THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL CONTROL ENVIRONMENT, CONFLICT OF ROLES AND JOB STATISFACTION MANAGERIAL PERFORMANCE PT. PLN (Persero) APJ SIDOARJO.

(1)

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan Hidayah-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi dalam jenjang Strata Satu Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ” Veteran ” Jawa Timur dengan judul ” Pengaruh Lingkungan Pengendalian Organisasi, Konflik Peran Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Manajerial di PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo ”. Dalam menulis skripsi ini, penulis telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yang telah memberikan motivasi, bimbingan, saran serta dorongan moril baik langsung maupun tidak langsung sampai terselesainya penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Mayjen TNI. ( Purn ) Drs. H. Warsito, SH, MM, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional ” Veteran ” Jawa Timur.

2. Bapak Drs. Ec. Saiful Anwar, Msi, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ” Veteran ” Jawa Timur.

3. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, Msi, selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ” Veteran ” Jawa Timur. 4. Bapak Drs. Ec. Muslimin, Msi, selaku Dosen Pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu dengan sabar memberi pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.


(2)

” Jawa Timur.

6. Ayahanda Dadang Hidayat dan Ibunda Endang Setyawati, Dik Bedjo, Dik Ebor yang telah memberikan doa restu semangat moril maupun materiil serta telah mampu membimbing, mendidik dan membahagiakan saya sebagai peneliti, sembah bakti saya. Serta Isyak Tafakur Sujud yang setia memberikan dorongan, motivasi dan dukungan kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya ( Semoga Allah melimpahkan kemuliaan Rahmat dan Hidayah – Nya pada kita semua, Amin.. )

7. Seluruh karyawan PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo termasuk Pak dhe Hari Blong dan Budhe Erna yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian serta membantu penulis dalam mengumpulkan data dan informasi.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan Berkah, Rahmat dan Hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Untuk itu penulis menghargai segala bentuk kritik dan saran yang bersifat membangun karena hal tersebut sangat membantu menghanturkan pada kesempurnaan skripsi ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Surabaya, Desember 2008


(3)

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAKSI ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 10

2.2. Landasan Teori ... 13

2.2.1. Akuntansi Perilaku ... 13

2.2.1.1. Tujuan Akuntansi Perilaku... 14

2.2.2. Pengendalian Organisasi ... 15

2.2.2.1. Pengendalian Intern ... 15

2.2.2.1.1 Sistem Pengendalian Intern ... 17


(4)

Organisasi dan Kinerja Manajerial ... 20

2.2.4. Konflik Peran ... 20

2.2.4.1. Teori Yang Melandasi Hubungan Konflik Peran Dan Kinerja Manajerial ... 22

2.2.5. Kepuasan Kerja ... 23

2.2.5.1. Faktor-Faktor Yang Mendorong Kepuasan Kerja... 23

2.2.5.2. Alasan Kepuasan Kerja ... 25

2.2.5.3. Akibat Dari Tidak Terpenuhinya Kepuasan Kerja... 27

2.2.5.4. Teori Yang Melandasi Hubungan Kepuasan Kinerja dan Kinerja Manajerial ... 27

2.2.6. Kinerja Manajerial ... 28

2.2.6.1. Tugas Manajer... 30

2.2.6.2. Penilaian Kinerja Manajer... 31

2.2.6.3. Manfaat Penilaian Kinerja... 32

2.2.6.4. Tingkat Manajemen Dan Ketrampilan Manajer ... 32


(5)

Manajerial ... 35

2.3. Kerangka Pikir ... 36

2.4. Hipotesis ... 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional ... 40

3.2. Pengukuran Variabel ... 42

3.3. Teknik Penentuan Sampel ... 44

3.3.1. Obyek Penelitian ... 44

3.3.2. Populasi dan Sampel ... 44

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.5. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis ... 45

3.5.1. Uji Validitas ... 45

3.5.2. Uji Reliabilitas ... 46

3.5.3. Uji Normalitas ... 46

3.5.4. Uji Asumsi Klasik ... 47

3.5.5. Teknik Analisis ... 49

3.5.6. Uji Hipotesis... 50

BAB IV ANALISA DAN HASIL PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ... 51

4.1.1. Sejarah Kelistrikan di Indonesia ... 52


(6)

4.2.1. Pengembangan Kuesioner Responden ... 62

4.2.2. Uji Validitas ... 62

4.2.2.1. Uji Validitas Variabel Lingkungan Organisasi ( X1 ) ... ... 62

4.2.2.2. Uji Validitas Variabel Konflik Peran ( X2 )... 64

4.2.2.3. Uji Validitas Variabel Kepuasan Kerja( X3)... 65

4.2.2.4. Uji Validitas Variabel Kinerja Manajerial ( Y ) ... 66

4.2.3. Uji Reliabilitas ... 68

4.2.4. Distribusi Frekuensi ... 69

4.2.4.1. Distribusi Frekuensi Variabel Lingkungan Pengendalian Organisasi ( X1 )... 69

4.2.4.2. Distribusi Frekuensi Variabel Konflik Peran ( X2 ) 70

4.2.4.3. Distribusi Frekuensi Variabel Kepuasan Kerja ( X3 ) 71 4.2.4.4. Distribusi Frekuensi Variabel Kinerja Manajerial (Y) 72 4.3. Analisis dan Uji Hipotesis ... 73

4.3.1. Uji Normalitas ... 73

4.3.2. Uji Asumsi Klasik ... 74

4.3.3. Uji Hipotesis... 76

4.4. Pembahasan Hasil Penelitian ... 77

4.4.1. Implikasi Praktis... 79 4.4.2. Perbedaan Penelitian Sekarang Dengan Penelitian


(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 82 5.2. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA


(8)

Tabel 1.1 : Laporan Laba / Rugi... 6

Tabel 4.1 : Hasil Uji Validitas Variabel Lingkungan Pengendalian Organisasi ( X1 ) ... 63

Tabel 4.2 : Hasil Uji Validitas Variabel Konflik Peran ( X2 ) ... 64

Tabel 4.3 : Hasil Uji Validitas Variabel Kepuasan Kerja ( X3 )... 65

Tabel 4.4 : Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Manajerial ( Y ) ... 67

Tabel 4.5 : Hasil Uji Reliabilitas ……… 68

Tabel 4.6 : Distribusi Frekuensi Variabel Lingkungan Pengendalian Organisasi ( X1 ) ... 69

Tabel 4.7 : Distribusi Frekuensi Variabel Konflik Peran ( X2 ) ... 70

Tabel 4.8 : Distribusi Frekuensi Variabel Kepuasan Kerja ( X3 ) ... 71

Tabel 4.9 : Distribusi Frekuensi Variabel Kinerja Manajerial ( Y ) ... 72

Tabel 4.10 : Hasil Uji Normalitas... 74

Tabel 4.11 : Nilai VIF ( Variance Inflation Factor )... 75

Tabel 4.12 : Hasil Korelasi Rank Spearman... 76

Tabel 4.13 : Persamaan Regresi ……….. 76

Tabel 4.14 : Perbedaan Hasil Penelitian Sekarang dengan Penelitian Terdahulu ... 79


(9)

Gambar 1 : Kerangka Pikir Pengaruh Lingkungan Pengendalian Organisasi, Konflik Peran dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Manajerial...………... 35 Gambar 2 : Struktur Organisasi PT. PLN ( Persero ) Area Pelayanan


(10)

Lampiran 1 : Tabulasi Jawaban Responden Variable Lingkungan Pengendalian Organisasi ( X1 )

Lampiran 2 : Tabulasi Jawaban Responden Variabel Konflik Peran ( X2 ) Lampiran 3 : Tabulasi Jawaban Responden Variabel Kepuasan Kerja ( X3 ) Lampiran 4 : Tabulasi Jawaban Responden Variabel Kinerja Manajerial ( Y ) Lampiran 5 : Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Pada Variable Lingkungan

Pengendalian Organisasi ( X1 )

Lampiran 6 : Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Pada Variabel Konflik Peran ( X2 )

Lampiran 7 : Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Pada Variabel Kepuasan Kerja ( X3 )

Lampiran 8 : Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Pada Variabel Kinerja Manajerial ( Y )

Lampiran 9 : Input Regresi

Lampiran 10 : Hasil Uji Normalitas


(11)

Oleh :

Oktaviani Putri Ekahiti

ABSTRAK

PT. PLN ( Persero ) menghendaki karyawan yang mempunyai kemampuan dan mempunyai motivasi yang tinggi serta meningkatkan keseimbangan kemampuan terhadap beban kerja dengan strategi pokok peningkatan manajemen personalia, peningkatan kemampuan pegawai, peningkatan manajemen yang lebih dapat menimbulkan kreasi dan aktivitas pegawai dengan melakukan pembinaan kepada karyawan agar karyawan merasa lebih memiliki dan lebih bertanggung jawab terhadap misi PT. PLN ( Persero ). Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh lingkungan pengendalian organisasi, konflik peran dan kepuasan kerja terhadap kinerja manajerial.dan menganalisa dari ketiga variable bebas tersebut yang memiliki pengaruh dominant terhadap kinerja manajerial

Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari 11 orang manajer, asisten manajer dan supervisor PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo dengan teknik sensus. Variabel penelitian yang digunakan adalah lingkungan pengendalian organisasi (X1), konflik peran (X2 ), kepuasan kerja (X3) dan kinerja manajerial (Y) dan dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier berganda..

Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa lingkungan pengendalian organisasi (X1), konflik peran (X2 ), kepuasan kerja (X3) tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial (Y), hal ini terbukti lingkungan pengendalian organisasi (X1), konflik peran (X2 ), kepuasan kerja (X3) yang mempengaruhi sebesar 77,9 % sedangkan sisanya 22,1 % dipengaruhi oleh factor lain yang tidak dibahas pada penelitian ini, sehingga hipotesis penelitian ini “ Bahwa lingkungan organisasi, konflik peran dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja manajerial “ tidak teruji kebenarnya.

Keywords : Lingkungan Pengendalian Organisasi,Konflik Peran dan Kepuasan Kerja,Terhadap Kinerja Manajerial


(12)

Oleh :

Oktaviani Putri Ekahiti

ABASTRACT

PT. PLN (Persero) requires employees who have the ability and have high motivation and enhance the ability to balance workload with the man strategies of improvement of personnel management, staff capacity building, improved management can lead to more creations and activities of employees by conducting training to employees so that employees feel have more and more responsibility to the mission of PT. PLN (Persero). The purpose of this research is to examine the influence of organizational control environment, conflict of roles and job statisfaction on the performance of the three variables analyzed manajerial and encyclopedia, which has a dominant influence on managerial performance.

This study uses primary data collected from 11 managers assistant manager and supervisors PT. PLN (Persero) APJ Sidoarjo with census techniques. Variable research is organizational control environment (X1), roles conflict (X2 ), job statisfaction (X3) and managerial performance (Y) and analyzed using multiple linier regression test.

The results of this study concludes that organizational control environment (X1) , roles conflict (X2 ), job statisfaction (X3 ) has no effect on managerial performance (Y), this proves the organization of the control environment (X1), roles conflict (X2 ), statifaction work (X3 ), which affects 77,9% while the remaining 22,1% were influenced by other factor not discussed inthis study, so the hypothesis of this study, “ The organizational environment, roles conflict and job statisfaction influence on managerial performance “ was not verified.

