KEMAMPUAN GURU DALAM MEMANFAATKAN PERMAINAN TRADISIONAL DI PAUD SARWO AGUNG BEJIHARJO KARANGMOJO GUNUNG KIDUL.

(1)

KEMAMPUAN GURU DALAM MEMANFAATKAN PERMAINAN TRADISIONAL DI PAUD SARWO AGUNG

BEJIHARJO KARANGMOJO GUNUNG KIDUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Laila Hikmawati NIM 12102244006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


(2)

KEMAMPUAN GURU DALAM MEMANFAATKAN PERMAINAN TRADISIONAL DI PAUD SARWO AGUNG

BEJIHARJO KARANGMOJO GUNUNG KIDUL

SKRIPSI

DiajukankepadaFakultasIlmuPendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Laila Hikmawati NIM 12102244006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA APRIL 2016


(3)

(4)

(5)

(6)

MOTTO

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan,

sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.”

(Terjemahan Q.S. Al Insyirah: 5-6)

Laa tahzan innallaha ma’ana“ jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.”

(Terjemahan Q.S. At Taubah: 40)

“Beruntunglah orang yang mau dan mampu mensyukuri nikmat Allah”


(7)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada : 1. Ibunda dan ayahanda tercinta yang


(8)

KEMAMPUAN GURU DALAM MEMANFAATKAN PERMAINAN TRADISIONAL DI PAUD SARWO AGUNG

BEJIHARJO KARANGMOJO GUNUNG KIDUL Oleh

Laila Hikmawati NIM 12102244006

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mendeskripsikan kemampuan guru dalam memanfaatkan permainan tradisional. 2) Pelaksanaan pembelajaran di PAUD Sarwo Agung melalui permainan tradisional 3) Mengetahui faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan permainan tradisional di PAUD Sarwo Agung Bejiharjo Karangmojo Gunung Kidul.

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini meliputi; pengelola PAUD Sarwo Agung, pendidik PAUD Sarwo Agung dan orang tua atau wali peserta didik PAUD Sarwo Agung. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Observasi dilakukan secara langsung pada pelaksanaan pembelajaran melalui permainan tradisional, Wawancara dilakukan kepada pengelola, pendidik dan orang tua atau wali peserta didik PAUD Sarwo Agung. Analisis data dilakukan dengan; pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan verifikasi data serta dalam menentukan keabsahan data peneliti menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Kemampuan guru dalam memanfaatkan permainan tradisional sudah ada. Guru terlibat dalam permainan tradisional dan berperan sebagai pemandu serta pelaksana permainan tradisional. 2) Pelaksanaan permainan tradisional dimulai dengan kegiatan perencanaan yaitu merancanakan pembelajaran, materi, strategi pembelajaran dan sarana prasarana. Tahap pelaksanaan yaitu kegiatan bermain sambil belajar yang meliputi bermain ombak banyu, lompat tali dan sundamandah. Tahap evaluasi yaitu mengidentifikasi hambatan pelaksanaan program. 3) Faktor pendorong: a) sarana dan prasarana yang mendukung. b) Minat belajar peserta didik dalam belajar tinggi. c) dukungan wali murid. d) anak-anak merasa senang. e) peserta didik yang sehat. Faktor penghambat: a) pengetahuan pendidik yang kurang pandai dalam menginofasikan permainan tradisional. b) mood peserta didik yang tidak menentu. c) peserta didik yang tidak mau berhenti bermain. d) anak tidak mau berangkat apabila orang tua tidak mengantar.


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhi rabbil’alamin... Puji dan syukur saya sampaikan kehadirat Allah Subhanahu wata’ala, atas segala limpahan nikmat-Nya. Berkat rahmat dan kesempatan-Nya pula akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan yang berbahagia, dengan kerendahan hati dan tulus ikhlas penulis menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu pendidikan yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian Tugas Akhir Skripsi (TAS).

2. Ketua Prodi Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberi izin untuk menyusun Tugas Akhir Skripsi (TAS)

3. Bapak Aloysius Setya Rohadi, M.Kes. sebagai Pembimbing Akademik yang telah mendampingi selama studi di Universitas Negri Yogyakarta.

4. Bapak Dr. Sujarwo M.Pd . sebagai Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dalam pembuatan Tugas Akhir Skripsi (TAS).

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah banyak membimbing penulis selama kuliah di Jurusan PLS.

6. Bapak Yudan Hermawan M. Pd. Sebagai pendiri yayasan Omah Pasinaon yang telah berkenan memberikan izin untuk penelitian Tugas Akhir Skripsi (TAS).

7. Ibu Wiwin dan Ibu Lia sebagai pendidik PAUD Sarwo Agung yang banyak membantu dalam melakukan penelitian Tugas Akhir Skripsi (TAS).

8. Masyarakat Desa Bejiharjo Karangmojo Gunung Kidul, peserta didik dan wali murid PAUD Sarwo Agung.

9. Ayahanda Miftaqul Anam S. Pd. dan Ibu Mardiyah S.Pd. tercinta, terimakasih atas doa, kasih sayang, semangat dan perhatian untuk ananda selama ini. Terimakasih juga untuk adik- adikku tersayang Lutfiana Solikha


(10)

dan Danial Sahila Amardana, kita sama- sama berjuang untuk membuat orang tua kita bangga.

10.Calon Suamiku Puji Raharjo Wibowo S. Pd. yang selalu memberiku semangat, harapan, doa serta dukungannya selama ini.

11. Sahabat- sahabatku, Icha, Luvi, Arifah, Voni, Tika, Bu Guru Gendut, Sisil, Nacil, Tatik, Kendal, Sinta, Suci dan Artine, terimakasih kalian telah menjadi bagian dalam perjalananku. Semoga tali persahabatan kita selalu terjaga. 12.Teman- teman mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah angkatan 2012, Yang

telah memberikan bantuan, motivasi dan doa dalam penyelesaian skripsi penulis.

13.Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir Skripsi (TAS) yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Peneliti menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang sangat membangun dari berbagai pihak sangat peneliti harapkan.

Peneliti,

Laila Hikmawati NIM.12102244006


(11)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah ... 11

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Permainan Tradisional ... 15

1. Pengertian Permainan ... 15

2. Permainan Tradisional... 17

3. Jenis-jenis dan Bentuk Permainan Tradisional ... 22

4. Manfaat Permainan Tradisional ... 28

5. Pemanfaatan Permainan Tradisional ... 32


(12)

1. Pengertian Kompetensi ... 37

2. Macam- Macam Kompetensi Guru ... 39

3. Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Guru TK ... 42

4. Kemampuan Guru dalam Memanfaatkan Media Pembela- jaran ... 44

C. Kajian tentang Pendidikan Anak Usia Dini ... 52

1. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini ... 52

2. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ... 54

3. Faktor Pendorong & Penghambat ... 55

D. Penenlitian yang Relevan 57 E. Kerangka Berfikir ... 58

F. Pertanyaan Penelitian... 60

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 62

B. Subjek Penelitian ... 63

C. Instrumen Penelitian ... 64

D. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 65

1. Observasi ... 65

2. Wawancara ... 66

3. Dokumentasi... 66

E. Teknik Analisis Data ... 66

F. Keabsahan Data ... 68

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Omah Pasinaon ... 69

1. Sejarah Berdirinya Omah Pasinaon... 69

2. Profil Lembaga ... 71

3. Letak Geografis Omah Pasinaon ... 72

4. Visi dan Misi Omah Pasinaon ... 72

5. Program Omah Pasinaon ... 73


(13)

a. Keterlibatan Guru dalam Kegiatan Permainan Tradisional ... 76

b. Kemampuan Guru dalam Memanfaatkan Permainan Tradisional .. 83

2. Pelaksanaan Permainan Tradisional ... 88

a. Perencanaan Kegiatan ... 88

b. Pelaksanaan Kegiatan ... 95

c. Evaluasi Kegiatan ... 110

3. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat ... 114

4. Kesimpulan Hasil Penelitian ... 122

C. Pembahasan ... 128

D. Keterbatasan Penelitian ... 142

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 143

B. Saran ... 144

DAFTAR PUSTAKA ... 146


(14)

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Teknik Analisis Data ... 67 Tabel 2. Tabel Hasil Penelitian ... 123


(15)

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Macam-Macam Media Pembelajaran ... 49 Gambar 2. Kerangka Berpikir ... 60


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Sejarah dan Program Omah Pasinaon... 150

Lampiran 2. Pedoman Wawancara ... 157

Lampiran 3. Pedoman Observasi ... 164

Lampiran 4. Pedoman Dokumentasi ... 165

Lampiran 5. Catatan Lapangan ... 166

Lampiran 6. Catatan Wawancara ...177

Lampiran 7. Dokumentasi ... 209


(17)

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Para pendiri bangsa meyakini bahwa peningkatan taraf pendidikan merupakan salah satu kunci utama mencapai tujuan negara yakni bukan hanya mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga menciptakan kesejahteraan umum dan melaksanakan ketertiban dunia. Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan guna meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”

Dalam hal ini tujuan pendidikan bukanlah semata-mata hanya dengan menyekolahkan anak disekolah untuk mendapatkan pengetahuan-pengetahuan yang ditransfer oleh pendidik, namun tujuan pendidikan lebih luas dari itu yaitu mewujudkan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kecerdasan, kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.


(19)

Pendidikan anak usia dini sebaiknya mulai diberikan sejak awal baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat, karena merekalah yang kelak akan membangun bangsa menjadi bangsa yang lebih maju. Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang memiliki fungsi utama mengembangkan semua aspek perkembangan anak sejak lahir sampai usia 6 tahun. Masa ini merupakan periode awal pertumbuhan dan perkembangan anak yang sangat pesat yang ditandai dengan berbagai periode penting yang fundamental dalam kehidupan anak selanjutnya sampai pada periode akhir perkembangannya.

