternal mengenai penggunaan model pembelajaran sehubungan dengan judul penelitian yaitu pengaruh penggunaan model pembelajaran quantum learning dan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar Geografi siswa SMA pada kompetensi dasar atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi.


(22)

commit to user

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah yang akan dikaji sebagai berikut.

1. Apakah ada perbedaan (pengaruh) hasil belajar yang signifikan antara siswa SMA yang diajar dengan model pembelajaran quantum learning dan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran Geografi kompetensi dasar atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi?”

2. Apakah model pembelajaran quantum learning lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar Geografi siswa SMA pada kompetensi dasar atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi?

E. Tujuan Penelitian

Bertolak dari rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui ada tidaknya perbedaan (pengaruh) hasil belajar yang signifikan antara siswa SMA yang diajar dengan model pembelajaran quantum learning dan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran Geografi kompetensi dasar atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi”,

2. Mengetahui model pembelajaran yang lebih baik diantara model pembelajaran quantum learning dan model pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar Geografi siswa SMA pada kompetensi dasar atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi.


(23)

commit to user

F. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

a. Manfaat penelitian ini secara teoritis untuk menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan khususnya Geografi serta lebih mendukung ketepatan penggunaan model pembelajaran yang telah ada sehubungan dengan masalah yang diteliti.

b. Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Geografi.

c. Sebagai bahan kajian untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh model pembelajaran quantum learning terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran Geografi.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi siswa yaitu memudahkan siswa memahami pelajaran Geografi serta menarik perhatian siswa untuk memperdalam pelajaran Geografi.

b. Manfaat bagi guru yaitu menambah wawasan dalam menggunakan model pembelajaran yang digunakan khususnya pada kompetensi dasar atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi.


(24)

commit to user

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pembelajaran Geografi

Pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri siswa (Sanjaya, 2007: 11). Pembelajaran sebagai upaya untuk membelajarkan siswa yang menempatkan siswa sebagai sumber kegiatan. Pembelajaran dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dengan asumsi yaitu pembelajaran mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media (Sanjaya, 2007: 11).

Pembelajaran dapat diaplikasikan melalui berbagai mata pelajaran seperti Geografi. Menurut IGI (dalam http://belajargeo.blogspot.com) Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena di geosfer (muka bumi) dengan sudut pandang kelingkungan (ekologis) dan kewilayahan (regional) dalam konteks keruangan (space), sedangkan menurut Hartshorne (dalam Sumaatmadja, 2001: 9) Geografi sebagai bidang ilmu mencari penjelasan dan interpretasi tentang karakter variabel dari suatu tempat ke tempat lain sebagai hasil interaksi faktor-faktor Geografi yang mencirikan tempat-tempat di permukaan bumi sebagai dunia kehidupan manusia dan interaksi pemanfaatan sumber daya lingkungan bagi kepentingan hidup manusia. Jadi pembelajaran Geografi adalah suatu proses yang terencana dalam mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan. Gejala-gejala tersebut meliputi aspek fisik (alam) dan aspek sosialnya, dengan memperhatikan interaksi, interelasi dan integritas keruangannya.

Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas, menurut Sumaatmadja (2001: 12) Geografi dan studi Geografi berkenaan dengan: 1) permukaan bumi (geosfer), 2) alam lingkungan (atmosfer, litosfer, hidrosfer, biosfer), 3) umat manusia dengan kehidupannya (antroposfer), 4) penyebaran keruangan gejala alam dan kehidupan termasuk persamaan dan perbedaan, serta 5) analisis hubungan keruangan gejala-gejala Geografi di permukaan bumi. Beberapa


(25)

commit to user

studi Geografi yang dikemukakan di atas, dalam dunia pendidikan unsur-unsur studi Geografi tertuang dalam suatu perencanaan pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa supaya tujuan pembelajaran tercapai.

a. Perencanaan Pembelajaran

Suatu proses pembelajaran tentunya harus dilandasi dengan adanya perencanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran merupakan komponen penting dari sistem pembelajaran secara utuh (Suwarna, 2006 : 33). Suatu sistem harus memenuhi empat kriteria yaitu: 1) suatu bagian memiliki atau dapat dibagi menjadi bagian yang lebih kecil; 2) setiap bagian mempunyai fungsi tersendiri; 3) dari setiap fungsi harus dilakukan secara bersama; dan 4) fungsi yang dijalankan secara bersama mempunyai tujuan tertentu.

Model umum sistem pembelajaran tersusun atas komponen input, proses dan output, bahkan dapat dilengkapi dengan outcame. Komponen input dapat berupa siswa, materi, metode, alat, media pembelajaran, dan perangkat pembelajaran. Komponen proses berupa tempat atau aktivitas berinteraksinya berbagai input seperti masukan siswa, masukan berupa alat-alat termasuk guru dan kurikulum. Untuk komponen output merupakan cerminan langsung maupun tidak langsung dari proses pembelajaran yang berlangsung seperti hasil belajar siswa dan perubahan sikap siswa dalam mengikuti KBM. Selain itu, Penggunaan metode dan media dalam suatu kegiatan belajar mengajar sangatlah penting, khususnya pembelajaran Geografi yang menekankan pada konsep keruangan, artinya siswa dituntut tahu tentang suatu fenomena Geografi di suatu wilayah tertentu.

b. Kompetensi Dasar

Menurut Findi dan Crunkilton dalam Mulyasa (2006: 38) mengartikan “Kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan”. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas keterampilan, sikap dan apresiasi yang harus dimiliki oleh siswa untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu. Kompetensi dasar


(26)

commit to user

setiap mata pelajaran berbeda-beda tergantung dari pokok bahasan yang diajarkan.

Berdasarkan studi Geografi, kompetensi dasar pada fenomena alam atmosfer seperti cuaca dan iklim dipelajari di kelas X semester genap dengan standar kompetensi menganalisi unsur-unsur geosfer, sedangkan kompetensi dasarnya adalah atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi.