Keywords : Organisational Control Environment, Conflict and the Roles of Job Statisfaction, Managerial Performance.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu perusahaan dapat dilihat sebagai sistem organisasi sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya untuk mencapai tujuan. Sumber daya manusia dalam organisasi merupakan aspek penting yang menentukan keefektifan suatu organisasi. Implikasinya, organisasi perlu senantiasa melakukan investasi untuk merekrut, menyeleksi dan mempertahankan sumber daya manusianya.

Suatu organisasi mempunyai satu atau beberapa pemimpin. Pemimpin dalam organisasi bisnis disebut manajer. Manajer adalah seseorang yang bertanggung jawab untuk mencapai hasil tertentu melalui tindakan orang lain ( yang berada dibawah tanggung jawabnya ). Seorang manajer membuat keputusan tertentu dan menghimbau orang lain untuk mengimplementasikan keputusan tersebut. Salah satu fungsi manajemen adalah pengendalian. Pengendalian adalah salah satu tahap pokok pengelolaan, dengan perencanaan, pengorganisasaian dan pengarahan ( William Newman, yang dikutip Supriyono dalam Sistem Pengendalian Manajemen : 1999 ). Pengendalian dipandang sebagai bagian penting proses manajemen dan salah satu bagian dari seluruh usaha manajerial suatu organisasi. Sedangkan pengendalian manajemen adalah proses yang digunakan oleh para manajer untuk mempengaruhi anggota organisasinya agar mengimplementasikan strategi-strategi organisasi ( Anthony, Dearden dan


(14)

Govindarajan : 1992, p.8 yang dikutip oleh Supriyono dalam Sistem Pengendalian Manajemen : 1999 ).

Setiap perusahaan memerlukan sistem pengendalian manajemen, karena sistem tersebut didesain untuk mengatur aktivitas organisasi melalui para pimpinan ( manajer ) organisasi, agar sesuai dengan tujuan yang diinginkan perusahaan. Sistem pengendalian manajemen didefinisikan sebagai sebuah proses seorang manajer memastikan bahwa sumber daya diperoleh dan dipergunakan secara efektif dan efisien dalam usaha untuk mecapai tujuan organisasi ( Anthony dan Govindarajan : 1998 ).

Organisasi merupakan suatu unit sosial yang dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam usaha meraih tujuan tersebut diperlukan suatu pengendalian untuk membantu memperlancar manajemen dalam proses pencapaiannya. Sistem pengendalian ini diperlukan karena perilaku para individu dan kelompok di dalam organisasi berbeda-beda yang biasanya dipengaruhi oleh pekerjaan yang mereka laksanakan. Sistem pengendalian organisasi yang juga disebut sebagai sistem pengendalian administratif dan birokratif didesain untuk mengarahkan atau mengatur aktifitas anggota organisasi agar sesuai dengan yang dikehendaki oleh pimpinan organisasi. Penerapan suatu sistem pengendalian tertentu secara otomatis akan menyebabkan terbentuknya norma-norma, aturan-aturan dan sistem nilai yang berlaku dalam sistem organisasi tersebut. Apabila sistem pengendalian itu tidak sesuai dengan lingkungan pengendalian organisasi, maka penerapan sistem tersebut dapat menimbulkan dysfunctional behavior atau perilaku menyimpang dari anggota organisasi.


(15)

Sedangkan konflik terjadi karena tenaga kerja profesional, memiliki norma dan sistem nilai yang diperolehnya dalam proses pendidikan berbenturan dengan norma, aturan dan sistem nilai yang berlaku di perusahaan. Tenaga kerja profesional adalah mereka yang telah terlatih untuk melaksanakan tugas yang komplek secara indepeden dan yang dalam memecahkan masalah yang timbul dalam pelaksanaan tugas ini dengan menerapkan keahlian dan pengalamannya ( Derber dan Schwartz, 1991 ). Konflik peran ini timbul karena adanya ‘dua’ perintah yang berbeda yang diterima oleh profesional secara bersamaan, dan pelaksanaan salah satu perintah yang dimaksud adalah perintah yang datangnya dari kode etik profesi, dan perintah yang datang dari sistem pengendalian yang berlaku di perusahaan. Apabila profesional bertindak sesuai dengan kode etiknya, maka ia akan merasa tidak berperan sebagai karyawan perusahaan yang baik. Sebaliknya, apabila ia bertindak sesuai dengan prosedur yang ditentukan oleh perusahan, maka ia akan merasa telah bertindak secara tidak profesional. Kondisi inilah yang disebut sebagai konflik peran ( role conflict ), yaitu suatu konflik yang timbul karena mekanisme pengendalian birokratis organisasi tidak sesuai dengan norma, aturan, etika dan kemandirian profesional. Konflik peran merupakan suatu gejala pcychologis yang dialami oleh anggota organisasi yang bisa menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan secara potensial bisa menurunkan motivasi kerja. Konflik peran mempunyai dampak negatif terhadap perilaku karyawan, seperti timbulnya ketegangan kerja, peningkatan perputaran kerja, penurunan kepuasan kerja, penurunan komitmen pada organisasi dan penurunan kinerja keseluruhan ( Kahn dkk : 1964, Jackson dan Schuler : 1985 ).


(16)

Konflik semacam ini tidak akan timbul apabila seorang profesional yang bekerja dalam suatu organisasi mau beradaptasi dengan lingkungan pengendalian organisasi di mana ia bekerja.

Demikian pula halnya dengan kepuasan kerja yang ada kaitannya dengan perasaan, emosi dan perilaku seseorang terhadap pekerjaannya. Menurut Stephen P. Robbins ( 1996 ) , kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang meraka yakini seharusnya mereka terima. Kepuasan kerja merupakan hasil interaksi antara pekerja dengan lingkungan kerja di perusahaan. Menurut Arnold dan Fieldman ( 1998 ), banyak hal yang dapat membuat seseorang puas terhadap pekerjaannya, diantaranya upah atau imbalan, pekerjaan itu sendiri, pengawasan, kelompok kerja dan kondisi tempat kerja. Implikasi kepuasan kerja sering dikaitkan dengan peningkatan kinerja individual organisasi, serta tingkat perputaran kerja. Faktor lain yang juga dinyatakan sebagai implikasi dari kepuasan kerja antara lain : tingkat kesehatan pekerja, kemampuan pekerja dalam mempelajari sesuatu, kecelakaan kerja dan sikap pekerja terhadap rekan kerja.

Timbulnya kepuasan kerja disebabkan persepsi seorang pekerja mengenai sejauh mana pekerjaannya dapat memberikan sesuatu yang penting bagi dirinya. Kepuasan kerja lebih menitik beratkan pada setiap pekerja terhadap pekerjaan tertentu. Hal ini berbeda dengan komitmen organisasional yang lebih membebankan pada organiasasi secara keseluruhan.


(17)

Kinerja manajer pada prinsipnya merupakan usaha-usaha yang dilakukan oleh perusahaan yang berbentuk pengembangan manajemen, perbaikan sistem kerja dan usaha-usaha mengadakan alih teknologi baik yang menengah maupun teknologi modern sehingga kualitas personal yang dimiliki oleh perusahaan dapat meningkat ( Marwan Asri, 1989 : 97 ).

PT. PLN ( Persero ) merupakan perusahaan jasa yang mengelola masalah pembangkitan dan pengelolaan listrik. Pembangunan bidang kelistrikan di Indonesia dapat dianggap sebagai kegiatan hulu yang akan mendorong dan mempercepat proses berbagai kegiatan pembangunan fisik dan perekonomian, pada garis besarnya mempunyai tujuan perusahaan adalah menyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum dalam jumlah dan mutu memadai serta memupuk keuntungan dan melaksanakan penugasan pemerintah di bidang kelistrikan.

Hal tersebut di atas menuntut adanya perencanaan yang sistematis agar dapat melakukan pembangunan fisik, administrasi dan peningkatan pelayanan kepada pelanggan. PT. PLN ( Persero ) menghendaki karyawan yang mempunyai kemampuan dan mempunyai motivasi yang tinggi serta meningkatkan keseimbangan kemampuan terhadap beban kerja dengan startegi pokok peningkatan manajemen personalia, peningkatan kemampuan pegawai, peningkatan manajemen yang lebih dapat menimbulkan kreasi dan aktivitas pegawai dengan melakukan pembinaan kepada karyawan agar karyawan merasa lebih memiliki dan lebih bertanggung jawab terhadap misi PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo.


(18)

Karena dilihat dari tahun ke tahun PT. PLN (Persero) APJ Sidoarjo mengalami penurunan laba. Dan bila dibiarkan akan berdampak buruk pada perusahaan. Adapun untuk Data Laporan Laba / Rugi perusahaan mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 dapat dilihat pada tabel berikut :

LAPORAN LABA/ RUGI Pada PT. PLN (Persero) APJ Sidoarjo

(Dalam Ribuan Rupiah)

TAHUN LABA/ RUGI

2005 (51.641.152.522) 2006 (224.701.717.697) 2007 (112.257.102.239) Sumber : PT. PLN (Persero) APJ Sidoarjo.

Dalam tabel diatas terlihat bahwa perusahaan mengalami masalah dengan adanya tingkat laba yang terus menurun, untuk itu perlu upaya peningkatan laba perusahaan diatas. Hal ini menuntut adanya pengelolaan kegiatan manajemen perusahaan berdasarkan prinsip-prinsip efisiensi, dengan memperhatikan azas-azas ekonomi perusahaan, serta kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Untuk mencapai hasil yang diharapkan maka PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo harus melibatkan staf, karyawan dan pimpinan untuk berperan aktif. Untuk dapat mengukur bisnis perusahaan yang terbagi dalam penilaian kinerja individu ( NKI) dan penilaian kinerja unit ( NKU ) atau disebut juga dengan kinerja manajerial. Untuk bisa meningkatkan kinerja manajerial maka dibutuhkan suatu sistem pengendalian organisasi yang optimal. Disamping itu kepuasan kerja pun menjadi


(19)

tolok ukur untuk meningkatkan kinerja manajerial. Kepuasan kerja ini dapat ditingkatkan melalui pemberian prestasi kerja atau peningkatan jabatan bagi yang berprestasi, pemberian bonus dan insentif serta hal lain yang sekiranya dapat memberikan kepuasan kerja sehingga terjadi peningkatan kinerja dan pada akhirnya laba perusahaan akan naik.

Berdasarkan uraian diatas peneliti mencoba untuk meneliti masalah yang ada pada PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo. Oleh karena itu untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja manajer perusahaan, diharapkan dengan lingkungan pengendalian organisasi yang baik dan dengan prestasi kerja yang tinggi kemungkinan besar akan bisa meningkatkan kepuasan kerja yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan kinerja manajerial.

Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Fitri Puspa dan Bambang Riyanto LS di mana penelitian Dwi Fitri Puspa dan Bambang Riyanto LS menguji apakah sikap keprofesionalan seseorang yang bekerja dalam lingkungan pengendalian organisasi yang birokratis menimbulkan konflik peran dan apakah tingkat konflik peran mempengaruhi kinerja dan tingkat kepuasan kerja. Penelitian lain dilakukan oleh Dwi Maryani dan Bambang Supomo ( 2001 ) yang menguji apakah ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap kinerja individual.

Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Lingkungan Pengendalian Organisasi, Konflik Peran dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Manajerial di PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo ”.


(20)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Apakah Lingkungan Pengendalian Organisasi, Konflik Peran dan Kepuasan Kerja mempunyai pengaruh secara simultan dan parsial terhadap Kinerja Manajerial di PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo?

b. Di antara ketiga variabel tersebut, manakah yang lebih dominan pengaruhnya terhadap Kinerja Manajerial di PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo ?

1.3 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk menguji secara apakah lingkungan pengendalian organisasi, konflik peran dan kepuasan kerja berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kinerja manajerial.

b. Untuk menganalisa mana di antara ketiga variabel bebas tersebut yang lebih dominan pengaruhnya terhadap kinerja manjerial.


(21)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Bagi Peneliti.

Dengan penelitian ini dapat dijadikan suatu perbandingan antar teori-teori yang selama ini peneliti dapatkan dengan kenyataan yang ada. Sehingga dapat diketahui masalah yang dihadapi perusahaan dan kesesuaian antara teori yang diperoleh, sehingga dapat diperoleh pemecahan masalah yang ada.

b. Bagi Praktisi ( Perusahaan ).

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai solusi alternatif dalam pengambilan keputusan untuk memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan lingkungan pengendalian organisasi, konflik peran dan kepuasan kerja.

c. Bagi Akademisi ( Universitas ).

Dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain dengan materi yang berhubungan dengan skripsi ini.

d. Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini berisi penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu yang berkaitan dengan hubungan antara lingkungan pengendalian organisasi, konflik peran dan kepuasan kerja dengan kinerja manajerial.

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan kinerja manajerial pernah dilakukan oleh :

1. Dwi Fitri Puspa dan Bambang Riyanto LS (Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Tahun 1999).

Judul penelitian yang dibuat adalah : “ Tipe Lingkungan Pengendalian Organisasi, Orientasi Profesional, Konflik Peran, Kepuasan Kerja dan Kinerja : Suatu Penelitian Empiris ”.

Perumusan Masalah :

1. Apakah sikap keprofesionalan seseorang yang bekerja dalam lingkungan pengendalian organisasi yang birokratis menimbulkan konflik peran ?

2. Apakah tingkat konflik peran mempengaruhi kinerja dan tingkat kepuasan kerja ?


(23)

Hipotesis :.

a. Diduga ada hubungan yang signifikan antara konflik peran dan kepuasan kerja. Semakin besar konflik peran yang terjadi akan semakin menurunkan tingkat kepuasan kerja. Sebaliknya, tingkat kepuasan kerja akan tinggi apabila konflik peran yang terjadi kecil.

b. Diduga ada hubungan yang signifikan antara konflik peran dan kinerja. Konflik peran yang besar akan mengakibatkan penurunan kinerja secara keseluruhan dan sebaliknya, kinerja perusahaan meningkat bila konflik peran yang terjadi kecil.

Kesimpulan :

a. Hasil analisis Regresi untuk kelompok dosen menunjukkan bahwa karakteristik hubungan antara lingkungan pengendalian, orientasi profesional dan konflik peran untuk kelompok dosen dan kelompok dokter berbeda. Dosen yang mempunyai orientasi profesional yang kuat cenderung mengalami tingkat konflik peran yang tinggi jika mereka bekerja dalam lingkungan pengendalian yang menekankan pada pencapaian target kualitatif ( output control ). Sedangkan para dokter yang mempunyai orientasi yang kuat mengalami tingkat konflik peran yang tinggi jika mereka bekerja dalam lingkungan pengendalian yang menekankan pada ketaatan tindakan kepada aturan atau prosedur.

b. Hasil analisis korelasi untuk kelompok dosen menunjukkan bahwa tingkat konflik peran mempunyai hubungan yang negatif dengan


(24)

kepuasan kerja. Oleh karena itu, hipotesis alternatif 2 didukung. Hasil analisis tersebut juga menunjukkan bahwa tinggi rendahnya konflik peran yang dialami dosen tidak mempengaruhi kinerja mereka. Hasil analisis korelasi untuk keluarga dokter menunjukkan bahwa konflik peran mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kinerjanya. Ini berarti semakin tinggi tingkat konflik peran, semakin rendah tingkat kinerja sub unit dokter. Akan tetapi, tingkat konflik peran tidak mempengaruhi kepuasan kerja dokter.

2. Dwi Maryani dan Bambang Supomo ( Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Thn 2001 ).

Judul penelitian yang dibuat adalah : “ Studi Empiris Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Individual”.

Perumusan Masalah :

“ Apakah ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja terhadap kinerja individual ?”.

Hipotesis :

“ Diduga ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja secara individual”.

Kesimpulan :

Dari hasil analisis regresi menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja manajerial. Variasi variabel dependen ( kinerja manajerial ) dijelaskan oleh variabel


(25)

independennya ( kepuasan kerja ). Dengan demikian, temuan penelitian memberikan dukungan pada hipotesis yang menyatakan bahwa kepuasan kerja mempunyai hubungan signifikansi dengan kinerja manajerial. Meskipun kinerja yang diukur dalam penelitian ini kemungkinan mempunyai perbedaan dengan konstruk profitabilitas dan subyek yang diteliti, namun temuan ini dapat di analogikan bahwa kepuasan kerja mempunyai pengaruh pada peningkatan kerja manajerial dosen dalam pekerjaan yang berkaitan dengan perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, supervisi, pengaturan staf, negoisasi dan representasi. Meskipun penelitian ini tidak mengukur kinerja secara organisasional berdasarkan rerata skor jawaban responden yang relatif tinggi kepuasan kerja, responden penelitian ini kemungkinan juga mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan kinerja secara organisasional strategi-strategi ( Anthony, Dearden dan Govendarajan : 92, yang dikutip oleh Supriyono dalam Sistem Pengendalian Manajemen : 99 ).

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Akuntansi Perilaku

Pendekatan perilaku dalam perumusan teori akuntansi bersangkutan dengan perilaku manusia yang berkaitan dengan informasi dan masalah akuntansi. Dalam konteks ini, pemilihan suatu teknik akuntansi harus dievaluasi dengan mengacu pada tujuan dan perilaku dari para pemakai informasi keuangan.


(26)

Pendekatan perilaku telah membangkitkan gairah dan dorongan baru dalam riset akuntansi yang memusatkan perhatian pada stuktur perilaku di mana para akuntan bertindak di dalamnya. Pendekatan perilaku dalam perumusan teori akuntansi menekankan relevansi pengambilan keputusan dan informasi yang dikomunikasi informasi tersebut. Akuntansi dianggap berorientasi pada tindakan : tujuannya adalah untuk mempengaruhi tindakan ( perilaku ) secara langsung melalui kandungan informasional dari pesan yang disampaikan dan secara tidak langsung melalui perilaku para akuntan. Karena akuntansi dianggap sebagai suatu proses perilaku pada akuntansi.

2.2.1.1. Tujuan Akuntansi Perilaku

Komite untuk Kandungan Ilmu Perilaku Kurikulum Akuntansi dari American Accounting Association memberikan pandangan melalui ilmu perilaku: ” Tujuan ilmu perilaku adalah untuk memahami, menjelaskan dan meramalkan perilaku manusia yakni untuk menetapkan generalisasi tentang perilaku manusia yang didukung oleh bukti-bukti empiris yang dikumpulkan dalam konteks ini, pemilihan suatu teknik akuntansi harus di evaluasi dengan mengacu pada tujuan dan perilaku dari para pemakai informasi keuangan”.

Pendekatan perilaku telah membangkitkan gairah dan dorongan baru dalam riset akuntansi yang memusatkan perhatian pada struktur perilaku di mana para akuntan bertindak di dalamnya. Pendekatan perilaku dalam perumusan teori akuntansi menekankan relevansi pengambilan keputusan dan informasi yang dikomunikasikan perilaku pribadi dan kelompok yang disebabkan oleh


(27)

komunikasi informasi tersebut. Akuntansi dianggap berorientasi pada tindakan tujuannya adalah untuk mempengaruhi tindakan ( perilaku ) secara langsung melalui kandungan informasional dari pesan ynag disampaikan dan secara tidak langsung perilaklu para akuntan. Karena akuntansi dianggap sebagai suatu proses perilaku yang akuntansi.

2.2.2. Pengendalian Organisasi 2.2.2.1. Pengendalian Intern

Menurut AICPA ( American Institute of Certificated Public Accountant ) seperti yang dikutip Kosasih ( 1993 : 177 ), pengendalian intern didefinisikan sebagai berikut :

“ Pengendalian Intern meliputi susunan organisasi dan semua cara-cara serta peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan untuk menjaga dan mengamankan harta miliknya, memeriksa kecermatan dan kebenaran data-data administrasi, memajukan efisiensi dalam operasi dan membantu menjaga kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan untuk dipatuhi”.

Pengertian Pengendalian Intern mencakup pengendalian administrasi dan pengendalian akuntansi :

1) Pengendalian Administrasi, meliputi rencana organisasi serta prosedur-prosedur dan catatan-catatan yang berhubungan dengan proses pembuatan keputusan yang mengarah kepada tindakan manajemen untuk menyetujui atau memberi wewenang. Pemberian wewenang merupakan fungsi manajemen yang langsung berhubungan dengan tanggung jawab untuk


(28)

mencapai tujuan organisasi dan merupakan titik awal untuk menciptakan pengendalian akuntansi. Tujuan pengendalian administrasi diutamakan pada pencapaian tujuan operasional seperti hubungan masyarakat ( public relation), efisiensi operasi atau pabrik, efektifitas operasi dan efektifitas manajemen. Pengendalian intern yang diarahkan pada pencapaian tujuan administrasi mempunyai pengaruh langsung yang kecil terhadap ketelitian dan dipercayainya laporan keuangan.

2) Pengendalian Akuntansi, meliputi rencana organisasi dan prosedur-prosedur serta catatan-catatan yang berhubungan dengan pengamanan harta atau aktiva serta keandalan pencatatan keuangan.

Manajemen harus mempunyai pandangan dan sikap yang profesional untuk memajukan atau meningkatkan hasil-hasil yang dicapainya. Manajemen harus selalu melihat, meneliti, menganalisa dan mengambil keputusan atas laporan yang telah disampaikan kepada mereka. Laporan tersebut biasanya berbentuk laporan akuntansi dan statistik yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengarahkan manajemen dalam mengambil keputusan. Selain itu laporan juga mempunyai arti untuk menilai apakah kebijakan perusahaan yang telah ditentukan dan dijalankan, apakah kondisi keuangannya sehat, kegiatan penjualannya menguntungkan dan untuk mengetahui apakah hubungan antara bagian serta departemen berlangsung humoris. Hanya dengan pemeriksaan yang terus berkesinambungan dan menganalisa laporan dan catatan-catatan darimana laporan tersebut didapat, manajemen dapat meletakkan kepercayaanya terhadap laporan yang akan digunakan dan diperlukan tersebut.