Pendidikan anak usia dini yang dilakukan baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat hendaklah dapat mencakup seluruh aspek perkembangan anak melalui kegiatan yang menyenangkan. Dimana dalam pendidikan anak usia dini berbicara mengenai seluk beluk pendidikan anak yang tidak lepas dari masalah tentang pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu, dalam pendidikan perlu dipraktikkan pembelajaran yang dapat menjadikan anak merasa senang, kreatif dan aktif sehingga anak tidak merasa terbebani atau tertekan tanpa meninggalkan tahap perkembangan kecerdasan yang harus dicapai oleh anak sesuai dengan tahap perkembangan anak. Untuk itu mentri pendidikan memberikan wadah terhadap pendidikan anak-anak usia dini untuk belajar sebelum memasuki usia TK didirikanlah sekolah anak usia dini yang disebut dengan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). PAUD sebagai wadah anak usia dini untuk memulai belajar berinteraksi dengan orang lain, bermain yang tentunya mengarah ke belajar dengan kata lain bermain sambil belajar.


(20)

Di sini peran seorang guru sangatlah penting, peran orang tua dan juga peran masyarakat tak kalah pentingnya dalam keberhasilan program PAUD. Masyarakat ikut berperan aktif sesuai Perda DIY No.5 Tahun 2014 pasal 43 yang menyatakan bahwa

1. Penyelenggara berkewajiban memberi kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta dalam melakukan penyelenggaraan pelayanan publik.

2. Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan pada saat proses penyusunan standar pelaksanaan evaluasi dan pemberian penghargaan.

3. Peran serta msyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat dilakukan melalui:

a. Kerja sama

b. Pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat c. Purut serta merumuskan standar pelayanan publik

d. Peningkatan kemandirian, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dalam penyelenggaraan pelayanan publik

e. Pembentukan lembaga pengawasan pelayanan publik f. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik

g. Pemberian penghargaan atau bentuk apresiasi kepada penyelenggara yang memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai peraturan perundang-undangan, dan

h. Pemberian saran atau pendapat dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud ayat 3 diatur dalam peraturan gubernur.

Dalam era globalisasi di Indonesia saat ini membawa pola kehidupan baru yang memiliki dampak tertentu terhadap kehidupan sosial dan budaya, termasuk pelestarian berbagai ragam permainan tradisional anak-anak. Kondisi seperti ini semakin menyadarkan kita bahwa berbagai jenis permainan tradisional anak sebagai aset budaya yang harus tetap dilestarikan keberadaannya. Hal tersebut karena permainan tradisional anak merupakan unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh sebagaimana yang diungkapkan oleh Sukirman Dharmamulya (2008: 28), bahwa permainan


(21)

tradisional anak memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial anak dikemudian hari.

Dahulu permainan tradisional seperti congklak, lompat tali, cublak-cublak suweng, sundamandah, jamuran, dakon, benthik, gobak sodordan beberapa permainan tradisional anak lainnya adalah permainan populer bagi anak-anak, namun sekarang permainan tersebut sudah jarang dimainkan oleh anak-anak. Hal ini dipengaruhi oleh pola perubahan yang terjadi pada fenomena permainan tradisional sebagaimana yang diungkapkan oleh Sukirman Darmamulya, dkk (2008: 29) bahwa: a) menurunnya popularitas permainan tertentu, b) munculnya jenis permainan tertentu, dan masuknya jenis permainan baru yang modern.

Semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju pula permainan yang bisa dimainkan. Permainan modern yang dikenal antara lain adalah playstation, gameswatch, video games, tamiya, dan permainan modern lainnya. Pemilihan aktifitas bermain ini dapat mempengaruhi perkembangan anak usia dini. Meskipun ada beberapa manfaatnya dari permainan modern kaitannya dalam bidang ilmu dan teknologi (IT) tetapi apabila jika porsi kegiatan permainan modern terlalu sering, dapat menghambat perkembangan anak khususnya dalam perkembangan komunikasinya. Hal ini disebabkan karena permainan modern cendrung bersifat individu sehingga kurang mengeksplorasi kemampuan sosial anak, yang mana interaksi anak akan terbatas pada benda lain dan dirinya sendiri serta sifat egosentris anak semakin tinggi karena kurang mengenal cara berinteraksi dan bersosialisai dengan


(22)

orang lain, melainkan interaksi mereka lebih sering dengan benda mati. Sebagaimana diungkapkan oleh Euis Kurniati (2010: 4) permainan modern lebih mengutamakan individualisasi sedangkan permainan tradisional lebih memberikan kesempatan kepada anak untuk berkomunikasi dan bekerja sama dalam kelompok.

Di sisi lain permainan tradisional merupakan permainan yang mengandung unsur edukatif yang penting untuk merangsang berbagai macam aspek perkembangan anak. Pada zaman modern ini banyak anak-anak yang melupakan permainan tradisional dan beralih pada permainan modern yang lebih praktis. Padahal berbagai macam permainan tradisional anak-anak diperkenalkan dengan berbagai macam keterampilan dan kecakapan yang nantinya akan di perlukan dalam menghadapi kehidupan sebagai anggota masyarakat. Selain itu permainan tradisional mengutamakan permainan partnership, dimana anak bermain dan berinteraksi dengan sesamanya Sukirman Dharmamulya, dkk (2008: 5-6). Oleh karena itu permainan tradisional diperlukan untuk rangsangan yang berfungsi untuk mengembangkan berbagai kecerdasan yang dimiliki anak yang dimana kelak akan tumbuh dewasa dan akan hidup bermasyarakat, sehingga penanaman sikap kepada anak untuk saling memahami dan mengerti bahwa ada orang lain selain dirinya penting dilakukan. Sikap ini kelak akan bermanfaat dalam perkembangan anak dan menghindari sikap egois serta individualis pada diri anak.


(23)

Untuk mencapai tingkat profesionalnya, pekerjaan guru tidaklah mudah. Guru harus mengerjakan tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang keahlian. Guru yang profesional dituntut untuk memenuhi standar kompetensi, diantaranya memahami pengetahuan dan penguasaan keterampilan motorik, memahami karakteristik peserta didik, serta memahami dan menguasai teknik keterampilan mengajar. Selain itu, Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 menyebutkan bahwa untuk mencapai tingkat profesionalnya seorang guru harus memenuhi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran. Kompetensi kepribadian merupakan kepribadian guru yang mantap, stabil, dewasa, arif dan bijaksana, berwibawa, berakhlak mulia, menjadi teladan, secara objektif melakukan evaluasi diri, dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. Untuk itu DIY mengeluarkan Undang-Undang untuk mencapai tingkat profesional guru sesuai dengan apa yang diharapkan di dalam Undang-Undang No.14 tahun 2005. Berikut adalah isi dari perda DIY no.4 tahun 2012 pasal 11 ayat 3 menyebutkan bahwa:

“pemenuhan tenaga pendidik yang memiliki kompetensi untuk mengelola sistem pembelajaran pada sekolah penyelenggara pendidikan inkusif dapat dilakukan melalui:

a. Pelatihan dalam kegiatan kelompok kerja guru sekolah reguler. b. Pelatihan dalam musyawarah guru mata pelajaran

c. Pelatihan dalam kegiatan kelompok kerja kepala sekolah reguler d. Pelatihan yang dilakukan khusus untuk tenaga pendidik sekolah

reguler

e. Bantuan guru pembimbing khusus dari pemerintah daerah

f. Program sertifikasi pendidikan khusus untuk tenaga pendidik sekolah reguler


(24)

g. Pemberian bantuan beasiswa S1, S2, S3 pada bidang pendidikan khusus bagi tenaga pendidik sekolah reguler

h. Tugas belajar pada program pendidikan khusus bagi tenaga pendidik sekolah reguler, dan

i. Pengangkatan guru pembimbing khusus kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.

Dengan adanya Perda DIY No.4 tahun 2012 pasal 11 ayat 3 pemerintah berharap guru-guru yang ada di DIY mempunyai kompetensi yang sesuai dengan Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10. Peran guru dalam suksesnya pendidikan sangatlah besar karena itu DIY mengeluarkan Perda tersebut baik itu dosen, guru SMA, guru SMP, Guru SD, dan Guru TK semuanya harus berkompeten dan profesional. Begitu juga menjadi guru PAUD yang profesional, dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas, menguasai kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Selain itu guru PAUD juga dituntut menguasai bahan pelajaran, menyusun program pembelajaran, memahami karakteristik peserta didik, serta menguasai teknik keterampilan mengajar. Guru PAUD harus memiliki kemampuan untuk memanfaatkan permainan tradisional pada umumnya.

Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa salah satu syarat menjadi guru PAUD memiliki berbagai komponen yang sangat luas, hal ini mengingatkan bahwa melakukan permainan tradisional pada anak usia dini harus dengan menggunakan gerakan. Proses permainan tradisional yang diterapkan dengan aktivitas kerjasama antar peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lain.