Menurut Seokardi, Lela dan Suryono (1983: 18) atmosfer adalah selimut gas tebal yang secara menyeluruh menutupi bumi. Dengan kata lain Atmosfer merupakan lapisan udara yang mengelilingi bumi. Sifat-sifat dari atmosfer antara lain : 1) memiliki massa dan tekanan; 2) dapat berpidah tempat dan dapat mengembang dan menyusut; 3) tidak berasa, berwarna, dan tidak berbau. Lapisan atmosfer terdiri atas bermacam-macam unsur seperti nitrogen dengan jumlah 78%, oksigen 21%, argon 0,98% dan karbondioksida 0,03%. Lapisan atmosfer secara umum dibagi menjadi 5 bagian:

a. Troposfer : lapisan ini merupakan lapisan paling bawah dan merupakan tempat pembentukan segala proses cuaca dan aktifitas manusia.

b. Stratosfer : lapisan yang menunjukkan perubahan temperatur yang kecil kearah vertikal.

c. Mesosfer : lapisan yang dapat memantulkan gelombang radio dan televisi. Selain itu, di lapisan ini meteor yang jatuh kebumi terbakar dan terurai sehingga tidak sampai ke permukaan bumi.

d. Termosfer : lapisan yang ketinggiannya 80 km sampai batas antara atmosfer dengan angkasa luar.

e. Ekosfer : lapisan yang menjadi batas antara atmosfer dengan angkasa luar.

Dari kelima lapisan yang ada di atmosfer, lapisan troposferlah yang paling banyak terjadi gejala-gejala alam seperti hujan, petir, angin, jalur transportasi udara dan lain-lain, sedangkan pengaruh atmosfer terhadap


(27)

commit to user

kehidupan di muka bumi banyak sekali salah satunya adalah fenomena cuaca dan iklim yang dapat mempengaruhi pola kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Pola kehidupan hewan yang dipengaruhi oleh cuaca dan iklim misalnya hewan yang hidup di daerah dingin umumnya berbulu tebal dan tubuhnya pendek.

Dampak dari adanya cuaca dan iklim yaitu dampak positif dan negatif. Dampak positif seperti manfaat iklim dan cuaca dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh terhadap bidang pertanian, bidang perikanan, bidang perhubungan atau transportasi, bidang pariwisata, dan bidang industri, sedangkan dampak negatif yaitu pengaruh pemanasan global yang menyebabkan terjadinya angin la Nina dan El nino serta mencairnya es di kutub.

2. Hasil Belajar

Menurut Witherington dalam Annurahman (2009:35) belajar yaitu suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian, sedangkan pengertian secara umum belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman (Anurahman, 2009:35).

Untuk dapat mengetahui sejauh mana seseorang menerima belajarnya maka perlu dilakukan evaluasi. Hasil dari evaluasi tersebut disebut dengan hasil belajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006 : 250), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor, sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom (dalam Dimyanti dan Mujiono, 2006) hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah salah satunya adalah ranah kognitif.


(28)

commit to user

Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek perilaku yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.

1) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip atau metode. 2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang

hal yang dipelajari.

3) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk mengahadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya menggunakan prinsip.

4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang lebih kecil.

5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan menyusun suatu program kerja.

6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya kemampuan menilai hasil karangan.


(29)

commit to user

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirangkum sebagai berikut:

Tabel 2.1. Penggolongan Ranah Kognitif (Pengetahuan) Berdasarkan Taksonomi Bloom

RANAH KOGNITIF-PENGETAHUAN (KNOWLEDGE) Kategori jenis

perilaku

Kemampuan internal Kata kerja operasional Pengetahuan

(C1)

Mengetahui……… Misalnya : Istilah

Fakta Aturan Urutan Metode Mengidentifikasi Menyebutkan Memberi nama pada Menyusun daftar Menggaris bawahi Menjodohkan Memilih Memberikan definisi Pemahaman (C2) Menterjemahkan Menafsirkan Memperkirakan Menentukan…….. Misalnya : Metode

Prosedur Memahami…….. Misalnya : Konsep

Kaidah Prinsip Kaitan antara Fakta Isi pokok Mengartikan Menginteprestasikan…… Misalnya : Tabel

Grafik Bagan Menjelaskan Menguraikan Merumuskan Merangkum Mengubah

Memberikan contoh tentang Menyadur Meramalkan Memperkirakan Menerangkan Penerapan (C3) Memecahkan masalah Membuat bagan & grafik Menggunakan…………. Misalnya : Metode/prosedur

Konsep Kaidah Prinsip Memperhitungkan Membuktikan Menghasilkan Menunjukan Melengkapi Menyediakan Menyesuaikan Menemukan Analisa (C4) Mengenali kesalahan Membedakan……….. Misalnya:Fakta dari interprestasi Memisahkan Menerima Menyisihkan Menghubungkan


(30)

commit to user

Data dari kesimpulan Menganalisa…………

Misalnya : Struktur dasar Bagian-bagian Hubungan antara Memilih Membandingkan Mempertentangkan Membagi Membuat diagram/skema Menunjukan hubungan antara Sintesa

(C5)

Menghasilkan……… Misalnya : Klasifikasi

Karangan

Kerangka teoritis Menyusun…………..

Misalnya : Rencana Skema Program kerja Mengkategorikan Mengkombinasikan Mengarang Menciptakan Mendesain Mengatur Menyusun kenmbali Merangkaikan Menghubungkan Menyimpulkan Merancangkan Membuat pola Evaluasi (C6)

Menilai berdasarkan norma internal….

Misalnya : Hasil karya seni Mutu karangan Mutu ceramah Program Penataran menilai

berdasarkan norma eksternal.. Misalnya : Hasil karya seni

Mutu karangan Mutu pekerjaan penataran

Mempertimbangkan……… Misalnya : Baik-buruknya

Pro-kontanya Untung ruginya Memperhitungkan Membuktikan Menghasilkan Menunjukan Melengkapi Menyediakan Menyesuaikan Menemukan

Menurut Anwar ( 2006: 84) Untuk dapat mempelajari suatu materi dengan baik diperlukan struktur kognitif yang baik. Struktur kognitif menurut Dahar (dalam Anwar , 2006: 84) adalah organisasi informasi yang meliputi fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Struktur kognitif yang baik akan mendukung peristiwa belajar dan memudahkan mengingat apa yang telah dipelajari, karena struktur kognitif yang baik akan memudahkan seseorang belajar dengan jalan membantu pebelajar untuk memasukan sejumlah informasi dan konsep (Sastrawijaya dalam Anwar, 2006:84).


(31)

commit to user

Hasil belajar yang mencakup ranah kognitif tersebut dapat diukur melalui evaluasi hasil belajar. Menurut Annurahman (2009: 159), evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauhmana hendaknya tujuan telah tercapai, sedangkan evaluasi hasil belajar lebih menekankan kepada diperolehnya informasi tentang seberapakah perolehan siswa dalam mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan.

3. Model Pembelajaran

Pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri siswa. Pembelajaran sebagai upaya untuk membelajarkan siswa yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Pembelajaran dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dengan asumsi pembelajaran mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media (Sanjaya, 2007 : 11).