(29)

2.2.2.1.1 Sistem Pengendalian Intern

” Sistem Pengendalian Intern meliputi struktur organisasi, semua metode dan ketentuan-ketentuan yang terkoordinasi yang dianut dalam perusahaan untuk melindungi harta kekayaan, memeriksa ketelitian dan seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya, meningkatkan efisiensi usaha dan mendorong ditaatinya kebijakan perusahaan yang telah ditetapkan ” ( AICPA : Bambang Hartadi, 1986 : 3 ).

Sistem Pengendalian Intern tersebut akan berada dan mempengaruhi semua kegiatan perusahaan ini meliputi metode-metode di mana manajemen atas akan memberi delegasi / wewenang dan memberi tanggung jawab untuk fungsi pembeli, penjualan produksi dan akuntansi lebih lanjut faktor di bawah ini dipandang sebagai alasan mengapa Sistem Pengendalian Intern diperlukan, menurut Bambang Hartadi ( 1986 : 2 ) :

a. Luas dan Ukuran kesatuan usaha yang menjadi begitu kompleks dan meluas sehingga manajemen harus mempercayai berbagai macam laporan-laporan dan analisis-analisis, untuk mengendalikan operasi secara efektif. b. Tidak praktis apabila akuntan untuk memeriksa secara keseluruhan dengan

keterbatasan uang jasa ( fee ) tanpa mempercayai Sistem Pengendalian Intern.


(30)

Ada lima sifat ( karakteristik ) Sistem Pengendalian Intern yang dapat dipercaya :

1. Kualitas karyawan sesuai dengan tanggung jawabnya.

2. Rencana organisasi yang memberi pemisahan tanggung jawab fungsi secara layak.

3. Sistem pemberi wewenang, tujuan dan teknik, dan pengawasan yang wajar untuk pengadaan atas aktiva, hutang, penghasilan dan biaya.

4. Pengendalian terhadap penggunaan aktiva dan dokumen serta formulir yang penting.

5. Perbandingan catatan-catatan aktiva dan hutang dengan yang senyatanya ada dan mengadakan tindakan koreksi bila ada perbedaan.

2.2.2.2. Pengendalian Ekstern

Di samping menerapkan bentuk pengendalian intern, organisasi juga perlu bersandar pada pengendalian profesional yang merupakan bentuk pengendalian ekstern. Definisi pengendalian profesional adalah pengendalian yang memberikan otonomi kepada para pekerja profesional untuk melaksanakan tugas-tugasnya dalam perusahaan dalam membatasi aktifitas mereka oleh norma-norma atau aturan-aturan tertentu karena aktifitas mereka secara otomatis dilaksanakan berdasarkan norma-norma, nilai-nilai dan kode etik profesinya. Jadi pada sistem ini para profesional diberikan kebebasan untuk menyelesaikan tugas dan sikap permasalahan dalam perusahaan


(31)

Menurut Puspa ( 1999 : 14 ), berbagai bentuk pengendalian yang dikembangkan dan diuji dalam literatur akuntansi dan organisasi perilaku mengindikasikan bahwa dalam organisasi yang sangat beruntung pada keahlian profesional dan etika proses produksi menjadi semakin kompleks dan tidak bisa diprediksi, bentuk pengendalian administrasi kurang sesuai diterapkan di dalam organisasi tersebut.

2.2.3 Lingkungan Pengendalian Organisasi

Lingkungan pengendalian menciptakan suasana pengendalian dalam suatu organisasi dan mempengaruhi kesadaran personel organisasi tentang pengendalian. Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua unsur pengendalian intern yang membentuk disiplin dan stuktur (Mulyadi 1998 : 179).

Berbagai faktor yang membentuk lingkungan pengendalian dalam suatu entitas antara lain :

1) Nilai integritas dan etika

2) Komitmen terhadap kompetensi 3) Dewan komisaris dan komite audit 4) Filosofi dan gaya operasi manajemen 5) Struktur organisasi

6) Pembagian wewenang dan pembebasan tanggung jawab 7) Kebijakan dan praktik sumber daya manusia


(32)

2.2.3.1 Teori yang melandasi hubungan Lingkungan Organisasi dan Kinerja Manajerial

Pengaruh lingkungan pengendalian organisasi terhadap kinerja manajerial dilandasi oleh Teori Birokrasi yang dikemukakan oleh Max Weber, 1900 ( Stephen P. Robbins, 1996 ). Teori Birokrasi adalah suatu bentuk organisasi yang ditandai dengan pembagian kerja, hierarki wewenang, aturan-aturan dan ketetapan-ketetapan, serta hubungan-hubungan yang impersonal. Maksud dari teori ini adalah suatu bentuk organisasi yang berteori tentang kerja itu dapat dilakukan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh perusahaan tanpa campur tangan hubungan kepribadian karyawan.

2.2.4. Konflik Peran

Bila seseorang individu dihadapkan pada pengharapan peran yang berlainan, akibatnya adalah konflik peran. Konflik ini ada bila seorang individu mendapatkan bawah patuh pada persyaratan satu peran menyebabkan kesulitan untuk mematuhi persyaratan daripada peran lain. Hal itu akan mencakup situasi di mana dua atau lebih pengharapan peran saling berlawanan ( Stephen P. Robbins : 2001 ).

Tenaga kerja profesional menurut Derber dan Schwartz ( 1991 ) dalam JRAI Dwi Fitri Puspa dan Bambang LS, ( 1999 ) adalah mereka yang terlatih untuk melaksanakan tugas yang komplek secara indepeden dan yang dalam memecahkan masalah yang timbul dalam pelaksanaan tugas ini dengan


(33)

menerapkan keahlian dan pengalamannya. Ini berarti bahwa dalam diri seorang profesional terdapat suatu sistem nilai atau norma yang akan mengatur perilaku mereka dalam proses pelaksanaan tugas atau pekerjaan mereka.

Seorang profesional dalam melaksanakan tugasnya, terutama ketika menghadapi suatu masalah tertentu akan sering menerima dua perintah sekaligus. Perintah pertama datang dari kode etik profesi , sedangkan yang kedua datang dari sistem pengendalian yang berlaku di perusahaan. Apabila profesional bertindak sesuai dengan kode etiknya, maka ia akan merasa tidak berperan sebagai karyawan perusahaan yang baik. Sebaliknya apabila ia bertindak sesuai dengan prosedur yang ditentukankan oleh perusahaan, maka ia akan merasa telah bertindak secara tidak profesional. Kondisi ini yang disebut konflik peran, yaitu konflik yang timbul karena mekanisme pengendalian birokratis organisasi tidak sesuai dengan norma, aturan, etika dan kemandirian profesional. Konflik peran merupakan suatu gejala psychologis yang dialami oleh anggota organisasi yang bisa menimbulkan rasa tidak nyaman dalam bekerja dan secara potensial bisa menurunkan motivasi kerja ( Dwi Fitri Puspa dan Bambang Riyanto LS : 1999 ). Menurut Kahn dkk ( 1964 ) serta Jackson dan Schuler ( 1985 ) dalam JRAI Dwi Fitri Puspa dan Bambang Riyanto LS ( 1999 ), menemukan konflik peran mempunyai dampak yang negatif terhadap perilaku karyawan, seperti timbulnya ketegangan kerja, penurunan kepuasan kerja, penurunan komitmen pada organisasi dan penurunan kinerja keseluruhan.


(34)

2.2.4.1 Teori yang melandasi hubungan Konflik Peran dan Kinerja Manajerial

Tiga elemen Teori Kelompok yang dikembangkan oleh George Homans ( Thoha, 2003 : 80 ) yaitu suatu teori yang berdasarkan pada aktivitas-aktivitas, interaksi-interaksi dan sentimen-sentimen ( perasaan dan emosi ).

Tiga elemen ini satu sama lain saling berhubungan secara langsung antara lain sebagai berikut:

a. Semakin banyak aktivitas-aktivitas seseorang dilakukan dengan orang lain semakin beraneka interaksi-interaksinya dan juga semakin kuat tumbuhnya sentimen-sentimen mereka.

b. Semakin banyak interaksi-interaksi orang-orang, maka semakin banyak kemungkinan aktivitas-aktivitas dan sentimen yang ditularkan pada orang lain.

c. Semakin banyak aktivitas dan sentimen yang ditularkan pada orang lain serta sentimen seseorang dipahami oleh orang lain, maka semakin banyak kemungkinan ditularkannya aktivitas dan interaksi-interaksi.

Menurut ( Lurie, 1981 ) yang dikutip oleh ( Puspa & Riyanto, 1999 : 120), tingkat keinginan untuk mempertahankan sikap profesional berbeda-beda antara satu pekerja profesional dengan pekerja profesional yang lainnya. Proses sosialis dapat mempengaruhi kemandirian seorang profesional. Dimana para profesional merasa dirinya sebagai bagian dari organisasian melepas norma, aturan dan kode etik profesi dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya oleh karena itu kemungkinan terjadinya konflik peran sangat rendah.


(35)

2.2.5. Kepuasan Kerja

Menurut Stephen P. Robbins ( 2001 : 24 ), definisi kepuasan kerja adalah sebagai berikut :

“ Kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yand diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima.”

Menurut Davis dan Newstrom ( 1995 : 105 ), definisi kepuasan kerja sebagai berikut :

“ Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka ”.

2.2.5.1. Faktor - Faktor yang Mendorong Kepuasan Kerja

Faktor-faktor yang lebih penting untuk mendorong kepuasan kerja menurut Robbins ( 2001 : 149 ) :

1.) Kerja yang secara mental menantang

Karyawan lebih cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan baragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja.

2.) Ganjaran yang pantas

Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak merugikan dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada


(36)

tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang adil. Promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak dan status sosial yang meningkat. Oleh karena itu individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dengan cara yang adil kemungkinan beasr akan merasakan kepuasan dengan pekerjaan mereka.

3.) Kondisi kerja yang mendukung

Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Studi-studi memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan fisik yang tidak berbahaya atau merepotkan.

4.) Rekan sekerja yang mendukung

Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang terwujud dari pekerjaan mereka. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidak mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja ramah dan mendukung kepada meningkatnya kepuasan kerja.

5.) Kesesuaian kepribadian pekerjaan

Orang-orang yang tipe kepribadiannya kongruen ( sama dan sebangun ) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi


(37)

tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian lebiih besar kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut dan sukses ini mempunyai kemingkinan yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari pekerjaan mereka.

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara ( 2000 : 120 ), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :

a Faktor pegawai.

Yaitu kecerdasan, kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi dan sikap kerja.

b Faktor pekerjaan.

Yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat atau golongan, kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial dan hubungan kerja.

2.2.5.2. Alasan Kepuasan Kerja

Robert L. Kahn ( Davis dan Newtrom : 1995 ) mengemukakan :

“ Kepuasan kerja tampaknya memang mengurangi tingkat kemangkiran, pergantian pegawai dan barangkali juga tingkat kecelakaan yang terjadi.”

