PENANAMAN NASIONALISME PADA PASKIBRAKA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2015.

(1)

i

PENANAMAN NASIONALISME PADA PASKIBRAKA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Wahyu Rohminingsih NIM 12110244011

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii


(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak bertemunya ia

dengan kemajuan selangkah pun. (Ir. Soekarno)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk: Ayah, Ibu, Kakak serta seluruh keluarga tercinta


(7)

vii

PENANAMAN NASIONALISME PADA PASKIBRAKA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TAHUN 2015 Oleh

Wahyu Rohminingsih NIM 12110244011

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendeskripsikan bagaimana penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015, 2) mengetahui hasil penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015, dan 3) mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat dalam penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Subjek penelitiannya yaitu Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta. Objek penelitian ini mengenai penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model analisis interaktif Miles and Hubberman yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Uji validitas data menggunakan triangulasi teknik, sumber dan waktu.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015 diwujudkan dalam dua kegiatan utama yaitu latihan fisik dan pembinaan mental dengan menggunakan pendekatan Desa Bahagia; 2) Nasionalisme tertanam dengan baik pada diri siswa baik selama kegiatan ataupun sesudah menjadi Paskibraka; dan 3) Faktor pendukung dalam penanaman nasionalisme pada Paskibraka meliputi: kerjasama dengan instansi terkait, materi personil yang sudah baik dan adanya pembinaan lanjutan. Sedangkan faktor penghambatnya meliputi: a) perbedaan persepsi antar pihak, b) kondisi mental dan fisik siswa belum stabil, c) sulitnya mencari SDM yang ideal, dan d) kurangnya sarana duplikasi tempat pengibaran bendera.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini dengan tepat waktu. Tanpa itu semua, penulis tidak akan mampu menghadapi segala tantangan yang dihadapi. Penyusunan skripsi ini melibatkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan, doa, dan dukungan kepada penulis. Maka, dengan segenap ketulusan hati perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kebijakan untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta dan segenap staf atas bantuan perihal perizinan dalam skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan serta seluruh dosen program studi Kebijakan Pendidikan atas ilmu yang telah diberikan.

4. Bapak I Made Suatera, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dari awal hingga akhir.

5. Kepala Balai Pemuda dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta beserta seluruh staf atas izin, bantuan dan kerjasamanya.

6. Purna Paskibraka Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta atas bantuan dan kerjasamanya.

7. Orangtua dan seluruh keluarga atas cinta, doa dan dukungannya selama ini.


(9)

(10)

x

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

MOTTO... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 11

C. Fokus Penelitian ... 12

D. Rumusan Masalah ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Pendidikan Nilai... 14

1. Pengertian Pendidikan ... 14

2. Tujuan Pendidikan ... 15

3. Pengertian Nilai dan Sikap ... 17

4. Klarifikasi Nilai ... 19

5. Pengertian Pendidikan Nilai ... 21

6. Landasan Pendidikan Nilai ... 23


(11)

xi

8. Lingkungan Pendidikan Nilai ... 29

B. Kajian tentang Nasionalisme ... 30

1. Pengertian Nasionalisme ... 30

2. Bentuk dan Unsur Pendorong Nasionalisme ... 32

3. Ciri-ciri Nasionalisme ... 35

4. Arti penting Nasionalisme ... 36

C. Kajian tentang Paskibraka ... 38

1. Pengertian Paskibraka ... 38

2. Tujuan Paskibraka ... 40

3. Dasar Pelaksanaan Paskibraka Tahun 2015 ... 41

4. Bentuk Kegiatan Paskibraka ... 42

D. Kajian tentang Kebijakan Kepemudaan ... 45

E. Penelitian yang Relevan ... 49

F. Kerangka Pikir ... 51

G. Pertanyaan Penelitian ... 54

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 55

B. Setting Penelitian ... 55

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 56

D. Teknik Pengumpulan Data ... 57

E. Instrumen Penelitian ... 61

F. Teknik Analisis Data ... 62

G. Keabsahan Data ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 67

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 67

2. Penanaman Nasionalisme pada Paskibraka... 76

3. Faktor Pendukung dan Pengambat Penanaman Nasionalisme pada Paskibraka ... 121


(12)

xii

B. Pembahasan ... 129

1. Penanaman Nasionalisme pada Paskibraka... 129

2. Faktor Pendukung dan Pengambat Penanaman Nasionalisme pada Paskibraka ... 144

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 147

B. Saran ... 148

DAFTAR PUSTAKA... 149


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Pedoman Dokumentasi ... 62 Tabel 2. Waktu dan Tempat Diklat Paskibraka tahun 2015 ... 81


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Kerangka Pikir ... 51

Gambar 2. Struktur Organisasi BPO DIY... 71

Gambar 3. Alur Seleksi Paskibraka ... 79

Gambar 4. Struktur Organisasi Diklat Paskibraka Tahun 2015 ... 84


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Lembar Observasi ... 152

Lampiran 2. Daftar Pertanyaan untuk Siswa ... 153

Lampiran 3. Daftar Pertanyaan untuk Pelatih ... 154

Lampiran 4. Daftar Pertanyaan untuk Panitia ... 155

Lampiran 5. Pedoman Wawancara ... 156

Lampiran 6. Pedoman Observasi ... 159

Lampiran 7. Hasil Observasi Siswa Paskibraka ... 162

Lampiran 8. Hasil Observasi Pelatih Paskibraka ... 163

Lampiran 9. Catatan Lapangan... 164

Lampiran 11. Penyajian Data, Reduksi, dan Penarikan Kesimpulan... 172

Lampiran 12. Dokumentasi Kegiatan ... 206

Lampiran 13. Triangulasi Data ... 208

Lampiran 13. Surat Keputusan BPO DIY tentang Pembentukan Paskibraka tahun 2015 ... 211

Lampiran 14. Jadwal Kegiatan Diklat Paskibraka tahun 2015 ... 214

Lampiran 15. Pengantar Renungan Jiwa ... 222

Lampiran 16. Pengantar Pengukuhan ... 228

Lampiran 17. Daftar Peserta Paskibraka tahun 2015... 233

Lampiran 18. Surat Izin Penelitian dari FIP UNY ... 235


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kesatuan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila sebagai dasar negaranya. Pembukaan UUD 1945 terdiri dari empat alinea. Alinea pertama menyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Alinea kedua berisi tentang keberhasilan perjuangan pergerakan kemerdekaan rakyat Indonesia. Alinea ketiga berisi tentang pernyataan kemerdekaan rakyat Indonesia. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 berisi hal-hal yang mendasar bagi Indonesia. Hal tersebut meliputi tujuan negara, ketentuan akan adanya UUD, bentuk negara, dan dasar negara Pancasila. Tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu: membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Tujuan negara yang disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945 sampai saat ini belum benar-benar dapat diwujudkan. Berbagai upaya masih terus dilakukan agar cita-cita dan tujuan negara dapat tercapai. Hal yang masih menjadi salah satu fokus pemerintah dalam mencapai tujuan negara adalah bagaimana cara mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi fokus karena hal ini melibatkan banyak aspek. Dunia pendidikan saat ini masih mengalami berbagai permasalahan. Peran


(17)

2

pendidikan sebagai tempat transfer pengetahuan dan pelestarian nilai-nilai luhur bangsa belum berjalan secara maksimal. Pendidikan akan membentuk manusia dalam menjalankan perannya masing-masing, sehingga peran dan fungsi pendidikan harus dapat dimaksimalkan. Fungsi pendidikan diantaranya adalah menyiapkan manusia dalam menjalankan kodratnya sebagai manusia, menyiapkan manusia untuk menghadapi dunia kerja dan menyiapkan manusia menjadi warga negara yang baik (Dwi Siswoyo, dkk, 2007: 24). Secara lebih rinci dijelaskan bahwa fungsi pertama kaitannya dengan pendapat Driyarkara, pendidikan adalah usaha memanusiakan manusia. Fungsi kedua dimaksudkan bahwa pendidikan pendidikan dilaksanakan agar manusia dapat berkarya. Fungsi ketiga, pendidikan menyiapkan warga negara yang baik maksudnya adalah agar manusia dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dan menjadi patriot nasional. Tujuan dan fungsi pendidikan di Indonesia sendiri diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu:

Pasal 3

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban yang bermartabat maksudnya bahwa pendidikan memiliki tugas membentuk generasi yang akademis dan nasionalis. Generasi muda Indonesia dibentuk melalui pendidikan formal atau nonformal agar memiliki kemampuan


(18)

3

kognitif dan afektif yang baik serta mampu mempertahankan nilai luhur bangsa berdasar jiwa Pancasila. Pendidikan karakter menjadi salah satu cara yang digalakkan pemerintah untuk menggerakkan fungsi sekolah dalam mengembangkan aspek kognitif dan afektif sebagai sarana untuk mempertahankan nilai-nilai luhur bangsa pada generasi muda di Indonesia.

Pendidikan karakter digalakkan dengan harapan mampu mengembalikan dan menjaga agar nilai-nilai budaya dan nasionalisme generasi muda agar dapat menjadi modal utama mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saat ini generasi muda Indonesia rentan terbawa arus globalisasi. Budaya asing masuk dengan mudah, hal itu lambat laun dapat mengikis nilai-nilai budaya bangsa dan membuka celah merasuknya paham-paham yang dapat mengubah ideologi Pancasila di mata generasi muda khususnya para siswa. Salah satu penyebabnya adalah karena generasi muda selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Siswa sebagai generasi muda saat ini akan menjadi penerus yang harus mampu mengisi kemerdekaan dengan pembangunan nasional. Nasionalisme adalah salah satu modal utama pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Nasionalisme bangsa Indonesia adalah wujud rasa cinta terhadap negara dan tanah air berlandaskan Pancasila sila ketiga, persatuan Indonesia. Nasionalisme yang berlandaskan Pancasila menuntun generasi penerus bangsa memiliki sikap menjujung tinggi kemanusiaan, tenggang rasa, dan meyakini bahwa Indonesia juga bagian dari seluruh dunia. Globalisasi


(19)

4

membuat seluruh dunia seakan berada dalam satu genggaman menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Tantangan tersebut dapat diatasi apabila nasionalisme terutama para generasi muda berada di tingkatan (level) yang baik.