(25)

PAUD Sarwo Agung merupakan salah satu Satuan Paud Sejenis yang memiliki 2 pendidik yang memilki potensi mampu memanfaatkan media pembelajaran khususnya permainan tradisional. PAUD Sarwo Agung memiliki 2 pendidik dan 15 peserta didik. Meskipun PAUD Sarwo Agung merupakan PAUD yang tidak banyak memiliki peserta didik, tetapi pendidik tidak patah semangat untuk memajukan PAUD Sarwo Agung dan tetap memanfaatkan media pembelajaran dengan baik dan benar. Terdapat banyak media yang dimanfaatkan oleh pendidik salah satunya yaitu media menggunakan permainan tradisional, media ini digunakan karena permainan tradisional mempunyai kedudukan yang penting, baik dalam melatih pancaindera maupun mendukung tumbuhnya budi pekerti. Salah satu permainan yang dapat mewujutkan hal tersebut adalah permainan tradisional. Permainan tradisional, khususnya berbagai permainan tradisional Jawa dapat mengembangkan ketelitian, kecekatan, perhitungan, kekuatan, serta keberanian.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti di PAUD Sarwo Agung beberapa waktu yang lalu terkait dengan proses pembelajaran di kelas pada media pembelajaran permainan tradisional juga mengalami berbagai kendala dalam mengelola proses pembelajaran. Pertama, belum semua pendidik mampu menggunakan dan memanfaatkan media pembelajaran secara fungsional, hal tersebut tampak dari proses pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan media permainan tradisional masih cenderung kurang optimal misalnya guru masih kesulitan mengendalikan peserta didik yang


(26)

mengganggu proses belajar mengajar seperti bermain sendiri, ngobrol dengan teman yang lain saat pembelajaran, tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh saat pendidik menyampaikan materi dengan menggunakan media permainan tradisional, dan ada juga peserta didik yang mengantuk.Kedua, Anak usia dini belum banyak mengetahui tentang berbagai macam permainan tradisional yang ada dan cenderung lebih mengenal permainan modern seperti permainan di HP, playstation, dan video games. Ketiga, peserta didik memiliki tingkat egosentris yang tinggi karena mereka sering berinteraksi dengan benda mati dan menyebabkan peserta didik memiliki konflik dengan teman sebayanya.

Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu pembelajaran. Semakin besar motivasi seorang anak, maka tujuan pembelajaran akan semakin mudah dicapai. Prestasi yang baik dapat dicapai dengan melakukan usaha tekun. Motivasi dalam belajar dapat dikenali dengan melihat beberapa perilaku yang terdapat pada anak seperti: melakukan sesuatu dengan tuntas, mempunyai keinginan untuk mengulang kegiatan, mengerjakan dengan tepat, tekun dan ulet menghadapi kesulitan, melakukan pengorbanan untuk menyelesaikan kegiatan, mencapai target yang ingin dicapai dan memilki sikap senang atau antusias terhadap kegiatan. Dengan adanya berbagai macam media yang ada di PAUD Sarwo Agung dan menurut pengamatan yang dilakukan di PAUD Sarwo Agung, maka peserta didik menjadi termotivasi untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar di PAUD Sarwo Agung.


(27)

Semua jenis permainan tradisional yang dapat diterapkan oleh pendidik dalam pembelajaran anak usia dini, tetapi pelaksanaan permainan tradisional dapat terlaksana dengan baik secara rutin satu kali dalam seminggu. Pelaksanaan permainan tradisionalpun tidak hanya dilakukan didalam ruang tetapi juga dilingkungan sekitar dengan tujuan agar peserta didik berinteraksi dengan teman maupun lingkungannya. Mengingat bahwa banyak hal positif yang dapat diambil dari kegiatan permainan tradisional, terutama dalam membantu meletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan komunikasi anak usia dini maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengetahui kemampuan guru dalam memanfaatkan permainan tradisional di PAUD Sarwo Agung Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kemampuan yang dimiliki oleh guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di PAUD Sarwo Agung Bejiharjo Gunung Kidul sudah ada namun belum maksimal.

2. Tidak semua lembaga PAUD memasukkan permainan tradisional dalam kurikulum pembelajaran, sehingga permainan tradisional mulai hilang. 3. Kurangnya kemampuan guru dalam memanfaatkan permainan


(28)

4. Pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan permainan tradisional masih mengalami banyak kendala seperti kurangnya sosialisasi mengenai permainan tradisional, kemampuan guru dalam mengembangkan permainan tradisional masih kurang maksimal.

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada kemampuan guru dalam memanfaatkan permainan tradisional, pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan permainan tradisional dan faktor pendorong serta faktor penghambat pelaksanaan pembelajaran melalui permainan tradisional di PAUD Sarwo Agung Bejiharjo Karangmojo, Gunung Kidul.

D. Rumusan Masalah

Dari identifikasi dan batasan masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan guru dalam memanfaatkan permainan tradisional di PAUD Sarwo Agung ?

2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran di PAUD Sarwo Agung melalui permainan tradisional ?

3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat pemanfaatan permainan tradisional dalam pembelajaran anak usia dini di PAUD Sarwo Agung? E. Tujuan Penelitian


(29)

1. Mendeskripsikan kemampuan guru dalam memanfaatkan permainan tradisional di PAUD Sarwo Agung, Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul.

2. Pelaksanaan pembelajaran di PAUD Sarwo Agung melalui permainan tradisional

3. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan permainan tradisional di PAUD Sarwo Agung, Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul.

F. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini,penulis berharap bahwa penelitian ini dapat berkontribusi dalam pendidikan anak usia dini. Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu yang bermanfaat dalam pendidikan anak usia dini baik formal maupun non formal terutama ditujukan pada PAUD Sarwo Agung Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul, sebagai satu lembaga yang ada di Gunung Kidul, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dengan tetap melestarikan permainan tradisional dalam mendukung perkembangan komunikasi anak.


(30)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pendidikan Luar Sekolah

1) Penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian keilmuan Pendidikan Luar Sekolah terkait dengan perkembangan Pendidikan Anak Usia Dini, khususnya permainan tradisional dalam mendukung perkembangan komunikasi anak usia dini 2) Sebagai sarana pengembangan pengetahuan tentang permainan

tradisional dalam mendukung perkembangan komunikasi anak usia dini.

b. Bagi Peneliti

1) Peneliti mendapatkan pengetahuan tentang kemampuan guru dalam memanfaatkan permainan tradisional di PAUD Sarwo Agung, Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul.

2) Memberikan pengalaman nyata dapat mengetahui secara langsung situasi dan kondisi yang nantinya berguna bagi kemajuan diri peneliti.

c. Bagi Lembaga PAUD

1) Sebagai masukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran melalui permainan tradisional pada anak usia dini dalam mendukung perkembangan anak usia dini.

2) Memberikan sumbangsih pengetahuan dan wawasan bagi pengelola dalam memberikan inovasi program pendidikan anak usia dini.


(31)

3) Mengetahui kelebihan dan kelemahan pelaksanaan permainan tradisional dalam mendukung perkembangan komunikasi anak usia dini.


(32)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Tentang Permainan Tradisional 1. Pengertian Permainan

Permainan merupakan sebuah wadah yang didalamnya terdapat sebuah aturan untuk dapat dimainkan, aturan tersebut bisa dikatakan tidak baku, karena terkadang aturan tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan pemainnya itu sendiri. Menurut Ericson damanik (2015) meneranngkan bahwa permainan adalah suatau media yang mengasyikan dan memuaskan bagi anak-anak untuk mempelajari sesuatu, dengan permainan anak belajar suatu hal tanpa disadari namunselalu diingat dan disimpan dalam memorinya karena sifatnya menyenangkan dan membantu anak mencapai perkembannga yang utuh baik fisik, sosial, moral, dan emosional. Sedangkan menurut Mayke S. Tedjasaputra (2005: 16) menjelaskan bahwa bermain adalah kegiatan yang lebih menekankan proses yang berlangsung dibandingkan hasil akhir. Lewat bermain, individu dapat menuangkan semua perasaannya. Bermain juga dapat mendorong munculnya kreativitas dalam diri individu yang melakukannya. Suasana bermain memungkinkan individu berfikir dan bertindak imajinatif dan penuh daya khayal.

Kegiatan bermain menjadi sangat penting bagi perkembangan fisik, psikis, dan sosial anak. Dalam kegiatan bermain, biasanya naak lebih memilih bermain dengan teman sebayanya. Teman sebaya membuat anak menyadari


(33)

bagaimana dan dimana kedudukan atau posisi dirinya. Keinginan untuk dapat diterima dalam kelompoknya sangat besar. Lila Wijayanti Saputri, (2013)

Mayke S. Tedjasaputra (2005: xvi) menyebutkan bahwa melalui bermain, anak dapat memetik berbagai manfaat bagi perkembangan aspek fisik-motorik, kecerdasan dan sosial emosional. Kepribadian positif pada anak akan timbul apabila dalam diri anak tersebut tumbuh rasa senang dan kreativitas untuk memaknai setiap kegiatan bermain yang mereka alami. Bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi anak, tidak ada tekanan dalam bermain karena kegiatan tersebut tidak mementingkan hasil akhir. Melalui bermain kreatifitas anak akan muncul sendiri diikuti perasaan puas pada akhir kegiatan, sehingga kegiatan ini dapatmengurangi kejenuhan anak-anak.

Permainan didefinisikan sebagai bentuk permainan yang dirancang untuk memberikan pengalaman pendidikan atau pengalaman belajar kepada para pemainnya, termasuk permainan tradisional dan “modern” yang diberi muatan pendidikan dan pengajaran. Atas dasar pengertian itu, permainan yang dirancang untuk memberi informasi atau menanamkan sikap tertentu, misalnya untuk memupuk semangat kebersamaan dan kegotongroyongan, termasuk dalam kategori permainan edukatif karena permainan itu memberikan pengalaman belajar kognitif dan afektif. Dengan demikian, tidak menjadi soal apakah permainan itu merupakan permainan “asli” yang khusus dirancang (by design) untuk pendidikan ataukah permainan “lama” yang


(34)

Bermain mempunyai peran penting dalam perkembangan anak pada hampir semua bidang perkembangan, baik perkembangan fisik motorik, bahasa, intelektual, moral, sosial, maupun emosional. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bermain memungkinkan anak bergerak secara bebas sehingga anak mampu mengembangkan kemampuan motoriknya Piaget dan Curtis dalam Slamet Suyanto, (2005:119). Pada saat bermain anak berlatih menyesuaikan antara pikiran dan gerakan menjadi suatu keseimbangan.