Kepuasan kerja yang tinggi diinginkan oleh para manajer karena dapat dikaitkan dengan hasil positif yang mereka harapkan. Kepuasan kerja yang tinggi merupakan tanda bahwa organisasi dapat dikelola dengan baik dan pada dasarnya merupakan hasil manajemen perilaku yang efektif. Kepuasan kerja adalah ukuran


(38)

proses pembangunan iklim manusia yang berkelanjutan. Sebagai sekumpulan perasaan, kepuasan kerja bersifat dinamis. Para manajer tidak dapat menciptakan kondisi yang dapat menimbulkan kepuasan kerja sekarang dan kemudian mengabaikannya karena tingkat kepuasan kerja bisa saja menurun dengan cepat.

Sedangkan menurut Indrawijaya ( 1989 : 72-73 ) menyebutkan bahwa kepuasan kerja penting, karena :

1.) Alasan nilai

Kita mengetahui bahwa para tenaga kerja menggunakan sebagian waktu dalam bekerja. Oleh sebab itu mereka menginginkan agar waktu tersebut dapat digunakan dengan penuh kesenangan, kegembiraan dan kebahagiaan.

2.) Alasan kesehatan jiwa

Seseorang yang melihat pekerjaannya sebagai sesuatu yang tidak berharga atau sebagai sesuatu yang tidak penting, cenderung membawanya kelingkungan keluarganya dan masyarakat sekitar.

3.) Alasan kesehatan jasmaniah

Orang yang menyenangi pekerjaannya juga cenderung mendapatkan lebih banyak uang dari pekerjaan tersebut dengan demikian mempunyai kemampuan lebih untuk memenuhi kebutuhan fisiknya dengan baik.


(39)

2.2.5.3 Akibat Dari Tidak Terpenuhinya Kepuasan Kerja.

Akibat yang timbul dari perasaan tidak puas terhadap pekerjaannya, adalah :

a Pergantian karyawan.

Seorang karyawan yang merasa puas akan pekerjaannya akan bertahan lebih lama dari perusahaan, sedangkan karyawan yang tidak puas akan meninggalkan perusahaan tempat kerjanya untuk mencari perusahaan lain. b Absensi.

Karyawan tidak masuk kerja mempunyai berbagai macam alasan, misalnya sakit, ijin dan cuti. Karyawan yang merasa tidak puas akan lebih memanfaatkan untuk tidak masuk kerja. Banyak sedikitnya karyawan yang tidak masuk kerja memberikan gambaran tentang kepuasan kerja dari karyawan tersebut.

2.2.5.4 Teori yang melandasi Kepuasan Kerja dan Kinerja Manajerial

Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja manajerial dilandasi oleh teori motivasi kerja ( The motivation to work ) yang dikemukakan oleh Hezberg, 1959 ( Maryani dan Bambang Supomo, 2001 ). Teori ini menyatakan bahwa faktor-faktor intristik berkaitan dengan ketidakpuasan kerja. Maksud dari teori ini adalah faktor-faktor instristik seperti prestasi, pengakuan, dan tanggung jawab berkaitan dengan kepuasan kerja. Apabila orang yang ditanyai itu merasa senang tentang pekerjaan mereka, maka mereka cenderung mengerakan ciri-ciri ini pada diri sendiri. Sebaliknya apabila mereka merasa tidak puas, mereka cenderung untuk


(40)

menyebut faktor-faktor luar seperti kebijakan perusahaan dan administrasi, pengawasan, hubungan antar pribadi dan situasi kerja.

2.2.6. Kinerja Manajerial

Sumber daya yang paling penting dalam sebuah organisasi adalah sumber daya manusia. Kebutuhan akan perencanaan sumber daya manusia mungkin tidak segera tampak. Orang mungkin bertanya, jika organisasi memerlukan orang baru, mengapa dengan mudah saja menariknya? Sebenarnya kebutuhan sumber daya manusia sukar dipenuhi secepat itu. Organisasi yang tidak merencanakan sumber daya manusianya sering menemukan bahwa mereka tidak dapat memenuhi kebutuhannya akan pegawai atau tujuan keseluruhan secara efektif ( James A.F. Stober dan Charles Winkel, 1986 : 467 ).

Kinerja manajer menurut Mahoney dkk. ( 1963 ) dalam JRAI Maulana Kamal dan Ainun Na’im, 2000 adalah kinerja para individu anggota organisasi dalam kegiatan-kegiatan manajerial seperti perencanaan, investigasi, koordinasi, supervisi, pengaturan staff, negoisasi dan representasi.

Penilaian manajer merupakan kunci utama dalam pengembangan manajemen. Penilain manajer jelas penting bagi pengembangan manajemen karena dengan mengetahui sejauh mana para manajer merencanakan, mengorganisasi, melakukan staffing, memimpin dan mengendalikan adalah merupakan satu-satunya jalan untuk memastikan bahwa orang-orang yang menduduki jabatan itu benar-benar mengelola dengan efektif. Jika suatu


(41)

organisasi ingin mencapai sasarannya secara efektif dan efisien, cara-cara untuk menilai secra tepat kinerja manajemen harus ditemukan dan dijalankan ( Koontz, Cyril O’Donnell dan Heinz eihrich ; 1984 ).

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara ( 2000 : 67 ) kinerja manajer adalah efisiensi dan efektifitas pertanggung jawaban hasil kerja manajer yang meliputi pendapatan dan pengeluaran yang berguna untuk perencanaan, berkoordinasi dan mengontrol kegiatan sehari-hari. Rendahnya mutu tenaga kerja tidak hanya menyebabkan rendahnya prestasi kerja dan penghasilan tetapi juga menyulitkan usaha-usaha pemantapan sumber daya alam yang melimpah. Manajemen sumber daya manusia atau dalam praktek lebih sering disebut manajemen personalia merupakan ilmu manajemen yang menyangkut bidang ilmu jiwa ( psikologi ), sosiologi, ekonomi dan administrasi manajemen personalia dituntut bersifat dinamis seiring dengan perkembangan ilmu yang mendasarinya. Perubahan atau perkembangan pada bidang ilmu jiwa misalnya akan menuntut manajemen personalia untuk selalu dapat mengikutinya agar tetap relevan dengan permasalahan yang ada.

Sebagai misal, apabila terjadi penurunan kinerja manajer yang disebabkan oleh beban psikologis seperti kondisi depresi atau stress terhadap pekerjaan maka psikologi-psikologi akan mempelajari bagaimana cara-cara mengatasi permasalahan yang terkait dengan sumber daya manusia dengan baik diantaranya ditampilkan leadership yang baik serta penciptaan kinerja internal yang baik.

Manajer dalam posisinya sebagai pimpinan yang mengarahkan bawahannya dalam upaya mencapai tujuan-tujuan usaha yang telah ditetapkan


(42)

oleh perusahan, harus melakukan koordinasi yang baik dengan departemen manapun di dalam perusahaan yang bersangkutan.

2.2.6.1. Tugas Manajer

Manajer yang efisien akan menghasilkan output ( hasil ) dengan menggunakan input ( karyawan, bahan dan waktu ). Manajer yang berhasil menekan biaya sumber daya yang digunakan untuk mencapai tujuan berarti efisien. Sedangkan efektifitas berarti kemampuan untuk memilih dengan tepat. Manajer yang efektif adalah manajer yang memilih pekerjaan yang benar untuk dilaksanakan. Kegiatan – kegiatan utama manajemen menurut James A. F. Stoner dan Charles Winkel ( 1986 : 19 ) adalah :

1) Perencanaan. Rencana memberikan sasaran bagi organisasi dan menetapkan prosedur terbaik untuk mencapai sasaran tersebut.

2) Pengorganisasian. Bila manajer telah menetapkan sasaran dan mengembangkan rencana atau program untuk mencapainyan, ia harus merancang dan mengembangkan sebuah organisasi yang mampu menjalankan program itu agar berhasil. Manajer harus mempunyai kemampuan untuk menentukan jenis organisasi yang akan dibutuhkan untuk mencapai serangkaian tujuan yang telah ditentukan.

3) Pemimpin. Setelah rencana disusun, struktur organisasi telah ditentukan serta staf telah direktur dan dilatih, langkah berikutnya adalah mengatur gerakan ke arah sasaran organisasi yang telah ditetapkan.


(43)

4) Pengendalian. Artinya, manajer harus memastikan bahwa tindakan para anggota organisasi benar-benar membawa organisasi ke arah tujuan yang telah ditetapkan. Melalui fungsi pengendalian manajer dapat menjaga organisasi dan tidak membiarkannya terlalu jauh menyimpang dari tujuannya. Fungsi ini mencakup tiga unsur utama :

a.) Menetapkan standar prestasi.

b.) Mengukur prestasi yang sedang berjalan dan membandingakan dengan standar yang telah ditetapkan.

c.) Mengambil tindakan untuk memperbaiki prestasi yang tidak sesuai dengan standar.

2.2.6.2. Penilaian Kinerja Manajer

Penilaian kinerja manajer menurut Mulyadi dan Jhony Setiawan ( 2001 : 353 ) adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi bagian organisasi dan personelnya, berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Tujuan utama penilaian kinerja manajer adalah untuk memotivasi personel dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran organisasi.

Menurut Mulyadi dan Jhony Setiawan ( 2001 : 354 ) seseorang yang memegang posisi manajerial diharapkan mampu menghasilkan suatu kinerja


(44)

manajerial. Berbeda dengan kinerja karyawan yang bersifat kongkrit kinerja manjerial bersifat abstrak dan kompleks. Manajer mampu menghasilkan dan mengerahkan bakat dan kemapuan serta usaha beberapa orang lainnya berada di daerah wewenangnya.

2.2.6.3. Manfaat Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja menurut Mulyadi ( 1993: 417 ) dimanfaatkan oleh organisasi untuk :

a.) Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian personel secara maksimum.

b.) Menyediakan suatu dasar untuk mendistribusikan penghargaan.

c.) Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penghargaan personel seperti promosi, transfer dan pemberhentian.

2.2.6.4. Tingkatan Manajemen dan Ketrampilan Manajer

Secara umum “ Manajer ” berarti setiap orang yang mempunyai tanggung jawab atas bawahan dan sumber daya organisasi lainnya. Tingkatan manajemen dalam organisasi menurut T. Hani Handoko ( 1999 : 17 ) akan menjadi tiga golongan yang berbeda, yaitu :

1) Manajer Lini Pertama.

Tingkatan yang terendah dalam sebuah organisasi di mana seseorang bertanggung jawab atas pekerjaan orang lain dan mengarahkan karyawan


(45)

operasional, tetapi tidak mensupervisi manajer lain. Manajemen ini sering disebut supervisor.

2) Manajer Menengah.

Manajemen ini menunjukkan sebuah organisasi ada lebih dari satu tingkatan. Manajemen ini mengarahkan kegiatan-kegiatan karyawan operasional. Tanggung jawab utamanya adalah mengarahkan kegiatan-kegiatan yang mengimplementasikan kebijaksanaan organisasi dan membuat keseimbangan antara apa yang dituntut oleh atasannya dengan kemampuan para bawahannya.

3) Manajer Puncak.