Nasionalisme menjadi paham yang sangat penting untuk membuat Indonesia mampu bertahan dalam menghadapi ancaman dan tantangan dari luar di era global. Setiap generasi harus senantiasa menjunjung tinggi nasionalisme dalam dirinya, namun kenyataan saat ini justru menunjukkan kemerosotan. Merosotnya nasionalisme juga terjadi pada diri generasi muda, padahal generasi muda khususnya siswa akan menjadi ujung tombak bagi Indonesia untuk menentukan nasib bangsa di masa depan.

Turunnya nasionalisme siswa tercermin melalui sikap mereka dalam memaknai hal-hal yang penting bagi Bangsa Indonesia. Contohnya, ketika upacara bendera dilaksanakan baik upacara setiap hari Senin, atau bahkan upacara untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan hari-hari besar lainnya. Banyak kita jumpai siswa sibuk bercengkerama dengan teman lainnya, padahal seharusnya mereka mengikuti upacara dengan hikmat untuk mengenang dan menghargai jasa para pahlawan. Selain itu, generasi muda atau siswa lebih tertarik terhadap produk import dibandingkan dengan produk buatan dalam negeri. Hal yang lebih memprihatinkan ialah banyak siswa di Yogyakarta yang tidak hafal ideologi bangsa kita, yaitu Pancasila. Sejalan dengan apa yang diungkapkan Kepala Pusat Studi Pancasila (PSP) Universitas Gadjah Mada yaitu Dr. Heri Santosa,


(20)

5

bahwa ada temuan di tiga SMA di DIY yakni sebanyak 100 siswa diminta menulis teks Pancasila secara benar dan urut, tidak ada satu pun yang menghafalkan dengan benar (dikutip dari jogja.tribunnews.com). Menurunnya kualitas kepribadian atau karakter siswa seperti: tidak lagi mengenal tenggang rasa, budaya jujur yang semakin hilang ketika ujian, dan hilangnya rasa hormat kepada orangtua, guru, dan pemimpin juga menjadi sikap yang menunjukkan nasionalisme dalam diri generasi muda mulai memudar.

Kenyataan di atas dapat menggambarkan bahwa penanaman nasionalisme di sekolah formal belum maksimal. Hal ini diperkuat dengan salah satu hasil penelitian Dwi Astuti Setiawan tentang pembelajaran PPKn di SMA Negeri 2 Bantul Yogyakarta masih belum optimal karena hanya dilakukan dengan diskusi dan tanya jawab. Artinya, pendidikan formal di sekolah harus didukung dengan kegiatan di luar sekolah yang mampu memperkuat penanaman nasionalisme di sekolah.

Jalan keluar yang diupayakan melalui jalur pendidikan untuk mengatasi kondisi di atas adalah mengembangkan kegiatan dalam rangka meningkatkan rasa nasionalisme bagi para siswa di luar sekolah (nonformal). Pendidikan baik formal, informal, maupun nonformal merupakan salah satu langkah mencerdaskan kehidupan bangsa dan menimbulkan potensi anak didik sesuai dengan apa yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 dan 2 yakni


(21)

6 pasal 1 :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

pasal 2 :

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggapan terhadap tuntutan perubahan zaman.

Langkah yang dilakukan dalam rangka penanaman nasionalisme tak hanya dilakukan secara formal di sekolah, ada pula kegiatan di luar sekolah (nonformal). Salah satu program dalam rangka meningkatkan nasionalisme pada pendidikan nonfomal adalah kegiatan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Imam Nahrowi menegaskan bahwa anggota Paskibraka harus berjiwa nasionalis (dikutip dari laman beritasatu.com). Kegiatan Paskibraka ditangani oleh Balai Pemuda dan Olahraga. Balai Pemuda dan Olahraga adalah unit pelaksana teknis Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Daerah Isimewa Yogyakarta yang mengurusi bidang kepemudaan dan keolahragaan.

Kegiatan pembentukan Paskibraka menjadi wewenang Balai Pemuda dan Olahraga karena terkait dengan kebijakan kepemudaan yang tertuang dalam Undang-undang Kepemudaan Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) lahir bersamaan dengan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Menjelang Hari Ulang Tahun ke-2 Kemerdekaan


(22)

7

Republik Indonesia, Presiden Soekarno memanggil ajudan beliau yaitu Mayor Husein Mutahar untuk mempersiapkan dan memimpin upacara peringatan Proklamasi Republik Indonesia di Istana Presiden (Gedung Agung) Yogyakarta.

Mayor Husein Mutahar berpikir bahwa untuk menumbuhkan persatuan bangsa, pengibaran bendera pusaka sebaiknya dilakukan oleh pemuda di seluruh Indonesia. Pada tahun 1967, Husein Mutahar dipanggil kembali oleh Presiden Soekarno untuk menangani lagi masalah pengibaran Bendera Pusaka. Berdasarkan ide dasar pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta inilah kemudian beliau mengembangkan formasi pengibaran menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok 17 sebagai kelompok pengiring/pemandu, kelompok 8 sebagai pembawa/inti, dan kelompok 45 sebagai pengawal. Formasi tersebut adalah simbolisasi kemerdekan Republik Indonesia (17-8-45).

Sejak tahun 1967 sampai tahun 1972, Pasukan Pengibar Bendera Pusaka adalah remaja SMA utusan dari 26 provinsi di Indonesia. Setiap provinsi diwakili sepasang remaja yang dinamakan Pasukan Pengerek Bendera Pusaka. Pada tahun 1973, Idik Sulaeman melontarkan akronim untuk Pasukan Pengibar Bendera Pusaka yaitu Paskibraka. Selanjutnya, Pasukan Pengibar Bendera Pusaka disebut dengan Paskibraka.

Seiring dengan perkembangan zaman sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, pemimpin bangsa mencari pola pembinaan dan pengembangan generasi muda yang tepat untuk menjaga keutuhan Negara


(23)

8

Kesatuan Republik Indonesia. Program pembinaan dan pengembangan generasi muda bertujuan untuk melatih kepemimpinan, keterampilan, dan kedisiplinan pemuda. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan dan menguatkan nilai kebangsaan, cinta tanah air, persatuan dan kesatuan, serta wawasan kebangsaan, salah satu model pembinaan pengembangan kepemimpinan nasional yang diterapkan adalah Pendidikan dan Pelatihan Paskibraka.

Kegiatan pembentukan Paskibraka ini diharapkan mampu menjadi salah satu program kepemudaan dalam rangka menanamkan dan meningkatkan rasa nasionalisme, cinta tanah air, serta semangat kebangsaan khususnya pada siswa tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Momentum perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia tak pernah lepas dari peran Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) yang terdiri atas kumpulan putra-putri terbaik daerah, baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga tingkat nasional.

Balai Pemuda dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki wewenang untuk melaksanakan secara langsung pembentukan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) di tingkat provinsi mulai dari seleksi, pendidikan dan latihan, pelaksanan tugas, dan pengiriman wakil dari tingkat provinsi ke tingkat nasional. Hingga saat ini, Paskibraka masih memiliki daya tarik yang tinggi bagi siswa khususnya siswa Sekolah Menengah Atas/sederajat. Tingginya minat siswa menjadi Paskibraka terbukti dari jumlah siswa yang mengikuti seleksi pada setiap tingkat.


(24)

9

Koordinator Tim Seleksi Paskibraka Sleman, Isnanini Fajri mengungkapkan bahwa proses seleksi tingkat kabupaten Sleman diikuti 200 siswa, jumlah tersebut terdiri dari 112 peserta putra dan 88 putri (dikutip dari jogja.tribunnews.com). Mereka merupakan peserta lolos pada seleksi wilayah yang diikuti SMA, SMK, dan MA se Kabupaten Sleman.Data yang diperoleh dari Kantor Pemuda dan Olahraga Kabupaten Bantul (dikutip dari pora.bantulkab.go.id) pada tahun 2015 peserta seleksi mencapai 250 peserta, jumlah tersebut jauh lebih banyak dibanding tahun sebelumnya. Kabid Pemuda dan Olahraga Disdikpora Gunungkidul, Agung Danarta, S.Sos, M.SE mengungkapkan bahwa jumlah peserta yang mengikuti seleksi pada hari pertama mencapai 400 siswa. Selanjutnya menurut data Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Kota Yogyakarta, peserta seleksi Paskibraka dari Kota Yogyakarta berjumlah 199 siswa.

Banyak yang ingin menjadi anggota Paskibraka, namun tidak semua orang bisa mendapat pengalaman pendidikan menjadi Paskibraka. Terlepas dari tingginya minat siswa pada Paskibraka, program ini masih memiliki masalah khususnya dalam pelaksanaan programnya. Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti, kegiatan Paskibraka dilaksanakan dalam waktu singkat, dengan jadwal latihan yang begitu padat. Evaluasi kegiatan juga belum maksimal karena keterbatasan jumlah personil tim evaluasi. Hasil wawancara dengan salah satu Purna Paskibraka Indonesia DIY menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan selama menjadi Paskibraka sangatlah banyak dan cukup menguras tenaga. Observasi awal


(25)

10

juga menunjukkan bahwa banyak sekali rangkaian kegiatan yang harus diikuti dalam pendidikan dan latihan Paskibraka.

Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Paskibraka adalah hal yang menarik untuk diteliti, namun belum banyak meneliti lebih dalam tentang penanaman nasional pada Paskibraka. Diklat Paskibraka sebagai salah satu kegiatan dalam rangka menanamkan nasionalisme generasi muda menjadi hal yang menarik untuk dikaji karena Paskibraka sudah lahir sejak Hari Proklamasi Republik Indonesia Tahun 1945. Diklat Paskibraka juga menjadi model pembinaan dan pengembangan kepemimpinan nasional untuk siswa Sekolah Menengah Atas yang hanya didapat sekali seumur hidup. Hanya siswa-siswi dengan kemampuan akademik ataupun non akademik unggul serta memenuhi syarat tertentu yang dapat menjadi Paskibraka. Penanaman nilai-nilai kebangsaan, cinta tanah air, dan wawasan kebangsaan pada Paskibraka pun dilakukan dengan cara atau pendekatan khusus di luar sekolah yang sangat menjunjung tinggi ideologi bangsa, yaitu Pancasila. Paskibraka sebagai salah satu model pembinaan dan kepemimpinan generasi muda hanya didapatkan sekali seumur hidup dalam waktu yang cukup singkat, sehingga keefektifan model pembinaan kepemimpinan ini masih dipertanyakan. Hal ini menarik peneliti untuk melakukan penelitian lebih mendalam tentang penanaman nasionalisme pada Paskibraka. Penelitian akan


(26)

11 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Peran pendidikan, khususnya sebagai tempat transfer pengetahuan dan pelestarian nilai-nilai luhur bangsa belum berjalan secara maksimal. 2. Generasi siswa saat ini Indonesia rentan terbawa arus globalisasi

karena pengaruh perkembangan iptek.

3. Mudahnya budaya asing yang masuk ke Indonesia dapat merusak ideologi Pancasila.

4. Penanaman nasionalisme di sekolah formal belum maksimal karena hanya dilakukan dengan metode diskusi dan tanya jawab.

5. Pelaksanaan Paskibraka belum optimal karena dilaksanakan dalam waktu singkat dan dengan jadwal latihan yang begitu padat.

6. Belum banyak pihak yang meneliti lebih dalam tentang penanaman nasionalisme pada Paskibraka.

7. Diklat Paskibraka menjadi salah satu model pembinaan dan pengembangan kepemimpinan nasional dalam rangka penanaman nasionalisme generasi muda khususnya siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang hanya didapat sekali seumur hidup, sehingga keefektifan model pembinaan ini masih dipertanyakan.


(27)

12 C. Fokus Penelitian

Dari beberapa identifikasi masalah di atas, maka peneliti hanya memfokuskan penelitian berkaitan dengan penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015?

2. Bagaimana hasil penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015?

3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 ?

E. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan bagaimana penanaman nasionalisme pada

Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015.

2. Mengetahui bagaimana hasil penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015.

3. Mendeskripsikan apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015.


(28)

13 F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis

a. Mendukung teori khususnya di bidang pendidikan tentang penanaman nasionalisme pada siswa.

b. Menjadi bahan acuan bagi penelitian sejenis ataupun bahan pertimbangan apabila ada penelitian lanjutan dengan tema yang sama yaitu kebijakan kepemudaan.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Siswa dapat mengetahui pentingnya penanaman nasionalisme dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

b. Bagi Lembaga

Lembaga dapat menjadikan hasil penelitian untuk merumuskan kebijakan terkait penanaman nasionalisme pada siswa Paskibraka. Selain itu juga dapat dijadikan bahan evaluasi terhadap penyelenggaraan kegiatan Paskibraka selanjutnya.

c. Bagi Program Studi Kebijakan Pendidikan

Mengetahui bagaimana pelaksanaan kebijakan kepemudaan yang ada dalam penanaman nasionalisme pada Paskibraka sebagai salah satu kegiatan yang mendukung pendidikan karakter melalui jalur pendidikan nonformal.


(29)

14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Pendidikan Nilai

1. Pengertian pendidikan

H.A.R Tilaar menyatakan bahwa hakikat pendidikan adalah proses memanusiakan anak manusia yaitu menyadari akan manusia yang merdeka (2005: 112). Arti manusia yang merdeka dalam hal ini adalah manusia yang kreatif dan diwujudkan dalam budayanya. Sejak lahir hingga dewasa, manusia dibesarkan dalam lingkungan dan kebiasaan dan budayanya sendiri. Hal tersebut akan menciptakan manusia yang membudaya, disinilah makna memanusiakan anak manusia itu sendiri.

Dwi Siswoyo, dkk (2011: 1) menyatakan pendidikan sebagai usaha sadar bagi pengembangan manusia dan masyarakat, mendasarkan pada landasan pemikiran tertentu. Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia berdasarkan atas pandangan hidup, filsafat hidup, latar belakang sosiokultural tiap masyarakat, dan pemikiran psikologis tertentu.

Pendapat lain menyatakan bahwa pendidikan adalah :

Pendidikan dalam konteks kekinian adalah upaya untuk mengembangkan, mendorong, dan mengajak manusia agar tampil lebih progresif dengan berdasarkan pada nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia agar terbentuk pribadi yang sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan (Muhammad Takdir Ilahi, 2012: 27).


(30)

15

Melihat beberapa pengertian pendidikan di atas, dalam penelitian ini peneliti menarik kesimpulan yang merujuk pada pengertian yang disampaikan Muhamad Takdir Ilahi bahwa pendididkan adalah usaha untuk membuat manusia berkembang lebih maju berdasarkan nilai luhur yang tinggi sehingga terwujud insan yang tidak hanya berakal, tetapi juga berbudi baik sesuai dengan adat dan budayanya.

Pendidikan menjadi sarana utama untuk mempertahankan budaya bangsa agar dapat menciptakan generasi yang beradab dan berbudaya. Generasi muda ini nantinya adalah pewaris budaya bangsa yang bertanggung jawab untuk melestarikan segala nilai luhur dan budaya yang telah ada. Pendidikan diharapkan mampu membentuk manusia yang berjiwa pemimpin dan mampu mempertahankan eksistensi bangsa kita di masa depan.

2. Tujuan Pendidikan

Pendidikan mengurusi dua hal mendasar yaitu pengetahuan dan nilai (Sudiarja, 2014: 105). Pengetahuan yang didapat dari proses pendidikan contohnya kita dapat mengetahui tentang teori dan praktik dari suatu hal, prinsip dasar, hingga penerapannya. Sedangkan nilai, pengetahuan itu bisa dipandang sebagai salah satu nilai, disamping nilai-nilai lain, moral, keindahan, religius, kesehatan, kemanfaatan, dan sebagainya. Pendidikan mengajarkan bagaimana manusia menempatkan diri pada setiap lingkungan dan nilai yang berlaku di dalamnya, status bagi sebagai individu atau sebagai warga negara. Sejalan dengan yang


(31)

16

diungkapkan oleh H.A.R Tilaar bahwa pendidikan seharusnya menyadarkan akan hak-hak politik seseorang misalnya hak untuk menentukan dirinya sendiri, hak untuk memilih, atau hak untuk mewujudkan nilai-nilai kemanusiannya (Tilaar, 2005: 129).

Pendidikan bertujuan untuk membimbing, membina, dan mengarahkan potensi hidup manusia agar terbentuk prinsip hidup yang lebih matang dan terarah. Pendidikan secara operasional mengandung dua aspek, yaitu menjaga atau memperbaiki dan aspek menumbuhkan atau membina (Muhammad Takdir Ilahi, 2012: 29). Aspek ini sangat erat kaitannya dengan kemampuan dasar manusia untuk mengembangkan potensinya. Pengembangan potensi ini berperan dalam menciptakan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia seiring dengan berjalannya pembangunan nasional di masa depan.

Pembangunan nasional yang akan diwujudkan bangsa kita di masa depan perlu dipersiapkan dengan membentuk manusia yang memiliki ilmu, berpendidikan dan beradab. Banyak proses yang harus dilewati setiap individu untuk berperan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berkelanjutan. Proses tersebut tidak lain adalah pendidikan. Pendidikan sebagai suatu proses merupakan suatu interaksi antara pendidik dan peserta didik di dalam masyarakat (Tilaar, 2002: 9).

Pendidikan yang dijalani dalam masyarakat bertujuan untuk menanamkan benih-benih budaya dan peradaban manusia yang berdasar


(32)

17

atas nilai luhur atau visi yang terus berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Pendidikan menjadi bekal yang kuat untuk menghadapi segala tantangan di segala bidang baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Bekal yang didapat dari proses pendidikan yang telah dilewati akan menjadi acuan bagi generasi muda untuk mengawal pembangunan nasional dengan tetap mempertahankan nilai luhur dan budaya bangsa di tengah gencarnya budaya asing yang masuk.

3. Pengertian Nilai dan Sikap


(33)

18

21). Nilai merupakan sesuatu yang diresapi, dimaknai, dijadikan landasan dan ukuran dalam bersikap atau berperilaku. Hal tersebut tidak lepas dari refleksi pengalaman yang terjadi di masa lalu setiap individu. Tidak tertutup kemungkinan bahwa nilai bukan berasal dari pengalaman pribadi, nilai dapat pula berasal dari pengalaman orang lain. Pengalaman orang lain itu dianggap layak oleh individu untuk dijadikan panutan dalam hidupnya.

Setelah mengetahui beberapa pengertian mengenai nilai, dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai adalah sesuatu yang diyakini oleh seseorang berkaitan dengan baik atau tidak baik dan dijadikan landasan dalam bersikap. Dengan kata lain, nilai tersebut menjadi sebuah acuan atau patokan dalam bersikap sehari-hari.

Sikap merupakan refleksi dari nilai yang dimiliki oleh seorang individu (Gita Enggarwati, 2014: 9). Keyakinan yang dianggap baik atau buruk dalam sebuah nilai tersebut direfleksikan oleh sikap yang diambil seseorang. Seseorang akan bersikap baik apabila ia meyakini dari nilai yang dianggap baik, begitu pula sebaliknya.

Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Wina Sanjaya (Gita Enggarwati, 2014: 9) bahwa sikap sebagai kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang dianggapnya baik atau tidak baik. Kecenderungan dalam menerima nilai tersebut dapat di latar belakangi oleh agama yang dianut, maupun budaya yang ada dalam lingkungan


(34)

19

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap merupakan perwujudan dari nilai-nilai yang diyakini dalam kehidupan. Perwujudan dari nilai-nilai yang diyakini dapat dilihat dari bagaimana seorang individu bersikap dalam kehidupan di lingkungannya. Sikap-sikap tersebut nantinya akan membentuk kepribadian seseorang. 4. Klarifikasi Nilai

Pemahaman setiap orang mengenai nilai itu memang berbeda-beda. Tidak semua yang dianggap baik atau tidak baik oleh seseorang berarti dianggap demikian juga bagi orang lain. Setiap orang berhak memiliki definisi dan pemahaman sendiri tentang mana nilai yang penting dan mendesak untuk diperjuangkan dan ditumbuhkan dalam hidup mereka (Doni Koesoema, 2012: 31).