Bermain memberikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dengan objek. Anak memiliki kesempatan menggunakan indranya, seperti menyentuh, mencium, melihat, dan mendengarkan untuk mengetahui sifat-sifat objek. Dari pengindraan tersebut anak memperoleh fakta-fakta, informasi, dan pengalaman yang akan menjadi dasar untuk berpikir abstrak. Jadi bermain bisa menjembatani anak dari berpikir konkret ke berpikir abstrak. 2. Permainan Tradisional

Menurut Antok Soesanto (2014) Permainan tradisional adalah permainan yang dimainkan oleh anak-anak jaman dulu. Kebanyakan permainan ini dilakukan dengan cara kelompok. Kehidupan masyarakat di masa lalu yang bisa dibilang tidak mengenal dunia luar telah mengarahkan dan menuntun mereka pada kegiatan sosial dan kebersamaan yang tinggi. Saat ini prang lebih mengenal internet dan permainan online lainnya yangm menjamur seiring kemudahan berinternet. Jelas pula terlihat penurunan popularitas dari permainan tradisional lokal. Menurut Muhammad Zaini Alif dalam Lila Wijayanti Saputri. (2013). Masyarakat seakan telah lupa terhadap permainan-


(35)

permainan tradisional yang memiliki peran historis dalam pembentukan karakter dan budaya bangsa. Padahal, dalam permainan tradisional banyak nilai-nilai positif yang dapat diambil. Selain kita melestarikan budaya lokal, permainan tradisional juga diajarkan banyak nilai tentang kehidupan guna membentengi diri dari budaya luar yang bersifat negatif. Menurut Bettelheim yang dikutip oleh Mayke S. (2005: 60), permainan dan olahraga adalah kegiatan yang ditandai oleh aturan serta persyaratan-persyaratan yang disetujui bersama dan ditentukan dari luar untuk melakukan kegiatan dalam tindakan yang bertujuan. Permainan merupakan sebuah aktifitas rekreasi dengan tujuan bersenang-senang, mengisi waktu luang, atau berolahraga ringan. Permainan biasanya dilakukan sendiri atau bersama-sama (kelompok).

Menurut Hasan Alwi dalam KBBI edisi 3 (2007: 1208), tradisional berasal dari kata “tradisi” yang berarti kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan di masyarakat, sedangkan “tradisional” mengandung pengertian sikap dan cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional adalah aktifitas yang disetujui bersama dengan tujuan bersenang-senang dan aktivitas tersebut mengandung norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun temurun.

Permainan tradisional bisa bertahan atau dipertahankan karena pada umumnya mengandung unsur-unsur budaya dan nilai-nilai moral yang tinggi, seperti: kejujuran, kecakapan solidaritas, kesatuan dan persatuan, keterampilan


(36)

dan keberanian. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Irma Anwaliyah (2011:6) bahwa permainan tradisional dapat dijadikan alat pembinaan nilai budaya pembangunan kebudayaan nasional Indonesia. Pendapat lain menurut Agung Nugroho dalam Lila Wijayanti Saputri, (2013) mengatakan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam permainan tradisional adalah sebagai berikut:

1. Nilai demokrasi 2. Nilai pendidikan 3. Nilai kepribadian 4. Nilai kebersnian 5. Nilai kesehatan 6. Nilai persatuan, dan 7. Nilai moral

Permainan tradisional merupakan salah satu bentuk atau wujud kebudayaan yang memberi ciri khas pada suatu kebudayaan tertentu. Permainan tradisional anakusia dini merupakan salah satu aset budaya, yaitu modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahankan identitas budayanya di tengah masyarakat lain. Permainan tradisionaljuga dikenal sebagai kegiatan yang reaktif yang tidak hanya bertujuan untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai alat untuk memelihara hubungan dan kenyamanan sosial (Sukirman Dharmamulya, dkk, 2008:19).

Menurut Sujarno (2010: 148), permainan tradisional merupakan hasil budaya yang besar nilainya bagi anak dalam rangka berfantasi, berkreasi, berolahraga dan sebagai sarana untuk berlatih hidup sopan dan terampil dalam bermasyarakat. Kehidupan masyarakat baik kompleks maupun sederhana terdapat nilai budaya yang dipakai sebagai pedoman kehidupan yang dianggap penting dan bernilai. Kebudayaan sebagai karya manusia memiliki sistem


(37)

nilai, menurut C.Kluckhon dalam Siti Irene Astuti (2012: 22), sistem nilai budaya secara universal menyangkut lima masalah pokok kehidupan manusia yaitu:

a. Masalah mengenai hakekat dan hidup manusia (MH) b. Masalah mengenai hakekat dan karya manusia (MK)

c. Masalah mengenai hakekat dari kedudukan manusiadalam ruang waktu (MW)

d. Masalah mengenai hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar (MA)

e. Masalah mengenai hakekat hubungan manusia dengan sesama (MM) Oleh karena itu agar sistem nilai budaya dapat menjadi landasan hidup masyarakat maka, anak sejak dini sudah harus di persiapkan agar dapat meningkatkan perkembangan sosialnya antara lain melalui permainan tradisional.

Kebudayaan masyarakat Jawa sangat menyatu dalam kehidupan sehari-hari. Kebudayaan masyarakat tersebut juga dapat disebut dengan istilah folklor. Folklor terbagi menjadi tiga kelompok besar yaitu: (a) folklor lisan, (b) folklorsebagian lisan, (c) folklor bukan lisan. Berdasarkan pembagian tersebut dolanan tradisional sebagai salah satu bagian di dalamnya. Dolanan dan nyanyian anak tradisional adalah salah satufolkloryang terdiri dari kata-kata lagu dan gerak yang biasanya dikembangkan oleh anak- anak disertai dengan gerak atau tidak, serta kadang- kadang diiringi gamelan yang berisi nasehat dan bernada hiburan (Joko Pamungkas, 2010: 11).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan, dolanan atau permainan tradisional merupakan salah satu bentuk folklor yang beredar secara lisan dan memberi ciri khas pada suatu kebudayaan masyarakat tertentu sebagai warisan


(38)

dari generasi terdahulu yang di wariskan secara turun-temurun ke generasi selanjutnya sesuai norma dan adat kebiasaan yang ada, yang biasanya dilakukan oleh anak-anak dan memiliki tujuan mendapat kepuasan, kegembiraan, membangkitkan kreativitas serta mendekatkan diri anak dengan alam sekitarnya dan sang pencipta.

Adapun Jenis-jenis lagu dolanan anak yang digunakan dalam memainkan permainan tradisional menurut Jan Harold Brunvand (Danandjaja, 1993:146) dalam Joko Pamungkas, 2010: 11) Membagi lagu rakyat atau nyanyian tradisional menjadi tiga, yaitu

Nyanyian rakyat yang berfungsi pedagogis, nyanyian rakyatyangbersifat rilis, dan nyanyian rakyat yang berkisah. Ketiga kategori nyanyian tradisional ini masing-masing memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan jenis yang lainnya.

Jenis nyanyian rakyat yang berfungsi pedagogis merupakan jenis nyanyian yang memiliki tujuan-tujuan tertentu, seperti memberi nasehat, peringatan, larangan, dan sebagainya. Jenis nyanyian seperti ini lebih cenderung diciptakan atau dinyanyikan untuk mendidik atau memberi tahu sesuatu hal kepada anak-anak.

Nyanyian rakyat yang bersifat rilis merupakan jenis nyanyian yang mengutamakan unsur keindahan dan keseragaman rilis lagu. Kata -kata yang tergolong dalam jenis ini disusun atau dipilih sedemikian rupa sehingga dapat menampilkan sebuah rilis yang indah, tetapi mudah diingat dan dinyanyikan. Pada jenis nyanyian ini bisasanya pencapaian rilis atau nilai estetis didapat dengan persamaan jumlah suku kata tiap baris, persamaan farian suku kata pada tiap awal atau akhir baris, pengulangan dan sebagainya. jenis nyanyian ini lebih bersifat menghibur.

Nyanyian rakyat yang berkisah merupakan jenis nyanyian yang menyajikan sebuah cerita tentang suatu hal atau kejadian. Jenis nyanyian ini lebih bersifat prosa rilis atau cerita yang disusun dalam bentuk lagu sehingga mempunyai nilai estetis. Dengan demikian selain bernilai estetis dan bersifat menghibur, jenis nyanyian ini juga menceritakan suatu hal atau kejadian.

Sadjijo (1993: 49-54) dalam Joko Pamungkas (2010:12) menyebutkan terdapat 217 lagu anak tradisional atau dolanan . jenis-jenis nyanyian


(39)

tradisional tersebut antara lain: Kate-kate Dipanah, Ilir-ilir, Gajah-gajah, E Dhayohae Teko, Sluku-sluku Bathok, Buta Galak, Aku Due Pitik, Paman Tukang Kayu, Kidang Talun, Lincak-lincak, Enthik-enthik, Lesung Jumengglung, Mentok-mentok, Aku Wes Sekolah, Suwe Ora Jamu, Kodok Ngorek, Sayuk Rukun, Jago Kate, Jaranan-jaranan.

3. Jenis-Jenis dan Bentuk Permainan Tradisional

Adapun jenis-jenis permainan tradisional yang berasal dari berbagai daerah. Ada banyak sekali jenis permainan tradisional dari berbagai daerah yang memiliki banyak kesamaan bentuk dan cara bermainnya, namun biasanya berbeda nama permainannya. Menurut Sukirman Dharmamulya (2008: 35), permainan tradisional di tampilkan dalam bentuk sesuai dengan kategori menurut pola permainan yaitu:

a. Bermain, Bernyanyi dan Dialog

Merupakan permainan yang dilakukan dengan diselingi nyanyian, dialog, atau keduanya. Sifat dari permainan tradisional pada umumnya rekreatif, interaktif, yang mengekspresikan pengenalan tentang lingkungan, hiubungan sosial tebak- tebakan, dan sebagainya. Permainan dengan bernyanyi dan dialog melatih anak dalam bersosialisasi, responsif, berkomunikatif.

b. Bermain dan Olah Pikir

Merupakan jenis permainan yang lebih banyak membutuhkan konsentrasi berfikir, ketenangan, kecerdikan, dan strategi.

c. Bermain dan Adu Ketangkasan

Merupakan jenis permainan yang mengandalkan ketahanan dan kekuatan fisik.