Manajemen ini bertanggung jawab atas manajemen yang menyeluruh dari organisasi yang bersangkutan. Mereka menetapkan kebijaksanaan operasional dan menuntun interaksi organisasi dengan lingkungannya. Robert L. Katz mengidentifikasikan tiga jenis utama ketrampilan, yaitu teknis, manusiawi dan konseptual yang menurut pendapatnya diperlukan oleh semua manajer ( James A. F. Stoner, 1986 :22 ), yaitu :

1.) Keterampilan teknis, adalah kemampuan untuk menggunakan alat-alat, prosedur dan teknik suatu bidang yang khusus.

2.) Keterampilan manusiawi, adalah kemampuan bekerja dengan orang lain, memahami orang lain dan memotivasi orang lain baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok.


(46)

3.) Keterampilan konseptual, adalah kemampuan mental untuk mengkoordinasikan dan memadukan semua kepentingan dan kegiatan organisasi.

2.2.6.5. Motivasi

Pengertian motivasi menurut Fuad ( 2000 : 97 ) adalah pemberian motif ( penggerak ) kepada karyawan untuk dapat bekerja sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat secara efisien dan efektif tercapai.

Apabila tenaga kerja menyukai pekerjaannya, menganggap tugas mereka penuh tantangan dan menyukai lingkungan kerja secara umum maka biasanya mereka akan berusaha maksimal untuk melaksanakan pekerjaan dengan penuh semangat dan penuh dedikasi. Untuk maksud tersebut ada dua jenis motivasi yang dapat ditanamkan menurut Fuad ( 2000 : 97 ), yaitu :

a Motivasi positif.

Yaitu proses mempengaruhi orang lain dengan memberikan tambahan tingkat kepuasan tertentu, misalnya memberikan promosi, tambahan penghasilan, menciptakan kondisi kerja yang nyaman.

b Motivasi negatif.

Yaitu proses mempengaruhi orang lain dengan memberikan ancaman atau mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu dengan terpaksa, misalnya memberikan ancamandengan penurunan pangkat, pemotongan gaji atau dipecat dari jabatannya.


(47)

2.2.7. Hubungan antara Lingkungan Pengendalian Organisasi, Konflik Peran dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Manajerial.

Lingkungan pengendalian organisasi adalah lingkungan manusia di mana para anggota organisasi melakukan pekerjaan mereka yang mengarah pada sistem pengendalian perilaku atau profesional.

Karakteristik mendasar dari manajemen adalah bahwa para manajer mencapai hasil melalui orang lain dan bahwa ruang lingkup pekerjaan manajerial adalah sebuah organisasi ( Gibson, Donelly dan Ivanevich, 1997 : 331 ). Mengelola dan memotivasi pekerja secara efektif merupakan unsur kritis dalam pengembangan fungsi manajerial untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengkomunikasikan tugas-tugas secara efektif, menghargai kinerja yang baik dan menciptakan suasana yang mendukung usaha para pekerja serta kebutuhan individu ( Gibson, Donelly dan Ivanevich, 1997 : 299 ).

Sistem kemandirian profesional dalam memecahkan masalah yang dihadapi pelaksanaan tugasnya akan cenderung menbuat mereka menuntut penguasaan dan pengendalian secara penuh terhadap prosedur pelaksanaan tugas. Konflik peran merupakan suatu gejala psychologis yanng dialami oleh anggota organisasi yang bisa menimbulkan rasa tidak nyaman dalma bekerja dan secara potensial bisa menurunkan motivasi kerja. Kahnn dkk ( 1964 ), Jackson dan Schuler ( 1985 ) menemukan bahwa konflik peran mempunyai dampak negative terhadap perilaku karyawan, penurunan komitmen pada organisasi dan penurunan kinerja keseluruhan.


(48)

Kepuasan kerja merujuk pada sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi ataupun ditugaskan kepadanya dilingkungan kerjanya. Karyawan yang puas adalah mereka yang berproduksi tinggi, sedang atau rendah dan mereka akan cenderung menentukan tingkat prestasi yang menimbulkan bagi mereka.

Keyakinan bahwa karyawan yang puas akan lebih produktif dari pada karyawan yang tidak puas terhadap pekerjaannya telah menjadi suatu ajaran dasar bagi para manajer. Dari sudut pandang manajemen, karyawan yang bermotivasi tinggi dengan tingkat kepuasan kerja yang rendah akan berusaha mencari pekerjaan lain. Oleh sebab itu yang harus dilakukan manajer adalah menggunakan motivator yang mengarahkan karyawan untuk bekerja secara efektif bagi perusahaan ( Harold Koontz, Cyril O’Donell dan Heinz Weihrich ; 1984 ).

2.3. Kerangka Pikir

Pada hakekatnya kerangka pikir ini merupakan upaya untuk mencoba menjawab secara ringkas permasalahan yang telah diidentifikasikan secara rasional melalui alur pikir yang didasarkan pada kerangka logis.

Secara tidak langsung yang dimaksud dengan pemikiran sebenarnya telah terdapat dalam bahasan landasan teori. Jadi sumber kerangka pikir adalah landasan teori yang dihubungkan dengan variabel penelitian dalam upaya memecahkan masalah.


(49)

Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu yang telah dikemukakan di atas maka dapat diambil premis-premis yang kemudian dari premis-premis tersebut disimpulkan sehingga dapat dijadikan dasar dalam mengemukakan hipotesis. Premis-premis tersebut adalah :

 Premis 1

Terdapat hubungan yang negatif antara konflik peran dan kepuasan kerja, dalam hal ini konflik peran hanya berpengaruh terhadap kinerja manajerial. ( Abernethy dan Stoelwinder, 1995 ) ( dikutip oleh Dwi Fitri Puspa dan Bambang Riyanto, 1999 ).

 Premis 2

Tenaga kerja professional yang bekerja dalam lingkungan organisasi yang birokratis mengalami konflik peran ( Hall, 1967 ; Scott, 1966 ; Paelin, 1989 ; Copur, 1990 ) (dikutip oleh Dwi Fitri Puspa dab Bambang Riyanto)

 Premis 3

Kepuasan kerja mencerminkan kegembiraan atau sikap emosi positif yang berasal dari pengalaman kerja seseorang ( Locke, 1967 ) ( dikutip oleh Maulana Kamal dan Ainun Naim, 2000 ).

 Premis 4

Kepuasan kerja sering ditentukan oleh sejauh mana hasil kerja memenuhi atau harus melebihi harapan seseorang ( Luthans, 1995 ) ( dikutip oleh Maulana Kamal dan Ainun Naim, 2000 ).


(50)

 Premis 5

Konflik peran bisa membawa akibat negative, seperti menurunnya tingkat kepuasan kerja dan komitmen pekerja, serta menurunnya kinerja

( Jackson dan Schuler, 1985; Abernethy dan Stoelwinder, 1998) dikutip oleh Dwi Fitri Puspa dan Bambang Riyanto, 1999 ).

 Premis 6

Fakta menunjukkan bahwa factor penting yang lebih banyak mendatangkan kepuasan kerja adalah pekerjaan yang secara mentalitas memberi tantangan, penghargaan yang layak, kondisi kerja yang menunjang dan rekan kerja yang mendukung. Sebuah analisis yang lebih cermat menunjukkan bahwa kepuasan memiliki efek positif pada produktivitas, efek tersebut sangat kecil ( Stephen P. Robbins, 2002 ).

 Premis 7

Bentuk lingkungan pengendalian administrastif atau birokratis ternyata secara potensial bisa menimbulkan konflik bagi professional yang berpengaruh secara negative terhadap kepuasan kerja dan mempunyai efek negative bagi organisasi ( Dwi Fitri Puspa dan Bambang Riyanto, 1999 ).


(51)

Dari uraian di atas maka dapat digambarkan kerangka pikirnya sebagai berikut :

Gambar Kerangka Pikir :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Konflik peran (X2)

Lingkungan Pengendalian Organisasi (X1)

Kinerja Manajerial (Y)

Kepuasan Kerja (X3)

Regresi Linier Berganda Keterangan :

-- = Terdapat Pengaruh

-- = Uji Regresi Linier Berganda

2.4. Hipotesis.

Dari diagram kerangka di atas maka disusun hipotesis sebagai berikut : “ Bahwa lingkungan pengendalian organisasi, konflik peran dan kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja manajerial di PT. PLN (Persero) APJ Sidoarjo ”.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional

Definisi operasional menurut Nazir ( 1998 : 152 ) adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut. Definisi operasional menentukan bagaimana suatu variabel atau konstrak itu diukur. Variabel diukur dengan menggunakan instrumen pengukuran dalam bentuk kuesioner yang memenuhi pertanyaan-pertanyaan tipe Semanthic Differensial”. Untuk setiap pilihan responden atau jawaban diberi skor dan skor yang diperoleh mempunyai tingkat pengukuran interval.

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini akan menggunakan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Kinerja manajerial ( Y ) sebagai variabel terikat, diduga dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas yaitu lingkungan pengendalian organisasi ( X1 ), konflik peran ( X2 ) dan kepuasan kerja ( X3 ).

Definisi variabel-variabel tersebut adalah : 1. Lingkungan Pengendalian Organisasi ( X1 ).

Adalah lingkungan manusia dimana para pegawai organisasi melakukan pekerjaan mereka yang mengarah pada sistem pengendalian perilaku atau pengendalian profesional. Pihak manajemen membuat suatu kebijakan


(53)

yang berupa prosedur dan aturan kerja dalam bentuk pengendalian terhadap manajer agar sesuai dengan keinginan pihak manajemen.

2. Konflik Peran ( X2 ).

Adalah suatu konflik yang timbul karna mekanisme pengendalian birokratis organisasi tidak sesuai dengan norma, aturan, etik dan kemamdirian professional. Pihak manajemen menyerahkan suatu tanggung jawab penuh kepada professional untuk menyelesaikan masalah perusahaan, tanpa harus menyimpang dengan mekanisme pengendalian perusahaan.

3. Kepuasan Kerja ( X3 ).

Adalah kepuasan yang diperoleh para manajer didalam pekerjaannya selama ini. Variabel kepuasan kerja diukur dari prestasi kerja, penghargaan terhadap pekerjaan, respon terhadap pekerjaan dan kemajuan terhadap pekerjaan.

4. Kinerja Manajerial ( Y ).

Adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh manajer dalam mengoperasikan kegiatan suatu organisasi perusahaan secara efektif dan efisien sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Kinerja manajer dalam kegiatan-kegiatan manajerial meliputi perencanaan, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pengaturan staf, negoisasi dan perwakilan.


(54)

Sedangkan untuk tehnik pengukuran kinerja manajerial ini adalah dengan membandingkan kesesuaian antara realisasi dengan anggaran yang ditargetkan ( Schermerhorn, 1998 : 166 ).

3.2. Pengukuran Variabel.

Skala pengukuran yang digunakan dalam mengukur variabel-variabel tersebut baik itu variabel bebas maupun variabel terikat adalah menggunakan skala Semanthic Differensial. Skala ini tersusun dalam satu garis kontinum dengan jawaban sangat positifnya terletak di sebelah kanan dan jawaban sangat negatifnya terletak di sebelah kiri, atau sebaliknya. Skala data yang digunakan adalah skala interval, yaitu skala yang menunjukkan tingkatan dan jarak yang sama diantara titik bipolarnya.