Perbedaan pemahaman tentang nilai pada masing-masing orang dapat memicu timbulnya konflik nilai. Nilai sangat erat hubungannya dengan kebaikan, meskipun keduanya dapat dibedakan sesuai dengan konteks hidup (Andreas Doweng Bolo, 2012: 42). Konteks hidup itu pula yang mempengaruhi bagaimana pandangan yang berbeda pada setiap orang. Perbedaan pemahaman yang terjadi perlu adanya sebuah klarifikasi agar seseorang dapat mengetahui apa nilai yang dianggap benar dan harus diyakini.

Klarifikasi nilai adalah istilah untuk mengatasi perbedaan-perbedaan paham mengenai nilai (Sudiarja, 2014: 123). Perbedaan paham mengenai nilai muncul karena adanya perbedaan latar belakang


(35)

20

keluarga dan agama. Adanya klarifikasi nilai ini dimaksudkan agar apabila terjadi perdebatan mengenai nilai dapat dijelaskan secara rasional. Selanjutnya, seseorang dapat memilih nilai yang baik untuk diterapkan.

Darmiyati Zuchdi dalam bukunya yang berjudul Humanisasi Pendidikan (2008: 10) menyatakan:

Pendekatan klarifikasi nilai digunakan untuk untuk mengajarkan suatu bentuk inkuiri nilai, yang melibatkan proses berikut.

1. Menghargai kepercayaan dan perilaku pribadi a. menghargai dan menjunjung tinggi; b. menyatakan secara terbuka.

2. Memilih kepercayaan dan perilaku pribadi a. Memilih dari berbagai alternatif;

b. Memilih setelah mempertimbangkan konsekuensi; c. Memilih secara bebas.

3. Bertindak sesuai dengan kepercayaan pribadi a. Bertindak;

b. Bertindak menurut pola, konsisten, dan berulang-ulang (Hermin, 1988).

Pendekatan klarifikasi nilai nantinya akan menuntun pemikiran individu untuk menemukan pemahaman yang benar terhadap suatu nilai yang diyakini. Proses-proses yang dilibatkan dalam klarifikasi nilai membuat individu menemukan atau memecahkan sendiri perbedaan pemahaman nilai yang ada. Konsekuensi dan pola yang diyakini seseorang menuntunnya pada pengambilan tindakan dan sikap sebagai wujud keyakinan terhadap nilai yang dianggap benar.


(36)

21 5. Pengertian Pendidikan Nilai

Pendidikan nilai pada dasarnya terdiri atas dua unsur penting, yaitu pendidikan dan nilai. Keterkaitan pendidikan dan nilai tersebut menumbuhkan makna baru mengenai apa itu pendidikan nilai. Pengertian pendidikan nilai menurut Rahmat Mulyana (2004: 119), pendidikan nilai adalah pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten.

Pendidikan nilai adalah pengajaran dan penanaman nilai-nilai yang ada dalam kehidupan kepada peserta didik. Sejalan dengan pendapat Sastrapradja (Rahmat Mulyana, 2004: 119) bahwa pendidikan nilai adalah penanman dan pengembangan nilai-nilai pada seseorang. Penanaman nilai pada peserta didik tidak dapat dilakukan tanpa adanya pendidik yang memberikan pengajaran atau bimbingan tentang nilai tersebut.

Penanaman nilai kepada seseorang memerlukan pembiasaan atau keteladanan pendidik baik dari seorang guru, orang yang lebih tua dan siapapun dalam lingkungannya. Pendidikan yang diupayakan tidak dapat berlangsung maksimal apabila tidak ada keteladanan dari seorang pendidik. Nilai adalah sesuatu yang dianggap berharga dan berkaitan dengan baik-buruknya suatu objek.

Adanya pendidikan nilai diharapkan dapat membuat seseorang memiliki kepribadian yang baik, memiliki sopan-santun, bersikap hormat


(37)

22

dan menanamkan nilai moral dalam setiap aspek kehidupannya. Pendidikan nilai membantu seseorang memahami, meyakini dan menanamkan nilai-nilai yang ada dalam budaya bangsa kita. Sejalan dengan apa yang diungkapkan Aceng Kosasih (tanpa tahun: 12) bahwa pendidikan nilai adalah pendidikan yang mempertimbangkan objek dari sudut moral dan sudut pandang nonmoral, yang meliputi estetika yaitu menilai objek dari sudut pandang keindahan secara pribadi, dan etika yaitu menilai benar atau salahnya dalam hubungan antarpribadi.

Pendidikan nilai berkaitan dengan pendidikan dalam konteks umum, hal yang menjadi titik temunya adalah membentuk perilaku manusia berdasarkan nilai etika dan moral yang diwujudkan melalui keteladanan. Keteladanan yang ditonjolkan dalam menanamkan nilai kepada seseorang dilakukan oleh pendidik, baik itu di sekolah atau di luar lingkungan sekolah. Pendidikan ini biasa disebut pendidikan indoktrinatif karena pendidikan nilai bersifat menanamkan paham mana yang dinilai baik dan mana yang tidak baik.

Pendidikan nilai membutuhkan keteladanan dari seorang pendidik, keteladanan itu sebaiknya terus ditunjukkan dan dibiasakan agar tidak hanya didapat dalam kelas atau di dalam keluarga saja. Pembiasaan yang dilakukan tersebut diharapkan membuat pendidikan nilai berjalan dengan maksimal dimanapun seseorang berada. Dengan demikian, pendidikan nilai yang dimaksudkan adalah pendidikan yang dilakukan untuk menanamkan atau memberikan pemahaman kepada


(38)

23

seseorang mengenai apa yang baik dan apa yang buruk melalui keteladanan atau pembiasaan dari pendidik.

Menanamkan pengetahuan mengenai apa yang baik dan buruk ini merupakan salah satu tujuan diadakannya pendidikan nilai. Tujuan pendidikan nilai menurut Rahmat Mulyana (2004: 119) adalah untuk membantu peserta didik agar memahami, menyadari, dan mengalami nilai-nilai dan mampu menerapkannya secara integral dalam kehidupan. Tugas pendidik menjadi ujung tombak keberhasilan untuk mencapai tujuan pendidikan nilai itu sendiri.

Setelah mengetahui beberapa definisi pendidikan nilai di atas, dalam penelitian ini peneliti memaknai pendidikan nilai yang mengacu pada pendapat Sastrapradja, pendidikan nilai merupakan proses penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada seseorang atau siswa. 6. Landasan Pendidikan Nilai

Pendidikan nilai memiliki beberapa landasan yang harus diketahui sebagai dasar agar pelaksanaan pendidikan nilai dapat berjalan dengan baik. Landasan pendidikan nilai menurut Rahmat Mulyana (2004: 124) terdiri atas empat bagian, yaitu: landasan filosofis, landasan psikologis, landasan sosiologis, dan landasan estetik.

Landasan filosofis pendidikan nilai cenderung menekankan pada aspek hakikat manusia dan hakikat nilai itu sendiri secara filosofis. Dijelaskan lebih lanjut menurut Rahmat Mulyana (2004: 126) :


(39)

24

Landasan filosofis pendidikan nilai menekankan pada dua kemungkinan yaitu : 1) filsafat pendidikan nilai pada dasarnya tidak berpihak pada salah satu kebenaran tentang hakikat manusia yang dicapai oleh suatu aliran pemikiran karena nilai adalah esensi hakikat manusia yang dapat mewakili semua pandangan. 2) filsafat pendidikan nilai berlaku selektif terhadap kebenaran hakikat manusia yang dicapai oleh suatu pemikiran tertentu, karena nilai selain sebagai esensi hakikat manusia juga menyangkut substansi kebenarannya yang dapat berlaku kontekstual dan situasional.

Landasan yang kedua yaitu landasan psikologis. Landasan psikologis pendidikan nilai menekankan pada aspek psikologis. Aspek psikologis yang dimaksud adalah kaidah perkembangan mental manusia dan ciri-ciri perilakunya. Aspek-aspek psikis manusia berkembang secara dinamis, perbedaan individu ditarik berdasarkan perkembangan yang mewakili setiap tahap pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kaidah umum psikologi inilah yang menjadi landasan psikologis pendidikan nilai.

Landasan pendidikan nilai yang ketiga adalah landasan sosial. Pendidikan nilai merupakan proses penyadaran nilai pada peserta didik, maka pendidikan nilai perlu dirancang berdasarkan nilai-nilai kehidupan sosial yang aktual dan kontekstual. Peserta didik memiliki kesempatan memeriksa, mempertimbangkan, dan membuat keputusan isu-isu sosial serta bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya. Membangun kesadaran interpersonal yang mendalam menjadi target utama pendidikan nilai. Peserta didik diajarkan agar mampu menjalin hubungan sosial yang harmonis dengan orang lain melalui sikap dan perilakunya. Peserta didik


(40)

25

dilatih agar berprasangka baik kepada orang lain, berempati, suka menolong, jujur, bertanggung jawab, dan menghargai perbedaan.

Landasan pendidikan nilai yang keempat adalah landasan estetik. Landasan estetik ini menekankan bahwa manusia memiliki cita rasa keindahan. Cita rasa keindahan ini menilai objek-objek yang bernilai seni atau menuangkan karya seni. Nilai estetik perlu diajarkan kepada peserta didik agar tahu bagaimana cara belajar yang bermakna. Pendidikan nilai dalam penerapannya melibatkan pemahaman rasa, pilihan pribadi, dan tata bentuk yang berkaitan dengan karakteristik nilai estetika.