Menurut Sumantri dan Permana (2001: 114) model merupakan cara-cara yang di tempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan. Setiap model pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Model pembelajaran terbentuk dari satu kesatuan yang utuh antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan taktik pembelajaran (Sudrajat, (http://akhmadsudrajat.wordpress.com). Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang guru terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatarbelakangi metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu (Sanjaya, 2007: 125). Dilihat dari sudut pandang pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered

approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada

guru (teacher centered approach).

Dari model pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Kemp (dalam Sanjaya, 2007: 124)


(32)

commit to user

mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara baik dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J.R David, Sanjaya (2007: 124) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Sanjaya, 2007: 125). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something

sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Gulo, 2004: 3). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: ceramah; demonstrasi; diskusi; simulasi; laboratorium; pengalaman lapangan; brainstorming; debat, dan sebagainya.

Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan taktik pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik (Sanjaya, 2007: 125). Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong


(33)

commit to user

aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual (Sanjaya, 2007: 125). Misalkan, ada dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor, sementara yang satunya lagi kurang diselingi humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan dari setiap guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekaligus juga seni. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu model pembelajaran, metode, dan teknik pembelajaran.

Menurut Joyce dan Weil (dalam Sumaatmadja, 2001: 101) model pembelajaran adalah:

A model teaching is a plan or pattern that can be use to shape curriculum

(longterm courses of studies), to design instructional materials, and to guide

instruction in the classroom and other settings.”

Berdasarkan konsep tersebut, model pembelajaran dapat digunakan untuk menyusun kurikulum, merancang bahan pelajaran dan menuntun pelajaran di dalam kelas atau pada kondisi lainnya. Model pembelajaran ini merupakan suatu pola yang disusun bagi kepentingan pelaksanaan pengajaran sesuai dengan tujuan yang harus dicapai serta disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku, sehingga model pembelajaran harus memenuhi persyaratan yang berkenaan dengan pengorganisasian tujuan, materi pelajaran, pengalaman belajar, dan evaluasinya. Aspek-aspek tersebut yang memberikan ciri terhadap jenis atau bentuk model pengajaran yang akan dikembangkan (Sumaatmadja, 2001: 101).


(34)

commit to user

Model pembelajaran yang paling banyak digunakan guru adalah model pembelajaran konvensional yang lebih menekankan pada keaktifan guru dan belum banyak juga guru yang menggunakan model pembelajaran quantum

learning yang lebih menekankan pada keaktifan siswa. Kedua model

pembelajaran akan dijelaskan sebagai berikut.

a. Model Quantum Learning

Belajar memerlukan model yang tepat. Model belajar yang tepat memungkinkan siswa lebih baik dan efisien. Model belajar disesuaikan dengan materi pelajaran yang dipelajari dan juga disesuaikan dengan kondisi siswa. Berbagai model pembelajaran banyak dikembangkan salah satunya adalah model quantum learning yang lebih menekankan pada keaktifan siswa.

Menurut DePorter dan Henarcki (2008 : 16) quantum learning ialah

interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya dengan kata lain

quantum learning adalah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar

yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Metode quantum

learning termasuk metode belajar yang terbukti baik untuk semua umur.

Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik

berkebangsaan Bulgaria dengan melakukan eksperimen yang disebutnya

suggestology (suggestopedia). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan

pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para murid di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Musik dipasang, partisipasi mereka didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi, ditempel. Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugesti bermunculan. Prinsip suggestology hampir mirip dengan proses accelerated learning, pemercepatan belajar: yakni, proses belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan. Suasana belajar yang baik


(35)

commit to user

diciptakan melalui campuran antara lain unsur-unsur hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi yang sehat.

Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam program

neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan positif – faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang paling baik. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang (DePorter dan Hernacki, 2008).

Otak manusia dibagi menjadi dua belahan yaitu belahan kanan dan belahan kiri. Berdasarkan eksperimen dua belahan otak menunjukkan bahwa masing-masing otak bertangung jawab atas cara berpikir yang berbeda-beda dan mengkhususkan diri pada kemampuan-kemampuan tertentu. Walaupun penyilangan memang terjadi. Otak kiri bersifat logis, sekuensial, linear dan rasional, sehingga sisi ini sangat teratur, walaupun berdasarkan realitas otak kiri mampu melakukan penafsiran abstrak dan simbolis seperti eksperi verbal, menulis, membaca dan simbolisme. Berbeda dengan otak kiri, otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif dan holistik. Cara berpikirnya sesuai dengan kemampuan nonverbal seperti perasaan, emosi, kesadaran yang berkenaan dengan perasaan, kesadaran spasial, pengenalan bentuk, pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas dan visualisasi.

Otak manusia mempunyai jutaan sel saraf yang disebut dengan neuron, yang dapat berinteraksi dengan sel-sel lain disepanjang cabang yang disebut dendrit. Penghubung antar dendrit disebut dengan mielin. Mielin adalah protein lemak yang dikeluarkan oleh otak untuk melapisi hubungan antara dendrit ketika kita mempelajari suatu informasi baru. Berdasarkan sel-sel saraf otak yang dimiliki manusia, pengulangan informasi akan memudahkan otak menyerap lebih banyak informasi dan lebih mudah dalam mengingat informasi karena sel-sel saraf menjadi terhubung. Tanpa pengulangan


(36)

commit to user

berkala, mielin akan hilang (DePorter dan Hernacki, 2008). Menurut Confucious (dalam Beaulieu, 2008) “Apa yang kudengar aku lupa. Apa yang kulihat aku ingat. Apa yang kulakukan aku paham”. Beberapa peryataan inilah yang mendasari model quantum learning memasukkan tahap pengulangan pada berlangsungnya proses pembelajaran.

Model quantum learning berpijak pada cara belajar yang nyaman dan menyenangkan dengan asas utamanya “Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Asas ini menjelaskan bahwa prinsip menjembatani jurang antara siswa dan guru akan memudahkan guru membangun jalinan komunikasi yang baik, menyelesaikan pelajaran lebih cepat, membuat hasil belajar lebih melekat dan memastikan terjadinya pengalihan pengetahuan atau membuat rencana pengajaran yang dapat menyeberang ke dunia anak dengan cara mengerti minat, hasrat dan pikiranya, sehingga guru dapat membawa siswa sepenuhnya ke dalam proses pembelajaran (Pupuh dan Sutikno, 2007: 106).