1. Lingkungan Pengendalian Organisasi ( X1 )

Ada 5 item pertanyaan yang diajukan untuk mengukur persepsi responden tentang lingkungan pengendalian organisasi tempat mereka bekerja. Pengukuran variabel ini menggunakan instrumen ynag dikembangkan oleh Oichi ( 1997 ) dan Govindarajan dan Fisher ( 1990 ) seperti yang dikutip oleh Ika Kurniawaty ( 2003 ) dengan skala perbedaan semantik 7 poin. Satu, sangat tidak setuju sampai dengan tujuh, sangat setuju.


(55)

2. Konflik Peran ( X2 )

Konflik Peran terdiri dari 6 item pertanyaan dan dikembangkan oleh Rizzo dkk ( 1970 ) dengan skala semantic differential 7 poin. Satu sangat tidak setuju dampai dengan 7 sangat setuju.

3. Kepuasan Kerja ( X3 )

Kepuasan kerja terdiri dari 8 item pertanyaan dan dikembangkan dengan skala perbedaan semantik 7 poin. Satu, sangat tidak setuju atau sangat tidak memuaskan sampai dengan tujuh, sangat setuju atau sangat memuaskan.

4. Kinerja Manajerial ( Y )

Kinerja manajerial diukur dengan instrumen yang terdiri dari 5 item pertanyaan dan dikembangkan dengan skala perbedaan semantik 7 poin. Satu, sangat tidak setuju sampai dengan tujuh, sangat setuju.

Contoh kuesioner : Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 Sangat setuju

Jawaban bernilai 1 berarti cenderung sangat tidak setuju dengan pertanyaan yang diberikan. Nilai 4 merupakan nilai tengah antara sangat tidak setuju dengan sangat setuju. Kesimpulan jawaban dengan nilai 1 sampai 3 cenderung sangat tidak setuju dengan pertanyaan yang diberikan. Jawaban antara 5 sampai 7 berarti cenderung sangat setuju dengan pertanyaan yang diberikan.


(56)

3.3. Teknik Penentuan Sampel 3.3.1. Obyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahan jasa yang bergerak dalam bidang kelistrikkan yaitu PT. PLN ( Persero ) yang merupakan BUMN berskala nasional. Pada penelitian ini peneliti khusus mengadakan penelitian pada PT. PLN.(Persero) APJ Sidoarjo.

3.3.2. Populasi dan Sampel.

a Populasi.

Menurut Mudrajat Kuncoro ( 2003 : 108 ) populasi adalah suatu kelompok dari elemen penelitian, dimana elemen adalah unit terkecil yang merupakan sumber dari data yang diperlukan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh manajer, asisten manajer dan supervisor PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo yang berjumlah 11 orang.

b Sampel.

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh manajer, asisten manajer dan supervisor yang ada pada PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo yaitu 1 orang manajer, 5 orang asisten manajer dan 5 orang supervisor. Jadi jumlah keseluruhan sebanyak 11 sampel. Oleh karena jumlah sampel meliputi semua yang terdapat di dalam populasi, maka penelitian ini disebut studi populasi atau studi sensus.


(57)

3.4. Teknik Pengumpulan Data.

Penelitian ini menggunakan data primer berupa persepsi para manajer dari berbagai departemen pada PT. PLN ( Persero ) APJ Sidoarjo, tentang variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian yang diperoleh dengan menggunakan :

a.) Kuesioner

Adalah teknik pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirimkan daftar pertanyaan untuk diisi oleh responden.

b.) Wawancara.

Adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam.

c.) Dokumentasi.

Adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui dokumen.

3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis 3.5.1. Uji Validitas

Uji Validitas adalah suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang isi sebenarnya yang diukur. Analisis validitas item bertujuan untuk menguji apakah tiap butir pertanyaan benar-benar telah valid. Untuk mengetahuinya yaitu dengan melihat rhasil untuk tiap item ( variabel ) pada kolom Corrected item–Total


(58)

Correlation. Koefisien masing-masing item kemudian dibandingkan dengan nilai rkritis dengan kriteria pengujian sebagai berikut :

a. Jika nilai rhitung > 0,30 berarti pernyataan valid

b. Jika nilai rhitung < 0,30 berarti pernyataan tidak valid ( Azwar, 1997 : 69 ).

3.5.2 Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah jawaban yang diberikan responden dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dengan perkataan lain, hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap objek dan alat pengukur yang sama. ( Sumarsono, 2002 : 34 ).

Perhitungan keandalan butir dalam penelitian ini dengan melihat rhasil yaitu

nilai ALPHA ( terletak di akhir output ). Dasar pengambilan keputusan: a. Jika nilai ALPHA > 0,60 berarti pernyataan reliable

b. Jika nilai ALPHA < 0,60 berarti pernyataan tidak reliable

3.5.3. Uji Normalitas

Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti sebaran normal / tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut mengikuti sebaran norma dapat dilkukan dengan berbagai metode di antaranya adalah metode Kolmogorov Smornovdan metode SaphiroWilk.

Pedoman dalam mengambil keputusan apakah sebuah distribusi data mengikuti distribusi normal adalah :


(59)

- Jika nilai signifikansi (nilai probabilitasnya) lebih kecil dari 5%, maka distribusi adalah tidak normal.

- Jika nilai signifikansi (nilai probabilitasnya) lebih besar dari 5%, maka distribusi adalah normal.

3.5.4. Uji Asumsi Klasik.

Persamaan regresi linier harus bersifat BLUE ( Best Linear Unbiased Estimator ), artinya pengambilan keputusan uji F dan uji t tidak boleh bias.

Untuk bisa dikatakan sebagai alat ukur yang BLUE maka persamaan regresi harus memenuhi ketiga asumsi klasik berikut ini :

1. Tidak boleh terjadi Autokorelasi 2. Tidak boleh terjadi Multikolinearitas 3. Tidak boleh terjadi Heterokedastisitas

Berikut ini uraian singkat mengenai ketiga asumsi tersebut dan bagaimana cara mendeteksinya.

1. Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara data observasi yang diurutkan berdasarkan waktu urut ( time series ) atau data yang diambil pada waktu tertentu atau ( data cross-sectional ). Dalam konteks regresi, model regresi linier mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbansi atau nilai pengganggu ( Gujarati, 1993 : 201 ).


(60)

Jadi suatu model regresi dikatakan tidak terjadi autokorelasi jika nilai

residul dari observasi pada waktu ke –t (

e

t

)

tidak boleh ada hubungan

dengan nilai residual dengan observasi sebelumnya (

e

t-1 ).

Menurut ( Ghozali, 2001: 61 ), Pendeteksian autokorelasi dalam penelitian adalah dengan menggunakan perhitungan nilai Durbin Watson (DW). Tetapi dalam penelitian ini tidak dilakukan uji autokorelasi karena data dalam penelitian ini adalah Data Cross Section bukan Time Series.

2. Multikolinearitas

Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel ( Ghozali, 2005 : 57 ). Besar nilai VIF yang digunakan acuan adalah VIF dibawah 10, apabila nilai VIF lebih tinggi dari 10 maka akan terjadi multikolinearitas.

3. Heteroskedastisitas

Maksud dari penyimpangan heteroskedastisitas adalah jika nilai residual tidak konstan atau berbeda untuk setiap nilai tertentu variabel bebas. Dalam regresi linier, nilai residual harus konstan untuk setiap nilai variabel bebas, jika ketentuan ini dilanggar maka akan terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2001 : 69 ). Dengan kata lain dalam suatu model regresi linier, nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan variabel bebas.

Pendeteksian heteroskedastisitas dalam penelitian ini yaitu dengan cara menghitung korelasi Rank Spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas. Jika koefisien korelasi untuk semua variabel bebas


(61)

terhadap residual lebih besar dari tarif signifikan 0,05 yang berarti dalam hasil ini tidak terdapat gejala heteroskedastisitas ( Santoso, 2001 : 210 ).

3.5.5. Teknik Analisis

Teknik analisis regresi linier berganda yang disajikan dalam persamaan sebagai berikut :

Y =

β

0

+

β

1

X

1

+

β

2

X

2

+

Є

i

... ( Anonim, 2003 : L-21)

Keterangan :

Y

= Variabel terikat, yaitu kinerja manajerial

β

0 = Konstanta

β

1 = Konstanta regresi X1

β

2 = Konstanta regresi X2

X

1 = Lingkungan Pengendalian Organisasi

X

2 = Konflik Peran X3 = Kepuasan Kerja

Є

i

= Variabel pengganggu, yaitu yang diasumsikan = 0, karena tidak diasumsikan dalam penelitian.


(62)

3.5.6. Uji Hipotesis

Uji Regresi Linier Berganda digunakan untuk menguji hipotesis agar diketahui adanya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

 Uji F.

Untuk menguji cocok atau tidaknya model regresi yang dihasilkan dan untuk menguji pengaruh lingkungan pengendalian organisasional dan kepuasan kerja terhadap kinerja manajerial digunakan Uji F dengan prosedur sebagai berikut :

a) Hipotesis. H0 : β1 = β2 = 0

( model regresi yang dihasilkan tidak cocok ) Hi : paling sedikit ada satu βi ≠ 0

( model regresi yang dihasilkan cocok ) b) Ketentuan pengujian.

1. jika tingkat signifikan ( p – value ) > 0,05 maka H0 diterima dan Hi

ditolak.

2. jika tingkat signifikan ( p – value ) < 0,05 maka H0 ditolak dan Hi


(63)

ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian

4.1.1. Sejarah Singkat Kelistrikan Di Indonesia

Cahaya listrik mulai bersinar di wilayah Indonesia sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda pada akhir abad ke-19. Pembangunan kelistrikan di Indonesia diawali sekitar tahun 1893 di wilayah kota Batavia, yang dikelolah oleh pemerintah daerah dengan nama Elektricitelt Bedrijf Batavia. Kemudian pada tahun 1903 di wilayah kota Medan dengan nama Electricitelt Bedrjf Deli

(Medan), dan pada tahun 1907 di wilayah kota Surabaya dengan nama

Elektricitelt Bedrijf Surabaya.

Tahun-tahun berikutnya pembangunan kelistrikan mulai dibangun di Palembang untuk kepentingan usaha pertambangan minyak, serta di Ujung pandang dan Ambon untuk kepentingan militer.

Pembangunan kelistrikan yang di kelolah pemerintah daerah setempat tersebut kemudian dialihkan ke perusahaan-perusahaan listrik swasta, antara lain: NV OGEM, NV ANIEM, NV ELECTRA, NV GEBEO, NV OJEM, NV SEM, NV BMB, dan NV EMB.

1. NV OGEM mulai beroperasi pada tanggal 27 Juni 1913, meliputi daerah kerja: kota Batavia, Jatinegara, Tangerang, Kebayoran lama, dan Cirebon (Luar Kota).