7. Pendekatan Pendidikan Nilai

Model pendekatan pendidikan nilai yang biasa digunakan ialah model pendekatan nilai sesuai dengan kajian Superka (1976). Ada delapan pendekatan berdasar bidang psikologi, sosiologi, filosofi, dan pendidikan. Kemudian, dikarenakan alasan teknis dalam praktiknya pendekatan tersebut diringkas menjadi lima. Pendekatan pendidikan nilai menurut Superka (dalam Zaim Elmubarok, 2013: 61) adalah:

a. Pendekatan penanaman nilai

Pendekatan penanaman nilai adalah pendekatan yang menekankan pada penanaman nilai-nilai sosial pada diri siswa. Tujuan pendekatan ini yaitu diterimanya nilai-nilai sosial tertentu pada siswa dan berubahnya nilai yang tidak sesuai. Metode yang digunakan ialah keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peran, dan lain-lain.


(41)

26

Pendekatan penanaman nilai adalah pendekatan tradisional. Pendekatan ini dinilai indoktrinatif dan tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan demokrasi. Namun dijelaskan Superka (1976) pendekatan ini digunakan secara meluas dalam masyarakat terutama dalam penanaman nilai-nilai agama dan nilai budaya. Oleh karena itu, proses pendidikan harus berdasar pada nilai agama dan nilai budaya tersebut.

b. Pendekatan perkembangan moral kognitif

Pendekatan perkembangan kognitif menekankan pada aspek kognitif. Pendekatan ini mendorong siswa untuk berfikir aktif tentang masalah moral dalam membuat keputusan moral. Menurut pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral dari tingkat rendah ke tingkat yang lebih tinggi.

Tujuan pendidikan nilai dilihat dari pendekatan ini ialah membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih luas berdasar nilai yang paling tinggi. Metode yang digunakan biasanya adalah diskusi kelompok. Diskusi ini melatih siswa untuk menentukan posisi apa yang seharusnya dilakukan dengan alasan tertentu.

c. Pendekatan analisis nilai

Pendekatan analisis nilai menekankan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis dengan cara menganalisis


(42)

27

masalah yang berhubungan dengan nilai sosial. Tujuan utama pendekatan ini adalah membantu siswa untuk menggunakan berpikir logis dan penemuan ilmiah dalam menganalisis masalah sosial yang berhubungan dengan nilai moral tertentu. Selanjutnya, pendekatan ini juga membantu siswa berpikir secara rasional dan analtik dalam menghubungkan dan merumuskan nilai.

Metode yang digunakan adalah pembelajaran secara individu ataupun kelompok tentang masalah sosial yang memuat nilai moral, penyelidikan kepustakaan, penyelidikan lapangan, dan diskusi kelas berdasar pada pemikiran rasional (Superka, 1976). Keunggulan pendekatan ini ialah mudah diterapkan di ruang kelas karena mengembangkan kemampuan kognitif.

d. Pendekatan klasifikasi nilai

Pendekatan klarifikasi nilai menekankan pada upaya membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai mereka sendiri. Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah: pertama, membantu siswa menyadari dan mengidentifikasi nilai sendiri dan orang lain; membantu siswa agar mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur berkaitan dengan nilai-nilai; ketiga, membantu siswa agar mampu berpikir rasional dan menggunakan kesadaran emosional untuk memahami perasaan, nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri.


(43)

28

Metode yang digunakan adalah dialog, menulis, diskusi kelompok, dan lain-lain. Pendekatan ini menekankan pada nilai yang sebenarnya dimiliki seseorang. Pendekatan ini menekankan bahwa nilai bersifat subjektif, ditentukan seseorang berdasar pada latar belakang pengalamannya sendiri, dan tidak ditentukan oleh faktor luar.

e. Pendekatan pembelajaran berbuat

Pendekatan ini menekankan pada upaya memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan moral, baik secara individu maupun kelompok. Menurut Superka, tujuan pendidikan nilai apabila dilihat dari pendekatan ini ialah memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan perbuatan moral secara individu atau kelompok dan mendorong siswa untuk melihat diri mereka sebagai makhluk individu atau makhluk sosial dalam pergaulannya.

Metode yang digunakan adalah proyek tertentu yang dilakukan di sekolah atau masyarakat, dan praktik keterampilan dalam berorganisasi atau berhubungan antara sesama (Superka, 1976). Keunggulan pendekatan ini adalah program yang disediakan memberikan kesempatan siswa berpartisipasi aktif dalam kehidupan demokrasi.

Setelah mengetahui beberapa pendekatan dalam pendidikan nilai, dalam penelitian ini peneliti merujuk pendekatan penanaman nilai.


(44)

29

Pendekatan penanaman nilai sesuai dengan penelitian ini karena pendekatan penanaman nilai menekankan pada penanaman nilai sosial pada siswa. Selain itu, pendekatan penanaman nilai digunakan oleh secara meluas terutama dalam penanaman nilai agama dan nilai budaya. 8. Lingkungan Pendidikan Nilai

Sesuai yang tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, lingkungan pendidikan dibagi menjadi pendidikan formal, nonformal, dan informal. Lingkungan pendidikan nilai menurut Rahmat Mulyana (2004: 141-145) juga terdiri dari tiga lingkungan, yaitu lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat.

Sekolah sebagai salah satu lingkungan pendidikan nilai selalu melihat pengembangan nilai pada dua aspek penting. Pertama, sekolah membangun nilai yang menyatu dengan perkembangan akademis melalui adanya kurikulum tertulis. Kedua, pengembangan nilai berlangsung secara alamiah dan sukarela melalui hubungan interpersonal antara warga sekolah.

Selanjutnya, lingkungan keluarga sebagai salah satu lingkungan pendidikan nilai menekankan bahwa pendidikan nilai dalam sebuah keluarga tidak dibangun atas pertimbangan rasional, melainkan berdasar atas ikatan emosional kodrati. Hal inilah yang membedakan intensitas pendidikan nilai yang dilakukan orangtua dibandingkan dengan guru di sekolah. Keluarga memiliki peran penting bagi penyadaran, penanaman, dan pengembangan nilai. Nilai dapat lebih berkembang intensitasnya


(45)

30

daripada di sekolah. Proses pendidikan nilai dalam keluarga adalah pendidikan yang paling hakiki karena prosesnya berlangsung sejak anak berada dalam kandungan.

Lingkungan pendidikan nilai yang terakhir adalah lingkungan masyarakat. Pendidikan nilai di masyarakat melibatkan dua faktor penting yang berpengaruh terhadap keberhasilan anak, yaitu potensi anak dalam memilih nilai dan susunan nilai di masyarakat. Lingkungan masyarakat diwarnai dengan berbagai nilai. Ada pula nilai buruk yang bersifat destruktif bagi pengembangan diri anak. Melihat adanya banyak kemungkinan nilai yang bersifat destruktif, maka perlu kerjasama dari semua pihak agar pendidikan nilai dapat dilaksanakan dengan baik. B. Kajian tentang Nasionalisme

1. Pengertian Nasionalisme

Pengertian nasionalisme dapat dilihat dari dua sudut pandang. Nasionalisme dalam arti positif merupakan sikap untuk mempertahankan kemerdekaan dan harga diri bangsa sekaligus menghormati bangsa lain. Sedangkan pengertian nasionalisme dalam arti negatif adalah sikap sombong yang mengutamakan bangsa sendiri dianggap benar. Tentu pengertian nasionalisme dalam arti positif jauh lebih bermakna bagi setiap individu untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsanya.


(46)

31

yang majemuk menjadi satu bangsa dalam ikatan suatu negara-bangsa (nation-state). Saat ini kita belum dapat menjelaskan dengan pasti apa yang disebut ikatan budaya tersebut sebagai sisi lain nasionalisme.

Sunarso, dkk (2006: 4) mendefinisikan nasionalisme sebagai berikut :


(47)

32

kesadaran masyarakat untuk lepas dari kungkungan penjajah dan segala bentuk eksploitasi serta diskriminasi yang mengganggu stabilitas politik, ekonomi, budaya, dan agama sekalipun (Muhammad Takdir Ilahi, 2012: 13).

Setelah melihat beberapa konsep tentang nasionalisme, dalam penelitian ini peneliti menarik kesimpulan merujuk pada Darmiyati Zuchdi bahwa nasionalisme adalah suatu pemikiran dan sikap yang mencerminkan kesetiaan dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsanya.

2. Bentuk dan Unsur Pendorong Nasionalisme

Nasionalisme di Indonesia terbentuk dari beberapa tahap perkembangan. Perkembangan nasionalisme dimulai sejak sebelum kemerdekaan. Tahap-tahap perkembangan itu dikelompokkan menjadi empat tahap, yaitu :

a. Tahap pertama, tumbuhnya perasaan kebangsaan dan persamaan nasib yang diikuti dengan perlawanan terhadap penjajahan baik sebelum maupun sesudah proklamasi kemerdekaan. Nasionalisme religius dan nasionalisme sekuler muncul bersamaan dengan munculnya gagasan Indonesia merdeka.

b. Tahap kedua, bentuk nasionalisme yang berkelanjutan dari semangat revolusioner pada masa perjuangan kemerdekaan, dengan peran pemimpin nasional yang lebih besar. Nasionalisme pada era ini mengandaikan adanya ancaman musuh dari luar terus-menerus terhadap kemerdekaan Indonesia.

c. Tahap ketiga, nasionalisme persatuan dan kesatuan. Kelompok oposisi atau mereka yang tidak sejalan dengan pemerintah disingkirkan karena akan mengancam persatuan dan stabilitas. d. Tahap keempat, nasionalisme kosmopolitan. Dengan

bergabungnya Indonesia dalam sistem global internasional, nasionalisme Indonesia yang dibangun adalah nasionalisme


(48)

33

kosmopolitan yang menandakan bahwa Indonesia sebagai bangsa tidak dapat menghindari dari bangsa lain.