Dalam model pembelajaran quantum learning, siswa dituntut untuk aktif dan lebih mengerti manfaat apa yang akan diperoleh pada saat mereka mempelajari sesuatu hal yang biasa disingkat dengan “AMBAK” (Apa Manfaatnya Bagiku) karena dengan begitu siswa akan lebih termotivasi untuk melakukannya dan mempelajarinya lebih dalam sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai. Untuk dapat memunculkan motivasi maka perlu dilakukan penciptaan minat terlebih dahulu. Menciptakan minat hanya bisa dilakukan oleh pribadi yang bersangkutan sehingga dalam suatu proses pembelajaran bagaimana cara untuk menumbuhkan minat siswa, guru perlu melakukan inovasi pembelajaran lebih menarik lagi dari sebelumnya. Setelah tujuan tercapai berdasarkan “AMBAK” yang diperoleh, maka perlu dilakukan perayaan. Perayaan bertujuan untuk menumbuhkan percaya diri dan memotivasi diri untuk pekerjaan berikutnya agar lebih sempurna. Perayaan bisa dilakukan dengan cara pesta, namun dalam proses belajar mengajar perayaan cukup dilakukan dengan bertepuk tangan, mengucapkan wow, hore dan yes serta kata-kata motivasi yang lain.


(37)

commit to user

Untuk lebih mendukung tercipta dan tercapainya suatu tujuan pembelajaran, perlu dilakukan penataan pentas atau lingkungan belajar yang tepat. Dalam model quantum learning, penataan ruang kelas dibuat dengan suasana yang santai dan senyaman mungkin dengan cara memutar musik supaya terasa santai, terjaga dan siap untuk berkonsentrasi.

Alasan penggunaan iringan musik sangat penting karena sebenarnya berhubungan dan mempengaruhi kondisi fisiologis siswa. Selama melakukan pekerjaan mental yang berat, tekanan darah dan denyut jantung cenderung meningkat, gelombang-gelombang otak meningkat, dan otot-otot menjadi tegang. Namun, dengan iringan musik membuat pikiran selalu siap dan mampu berkonsentrasi dan denyut nandi dan tekanan darah menjadi menurun, gelombang otak melambat serta otot-otot relaks. Selain itu, pemutaran musik yang lembut sebagai “latar belakang” pada saat siswa memasuki kelas dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memfokuskan perhatiannya dan dapat meningkatkan tingkat energi fisik sehingga musik berfungsi sebagai penata hati siswa, pengubah keadaan mental siswa, dan pendukung lingkungan belajar siswa pada saat siswa memiliki banyak pikiran sehingga musik akan membantu siswa fokus pada pelajaran, bekerja lebih baik dan mengingat lebih banyak (Susilowati, 2009: 71-73)

1) Metode Quantum Learning

Ada dua metode dalam model pembelajaran quntum learning yang cukup baik dalam membantu siswa lebih memahami dan mengingat, yaitu kerangka konsep dan catatan TS (Tulis Susun).

a) Kerangka konsep

Menurut Atmojo (dalam http://www.susilochem04.co.cc) Mind map atau pemetaan pikiran merupakan satu bentuk metode belajar yang baik untuk memahami kerangka konsep materi pelajaran. Namun, dalam penelitian ini istilah peta pikiran diubah menjadi kerangka konsep yang diambil dari pengertian peta pikiran menurut Atmojo karena istilah peta dalam peta pikiran berbeda dengan istilah peta dalam konsep Geografi yang artinya suatu gambaran dari


(38)

commit to user

permukaan bumi, biasanya dalam skala tertentu dan digambarkan di atas bidang datar melalui suatu system proyeksi (Sinaga, 1995:1).

Kerangka konsep dapat diartikan abstraksi atau gambaran yang dibangun dengan menggeneralisasi suatu pengertian yang tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur secara langsung sehingga agar dapat diamati harus dijabarkan dalam variabel-variabel yang berupa bagan atau kerangka yang sistematis. (Suparyanto dalam http://dr-suparyanto.blogspot.com).

Kerangka konsep merupakan salah satu metode belajar yang dikembangkan oleh Tony Buzan pada tahun 1970-an yang didasarkan pada cara kerja otak. Disebut metode karena kerangka konsep ini berupa urutan langkah-langkah yang sistematis. Otak mengingat informasi dalam bentuk gambar, simbol, bentuk-bentuk, suara musik, dan perasaan. Otak menyimpan informasi dengan pola dan asosiasi seperti pohon dengan cabang dan rantingnya. Otak tidak menyimpan informasi menurut kata demi kata atau kolom demi kolom dalam kalimat baris yang rapi seperti yang kita keluarkan dalam berbahasa. Untuk mengingat kembali dengan cepat apa yang telah kita pelajari sebaiknya meniru cara kerja otak dalam bentuk kerangka konsep. Kerangka konsep dapat membangkitkan ide-ide orisinil dan memicu ingatan yang mudah karena dapat mengaktifkan kedua belah otak sehingga pikiran tidak akan menjadi mandeg.

Kerangka konsep adalah alternatif pemikiran keseluruhan otak terhadap pemikiran linear. Kerangka konsep menggapai ke segala arah dan menangkap berbagai pikiran dari segala sudut (Michael Michalko dalam Buzan, 2007: 2). Senada dengan pendapat tersebut, Buzan (2007: 103) mengungkapkan bahwa kerangka konsep adalah alat berpikir kreatif yang mencerminkan cara kerja alami otak. Kerangka konsep memungkinkan otak menggunakan semua gambar dan asosiasinya dalam pola radial dan jaringan sebagaimana otak dirancang seperti yang secara internal selalu digunakan otak.


(39)

commit to user

Kerangka konsep (kerangka konsep), yaitu cara yang paling mudah untuk memasukan dan mengambil informasi dari otak. Kerangka konsep merupakan teknik yang paling baik dalam membantu proses berfikir otak secara teratur karena menggunakan teknik grafis yang berasal dari pemkiran manusia yang bermanfaat untuk menyediakan kunci-kunci universal.

Untuk dapat membuat kerangka konsep maka harus diperhatikan langkah-langkah dalam mempraktekkan kerangka konsep. Namun sebelum membuat sebuah kerangka konsep diperlukan beberapa bahan, yaitu kertas kosong tak bergaris, pena dan pensil warna, otak serta imajinasi. Buzan (2007: 15) mengemukakan tujuh langkah untuk membuat kerangka konsep. Tujuh langkah tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Mulailah dari bagian tengah kertas kosong yang sisi panjangnya diletakkan mendatar. Mengapa? Karena memulai dari tengah memberi kebebasan kepada otak untuk menyebar ke segala arah dan untuk mengungkapkan dirinya dengan lebih bebas dan alami. (2) Gunakan gambar atau foto untuk ide sentral. Mengapa? Karena

sebuah gambar bermakna seribu kata dan membantu otak menggunakan imajinasi. Sebuah gambar sentral akan lebih menarik, membuat otak tetap terfokus, membantu otak berkonsentrasi, dan mengaktifkan otak.