Indonesia memiliki beraneka ragam suku bangsa dan budaya, sehingga banyak memiliki jenis-jenis permainan tradisional yang sering dimainkan oleh masyarakat untuk mengisi waktu luang selesai melakukan kegiatan sehari-hari (Soetoto Pontjopoetro, 2006:61). Pendapat tersebut sejalan dengan


(40)

pernyataan dari Aisyah Fad dalam bukunya yang berjudul “Kumpulan Permainan Anak Tradisional Indonesia”. Aisyah Fad (2014) membagi jenis permainan tradisional menjadi 4 kategori, yaitu :

1.Permainan Tradisional Dalam Rumah a. Sogok Ontong

b. Kancilan c. Damparan d. Cuwok e. Lompatan f. Sedang apa g. Gasing h. Pasaran i. Bekel j. Congklak

2.Permainan Luar Rumah a. Patil lele

b. Gobak sodor c. Bentengan d. Petak umpet e. Tembak-tembakan f. Ular naga

g. Semambu h. Donal bebek i. Jamuran j. Boyo-boyoan 3.Permainan 17-an

a. Makan kerupuk b. Bakiyak beregu c. Gebuk bantal d. Balap karung e. Sepeda lambat f. Balap kelereng g. Pukul air

h. Memindahkan belut i. Sepak bola sarung j. Pawe sepeda hias

4.Permainan Outbond dan Pramuka a. Bola menjawab

b. Berburu harta karun c. Loncat berantai d. Bintang berpindah e. Menebak rahasia f. Belajar tali pangkal


(41)

g. Kucing dan tikus h. Rantai nama i. Barisan bebek j. Pijat berantai

Sedangkan 15 jenis permainan tradisional yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta menurut S. Y Sugiyono, dkk (2007) yaitu Ancak-ancak alis, entik, Blarak-blarak sempal, Cublak-cublak suweng, Dakon, Delikan, Dhingklik oglak aglik, Egrang, Gatheg, Gobak sodor, Jamuran, Jeg-jeggan, Kucing-kucingan, Lempetan, dan Nini towok. Sebenarnya masih banyak lagi jenis permainan tradisional di DIY yang tercantum di dalam buku tersebut, hanya saja penulis mengambil 15 macam permainan tradisional. Sedangkan menurut Dharmamulya (1993) dalam Lila Wijayanti Saputri, (2013) ada berbagai permainan tradisional anak yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat DIY beberapa diantaranya yang populer:

a. Ancak-ancak alis b. Bentik

c. Cublak-cublak suweng d. Dhelikan

e. Dhakon

f. Dhingklik oglak aglik g. Gobak sodor

h. Jamuran i. Koko-koko j. Macanan k. Ndok-ndokan l. Pasaran m. Tawonan n. Tikus-tikusan o. Ulo-ulo dowo

Tiap daerah memiliki jenis dan cara bermain yang berbeda-beda, tetapi ada beberapa permainan yang mempunyai persamaan dalam hal cara bermain


(42)

dan peraturan, hanya nama yang berbeda. Permainan anak adalah salah satu jenis permainan yang diperuntukkan untuk anak-anak. Diantaranya berasal dari permainan tradisional yang berbeda-beda dari tiap daerah.

Permainan tradisional dikategorikan ke dalam tiga pola permainan antara lain permainan tradisional dengan bernyanyi, permainan tradisional dengan ketangkasan dan kemampuan fisik, serta permainan tradisional dengan olah pikir (Sukirman Dharmamulya, 2008:9). Khususnya di Jawa, ketiga kategori permainan tradisional tersebut masing-masing telah memiliki jenis dan macam yang amat beragam. Jenis permainan yang termasuk pada kategori permainan tradisional dengan bernyanyi di jawa antara lain, ancak ancak alis, bethet thing thong, bibi-bibi tumbas timun, cacah bencah, cublak-cublak suweng, dhingklik oglak aglik, dhoktri, epek-epek, gajah talena, gatheng genukan, gowokan, jamuran, koko-koko, kucing-kucingan, nini thowok, sliring gendhing, dan lain-lain (Sukirman Dharmamulya, 2008:9). Permainan-permainan tersebut dimainkan dengan iringan berbagai nyanyian dan dialog tertentu.

Jenis permainan pada kategori kedua adalah permainan tradisional dengan ketangkasan dan kemampuan fisik yang termasuk dalam jenis permainan tradisional dalam kategori ini, khususnya di Jawa antara lain, anjir, engklek, bengkat, benthik, dekepan, dhing-dhingan, dhukter, dhul-dhulan, embek-embekan, jeg- jegan, jirak, layung, pathon, patil lele, dan lain-lain Sukirman (Dharmamulya, 2008:9). Jenis-jenis permainan tradisional pada kategori kedua ini dimainkan dengan lebih banyak melibatkan aktivitas


(43)

fisik serta kegiatan mengadu ketangkasan. Kategori ketiga permainan tradisional ini meliputi jenis-jenis permainan tradisional dengan olah pikir. Kategori tersebut menunjukkan bahwa permainan tradisional pada jenis ini tidak banyak melibatkan aktivitas fisik namun lebih banyak melibatkan aktifitas penalaran, kognitif maupun daya pikir. Jenis-jenis permainan tradisional pada jenis ini, khususnya di Jawa antara lain, bas- basan sepur, dhakon, mul-mulan, macanan, dan lain-lain(Sukirman Dharmamulya, 2008:9).

Banyaknya jenis dan ragam permainan tradisional akan semakin menambah referensi dalam memunculkan variasi kegiatan bermain yang berkualitas dan bernilai edukatif bagi anak usia dini. Kegiatan dalam permainan tradisional dapat dimanfaatkan sebagai sarana dalam mengembangkan atau meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak usia dini.

Permainan tradisional yang bersifat edukatif, terdapat unsur-unsur pendidikan di dalamnya. Disimpulkan melalui permainan seperti bermain, bernyanyi dan dialog, bermain dan olah pikir, serta bermain adu ketangkasan anak-anak diperkenalkan dengan berbagai macam keterampilan dan kecakapan yang nantinya akan mereka perlukan dalam menghadapi kehidupan sebagai anggota suatu kelompok atau masyarakat.

Permainan tradisional memiliki beberapa manfaat. Semua bentuk, sifat dan jenis permainan pada dasarnya memberikan rangsangan dalam memperbanyak jaringan pada otak yang akan menentukan cara berfikir,


(44)

berperilaku, dan kepribadian seseorang. Setiap permainan tradisional anak terdapat tata cara atau peraturan yang menjadi ketentuan secara turun temurun yang menurut sikap positif dan terhadap aturan permainan. Kegiatan bermain pada anak membantu mereka memahami dan mempraktikkan kemampuan dalam mengembangkan rasa, intelektual, sosial dan keterampilan sosial mereka yang dilakukan dengan rasa senang sehingga semua kegiatan bermain anak menghasilkan proses belajar pada anak (Hadiwinarto, 2009:143).

Permainan tradisional juga dapat sebagai sarana penting untuk proses sosialisasi. Dalam permainan tradisional anak dapat belajar budaya serta nilai-nilai sosial yang diperlukan sebagai pedoman dalam pergaulan di masyarakat. Sujarno (2010: 170), menyebutkan bahwa terdapat beberapa nilai yang terkandung dalam permainan tradisional yang dapat bermanfaat untuk perkembangan anak antara lain kebebasan, tanggung jawab, solidaritas, ketaatan, edukatif, sportifitas, dan hiburan. Berbagai nilai yang terkandung dalam permainan tradisional anak tersebut menggambarkan bahwa permainan tradisional dapat digunakan sebagai media yang tepat untuk mendukung perkembangan anak.

Sukirman Dharmamulya, dkk (2008: 21), menyatakan bahwa permainan tradisional anak mengandung beberapa nilai-nilai tertentu yang dapat ditanamkan dalam diri anak dan membiasakan anak pada berbagai interaksi dengan individu dan kelompok masyarakatnya. Nilai-nilai tersebut antara lain rasa senang, adanya rasa bebas, rasa berteman, rasa tanggung jawab, rasa


(45)

patuh dan saling membantu, dan nilai-nilai yang sangat baik dan berguna bagi perkembangan anak.

Sejalan dengan pendapat di atas permainan tradisional anak merupakan unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh, karena permainan tradisional memberikan pengaruh yang tidak kecil di kemudian hari terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan komunikasi anak, selain itu permainan tradisional anak juga dianggap sebagai salah satu unsur kebudayaan yang memberi ciri khas tertentu pada suatu kebudayaan sehingga membedakan dengan kebudayaan yang lain.

4. Manfaat Permainan Tradisional

Bermain sangat penting bagi anak. Penting bagi pertumbuhan dan perkembangan mereka. Para ahli sepakat, anak-anak harus bermain agar mereka dapat mencapai perkembangan yang optimal. Tanpa bermain, anak akan bermasalah di kemudian hari. Herbert Spencer (Catron & Allen, 1999) menyatakan bahwa anak bermain karena mereka punya energi lebih. Energi ini mendorong mereka untuk melakukan aktivitas sehingga mereka terbebas dari perasaan tertekan.