Seperti kita ketahui, nasionalisme Indonesia dilatarbelakangi oleh berbagai faktor di dalamnya. Faktor-faktor tersebut kemudian membentuk suatu paham nasionalisme yang berbeda-beda. Ikatan-ikatan


(49)

34

Setelah Indonesia merdeka, nasionalisme di Indonesia pun lebih terarah pada falsafah negara. Pancasila sebagai dasar dan ideologi Bangsa Indonesia mendorong bentuk nasionalisme yang kita pahami hingga saat ini.

Nasionalisme Indonesia, secara khusus dipertegas sebagai Nasionalisme Pancasila, yaitu nasionalisme yang:

1) ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.

2) ber-Perikemanusiaan yang berorientasi internasionalisme. 3) ber-Perikemanusiaan Indonesia yang patriotik.

4) ber-Kerakyatan atau demokratis.

5) ber-Keadilan sosial untuk seluruh rakyat

(Abdulgani dalam Yudohusodo dkk, dalam Joned Bangkit Wahyu Laksono, 2013).

Munculnya nasionalisme bukan hal yang ada tanpa sebab. Ada faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya nasionalisme tersebut. Faktor pertama adalah adalah faktor intern, artinya hal-hal yang memang benar-benar dialami sendiri oleh warga Indonesia. Kemudian, faktor-faktor historis juga lah yang mampu membangkitkan nasionalisme bangsa Indonesia. Kejadian-kejadian sejarah di masa lalu mampu memupuk nasionalisme dari zaman sebelum kemerdekaan hingga saat ini. Nasionalisme Indonesia berkembang sejalan dengan kejadian historis yang dapat dibilang unik apabila dibandingkan dengan nasionalisme yang dianut oleh negara lain.

Kedua, faktor ekstern yaitu segala hal yang secara tidak langsung mempengaruhi warga Indonesia atau kejadian yang secara fisik atau psikis mendorong kebangkitan nasional. Faktor ekstern ini terkait dengan adanya pengaruh internasional. Pengaruh internasional misalnya dipelopori oleh kemenangan Jepang atas Rusia di tahun 1905 sehingga nasionalisme bangsa Indonesia bangkit dan semakin tinggi. Selain itu dapat juga karena prestasi Indonesia di berbagai bidang dan kejuaraan di tingkat internasional.


(50)

35

H.A.R Tilaar (2007: 25) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menumbuhkan nasionalisme di antaranya: 1) bahasa, 2) budaya, 3) pendidikan. Bahasa sebagai faktor pendorong nasionalisme dapat kita lihat dari kejadian sejarah dimana bahasa Belanda yang diperuntukkan untuk orang Belanda dulunya bertujuan membuat warga Indonesia rendah diri, sehingga kaum nasionalis kemudian menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional dan sekaligus menjadi senjata untuk melawan Belanda. Budaya menjadi faktor yang menumbuhkan nasionalisme karena apabila kita mencintai budaya sendiri, rasa cinta tanah air kita semakin tinggi pula sehingga budaya asing tidak mudah merasuk dalam kehidupan kita. Terakhir, pendidikan menjadi faktor pendorong nasionalisme karena pendidikan merupakan proses transfer nilai dan pengetahuan yang berlangsung secara terus-menerus tanpa terbatasi tempat atau waktu, sehingga nilai-nilai luhur yang ada pada bangsa kita akan selalu tertanam dari generasi ke generasi selanjutnya.

3. Ciri-ciri Nasionalisme

Sikap nasionalisme tentunya harus diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh setiap individu. Apabila sikap nasionalisme sudah tertanam dan membudaya, nantinya peluang untuk menciptakan kader pemimpin bangsa yang berjiwa nasionalis akan sangat baik. Ciri-ciri sikap nasionalisme menurut Dahlan (Siti Irene Astuti, dkk, tanpa tahun: 175) tersebut antara lain:

a. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara b. Cinta tanah air, bangsa dan negara


(51)

36

d. Merasa bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia

e. Segala tingkah lakunya berusaha untuk menjauhkan diri dari perbuatan yang menjatuhkan martabat bangsa Indonesia f. Menempatkan persatuan dan kesatuan serta kepentingan

keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan

g. Meyakini kebenaran Pancasila dan UUD 1945 serta patuh dan taat kepada seluruh perundang-undangan yang berlaku di Indonesia

h. Memiliki disiplin diri, disiplin sosial, dan disiplin nasional yang tinggi

i. Berani dan jujur dalam menegakkan kebenaran dan keadilan j. Bekerja keras untuk kemakmuran sendiri, keluarga, dan

masyarakat.

Sikap nasionalisme yang sudah tertanam pada setiap individu harus mampu dipertahankan. Hal itu akan menjadi bekal bagaimana seseorang akan menunjukkan kesetiaan dan penghargaan tertinggi pada bangsa Indonesia dalam kehidupannya. Apabila sikap nasionalisme itu pudar atau bahkan hilang, dikhawatirkan eksistensi dan keberadaan bangsa kita akan ikut goyah di tengah-tengah kemajuan bangsa lainnya. 4. Arti Penting Nasionalisme

Bicara tentang nasionalisme, tidak dapat dipungkiri bahwa nasionalisme menjadi hal penting dalam menjaga sebuah eksistensi bangsa di tengah-tengah keberadaan bangsa lain. Globalisasi yang saat ini semakin berkembang lebih kuat mau tidak mau menuntut kembali kesadaran setiap warga untuk mengembalikan kesadaran betapa pentingnya nasionalisme itu pada jiwa setiap warga negara. Nasionalisme menjadi paham yang dapat mengarahkan perilaku kita dalam menghadapi perkembangan zaman.


(52)

37

Kemajuan zaman saat ini dapat menjadi ancaman tersendiri untuk keberadaan nilai luhur budaya bangsa kita yang sudah ada sejak dulu. Apakah kita mampu mempertahankannya atau justru ikut tergerus oleh budaya bangsa lain. Pada saat nation-state belum selesai mendefinisikan dirinya dan mungkin tidak akan pernah selesai, tantangan datang dari luar dalam wajah globalisasi dunia (Ali Masykur Musa, 2007: 166). Nasionalisme akan memperkaya cara bangsa Indonesia berpikir kritis dalam menghadapi persoalan dan tantangan dari dalam dan luar negeri. Nasionalisme telah menjadi pemicu kebangkitan kembali dari budaya yang telah memberikan identitas sebagai anggota dari suatu masyarakat-bangsa (Tilaar, 2007: 28).

Melihat bagaimana peran nasionalisme dalam menjaga eksistensi bangsa, tentu kita harus terus memperkuat jiwa nasionalis pada diri setiap individu. Saat ini, degradasi nilai nasionalisme telah dirasakan oleh seluruh komponen bangsa, khususnya pada kaum muda. Apa yang telah terjadi seperti semakin berkembangnya hedonisme, kapitalisme dan lain-lain menjadi sebuah tantangan dalam mempertahankan nasionalisme pada era globalisasi ini. Tantangan lain yang dapat mengancam nasionalisme ialah modernisme dan globalisme, yaitu liberalisasi ekonomi dan pasar bebas yang nantinya dapat menghilangkan batas ekonomi dan poitik bangsa kita


(53)

38

pada warga negara harus terus dilakukan, salah satunya dengan menegakkan nilai-nilai kearifan lokal. Oleh karena itu, pemerintah harus membuat program atau cara yang benar-benar mampu mengembalikan nilai kearifan lokal dan menguatkan kembali nasionalisme pada diri setiap individu di Indonesia.

C. Kajian tentang Paskibraka 1. Pengertian Paskibraka

Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) adalah salah satu program dari Kementrian Pemuda dan Olahraga yang bertujuan untuk memupuk semangat kebangsaan, cinta tanah air dan bela negara, kepeloporan dan kepemimpinan, berdisiplin dan berbudi pekerti luhur dalam rangka pembentukan karakter generasi muda Indonesia. Peserta kegiatan ini adalah siswa laki-laki dan perempuan yang telah terpilih untuk mewakili provinsinya pada acara pengibaran dan penurunan Bendera Pusaka (duplikat) pada Upacara Kenegaraan 17 Agustus dalam rangka Peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Tertera dalam pedoman penyelenggaraan Paskibraka sesuai dengan Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Nomor 0033 Tahun 2014, dijelaskan bahwa pasukan pengibar bendera pusaka adalah putra-putri terbaik bangsa, kader pemimpin bangsa yang dipilih dan diseleksi secara bertahap, melalui sistem dan mekanisme pendidikan dan pelatihan yang menanamkan nilai kebangsaan serta penguatan aspek mental dan fisik agar memiliki kemampuan prima dalam menjalankan tugas sebagai pasukan pengibar bendera pusaka.


(54)

39

Terkait dengan tugasnya sebagai pasukan pengibar bendera pusaka yang dituntut untuk memiliki kondisi aspek mental dan fisik yang prima, tidak semua pelajar dapat terpilih sebagai anggota pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka). Menjadi anggota Paskibraka bukan hal yang bisa didapatkan dengan mudah oleh semua siswa. Banyak syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi wakil terbaik dari sekolah dan daerahnya, syarat tersebut antara lain:

a. Siswa/siswi SMA kelas X dan XI dan berumur tidak lebih dari 17 tahun pada tanggal 17 Agustus.

b. Tinggi badan, diusahakan putra kurang lebih 170 cm dan maksimal 175 cm dan putri kurang lebih 165 cm dan maksimal 170 cm.

c. Berkepribadian dan berakhlak mulia. d. Berbadan teg


(55)

40

j. Aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan kemasyarakatan.

k. Nilai rapor diatas rata-rata kelas.

l. Diutamakan memiliki kemampuan dalam berbahasa inggris aktif. m. Untuk wanita atas dasar keyakinannya diperbolehkan memakai

jilbab.