(3) Gunakan warna. Mengapa? Karena bagi otak, warna sama menariknya dengan gambar. Warna membuat kerangka konsep lebih hidup, menambah energi pada pemikiran kreatif dan menyenangkan.

(4) Hubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat dan hubungkan cabang-cabang tingkat dua dan tiga ke tingkat satu dan dua, dan seterusnya. Mengapa? Karena otak bekerja menurut asosiasi. Otak senang mengaitkan dua (atau tiga atau empat) hal


(40)

commit to user

sekaligus. Bila cabang-cabang dihubungkan akan lebih mudah dimengerti dan diingat.

(5) Buatlah garis hubung yang melengkung, bukan garis lurus. Mengapa? Karena garis lurus akan membosankan otak. Cabang-cabang yang melengkung dan organis seperti Cabang-cabang-Cabang-cabang pohon jauh lebih menarik bagi mata.

(6) Gunakan satu kata kunci untuk setiap garis. Mengapa? Karena kata kunci tunggal memberi lebih banyak daya dan fleksibilitas kepada kerangka konsep.

(7) Gunakan gambar. Mengapa? Karena seperti gambar sentral, setiap gambar bermakna seribu kata.


(41)

commit to user Berikut ada beberapa contoh kerangka konsep.

mbar 2.1. Contoh Kerangka Konsep 1 (Buzan, 2007: 131)

Gambar 2.1. Contoh Kerangka Konsep 1 (Buzan, 2007: 131)


(42)

commit to user

Gambar 2.2. Contoh Kerangka Konsep 2 (Buzan, 2007: 35)


(43)

commit to user b) Catatan TS (Tulis Susun)

Catatan TS merupakan singakatan dari Catatan Tulis dan Susun. Tulis dan susun maksudnya adalah mendengarkan apa yang dibicarakan oleh guru seraya menuliskan poin-poin utamanya. Salah satu ciri dari catatan TS ini adalah memudahkan dalam mencatat pemikiran dan kesimpulan dari infromasi yang diterima. Dalam hal ini, catatan TS mengkoordinasikan kedua aktivitas mental untuk mencapai hasil yang lebih baik. Langkah-langkah dalam membuat catatan TS sebagai berikut.

(1) Gunakan selembar kertas bisa bergaris atau tidak bergaris dan gambarlah garis secara vertikal, kira-kira sepertiga bagian dari tepi kanan. Sisi iri kertas untuk menuliskan catatan sedangkan sisi kanan untuk menyususn catatan.

(2) Di sisi kiri tulis apa yang dikatakan pembicara yang berupa point-point penting, istilah, diagram, dan bagan-bagan, sedangkan di sisi kanan, catat pikiran, perasaan, reaksi, pertanyaan-pertanyaan apapun yang muncul. Dalam menyusun catatan TS boleh menggunakan simbol-simbol.

Menulis pikiran dengan cara ini membantu memusatkan konsentrasi dan mengalihkan kembali pikiran atau pusat perhatian kepada pembicara atau guru.

Berdasarkan kedua metode di atas, dapat membantu siswa menciptakan minat dan motivasi dalam mengikuti proses belajar mengajar, sehingga siswa lebih mengerti dan memahami pokok bahasan yang dismapiakan.

2) Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Quantum

Learning

Setiap model pembelajaran pembelajaran memiliki keunggulan dan kelemahannya. Demikian halnya dengan model pembelajaran quantum


(44)

commit to user

dan Hernacki, 2008: 14; dan Djoko Saryono (dalam http://pkab.wordpress.com /2008/04/02/pembelajaran-quantum/), model pembelajaran quantum leraning memiliki keunggulan yang menjadi karakteristik umum model pembelajaran ini. Beberapa karakteristik umum yang tampak membentuk quantum learning sebagai berikut.

(1) Quantum learning berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika

kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai. Oleh karena itu, pandangan tentang pembelajaran, belajar, dan pembelajar diturunkan, ditransformasikan, dan dikembangkan dari berbagai teori psikologi kognitif; bukan teori fisika kuantum. Dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak berkaitan erat dengan fisika kuantum – kecuali analogi beberapa konsep kuantum. Hal ini membuatnya lebih bersifat kognitif daripada fisis.

(2) Quantum learning lebih bersifat humanistis, bukan

positivistis-empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis. Manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatiannya. Potensi diri, kemampuan pikiran, daya motivasi, dan sebagainya dari pembelajar diyakini dapat berkembang secara maksimal atau optimal. Hadiah dan hukuman dipandang tidak ada karena semua usaha yang dilakukan manusia patut dihargai. Kesalahan dipandang sebagai gejala manusiawi. Ini semua menunjukkan bahwa keseluruhan yang ada pada manusia dilihat dalam perspektif humanistis.

(3) Quantum learning lebih bersifat konstruktivis(tis), bukan

positivistis-empiris, behavioristis, dan atau maturasionistis. Quantum learning lebih menekankan pentingnya peranan lingkungan dalam mewujudkan pembelajaran yang baik dan optimal dan memudahkan keberhasilan tujuan pembelajaran.

(4) Quantum learning berupaya memadukan, menyinergikan, dan

mengolaborasikan faktor potensi-diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran.


(45)

commit to user

Dalam pandangan quantum learning, lingkungan fisikal-mental dan kemampuan pikiran atau diri manusia sama-sama pentingnya dan saling mendukung. Karena itu, baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau potensi diri manusia harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulan yang seimbang agar pembelajaran berhasil baik.

(5) Quantum learning memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu

dan bermakna, bukan sekadar transaksi makna. Dapat dikatakan bahwa interaksi telah menjadi kata kunci dan konsep sentral dalam

quantum learning. Karena itu, quantum learning memberikan tekanan

pada pentingnya interaksi, frekuensi dan akumulasi interaksi yang bermutu dan bermakna. Di sini proses pembelajaran dipandang sebagai penciptaan interaksi-interaksi bermutu dan bermakna yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran dan bakat alamiah pembelajar menjadi cahaya-cahaya yang bermanfaat bagi keberhasilan pembelajar. Interaksi yang tidak mampu mengubah energi menjadi cahaya harus dihindari, kalau perlu dibuang jauh dalam proses pembelajaran. Dalam kaitan inilah komunikasi menjadi sangat penting dalam quantum learning.