Sementara menurut Moritz Lazarus dalam Tadkiroatun Musfiroh (2008:5) , anak bermain karena mereka memerlukan penyegaran kembali atau mengembalikan energi yang habis digunakan untuk kegiatan rutin sehari-hari. Lebih lanjut menurut Karl Groos, anak bermain karena anak perlu belajar merespon dan belajar peran-peran tertentu dalam kehidupan: peran dokter,


(46)

tentara, pedagang. Anak juga karena mereka perlu melepaskan desakan emosi secara tepat (Freud, 1958 dalam isenberg & Jalango, 1993).

Lebih dari satu pakar ahli mengatakan bahwa bermain pada masa anak-anak atau pada masa pertumbungan sangatlah bermanfaat bagi perkembangannya, baik rohani maupun jasmani. Hal tersebut sejalan dengan Lila Wijayanti Saputri, (2013) menyatakan bahwa manfaat permainan tradisional yaitu sebagai berikut:

A. Jasmani

Badan menjadi sehat dan kuat, dapat menghilangkan kekakuan badan, seluruh pancaindranya dapat digunakan dengan baik, lancar, dan cekatan.

B. Rohani

Tumbuhnya ketajaman berpikir, kehalusan rasa serta kekuatan kemauan, disiplin, tertib, membiasakan bersikap waspada, membiasakan berpikir riil dan menghilangkan rasa segan atau mudah putus asa.

Menurut Sujarno, dkk (2007:164) menyatakan bahwa dalam bermain anak-anak tidak hanya mengembangkan kemampuan tubuh, otot, koordinasi gerakan, namun juga kemampuan berkomunikasi, berkonsentrasi, dan keberanian mencetuskan ide-ide kreatifnya. Dengan demikian, nilai-nilai hidup seperti cinta, menghargai orang lain, kejujuran, sportifitas, disiplin diri dan kemampuan menghargai orang lain akan diperoleh dari interaksinya dengan orang lain saat bermain bersama. Permainan tradisional anak dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk menumbuhkan berbagai bentuk komunikasi sebagai ungkapan sosial dalam pergaulan mereka terhadap teman sepermainnya, Suharsimi Arikunto, dkk (2006: 1). Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat permainan tradisional adalah untuk


(47)

mencapai perkembangan yang optimal dan menumbuhkan berbagai bentuk komunikasi sebagai ungkapan sosial dalam pergaulan mereka terhadap teman sepermainnya.

Permainan memiliki kedudukan yang penting, baik dalam melatih pancaindera maupun mendukung tumbuhnya budi pekerti. Salah satu permainan yang dapat mewujudkan hal tersebut adalah permainan tradisional. Permainan tradisional, khususnya sebagai permainan permainan tradisional jawa dapat mengembangkan ketelitian, kecekatan, perhitungan, kekuatan, serta keberanian. Berdasarkan pernyataan tersebut maka permainan tradisional dapat dikatakan sangat potensial untuk dikembangkan pada era sekarang karena esensi dan manfaatnya tidak kalah dengan permainan modern.

Permainan tradisional memiliki manfaat terkait dengan asal usul terbentuknya yakni dari hasil budaya anak- anak yang ingin berfantasi dan berekreasi (Ahmad Yunus, 1980:6). Manfaat tersebut antara lain melatih anak- anak dalam hidup bermasyarakat , melatih keterampilan, mengajarkan perilaku sopan santun, melatih ketangkasan, dan sebagainya. Permainan tradisional umumnya bersifat rekreatif (Ahmad Yunus, 1980:18), namun begitu tetap ada berbagai unsur dan nilai yang terkandung dalam permainan tradisional, dimana unsur-unsur tersebut mengandung manfaat yang cukup beragam bagi para pelaku permainan tradisional, khususnya bagi anak-anak yang tengah tumbuh dan berkembang. Unsur-unsur kebermanfaatan dalam permainan tradisional tersebut antara lain, dalam bidang pendidikan, perilaku


(48)

dan kepribadian (sopan santun), ketangkasan, kecekatan, perhitungan, perkiraan, keterampilan, bahkan kemiliteran.

Permainan tradisional memiliki berbagai macam manfaat bermanfaat (Siagawati, 2006:55), antara lain:

a. Aspek jasmani meliputi, unsur kekuatan dan daya tahan tubuh serta kelenturan

b. Aspek psikologis meliputi, kemampuan berpikir, berhitung, kemampuan membuat strategi, mengatasi hambatan, daya ingat, kreativitas, fantasi serta perasaan irama.

c.Aspek sosial meliputi, kerjasama, keteraturan, serta hormat menghormati. Unsur- unsur kebermanfaatan dalam permainan tradisional tersebut tentu akan membawa efek positif bagi pelakunya, khususnya anak- anak. Unsur-unsur kebermanfaatan dalam berbagai bidang yang ditawarkan dalam permainan tradisional sangat diperlukan anak-anak di masa dewasanya kelak (Ahmad Yunus, 1980:18). Unsur- unsur tersebut belum tentu semuanya akan didapat dari bangku sekolah, khususnya berbagai keterampilan hidup yang diajarkan di sekolah. Selain itu, permainan tradisional juga penting artinya dalam usaha membina sarana sosialisasi serta pembinaan dan pengembangan kebudayaan nasional secara keseluruhan (Ahmad Yunus, 1980:7).

Permainan tradisional merupakan unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh, karena permainan ini memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial anak dikemudianhari (Sukirman Dharmamulya, 2008:29). Permainan tradisional


(49)

juga dianggap sebagai aset budaya dan modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahankan keberadaan dan identitasnya serta dapat memberikan ciri dan waktu khas tertentu pada suatu kebudayaan.

Sebagian besar dari jenis permainan tradisional merupakan jenis permainan yang dilakukan dalam kelompok, bukan individual. Hal ini menunjukkan bahwa permainan tradisional dapat berperan dalam membuka wawasan bahwa manusia perlu berhubungan satu sama lain serta menjadi wahana pemenuhan kebutuhan dasar manusia yaitu keinginan bersosialisai yang terpantul dalam sendi-sendi bermain yang penuh gelak tawa (Suwardi Endraswara, 2010:112).

Dari berbagai macam pendapat para tokoh di atas maka dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional memiliki berbagai macam manfaat untuk perkembangan berbagai aspek kecerdasan anak, seperti fisik motorik, kognitif, bahasa, nilai agama dan moral serta emosional. Permainan tradisional ini dapat digunakan sebagai sarana dalam mengembangkan perilaku sosial anak usia dini, khususnya kemampuan kerjasama.

5. Pemanfaatan Permainan Tradisional

Permainan tradisional merupakan unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh, karena permainan ini memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan kejiwaan, sifat dan kehidupan sosial anak di kemudian hari (Sukirman Dharmamulya, 2008:29) Permainan tradisional juga dianggap sebagai aset budaya dan modal bagi suatu masyarakat untuk


(50)

mempertahankan keberadaan dan identitasnya serta dapat memberikan ciri dan warna khas tertentu pada suatu kebudayaan.

Pemanfaatan permainan tradisional dalam kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan prinsip dan kegunaannya. Berkaitan dengan keguanaannya, permainan dapat berfungsi untuk pengembangan, fungsi rekreatif, fungsi aktivitas, fungsi sosialisasi seperti diuraikan di bawah ini (Astati, 1995:126).

a. Fungsi Pengembangan

Bermain dapat mengembangkan dan melancarkan perbedaan darah, pencernaan makanan, pernafasan, ketajaman penglihatan, pendengaran, tenaga, kondisi gerak dan lain-lain. Berlatih dapat melatih dan mengembangkan daya pikir, kreasi, ekspresi, imajinasi, dan lain-lain. Dalam bermain dapat melatih anak untuk menahan diri, menyatakan perasaan, menerima kekalahan, dan lain-lain. Bermain dapat melatih anak umtuk mengenal orang lain, bekerja sama atau berpartisipasi dalam satu kegiatan.

b. Fungsi Rekreatif

Dalam bermain dapat diperoleh unsur kesenangan, kegembiraan, karena tidak ada unsur paksaan dan target yang ditentukan untuk dicapai. Jadi anak memperoleh keleluasaan untuk melakukan sesuatu. Bila anak menunjukkan kesalahan maka teguran hendaknya dikurangi. Sebaiknya ia diberikan petunjuk untuk melakukan sesuatu dan ia melakukannya sendiri.


(51)

Dengan bermain, anak melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dia mainkan. Ia tidak dapat mendapatkan langkah-langkah yang telah tersusun dengan rapi. Ia menentukan sendiri bentuk aktivitasnyasehingga ia tidak menyiapkan lebih dahulu aktivitas apa yang akan dilakukannya.

d. Fungsi Sosialisasi

Kemampuan sosial seorang anak dapat berkembang dengan seringnya ia bermain bersama-sama dengan anak lain. Melalui bermain bersama-sama anak dapat bekerja sama (saling membantu), berkomunikasi, mengetahui sifat temannya, dan lain-lain. Karena terapi bermain hendaknya dilakukan bersama-sama di samping bermain dapat juga dilakukan sendiri (Astati, 1995: 127).

Pemanfaatan permainan tradisional didapat dengan mengambil fungsi-fungsi yang ada dalam permainan tradisional. Permainan tradisional dimanfaatkan untuk mengembangkan potensi anak didik sesuai dengan perkembangan usia anak didik, baik aspek fisik, mental, emosi, kognitif dan yang lainnya. Pemanfaatan permainan tradisional harus disesuaikan dengan hakikat anak diantaranya ingin bermain, suka bergerak, ingin tahu, jujur, ingin berteman, suka hal yang baru, suka disanjung, ingin mencoba, ingin meniru, dan ingin menang. Selain itu dalam kegiatan belajar mengajar perlu disediakan alat-alat permainan yang bervariasi, tetapi tidak harus mahal. Akan lebih baik jika alat permainan itu bisa dibuat sendiri oleh pendidik.