(64)

2. NV ARIEM mulai tanggal 6 Februari 1914 meliputi daerah kerja: kota Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Bukittinggi, Pontianak dan Ambon. 3. NV ELECTRA mulai tanggal 7 Juni 1915, meliputi daerah kerja: kota

Tulungagung.

4. NV GEBEO mulai tanggal 30 Januari 1923, meliputi daerah kerja: kota Bandung dan sekitarnya, Bogor, wilayah keresidenan dan kabupaten seluruh propinsi Jawa Barat, kecuali Cirebon.

5. NV OJES mulai tanggal 24 Februari 1925, meliputi daerah kerja: wilayah Keresidenan Panarukan dan beberapa Kabupaten di sekitarnya.

6. NV SEM mulai tanggal 21 Desember 1925, meliputi daerah kerja: Kesunanan Surakarta dan kabupaten yang termasuk dalam Kesunanan Surakarta.

7. NV BMB mulai tanggal 25 Juni 1927, meliputi daerah kerja: kota Rembang, wilayah kabupaten Blora dan Kabupaten Bojonegoro.

8. NV EMB mulai tanggal 27 September 1939, meliputi daerah kerja: wilayah Keresidenan Banyumas dan beberapa Kabupaten di sekitarnya. Pada saat meletus perang dunia II, ketika Jepang mulai menduduki Indonesia, semua perusahaan listrik yang ada di wilayah Indonesia beralih dibawah pengawasan tentara Jepang.

Perusahaan listrik yang ada di Jawa, oleh angkatan darat Jepang dijadikan Perusahaan listrik Jepang dengan nama:

1. Jawa Denki Yokosha yang berkantor pusat di Jakarta. 2. Seibu Jawa Denki Sha untuk wilayah Jawa Barat.


(65)

3. Chobu Jawa Denki Sha untuk wilayah Jawa Tengah. 4. Tobu Jawa Denki Sha untuk wilayah Jawa Timur.

Sedangkan cabang-cabang Perusahaan listrik lainnya tetap seperti semula. Pimpinan perusahaan listrik diseluruh wilayah Indonesia dipegang oleh seluruh pengusaha Jepang.

Setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia pimpinan perusahaan listrik diambil alih oleh pemerintah Indonesia, dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga ( Departemen PUT ).

Pengambilalihan perusahaan listrik dari pengusaha Jepang ke Indonesia pertama kali terjadi pada tanggal 21 September 1945 dan secara keseluruhan baru dapat diselesaikan pada tanggal 3 Oktober 1945.

Setelah penyerahan kedaulatan dari tangan penjajahan kepada Republik Indonesia Serikat ( RIS ) yang kemudian menjadi negara kesatuan Republik Indonesia, pengelolahan perusahaan listrik dikembalikan kepada pemilik semula yaitu perusahaan listrik swasta : NV OGEM, NV ANIEM, NV GEBEO, dan sebagainya, kecuali Pembangkit Tenaga Listrik yang semula bernama LWB tetap dikuasai oleh pemerintah republik Indonesia dengan nama PLN Penupetel / Direksi Pembangkit naungan Direktorat Jendral Ketenagaan Departemen PUT.

Perkembangan selanjutnya timbul tuntutan nasionalisasi dari organisasi Buruh Perusahaan Listrik Swasta. Pelaksanaan nasionalisasi terhadap perusahaan listrik NV OGEM terjadi pada tanggal 1 Januari 1954 dan terhadap NV ANIEM, terjadi pada tanggal 1 November 1954.


(66)

Setelah kedua perusahaan listrik swasta tersebut di nasionalisasi, maka dibentuklah “ PENUDITEL ” sebagai direksi Distribusi, dan “ PENUPETEL ” sebagai direksi pembangkitan, yang keduanya dibawah naungan Direktora Jendral Ketenagaan Departemen PUT.

Pada tahun 1957, karena tuntutan kembalinya Irian Barat menjadi sengketa dan menimbulkan bentrokan bersenjata, maka semua perusahaan listrik yang masih dikelola oleh perusahaan listrik swasta diambil alih oleh Organisasi Buruh dan selanjutnya diserahkan kepada pemerintah Repubik Indonesia.

Pada tahun 1960, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang-undang No. 19 Prp 1960 tentang Perusahaan negara dan pada tahun 1961 dibentuklah Badan Pimpinan Umum PLN ( BPUPLN ). Mulai itu, Perusahaan Listrik diseluruh wilayah Indonesia dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan nama Perusahaan Listrik Negara.

Perusahaan listrik negara yang megelola masalah pembangkitan dan pengusahaan diberi nama PLN Exploitasi, dan Perusahaan Listrik negara yang mengelola masalah pembangunan diberi nama PLN Pembangunan.

Pada tahun 1972, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan peraturan Pemerintah no. 19 tahun 1972 yang maknanya antara lain: menegaskan status PLN dari Perusahaan Listrik Negara menjadi Perusahaan Umum Listrik Negara.

Pada bulan April 1974 nama PLN Exploitasi dirubah menjadi PLN Distribusi / Pembangkitan, dan PLN Pembangunan dirubah menjadi PLN Proyek Induk.


(1)

4.4.1. Implikasi Praktis

Penelitian dimasa yang akan datang hendaknya memperkirakan faktor-faktor lainnya yang memiliki pengaruh pada kinerja manajerial, seperti peran motivasi, pelimpahan wewenang, partipasi anggaran dan lain sebagainya, selain itu lebih memperhatikan lagi obyek penelitian yang digunakan, karena dalam penelitian ini jumlah data penelitian sangat terbatas disebabkan kendala situasional yang mempengaruhi jawaban responden.

4.4.2. Perbedaan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Terdahulu

Selain hasil penelitian, persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang terletak pada obyek penelitian, variabel penelitian, dan hasil penelitian. Berikut ini rangkuman perbedaan dan persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang :

Tabel 4.14 : Perbedaan Hasil Penelitian Sekarang dengan Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Variabel Penelitian Obyek penelitian

Hasil Penelitian

1 Dwi fitri dan Bambang (1999) Tipe lingkungan pengendalian organisasi, orientasi profesional, konflik peran, kepuasan kerja dan kinerja. Rumah sakit umum dan rumah sakit yang berafiliasi dengan fakultas kedokteran yang tersebar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik hubungan antara lingkungan pengendalian, orientasi professional dan konflik peran untuk kelompok dosen dan untuk kelompok berbeda. Dan kepuasan kerja


(2)

dibeberapa propinsi Indonesia.

sedangkan konflik peran mempunyai hubungan negative yang artinya semakin tinggi tingkat konflik peran semakin rendah kinerja.

2 Dwi maryani dan bambang (2001)

Kepuasaan kerja, kinerja individual

Perguruan tinggi swasta di lingkungan kopertis wilayah V DIY.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja manajerial.

3 Putri (2008) Lingkungan pengendalian organisasi, konflik peran, kepuasan kerja

PT. PLN (Persero)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model regresi tidak sesuai untuk menguji pengaruh lingkungan

pengendalian organisasi, konflik peran dan kepuasaan kerja terhadap kinerja manajerial.

4.4.3. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian antara lain :

1. Penelitian ini menggunakan metode survei melalui kuisioner sehingga kesimpulan yang diambil hanya berdasarkan pada data yang dikumpulkan melalui penggunaan instrumen secara tertulis.

2. Kendala yang bersifat situasional, yaitu berupa situasi yang dirasakan responden pada saat pengisian kuisioner tersebut akan dapat mempengaruhi cara menjawab.


(3)

3. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa masih ada variabel lain yang mempengaruhi kinerja manajerial, sehingga penelitian mendatang hendaknya dipertimbangkan variabel-variabel lain tersebut.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa lingkungan pengendalian organisasi (X1), konflik peran (X2), kepuasan kerja (X3) tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial (Y) , hal ini terbukti lingkungan pengendalian organisasi (X1), konflik peran (X2), kepuasan kerja (X3) yang mempengaruhi sebesar 77,9% sedangkan sisanya 22,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dibahas pada penelitian ini, sehingga hipotesis penelitian ini “Bahwa lingkungan pengendalian organisasi, konflik peran dan kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja manajerial” tidak teruji kebenarannya.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan, maka beberapa saran bagi perusahaan, hendaknya lebih mengkoordinasi lingkungan organisasi, konflik peran dan kepuasan kerja agar berjalan dengan efektif sehingga dapat meningkatkan kinerja manajerial didalam organisasi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU TEKS :

Anonim, 2003, Pedoman Penyusunan Usulan Penelitian dan Skripsi Jurusan Akuntansi, Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ″ Veteran ″ Jawa Timur, Surabaya.

Asri, Marwan dan Awiq Dwi Sulityo Budi, 1989, Pengelolaan Karyawan, BPEE, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Belkaoui, Ahmad, 1985, Teori Akuntansi, Jilid 2,Penerbit Erlangga, Jakarta. Ghozali, Imam, 2001, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS,

Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Gibson, Donelly dan Ivancevich, 1997, Manajemen, Jilid 2, Edisi ke Sembilan, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gibson, James L., Ivancevich, John M. dan Donelly, James H., 1993, Organisasi dan Manajemen, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Indrawijaya, Adam, 1989, Perilaku Organisai, Penerbit Sinar Bandung.

Kosasih, Ruchyat, 1993, Auditing Prinsip dan Prosedur, Buku 1, Edisi ke Lima, Penerbit Ruchko, Bandung.

Kuncoro, Mudrajad Ph. D., 2003, Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi,

Penerbit Erlangga, Jakarta.

Mangkunegara, Prabu, Anwar., 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Cetakan ke Dua, Penerbit PT. Remaja Rosda Karyo.

Mulyadi, Jhony Setyawan, 2001, Sistem Perencanaan dan Pengndalian Manajemen, Edisi ke Dua, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Mulyadi, Auditing, Buku 1, Edisi ke Enam, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Robbins, Stephen P., 2001, Perilaku Organisasi, Jilid 1, Edisi Bahasa Indonesia,


(6)

Santoso, Singgih, 2002, Buku Latihan SPSS ( Statistical Package For Social Science ) Statistik Parametik, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Stoner, James A. F dan Freeman, R., Edward., 1992, Manajemen, Jilid 1,Edisi ke Empat, Penerbit Intermedia, Jakarta.

Sugiyono, 2001, Metodelogi Penelitian Bisnis, CV. Alfabeta, Bandung.

Sumarsono, 2002, Metode Penelitian Akuntansi Beserta Contoh Interpretasi Hasil Pengolahan Data, Universitas Pembangunan Nasional ″ Veteran ″ Jawa Timur, Surabaya

JURNAL :

Maryani, Dwi dan Bambang Supomo, 2001, Studi Empiris Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Individual, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 3, No. 1, April.

Puspa, Dwi Fitri dan Riyanto LS, Bambang, 1999, Tipe Lingkungan Pengendalian Organisasi, Orientasi Profesional, Konflik Peran, Kepuasan Kerja dan Kinerja : Suatu Penelitian Empiris , Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 2, No. 1, Januari.

Riyadi, Slamet, 2000, Motivasi dan Pelimpahan Wewenang sebagai Variabel Moderating dalam Hubungan antara Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kinerja Manajerial, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 3, No. 2, Juli.