(6) Quantum learning sangat menekankan pada pemercepatan

pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi. Di sini pemercepatan pembelajaran diandaikan sebagai lompatan kuantum. Pendeknya, menurut pembelajaran kuantum, proses pembelajaran harus berlangsung cepat dengan keberhasilan tinggi. Untuk itu, segala hambatan dan halangan yang dapat melambatkan proses pembelajaran harus disingkirkan, dihilangkan, atau dieliminasi. Di sini pelbagai kiat, cara, dan teknik dapat dipergunakan, misalnya pencahayaan, iringan musik, suasana yang menyegarkan, lingkungan yang nyaman, penataan tempat duduk yang rileks, dan sebagainya. Jadi, segala sesuatu yang menghalangi pemercepatan pembelajaran harus dihilangkan pada satu sisi dan pada sisi lain segala sesuatu yang


(46)

commit to user

mendukung pemercepatan pembelajaran harus diciptakan dan dikelola sebaik-baiknya.

(7) Quantum learning sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran

proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat. Kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman, segar, sehat, rileks, santai, dan menyenangkan, sedang keartifisialan dan kepura-puraan menimbulkan suasana tegang, kaku, dan membosankan. Karena itu, pembelajaran harus dirancang, disajikan, dikelola, dan difasilitasi sedemikian rupa sehingga dapat diciptakan atau diwujudkan proses pembelajaran yang alamiah dan wajar. Di sinilah para perancang dan pelaksana pembelajaran harus bekerja secara proaktif dan suportif untuk menciptakan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran.

(8) Quantum learning sangat menekankan kebermaknaan dan

kebermutuan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang tidak bermakna dan tidak bermutu membuahkan kegagalan, dalam arti tujuan pembelajaran tidak tercapai. Sebab itu, segala upaya yang memungkinkan terwujudnya kebermaknaan dan kebermutuan pembelajaran harus dilakukan oleh pengajar atau fasilitator.

(9) Quantum learning memiliki model yang memadukan konteks dan isi

pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Isi pembelajaran meliputi penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan belajar-untuk-belajar, dan keterampilan hidup.

(10)Quantum learning memusatkan perhatian pada pembentukan

keterampilan akademis, keterampilan (dalam) hidup, dan prestasi fisikal atau material. Ketiganya harus diperhatikan, diperlakukan, dan dikelola secara seimbang dan relatif sama dalam proses pembelajaran; tidak bisa hanya salah satu di antaranya. Dikatakan demikian karena pembelajaran yang berhasil bukan hanya terbentuknya keterampilan


(47)

commit to user

akademis dan prestasi fisikal pembelajar, namun lebih penting lagi adalah terbentuknya keterampilan hidup pembelajar.

(11)Quantum learning menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian

penting proses pembelajaran. Tanpa nilai dan keyakinan tertentu, proses pembelajaran kurang bermakna. Untuk itu, pembelajar harus memiliki nilai dan keyakinan tertentu yang positif dalam proses pembelajaran. Di samping itu, proses pembelajaran hendaknya menanamkan nilai dan keyakinan positif dalam diri pembelajar. Nilai dan keyakinan negatif akan membuahkan kegagalan proses pembelajaran. Misalnya, pembelajar perlu memiliki keyakinan bahwa kesalahan atau kegagalan merupakan tanda telah belajar; kesalahan atau kegagalan bukan tanda bodoh atau akhir segalanya. Dalam proses pembelajaran dikembangkan nilai dan keyakinan bahwa hukuman dan hadiah (punishment dan reward) tidak diperlukan karena setiap usaha harus diakui dan dihargai. Nilai dan keyakinan positif seperti ini perlu terus-menerus dikembangkan dan dimantapkan.

(12)Quantum learning mengutamakan keberagaman dan kebebasan,

bukan keseragaman dan ketertiban. Keberagaman dan kebebasan dapat dikatakan sebagai kata kunci selain interaksi.

(13)Quantum learning mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam

proses pembelajaran. Aktivitas total antara tubuh dan pikiran membuat pembelajaran bisa berlangsung lebih nyaman dan hasilnya lebih optimal.

Selain keunggulan dari model pembelajaran quantum learning di atas, model pembelajaran ini memiliki beberapa kelemahan. Menurut Varid Kriastianto (dalam http://varidkristianto.blogspot.com /2009/05/ metode-modelpembelajaran-model-pembelajaran.html) kelemahan model pembelajaran quantum learning sebagai berikut.

(1) Penerapan model pembelajaran ini menuntut perubahan pola berpikir para pelaksana pembelajaran, budaya pengajaran dan pendidikan, dan


(48)

commit to user

struktur organisasi sekolah dan struktur pembelajaran sebagaimana karakteristik umum di atas.

(2) Model pembelajaran ini hanya memperkuat satu spesifikasi satu bidang ilmu. Hal ini akan memperlemah daya ingatan siswa.

(3) Model pembelajaran hanya tertuju kepada kasus yang telah nyata dan dialami, artinya permasalahan yang diberikan kepada siswa merupakan kejadian-kejadian yang ada di sekitar siswa atau bahkan siswa pernah mengalami kejadian tersebut.

(4) Quantum learning cenderung “memangkas” realitas alam raya yang

begitu kompleks dengan ribuan bidang ilmu.

(5) Menjauhnya nilai-nilai religiutas dalam menelaah ilmu pengetahuan

3) Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Quantum Learning

Langkah-langkah pembelajaran dengan quantum learning adalah dengan konsep TANDUR (Tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi dan rayakan). Berikut penjelasannya:

(1) Prosedur Tumbuhkan

Prinsip utama dalam prosedur ini adalah “sertakan diri mereka, pikat mereka, puaskan AMBAK (apa manfaatnya bagiku)”. Penerapan prosedur ini dalam pembelajaran berbasis quantum learning dapat dilakukan dengan berbagai aktivitas. Aktivitas yang dapat dipilih adalah dapat berupa aktivitas menyanyi, bertepuk tangan, dan bermain. Pada pembelajaran KD Atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi, siswa memeperhatikan gambar-gambar yang ditayangkan melalui powerpoint oleh guru.