(52)

B. Kompetensi Profesi Guru TK 1. Pengertian Profesionalisme Guru

Profesionalisme guru berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau ditekuni oleh seseorang.Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan kademis. Yang intensif, Webstar dalam Kunandar (2007: 45). Jadi profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang menmenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU Nomor 14 Tahun 2005 tantang Guru dan Dosen).

Berdasarkan definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu keahlian (skill) dan kewenangan dalam suatu jabatan tertentu yang mensyaratkan kompetensi (Pengetahuan, sikap, dan keterampilan) tertentu secara khusus yang diperoleh dari pendidikan akademik yang intensif.

Menurut Moh Ali dalam Kunandar (2007:47) suatu pekerjaan profesional memerlukan persyaratan khusus yakni: a. Menuntut adanya keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam; b. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya; c. Menuntut adanya tingkat pendidikan yang memadai; d. Adanya


(53)

kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya; e. Memjungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. Menurut Usman dalam Kunandar (2007: 47) dikatakan bahwa persyaratn profesional guru yaitu : a. Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya; b. Memiliki klien/objek layanan yang tetap, seperti dokter dengan pasiennya, guru dengan muridnya; c. Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.

Menurut Surya dalam Kunandar (2007: 47) guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas- tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Selain itu juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya. Dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru Profsional adalah guru yang mengenal tentang dirinya. Yaitu, dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk/dalam belajar. Guru dituntut mencari tahu terus menerus bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar. Maka, apabila ada kegagalan peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebabnyadan mencari jalan keluar bersama peserta didik bukan mendiamkannya atau malah menyalah- nyalahkannya Kunandar (2007: 48).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa guru yang profesional adalah guru yang mengenali tentang dirinya bahwa ia adalah seorang guru yang berkewajiban untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada masyarakat sekitar dan memaksimalkan kompetensi yang dimilikinya di dalam dunia pendidikan. Guru yang profesional adalah guru


(54)

mampu mengabdikan kompetensi yang dimilikinya dalam bidang pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien.

2. Pengertian Kompetensi

Kompetensi menurut Usman dalam Kunandar (2007: 51) adalah suatu hal yang, menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif. Pengertian ini mengandung makna bahwa kompetensi itu dapat digunakan dalam dua konteks, yakni: pertama, sebagai indikator kemampuan yang menunjukkan kepada perbuatan yang diamati. Kedua, sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek kognitif, afektif dan perbuatan serta tahap-tahap pelaksanaanya secara utuh. Kompetensi juga dapat diartikan sebagai pengetahuan keterampilan dan kemapuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.

Kompetensi juga dapat diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dengan demikian kompetensi yang dimiliki oleh guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya (Direktorat Tenaga Kependidikan Depdiknas, 2003). Sementara itu kompetensi menurut Kepmendiknas 045/U/2002 adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap


(55)

mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu.

Menurut Syaiful Sagala(2011: 23), kompetensi merupakan peleburan dari pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu), dan keterampilan (fisik) yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Selain itu kompetensi juga merupakan gabungan dari kemampuan, pengetahuan, kecakapan, sikap, sifat pemahaman, apresiasi dan harapan yang mendasari karakteristik seseorang untuk berunjuk kerja dalam menjalankan tugas atau pekerjaan guna mencapai standar kualitas dalam pekerjaan nyata. Hal ini dapat diartikan bahwa kompetensi pada seseorang merupakan perpaduan dari penguasaan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak dalammelaksanakan tugasnya. Jadi, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru untuk dapat melaksanakan tugas-tugasnya. Menurut Marselus (2011: 17), kompetensi adalah

“Kemampuan yang dimiliki seseorang yang didapatkan dari pendidikan, pengalaman ataupun pelatihan sehingga orang tersebut dapat melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik dan dengan hasil yang memuaskan.”

Menurut Marselus (2011:11), orang yang memiliki kualifikasi akademik sesuai dengan bidang garapannya seharusnya juga akan memiliki kompetensi yang memadai tapi tidak selamanya demikian. Seorang guru yang berijazah S1/D-IV kependidikan tertentu belum tentu dapat memenuhi kompetensi yang seharusnya ia miliki. Namun dapat saja


(56)

terjadi seorang yang tidak sesuai kualifikasi akademiknya mampu menyampaikan pelajaran secara menarik, terampil dalam mengajar, dan mudah dipahami oleh para siswa.

Menurut Muhammad Uzer Usman (2006: 34) seorang guru seyogyanya mampu mengemban dan melaksanakan tanggung jawabnya. Selain itu, setiap guru juga harus memiliki berbagai kompetensi yang relevan dengan tugas dan tanggung jawab tersebut. Guru harus menguasai cara belajar efektif, harus mampu membuat model satuan pelajaran, mampu memahami kurikulum secara baik, mampu mengajar di kelas, mampu menjadi model bagi siswa, mampu memberikan nasihat dan petunjuk yang berguna, mengusai teknik-teknik memberikan bimbingan dan penyuluhan, mampu menyusun dan melaksanakan prosedur penilaian kemajuan belajar dan sebagainya.

Dari beberapa pengertian di atas dapat ditegaskan bahwa kompetensi adalah segala kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya, sehingga hasil yang didapatkan memuaskan. Biasanya kompetensi mencangkup mengenai pengetahuan, keterampilan, perilaku, kecakapan, sikap, dan sifat yang dimiliki oleh seseorang.

2. Macam Kompetensi Guru

Kompetensi sebagai agen pembelajaran meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi (PP 19 Tahun 2005) tentang Standar Nasional Pendidikan.


(57)

Pada peraturan pemerintah Nomor 74 tahun 2008 tentang guru pada Bab II menerangkan kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran agar peserta didik dapat lebih dengan mudah menerima materi yang diberikan, kompetensi pedagogik sekurang- kurangnya meliputi; 1) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; 2) pemahaman terhadap peserta didik; 3) pengembangan kurikulum atau silabus; 3) penyiapan materi dan cara yang akan dilakukan dalam pembelajaran; 4) pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran; 5) evaluasi hasil belajar; dan 6) pengembangan peserta didik agar potensi yang ada pada peserta didik dapat terus berkembang.

b. Kompetensi Kepribadian

Pada peraturan pemerintah nomor 74 Tahun 2008 tentang guru pada Bab II menerangkan seorang guru harus memiliki kepribadian yang baik karena perilaku guru akan ditiru dan merupakan contoh bagi peserta didiknya, kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, arif, bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, dapat menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri, serta mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

c. Kompetensi Sosial

Pada peraturan pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang guru pada Bab II menerangkan kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat, bagaimana cara guru dalam berhubungan dengan


(58)

orang lain yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk; 1) berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun; 2) menggunakan teknologi dan informasi secara fungsional; 3) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pemimpin satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik; 4) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku; dan 5) menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

d. Kompetensi Profesional

Pada peraturan pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang guru pada Bab II menerangkan kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu, menguasai konsep keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

Kompetensi profeional erat kaitannya dengan bidang studi seseorang, menurut Slamet PH dalam Syaiful Sagala(2011: 39) terdiri dari sub-kompetensi (1) memahami mata pelajaran yang telah dipersiapkan untuk mengajar; (2) memahami standar kompetensi dan standar isi mata pelajaran


(59)

yang tertera dalam Peraturan Menteri serta bahan ajar yang ada dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP); (3) memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menaungi materi ajar; (4) memahami hubungan konsep antara mata pelajaran terkait; (5) menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. Peranan guru sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran, guru yang digugu dan ditiru adalah suatu profesi yang mengutamakan intelektualitas, kepandaian, kecerdasan, keahlian berkomunikasi, kebijaksanaan dan kesabaran tinggi. Hanya orang- orang tertentu saja yang dapat menjadi seorang guru yang profesional, karena jika seorang tampak pandai dan cerdas bukan penentu keberhasilan orang tersebut menjadi guru.

Dari pengertian di atas ada empat macam kompetensi guru yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.Kompetensi profesional mencangkup pemahaman mengenai materi ajar, struktur, metode, dan konsep keilmuan serta mampu menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

3. Faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Guru

Menurut Sutermeiser, dalam Eko Putro Widoyoko, (2005: 12) faktor-faktor yang mempengaruhi kerja karyawan, maka kompetensi guru juga dipengaruhi oleh faktor diri atau faktor internal dan faktor situasional atau faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri individu guru meliputi:


(60)

Kemampuan yang dimiliki oleh guru,seperti pendidikan yang telah di tempuh oleh guru sampai tingkat SMA/Sarjana.

b. Pengalaman mengajar

Pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru selama mengabdikan dirinya di dalam pendidikan. Ada berbagai kemungkinan untuk mendapatkan pengalaman mengajar yaitu dengan cara mengajar pada beberapa tempat yang berbeda. Dengan mengajar di tempat yang berbeda, maka pengalaman mengajar yang dimiliki akan semakin banyak.

c. Penataran dan pelatihan

Suatu usaha untuk memperbaiki prestasi kerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung jawabnya. Idealnya pelatihan harus dirancang untuk mewujudkan tujuan-tujuan para pendidik secara perorangan yaitu meningkatkan prestasi mengajar dan keterampilan guru dalam proses belajar mengajar.

d. Etos kerja

Totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih prestasi mengajar yang optimal. Menurut pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kompetensi guru adalah:


(61)

(1)Pengetahuan, pemahaman, serta kemampuan guru dalam kemampuan kognitif yang dimilikinya yang diperoleh pada saat pendidikan yang selama ini telah ditempuh.

(2)Kemampuan yang baik dan pengalaman mengajar yang lama dan banyak, dimiliki oleh pendidik.

(3)Minat dan etos kerja, kecenderungan seorang guru untuk melakukan suatu perbuatan yang ingin dia geluti.