(Sumber: Balai Pemuda dan Olahraga DIY)

TSemua siswa di masing-masing daerah yang memenuhi syarat tersebut berhak mengikuti seleksi tahap awal di sekolah. Apabila siswa dinyatakan lolos, selanjutnya siswa-siswa tersebut akan menempuh seleksi di tingkat II mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional. Seleksi Paskibraka adalah pemilihan siswa-siswi tingkat SMA atau sederajat yang pada tanggal 17 Agustus masih duduk di kelas X atau XI. Calon anggota yang terpilih mewakili sekolahnya akan mengikuti seleksi di tingkat kabupaten/kota, selanjutnya peserta seleksi di tingkat provinsi merupakan peserta terbaik dari tingkat kabupaten/kota, peserta seleksi terbaik di tingkat provinsi akan dikirim untuk mengikuti seleksi di tingkat nasional.

2. Tujuan Pembentukan Paskibraka

Tujuan dari kegiatan seleksi dan pembentukan Paskibraka Tingkat Provinsi adalah:


(56)

41

a. meningkatkan dan mengembangkan rasa kesadaran nasional untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. memupuk semangat kebangsaan, kecintaan serta turut memiliki bangsa dan negara Republik Indonesia di kalangan generasi muda. c. mewujudkan kader-kader patriot pembela bangsa dan negara di

kalangan generasi muda. d. mengembangkan sikap disiplin

e. melatih dan membentuk calon paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015

f. menentukan 2 orang putra dan 2 orang putri sebagai wakil Daerah Istimewa Yogyakarta untuk mengikuti seleksi calon anggota Paskibraka tingkat Nasional tahun 2015.

(Sumber: Balai Pemuda dan Olahraga DIY)

3. Dasar Pelaksanaan Pembentukan Paskibraka Tahun 2015

Dasar pelaksanaan pembentukan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015 meliputi:

a. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan;

b. Peraturan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Nomor 0065 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka;


(57)

42

c. Peraturan Daerah 2015 Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 6 Tahun 2008, tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah 2015 Daerah Istimewa Yogyakarta;

d. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Istimewa Yogyakarta;

e. Peraturan Gubernur DIY Nomor 41 Tahun 2009 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Dinas dan UPT Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta;

f. Peraturan Gubernur Nomor 72 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2015.

g. Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA-SKPD) Nomor: 19/DPA/2015, tanggal 27 Desember 2014

4. Bentuk Kegiatan Paskibraka

Bentuk kegiatan Paskibraka dalam pedoman kegiatan penyelenggaran kegiatan Paskibraka sesuai Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 0065 Tahun 2015 meliputi tiga kegiatan utama yaitu rekrutmen dan seleksi calon Paskibraka, pemusatan pendidikan dan pelatihan, pelaksanaan serta penurunan bendera pusaka. Tahapan-tahapan kegiatannya terdiri atas persiapan, rekrutmen dan seleksi, pemusatan pendidikan dan pelatihan (Diklat), pengibaran bendera, penghargaan, monev dan pelaporan. Kegiatan tersebut dijelaskan lebih rinci pada buku Pedoman Kegiatan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Kemenpora, 2015:13-17).


(58)

43 a. Persiapan

Persiapan kegiatan Paskibraka ini berkaitan dengan rapat panitia, sosialisasi, dan kegiatan persiapan teknis lainnya. Rapat diselenggarakan oleh seluruh elemen yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan Paskibraka. Sosialisasi dilakukan dengan melalui surat kabar, internet, dan atau penyampaian sesuai dengan kebijakan lembaga yang menangani penyelenggaraan Paskibraka. b. Rekrutmen dan Seleksi

Seleksi calon anggota Paskibraka dilakukan pada setiap tingkatan. Materi tes meliputi tes tertulis, wawancara, baris-berbaris, kesegaran jasmani/olahraga, kesenian, dan sebagainya. Tes tertulis dan wawancara terdiri dari berbagai macam aspek misalnya budi pekerti, pengetahuan daerah, nasional dan internasional, kepemudaan, nasionalisme, dan sejarah perjuangan bangsa. Apabila siswa lolos seleksi pertama di tingkat kabupaten/kota, maka ia dapat mengikuti seleksi di tingkat provinsi dengan materi yang tidak berbeda jauh tetapi dengan kesulitan yang lebih tinggi. Perbedaanya, dalam seleksi tingkat provinsi calon peserta diasramakan selama seleksi berlangsung. Ketika berada di asrama, perilaku dan kepribadian siswa calon anggota Paskibraka akan diamati untuk melihat bagaimana kemampuan non-akademiknya. Sejumlah dua pasang siswa-siswi seleksi yang lolos dengan nilai terbaik kemudian dikirim ke seleksi tingkat nasional. Apabila lolos seleksi tingkat nasional maka ia


(59)

44

nantinya bertugas sebagai Paskibraka tingkat nasional, sedang yang tidak lolos akan kembali bertugas di provinsi.

c. Pemusatan Pendidikan dan Pelatihan

Pemusatan Diklat Paskibraka di tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional bertujuan untuk melatih dan mendidik anggota Paskibraka agar menjadi pasukan yang tangguh, disiplin, bertanggung jawab, penuh dedikasi, serta dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal.

d. Pengibaran Bendera

Pengibaran bendera dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus dalam upacara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Pasukan Paskibraka akan menjalankan tugasnya masing-masing di setiap tingkatannya.

e. Penghargaan

Penghargaan diberikan kepada setiap anggota Paskibraka. Penghargaan tersebut dapat berupa piagam penghargaan, beasiswa, dan kunjungan studi sesuai dengan tingkatnya.

f. Monev dan Pelaporan

Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan di awal kegiatan, selama kegiatan berlangsung, dan setelah kegiatan selesai. Pihak yang melaksanakan monev adalah tim khusus yang sudah ditunjuk. Monitoring dan evaluasi bertujuan untuk mengetahui seberapa tingkat keberhasilan kegiatan dan kesesuaian kegiatan dengan rencana yang


(60)

45

telah disusun sebelumnya. Pelaporan kegiatan dilaksanakan oleh pelaksana kegiatan. Tujuan diadakannya pelaporan adalah agar nantinya dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan dan bahan acuan untuk perbaikan pelaksanaan kegiatan selanjutnya.

D.Kajian tentang Kebijakan Kepemudaan

Kegiatan pembentukan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) merupakan salah satu program kepemudaan yang ditangani oleh Kementrian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. Pelaksanaan program di tingkat daerah secara teknis ditangani oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga pada masing-masing daerah. Kegiatan pembentukan Paskibraka ini dilaksanakan berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Tujuan diadakannya pembentukan Paskibraka ialah membentuk semangat kebangsaan khususnya untuk para pemuda Indonesia.

Pelaksanaan kegiatan pembentukan Paskibraka merupakan salah satu bentuk nyata dari adanya kebijakan kepemudaan. Kebijakan kepemudaan dikembangkan berdasarkan properda, hasil diskusi dengan berbagai lembaga/instansi terkait, dan studi kebijakan yang telah dilakukan. Kebijakan tentang kepemudaan diatur dengan jelas dalam Undang-undang. Menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan:

Pasal 2:


(61)

46 a. Ketuhanan Yang Maha Esa; b. kemanusiaan,

c. kebangsaan; d. kebhinekaan; e. demokratis; f. keadilan; g. partisipatif; h. kebersamaan; i. kesetaraan; dan j. kemandirian. Pasal 3:

Pembangunan kepemudaan bertujuan untuk terwujudnya pemuda yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esah, berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis, bertanggung jawab, berdaya saing, serta memiliki jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan, dan kebangsaan berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Atas dasar-dasar yang telah ditetapkan dalam undang-undang tersebut, pemerintah wajib menyelenggarakan pelayanan kepemudaan. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan Pasal 6 menyatakan bahwa pelayanan kepemudaan dilaksanakan sesuai dengan karakteristik pemuda, yaitu memiliki semangat kejuangan, kesukarelaan, tanggung jawab, dan ksatria, serta memiliki sifat kritis, idealis, inovatif, progresif, dinamis, reformis, dan futuristik.

Karakteristik pemuda yang memiliki semangat kejuangan, kesukarelaan, tanggung jawab, dan ksatria, serta memiliki sifat kritis, idealis, inovatif, progresif, dinamis, reformis, dan futuristik ini menjadi modal utama dalam mempertahankan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional. Tanggung jawab pemuda dalam mempertahankan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional menjadi tanggung jawab


(62)

47

yang besar bagi pemuda. Seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan:

Pasal 19:

Pemuda bertanggung jawab dalam pembangunan nasional untuk: a. menjaga Pancasila sebagai ideologi negara;

b. menjaga tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa;

d. melaksanakan konstitusi, demokrasi, dan tegaknya hukum; e. meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat; f. meningkatkan ketahanan budaya nasional; dan/atau

g. meningkatkan daya saing dan kemandirian ekonomi bangsa. Mengingat pembangunan nasional di masa depan sangat bergantung pada kualitas pemuda saat ini, maka peran dan partisipasi pemuda dalam membentuk semangat membangun dan bangsa pun harus dikembangkan. Sesuai dengan tujuan pelayanan kepemudaan menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009:

Pasal 7:

Pelayanan kepemudaan diarahkan untuk :

a. menumbuhkan patriotisme, dinamika, budaya prestasi, dan semangat profesionalitas; dan

b. meningkatkan partisipasi dan peran aktif pemuda dalam membangun dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Dalam rangka mengarahkan pelayanan kepemudaan untuk menumbuhkan patriotisme, dinamika budaya prestasi, dan semangat profesionalitas, ada beberapa strategi yang diterapkan. Strategi yang dapat dilakukan diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009:

Pasal 8 ayat (1):

Pelayanan kepemudaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf a dilakukan melalui strategi:

a. bela negara;


(63)

48

c. peningkatan dan perluasan memperoleh peluang kerja sesuai potensi dan keahlian yang dimiliki; dan

d. pemberian kesempatan yang sama untuk berekspresi, beraktivitas, dan berorganisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menumbuhkan patriotisme pemuda dilakukan dengan strategi bela negara. Strategi bela negara ini diwujudkan pemerintah melalui kegiatan sebagai Paskibraka. Paskibraka ini dibentuk di setiap kabupaten/kota, provinsi, dan nasional. Pelaksanaan pembentukan Paskibraka ditangani pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Tugas dan wewenang pemerintah dan pemerintah daerah dalam melaksanakan kebijakan kepemudaan diatur dalam Undang-undang Kepemudaan Nomor 40 Tahun 2009 Pasal 10 ayat (1) bahwa pemerintah mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kepemudaan dalam rangka penajaman, koordinasi dan sinkronisasi program pemerintah. Mengenai fungsi yang dijalankan dalam bidang kepemudaan dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 10 ayat (2) yang berbunyi:

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah menyelenggarakan fungsi di bidang kepemudaan meliputi:

a. perumusan dan penetapan kebijakan;

b. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan;

c. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya; dan

d. pengawasan atas pelaksanaan tugas.