(2) Prosedur Alami

Prinsip utama dalam prosedur ini adalah “Berikan mereka pengalaman belajar, tumbuhkan „kebutuhan untuk mengetahui‟. Pada prosedur ini siswa mulai memasuki proses belajar dalam pembelajaran atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di


(49)

commit to user

muka bumi. Mereka diberi kesempatan untuk membuat kerangka konsep atau catatan TS.

(3) Prosedur Namai

Prosedur namai dalam pembelajaran atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi merupakan prosedur yang sangat penting. Siswa dapat diberikan “data” tepat saat minat memuncak. Mereka dapat mengaktualisasikan dirinya menemukan konsep-konsep. Konsep tersebut adalah pemberian nama dari gambar yang ditunjukkan guru.

(4) Prosedur Demonstrasikan

Dalam prosedur ini, guru memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengaitkan pengalaman dengan data baru sehingga mereka menghayati dan membuatnya sebagai pengalaman pribadi. Aktivitas dalam prosedur ini berwujud aktivitas gerak yang diwujudkan dalam kinerja atau performansi. Sifat istimewanya adalah siswa dapat memiliki kemampuan secara sempurna melalui praktik atau dilatihkan. Dalam hal ini, siswa mendemosntrasikan hasil kerja mereka di depan teman-teman.

(5) Prosedur Ulangi

Seperti telah diuraikan di atas, aktivitas gerak dapat menjadikan siswa memiliki keterampilan yang sempurna, khususnya dalam memahami suatu materi pelajaran. Dalam prosedur ulangi, semua siswa dibimbing guru mengulangi pokok bahasan yang telah dibahas.

(6) Prosedur Rayakan

Prosedur rayakan dalam penerapan TANDUR melahirkan aspek sikap. Dikatakan demikian karena dalam prosedur R tersebut siswa diberi respons-respons khusus dari guru maupun dari siswa-siswa lain di kelasnya secara serentak. Respons tersebut berbentuk

applause, gerakan toss yang diberikan guru kepada siswanya dan


(1)

commit to user

learning selama tiga kali pertemuan; 2) Rata-rata siswa mudah memahami materi dengan kerangka konsep yang dilakukan pada tahap alami dan namai sesuai dengan prosedur TANDUR dalam RPP; 3) Siswa menjadi lebih bisa mengembangkan kreatifitasnya dalam menggambar pada saat mengerjakan kerangka konsep dan catatan TS.

Kelemahan model pembelajaran quantum learning antara lain: 1) Perbedaan

kondisi siswa saat belajar berbeda-beda. Maksudnya ada siswa yang membutuhkan musik saat belajar dan ada siswa yang butuh ketenangan saat belajar. Hal ini dapat dilihat dari perolehan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen yaitu masih ada siswa yang nilai hasil belajarnya rendah (nilai sebesar 60) ; 2) Siswa yang gaya belajarnya hanya mengandalkan audio tidak dapat

mengikuti model pembelajaran quantum learning karena tidak terbiasa melakukan

pencatatan, meringkas, menggambar dan berimajinasi sehingga sulit dalam memahami pokok bahasan dengan kerangka konsep dan catatan TS, sehingga untuk membantu siswa yang tidak bisa menggambar, diajarkan dengan membuat kerangka konsep yang sangat sederhana (tanpa ada gambar-gambar dan hanya jari-jari yang saling terhubung); dan 3) Pada pertemuan awal model pembelajaran

quantum learning belum sesuai dengan alokasi waktu yang ditentukan sehingga penyampaian materi membutuhkan waktu lebih karena siswa baru memasuki tahap adaptasi setelah mengalami perubahan model pembelajaran.

Sama halnya dengan model pembelajaran quantum learning, model

pembelajaran konvensional juga memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut: kelebihan 1) Siswa mendapat pengetahuan yang lebih dari guru karena dalam menjelaskan materi, guru dapat mengkaitkannya dengan pengetahuan dan pengalaman yang pernah dialami guru; 2) Cara penyajian yang mudah dan tidak memerlukan biaya. Hal ini karena guru tidak perlu menyiapkan alat dan bahan yang rumit, cukup dengan buku sumber yang diperlukan; dan 3) Semua materi dapat tersampaikan. Tersampaikannya semua materi karena guru dari awal sampai akhir menjelaskan secara lisan materi yang dibahas. Kelemahan model pembelajaran konvensional yaitu: 1) Siswa cepat bosan karena siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru karena siswa tidak dilibatkan dalam proses


(2)

commit to user

pembelajaran dan tidak diberi kesempatan untuk bertanya atau menjawab pertanyaan; 2) Sebagian siswa mengantuk karena merasa seperti dibacakan cerita oleh guru; dan 3) Banyak siswa yang berbicara sendiri. Hal ini karena siswa tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran sehingga untuk mengurangi kebosanan dan rasa ingin tidur (mengantuk) maka siswa berbicara sendiri dengan teman sebangkunya. Adanya kelemahan dan kelebihan masing-masing model pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa hanya saja dalam pemerolehan hasil belajar model pembelajaran quantum learning lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

Berdasarkan kedua hipotesis dapat disimpulkan bahwa pengunaan model

pembelajaran quantum learning lebih baik dibandingkan dengan model

pembelajaran konvensional karena prinsip dari model pembelajaran quantum

learning yang berusaha mengubah suasana belajar menjadi nyaman dan

menyenangkan bagi siswa dengan memadukan minat dan motivasi menjadi satu kesatuan sehingga belajar lebih baik dan efisien serta menuntut keaktifan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan model pembelajaran konvensional lebih mengutamakan pada keaktifan guru sehingga siswa menjadi pasif atau terbiasa untuk menerima informasi yang diberikan guru dan siswa menjadi manja (kurang kreativitas dalam belajar).

Perbedaan hasil belajar geografi siswa dan lebih baiknya model

pembelajaran quantum learning pada KD atmosfer dan pengaruhya terhadap

kehidupan di muka bumi karena pada KD atmosfer, siswa dapat memilih gambar atau mengimajinasikan dengan sederhana gambar-gambar yang akan dibuat kerangka konsep dan catatan TS. Contohnya siswa dapat menggambar bentuk awan atau gambar bumi menangis untuk dijadikan pusat kerangka konsep, sedangkan pada model pembelajaran konvensional sebagian siswa tidak dapat mengimajinasikan pokok-pokok bahasan yang dijelaskan guru karena sudah tidak tertarik dan merasa bosan dengan pelajaran yang disampaikan.