4.Kemampuan Guru dalam Memanfaatkan Media Pembelajaran a. Pengertian media pembelajaran

Menurut Syaiful Sagala (2006: 12), pembelajaran berasal dari kata “belajar” yang artinya proses mencari ilmu yang terjadi dalam diri seseorang melalui latihan, pembelajaran dan sebagainya sehingga terjadi perubahan dalam diri, sedangkan menurut Yatim Riyanto (2009: 131) pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan belajar akan melibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efisien.

Konsep dasar pembelajaran yang dirumuskan dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 yakni pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, dimana pendidik merupakan subyek pembelajaran dan peserta didik adalah obyek dari pembelajaran tersebut.

Menurut D. Sudjana (2000: 96), tujuan belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku peserta didik yang meliputi aspek-aspek


(62)

pengetahuan, ketrampilan, sikap, nilai-nilai dan inspirasi. Berdasarkan pendapat tersebut, kegiatan belajar mampu mengubah individu atau peserta didik ke arah perubahan yang lebih baik.

Martinis Yamin dan Maisah (2009:164), menjelaskan bahwa pembelajaran adalah suatu konsep yang bisa berkembang seirama dengan tuntutan kebutuhan hasil pendidikan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang melekat pada wujud pengembangan kualitas sumber daya manusia. Jadi, pembelajaran bersifat dinamis yang dapat berubah sesuai dengan tujuan dalam rangka peningkatan kualitas peserta didik.

Pembelajaran merupakan proses interaksi pendidik dan peserta didik dalam suatu suasana belajar dimana proses tersebut berusaha merubah tingkah laku peserta didik yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap-sikap, nilai-nilai dan inspirasi.

Azhar Arsyad (2006: 3) menjelaskan bahwa media adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2005:7), bahwa fungsi utama media pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar, yakni menunjang penggunaan metode mengajar yang dipergunakan guru. Jadi media pembelajaran adalah alat bantu mengajar yang dapat berupa manusia, materi atau kejadian yang mendukung proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap kepada peserta didik.


(63)

b. Jenis dan manfaat media pembelajaran

Kedudukan media dalam pembelajaran merupakan alat bantu yang mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Leshin, Pollock & Reigeluth dalam Azhar Arsyad (2006: 36), mengklasifikasikan media kedalam lima kelompok yaitu :

(a) media berbasis manusia (guru, instruktur, tutor, main-peran, kegiatan kelompok, field-trip); (b) media berbasis cetak (buku, penuntun, buku latihan (workshop), alat bantu kerja, dan lembaran lepas); (c) media berbasis visual (buku, alat bantu kerja, dan bagan, grafik, peta, gambar, transparansi, slide); (d) media berbasis audio visual (video, film, program slide tape, televisi); dan (e) media berbasis komputer (pengajaran dengan bantuan komputer, interaktif video, hypertext).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa klasifikasi media pembelajaran meliputi:

1) Media berbasis manusia yang meliputi guru, instruktur, tutor, main-peran, kegiatan kelompok, field-trip. Media berbasis manusia ini dapat mengubah sikap peserta melalui pengalaman langsung yang terdapat di lingkungannya baik lingkungan sosial dan alam.

2) Media berbasis cetak meliputi buku, penuntun, buku latihan (workshop), alat bantu kerja, dan lembaran lepas yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menyampaikan materi pembelajaran.

3) Media berbasis visual dapat mempermudahpemahaman siswa terhadap materi karena dapat menghubungkan materi dengan dunia nyata


(64)

sehingga mudah untuk diingat siswa. Media yang berbasis visual antara lain buku, alat bantu kerja, dan bagan, grafik, peta, gambar, transparansi, slide.

4) Media berbasis audio visual menggabungkan gambar dengan suara. Penggabungan suara dengan gambar dapat menumbuhkan minat belajar dan memusatkan perhatian siswa. Media berbasis audio- visual meliputi :video, film, program slide tape, televisi.

5) Media berbasis komputer dapat menyajikan informasi isi materi pelajaran sekaligus menjadi latihan langsung bagi siswa. Media berbasis komputer meliputi pengajaran dengan bantuan komputer, interaktif video, hypertext.

Penggunaan media dalam pembelajaran memiliki manfaat- manfaat positif bagi proses pembelajaran. Menurut Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2005: 2) menfaat penggunaan media pembelajaran meliputi:

1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar;

2) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik;

3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata- mata berkomunikasi verbal melalui penuturan kata- kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran;

4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain


(65)

seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain .

Media dalam pembelajaran dilakukan untuk mempermudah proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar. Berbagai penelitian dilakukan terhadap penggunaan media pembelajaran sampai pada kesimpulan bahwa pembelajaran yang menggunakan media tanpa media menunjukkan perbedaan yang nyata. Oleh karena itu menggunakan media dalam pembelajaran sangat diharapkan untuk mempertinggi kualitas pembelajaran yang dilakukan

Dalam pengelompokan media belum mendapat suatu kesepakatan tentang klasifikasi atau taksonomi media yang berlaku umum dan mencakupsegala aspeknya, khususnya untuk suatu sistem pembelajaran. Bahkan tampaknya memang tidak pernah akan ada sistem pengelompokan yang berlaku umum. Berkaitan dengan hal tersebut, jenis media pembelajaran akan dibagi menjadi tiga kelompok besar sebagaimana yang digambarkan dalam gambar (Zaman & Eliyawati, 2010:4)


(66)

VISUAL

MEDIA AUDIO

AUDIO VISUAL

Gambar 1. Macam-Macam Media Pembelajaran 1) Media Visual

Media visual adalah media yang hanya dapat dilihat media sering digunakan oleh pendidik pada lembaga pendidikan anak usia dini. 2) Media Audio

Media audio adalah media yang mengandung pesan dakam bentuk auditif (hanya dapat didengar) yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan anak untuk mempelajari isi tema. 3) Media Audio Visual

Sesuai dengan namanya, media ini merupakan kombinasi dari media audio dan media visual atau biasa disebut media pandang-dengar. Dengan menggunakan media audio visual ini maka penyajian isi tema kepada anak akan semakin lengkap dan optimal.


(67)

Menurut pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat media pembelajaran meliputi :

1) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian peserta didik sehingga dapat memberikan motivasi belajar.

2) Media pembelajaran memperjelas penyajian pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar proses dan hasil belajar.

3) Penggunaan media pembelajaran yang variasi sehingga tidak membosankan bagi peserta.

4) Media pembelajaran dapat lebih banyak memberikan kegiatan belajar terutama dalam memberikan pengalaman belajar siswa untuk mengamati, melakukan dan mendemonstrasikan peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan peserta didik.

c. Indikator kemampuan guru dalam memanfaatkan media pembelajaran

Menurut Gordon dalam Mulyasa (2005: 53) merinci beberapa aspek atau ranah yang ada dalam konsep kompetensi, yakni:

1) pertama, pengetahuan atau knowlwdge yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya. 2) Kedua, pemahaman (understanding): kedalaman kognitif dan afektif

yang dimiliki oleh individu. Misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien.


(68)

3) Ketiga, kemampuan (skill), yaitu sesuatu yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemampuan guru dalam memilih dan membuat alat peraga sederhana untuk memberi kemudahan kepada peserta didik.

4) Keempat, nilai, yaitu suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku guru dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis dan lain-lain).

5) Kelima, sikap, yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji, dan sebagainya.

6) Keenam, minat (interest), yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu.

Menurut Suprodjo Pusposutardjo dalam Kunandar (2007 :53), mengatakan bahwa seseorang dianggap kompeten dalam pembelajaran apabila telah memenuhi persyaratan :

1) Landasan kemampuan pengembangan kepribadian. 2) Kemampuan penguasaan ilmu dan keterampilan. 3) Kemampuan berkarya (know to do).

4) Kemampuan menyikapi dan berperilaku dalam berkarya sehingga dapat mandiri, menilai, dan mengambil keputusan secara bertanggung jawab.

5) Dapat hidup bermasyarakat dengan bekerja sama, saling menghormati dan menghargai nilai- nilai pluralisme serta kedamaian.

Menurut itu, menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidik adalah tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Pendidik berkewajiban :

1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.


(69)

2) Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan.

3) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa indikator kompetensi guru adalah :

1) Dalam proses pembelajaran guru mengarahkan perhatian peserta didik.

2) Dengan media pembelajaran guru sudah bisa menjadikan media sebagai alat untuk memperjelas proses pembelajaran dan kegiatan berjalan dengan lancar.

3) Guru sudah bisa dalam mendemonstrasikan mengenai pembelajaran yang akan berlangsung.

4) Guru mampu memvariasikan media pembelajaran agar tidak membosankan.

5) Guru mampu menguasai macam- macan media pembelajaran yang meliputi media audio media visual, dan media audio visual dan mampu menerapkan dalam dunia pendidikan.

C.Kajian Tentang Pendidikan Anak Usia Dini 1. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau Early Childhood Education (ECE) adalah pendekatan pedagogis dalam penyelenggaraan pendidikan anak yang dimulai dari saat periode kelahiran hingga usia enam tahun. PAUD di


(1)

Permainan Tradisional sudamandah


(2)

(3)

Daftar sarana dan prasarana lembaga Omah Pasinaon

No. Nama Barang Keterangan

1. Aula Omah Pasinaon Milik Sendiri

2. Ruang Kelas Milik Sendiri

3. Perpustakaan Mni Milik Sendiri

4. Lesung Milik Sendiri

5. Alat Karawitan Milik Sendiri

6. Halaman Milik Sendiri

7. Lemari Milik Sendiri

8. Rak Milik Sendiri

9. Etalase Milik Sendiri

10. Meja Besar Milik Sendiri

11. Kompor Milik Sendiri

12. Alat Dapur Milik Sendiri

13. Kamar Mandi Milik Sendiri

14. Tempat Sampah Milik Sendiri

15. Alat Permainan Tradisional Milik Sendiri


(4)

(5)

(6)