Berdasarkan tugas dan wewenang pemerintah yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan, pemerintah dan pemerintah daerah memiliki fungsi di bidang


(64)

49

kepemudaan dari mulai perumusan atau penetapan kebijakan, koordinasi dan pelaksanaan kebijakan, pengelolaan barang, dan pengawasan pelaksanaan tugas. Maka, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berkewajiban untuk menyusun, mengelola, dan mengawasi jalannya program kepemudaan pada masing-masing tingkat.

E. Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian tentang penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian tersebut antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Tendi Kusnawan (2013) dengan judul Strategi Pembinaan Patriotik melalui Paskibraka (studi kasus Paskibraka Kota Bandung). Penelitian tersebut menggunakan dengan metode deskriptif analitik pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) pembinaan Paskibraka syarat dengan nilai-nilai yang bersumber dari pendidikan agama dan budaya bangsa; penanaman karakter patriotik dilakukan dengan penekanan pada materi peraturan baris-berbaris (PBB), lipat bentang bendera, dinamika kelompok, kepemimpinan dan komunikasi, 3) implementasi dari karakter patriotik melalui proses pengibaran dan penurunan duplikat bendera pusaka serta perlakuan terhadap simbol-simbol negara; 4) kendala-kendala yang dihadapi dalam pembinaan berupa miskoordinasi dan anggaran biaya; 5) prestasi yang diperoleh selain kemampuan teknis pengibaran bendera juga softskill berupa


(65)

50

kemampuan berbicara di depan umum sangat meningkat dirasakan oleh seluruh anggota. Penelitian ini relevan karena obyek yang diteliti adalah Paskibraka. Perbedaannya yaitu fokus penelitiannya terletak pada bagaimana pembinaan karakter patriotik melalui Paskibraka. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Havidh Ahmad Sujatmoko (2014)

dengan judul PENGEMBANGAN DAN ANALISIS KUALITAS

APLIKASI WEB SELEKSI ANGGOTA PASKIBRAKA

TINGKAT DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Penelitian ini menggunakan model penelitian dan pengembangan (R&D). Hasil yang diperoleh adalah nilai 0 (baik) pada correctness, 100% (tinggi) pada reliability, 918 (baik) pada usability, pada aspek integrity mendapatkan nilai baik dengan tidak ditemukannya celah keamanan dari sisi Denial of Service (DoS), Cross-Site Scripting (XSS) dan SQL Injection, serta pada aspek efficiency mendapatkan nilai rata-rata sebesar 86,65 (kategori B). Penelitian ini relevan karena sama-sama meneliti tentang proses seleksi anggota Paskibraka tingkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Perbedaannya adalah fokus dalam penelitian lebih pada kualitas aplikasi yang digunakan dalam seleksi Paskibraka tingkat Daerah Istimewa Yogyakarta.


(66)

51 F. Kerangka Pikir

Gambar 1. Kerangka Pikir

Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 0065 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka)

Kementerian Pemuda dan Olahraga RI

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY

Balai Pemuda dan Olahraga DIY

Rekrutmen dan Seleksi Pemusatan Diklat Pengibaran dan Penurunan Bendera

Penanaman Nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015

Kebijakan Kepemudaan

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan

Pendekatan Penanaman Nilai: a. Keteladanan

b. Penguatan positif dan negatif c. Simulasi

d. Permainan Peranan

Pelaksanaan Program:

a. Metode dan Kurikulum Paskibraka b. Pelaksanaan Kegiatan

c. Evaluasi Kegiatan

Hasil Penanaman Nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015


(67)

52

Penelitian ini berangkat dari adanya penyelenggaraan pembentukan Paskibraka berkaitan dengan kebijakan kepemudaan yang diatur dalam Undang-undang Kepemudaan Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Kegiatan Paskibraka menjadi salah satu kegiatan dalam rangka meningkatkan wawasan kebangsaan dan kepemimpinan pemuda. Selanjutnya pembentukan Paskibraka secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 0065 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka. Kegiatan tersebut merupakan program tahunan yang ditangani oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga. Kementerian Pemuda dan Olahraga melalui Dinas pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY memberikan kewenangan kepada Balai Pemuda dan Olahraga untuk menyelenggarakan kegiatan pembentukan Paskibraka tersebut di tingkat provinsi.

Penyelenggaraan kegiatan Paskibraka di tingkat provinsi yang dilaksanakan oleh Balai Pemuda dan Olahraga diawali dengan seleksi di tingkat provinsi. Pencarian dan penggalian data akan dilakukan pada setiap tahap proses pembentukan Paskibraka. Seperti yang telah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 0065 Tahun 2015 tentang Penyelenggaran Kegiatan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, bentuk kegiatan terdiri atas tiga kegiatan utama yaitu: seleksi, pemusatan pendidikan dan latihan, dan pelaksanaan pengibaran dan penurunan bendera. Peneliti akan melakukan pencarian data tahap awal


(68)

53

tentang bagaimana penanaman nilai nasionalisme pada saat kegiatan seleksi. Setelah peserta seleksi dinyatakan lolos, mereka akan mengikuti pendidikan dan pelatihan (Diklat) Paskibraka untuk mempersiapkan kemampuan fisik dan mental sebelum bertugas di tingkat provinsi. Penelitian dan pencarian data dilanjutkan dengan mencari informasi terkait penanaman nasionalisme anggota Paskibraka saat menjalani pendidikan dan latihan (Diklat). Tahap selanjutnya, ketika Paskibraka akan bertugas sebagai pengibar bendera di Upacara HUT Kemerdekaan Republik Indonesia dan pada saat itulah peneliti melakukan observasi lanjutan, menggali secara lebih mendalam apakah ada peningkatan pemahaman nasionalisme pada anggota Paskibraka sebelum terpilih, saat menjalani melewati proses seleksi hingga selesai melaksanakan tugas sebagai Paskibraka di tingkat provinsi.

Paskibraka merupakan kegiatan yang memupuk semangat kebangsaan pada diri siswa. Banyak proses dan kegiatan yang harus dilalui untuk menempa fisik dan mental setiap anggota Paskibraka setiap harinya. Anggota Paskibraka diharapkan dapat menjadi kader pemimpin bangsa yang akan mempertahankan dan mengaplikasikan nilai-nilai luhur yang telah ada. Jiwa nasionalis yang tinggi tentu sangat dibutuhkan dalam diri seorang pemimpin. Oleh karena itu, segala proses dan kegiatan pembentukan Paskibraka berperan sangat penting dalam pencapaian hasil penanaman nilai nasionalisme pada anggotanya.


(69)

54 G.Pertanyaan Penelitian

1. Apa sajakah kegiatan yang dilakukan dalam penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015?

2. Bagaimana cara penanaman nilai, pemahaman nilai, dan perwujudan nilai nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015? 3. Bagaimanakah hasil penanaman nasionalisme anggota Paskibraka Daerah

Istimewa Yogyakarta tahun 2015?

4. Apa sajakah faktor yang mendukung penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015?

5. Apa sajakah kendala penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015?


(70)

55 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Andi Prastowo (2012: 28) mengungkapkan bahwa penelitian fenomenologi menyelidiki pengalaman kesadaran yang berhubungan dengan pertanyaan antara subjek dengan objek muncul dan bagaimana sesuatu di dunia ini diklasifikasikan. Penelitian fenomonologi dipilih agar mampu mengungkap perspektif tentang bagaimana penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015. Jenis penelitian kualitatif digunakan karena penelitian ini diharapkan mampu mengungkap berbagai informasi kualitatif yang berharga daripada sekedar pernyataan jumlah atau frekuensi dalam bentuk angka tentang penanaman nilai nasionalisme yang ada pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta.

Penelitian kualitatif bekerja dalam setting yang alami (natural) dan berupaya memahami, menafsirkan fenomena yang dilihat dari arti orang-orang yang mengalaminya. Salim menjelaskan bahwa penelitian kualitatif melibatkan penggunaan dan pengumpulan berbagai bahan empiris yang menggambarkan momen rutin dan problematis, serta maknanya dalam kehidupan individual dan kolektif (Andi Prastowo, 2012: 23)

B. Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Balai Pemuda dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian ini dipilih karena Balai Pemuda dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan institusi yang memiliki


(71)

56

wewenang untuk menyelenggarakan semua proses dari seleksi anggota Paskibraka, pendidikan dan latihan, serta pelaksanaan tugas ketika pasukan yang telah terpilih menjalankan tugasnya. Seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pembentukan kegiatan Paskibraka tingkat provinsi terpusat di Balai Pemuda dan Olahraga Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2016.

C. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015. Informan penelitian meliputi seluruh komponen kegiatan pembentukan Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015. Komponen tersebut adalah siswa, pelatih dan panitia yang terlibat dalam kegiatan Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015. Sedangkan objek penelitiannya adalah tempat, pelaku, serta segala aktivitas yang berkaitan dengan penanaman nasionalisme pada Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah teknik purposive sampling, dimana teknik ini merupakan suatu proses pengambilan sampel dengan menentukan sampel berdasarkan tujuan tertentu.

Sesuai dengan sumber data yang dipilih, jenis data dalam penelitian ini meliputi kata-kata atau cerita langsung dari para informan penelitian, tindakan atau perilaku para anggota Paskibraka, segala aktivitas yang ada dan data-data yang berkaitan dengan kegiatan penanaman nasionalisme pada anggota Paskibraka Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015. Keterangan


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)