Hasil ini diperkuat dan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh 1)

Aris Haryanto (2008) dengan judul Pengaruh metode pembelajaran Quantum


(3)

commit to user

permasalahan kependudukan dan upaya penanggulangannya di Indonesia

(Eksperimen di kelas VIII SMP Negeri 10 Surakarta tahun ajaran 2007-2008); dan

2) Margiyanto (2008) dengan judul Pengaruh penggunaan metode Quantum

Learning dan metode Ekspositori terhadap presentasi belajar ditinjau dari motivasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika (penelitian pada siswa SMP Negeri di Kabupaten Banjarnegara).

Model pembelajaran quantum learning merupakan model pembelajaran

yang mengupayakan pada keaktifan siswa dan pengubahan ruang belajar yang nyaman, santai, terjaga dan menyenangkan bagi siswa. Namun, dalam penelitian yang telah dilakukan penataan pentas tidak dilakukan karena kondisi kelas sudah nyaman, terjaga, bersih dan posisi serta pasangan duduk siswa sudah sesuai dengan minat siswa dan untuk menumbuhkan konsentrasi siswa pada saat dilakukan proses belajar mengajar diperdengarkan iringan musik. Metode yang

digunakan dalam pengajaran quantum learning adalah kerangka konsep dan

catatan TS. Kerangka konsep merupakan cara merangkum materi yang disajikan dalam bentuk diagram bergambar. Gambar yang dituangkan sesuai dengan tema yang sedang dirangkum sehingga anak mudah untuk memahaminya, sedangkan catatan TS merupakan cara merangkum materi yang sedang dibahas oleh guru. Namun, pada saat mencatat rangkuman siswa membuat dua kolom yang sebelah kiri untuk rangkuman dan sebelah kanan untuk kesan saat mendengar atau melihat tayangan yang disajikan guru. Dalam metode kerangka konsep dan catatan TS siswa dituntut untuk aktif sehingga siswa dapat mengembangkan kreatifitas dan menuangkan pendapatnya dalam memahami materi.

Langkah-langkah pembelajaran quantum learning yang mengusung konsep

TANDUR (tumbuhkan, alami, namai, demontrasi, ulangi dan rayakan) dan penggunaan instrumen musik membuat siswa tidak merasa jenuh saat belajar. Hal ini dibuktikan di kelas eksperimen (X8 SMA N 5 Surakarta) tidak ada anak yang mengantuk saat dilakukan proses belajar mengajar bahkan semua siswa aktif melakukan diskusi, meskipun jam pelajaran berlangsung di jam pelajaran terkahir (jam ke 7-8; 12.15-13.45 WIB).


(4)

commit to user

Berbeda dengan model pembalajaran konvensional yang menggunakan metode ceramah yang menitihberatkan pada keaktifan guru sehingga siswa cenderung pasif. Siswa tidak dapat mengembangkan kreatifitas dan menyampaikan pendapatnya pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Hal ini dibuktikan di kelas konrol (X9 SMA N 5 Surakarta) banyak siswa yang mengantuk, melamun, berbicara sendiri dengan teman pada saat proses belajar mengajar berlangsung, meskipun jam pelajaran berlangsung pada pagi hari (jam ke 3-4; 08.30-10.15 WIB).

Kekurangan dalam penelitian ini yaitu kurangnya penggunaan media pada kelas kontrol. Penggunaan media pada kelas kontrol dan kelas eksperimen haruslah sama/seimbang tidak boleh dibeda-bedakan, dalam hal ini penggunaan media powerpoint. Meskipun kelas kontrol menggunakan metode ceramah, namun dalam penerepaan taktik pembelajarannya media powerpoint boleh digunakan untuk mendukung kelancaran proses pembelajaran karena mata pelajaran geografi lebih mengutamakan pada aspek spasial yang dapat dijelaskan dengan peta (Lampiran 30).


(5)

commit to user

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Ada perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa SMA yang diajar dengan model

pembelajaran quantum learning dan siswa SMA yang diajar dengan model pembelajaran

konvensional pada mata pelajaran Geografi kompetensi dasar atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi. Hal ini, sesuai dengan keputusan uji hipotesis menggunakan uji t dengan t hitung sebesar 2,108, dan t tabel = 1,667 (t hitung > t tabel).

2. Model pembelajaran quantum learning lebih baik dibandingkan dengan model

pembelajaran konvensional dalam meningkatkan hasil belajar Geografi siswa SMA pada kompetensi dasar atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi. Hal ini, dibuktikan dengan hasil nilai rata-rata kelas eksperimen (model pembelajaran quantum learning) lebih besar dibandingkan dengan kelas control (model pembelajaran konvensional) menyatakan ( 75,625 > 71,528).

B. Implikasi Hasil Penelitian

Berdasarkan pada kajian teori serta mengacu pada hasil penelitian, peneliti menyampaikan implikasi yang berguna baik secara teoritis maupun secara praktis dalam upaya meningkatkan hasil belajar Geografi.

1. Implikasi Teoritis

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar Geografi siswa khususnya pada komptensi dasar atmosfer dan pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi dapat

ditingkatkan dengan menggunakan model pembelajaran quantum learning, meskipun

demikian model pembelajaran yang digunkan harus disesuaikan dengan pokok bahasan yang akan diajarkan.

2. Implikasi Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru Geografi untuk

menggunakan model pembalajaran yang bervariasi seperti model pembelajaran quantum

learning agar siswa tidak merasa bosan dan termotivasi serta tertarik untuk mempelajari materi yang diajarkan sehingga siswa lebih mudah memahami materi yang dipelajari seperti


(6)

commit to user

dalam model pembelajaran quantum learning yang menggunakan metode peta konsep dan catatan TS.

C. Saran

Berdasarkan implikasi di atas, ada beberapa hal yang perlu peneliti sarankan demi kemajuan dan perbaikan pegajaran Geografi.

1. Perlunya penggunaan model pembelajaran quantum learning untuk kompetensi dasar

dengan pokok bahasan yang memerlukan hafalan dan pemahaman lebih.

2. Dalam menggunakan model pembelajaran quantum learning sebaiknya dikombinasikan

dengan permainan-permainan yang menarik perhatian siswa agar siswa tidak merasa

bosan dengan metode-metode yang ada dalam model pembelajaran quantum learning.

3. Penggunaan sumber, alat dan media pada semua kelas yang digunakan sebagai penelitian

harus disamakan tidak boleh dibeda-bedakan untuk mendapatkan hasil yang akurat dan memuaskan.

4. Sebelum memilih model pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian sebaiknya

pelajari terlebih dahulu materi yang akan diajarkan dan pada saat penyusunan RPP sumber dan media belajar harus diperkaya.