STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PISANG AWAK DI KABUPATEN PACITAN.

(1)

DI KABUPATEN PACI TAN

TESI S

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S- 2

PROGRAM STUDI MAGI STER MANAJEMEN AGRI BI SNI S

Diajukan Oleh :

TATI K SUTANTI

NPM. 0764020057

Kepada :

PROGRAM PASCASARJANA

UNI VERSI TAS PEMBANGUNAN NASI ONAL “VETERAN” JAWA TI MUR

SURABAYA 2009


(2)

AWAK DI KABUPATEN PACITAN Yang dipersiapkan dan disusun oleh

TATIK SUTANTI NPM. 0764020057

Telah dipertahankan di depan Dosen Penguji pada tanggal 07 Januari 2009

dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima SUSUNAN DEWAN PENGUJI

Pembimbing Utama Anggota Penguji Lain

Dr. Ir. Zainal Abidin, MS Prof. Dr. Djohan Mashudi, MS

Pembimbing Pendamping Dr.Ir. Syarif Imam Hidayat MM

Ir. Setyo Parsudi, MP Ir. Sri Widayanti, MP

Surabaya, 07 Januari 2009 UPN “Veteran” Jawa Timur

Program Pascasarjana Direktur,


(3)

Dengan memenjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Berkat rakhmat dan hidayah Nya. Alhamdulillah peneliti dapat menyelesaikan tesis berjudul ”STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PISANG AWAK DI KABUPATEN PACITAN”

Penulisan tesis ini sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister Manajeman Agribisnis di Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.

Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada

Bapak Dr. Ir. Zainal Abidin, MS selaku Pembimbing Utama dan Bapak Ir. Setyo Parsudi, MP selaku Pembimbing Pendamping yang senantiasa

memberikan bimbingan dan arahan sehingga terselesaikannya tesis ini dan tak luput juga kami mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 2. Direktur Pascasarjana beserta seluruh Dosen dan staf yang telah

memberikan perhatian kepada peneliti dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Ketua Program Studi Pascasarjana yang telah banyak memberikan motivasai kepada peneliti dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Rekan-rekan mahasiswa pada Program Pascasarjana Magister Manajemen Agribisnis yang telah memberikan dukungan, semangat dan masukan-masukan yang sangat bermanfaat.


(4)

mendapat pahala dari Allah SWT, Amin.

Surabaya, 07 Januari 2009


(5)

Halaman

RINGKASAN ... ii

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

II. KAJIAN PUSTAKA DAN TELAAH PENELITIAN SEBELUMNYA ... 7

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 7

2.2. Sistem Agribisnis ... 12

2.3. Agroindustri dan Lingkupnya ... 17

2.4. Keterkaitan Antara Sektor Pertanian dan Sektor Non Pertanian Dalam Agroindustri ... 22

2.5. Studi Kelayakan ... 25

2.6. Analisis Nilai Tambah ... 33


(6)

3.1.1. Teori Biaya ... 45

3.1.2. Teori Produksi ... 48

3.1.3. Efisiensi Biaya ... 51

3.1.4. Titik Impas (Break Even Point) ... 53

3.1.5. Konsep Agroindustri ... 54

3.2. Hipotesis ... 56

IV. METODE PENELITIAN ... 58

4.1. Penentuan Lokasi Penelitian ... 58

4.2. Penentuan Responden ... 58

4.3. Pengumpulan Data ... 58

4.4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 59

4.5. Analisis Data ... 63

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 71

5.1. Kelayakan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan ... 71

5.1.1. Kelayakan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Tinjau dari Aspek Ekonomi ... 71

5.1.2. Kelayakan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Tinjau dari Aspek Teknis ... 77

5.1.3. Kelayakan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Tinjau dari Aspek Sosial ... 78

5.2. Analisis Nilai Tambah Dari Kegiatan Agroindustri Berbahan Baku Pisang Awak di Kabupaten Pacitan... 79


(7)

5.3.1. Analisis Faktor Internal ... 86

5.3.2. Analisis Faktor Eksternal ... 94

5.3.3. Analisis Strategi Pengembangan Agroindustri Pisang Awak Di Kabupaten Pacitan ... 101

5.3.4. Pemilihan Strategi dan Pembahasan ... 104

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

6.1. Kesimpulan ... 110

6.2. Saran ... 111


(8)

Halaman 1. Mapping Hasil Penelitian Terdahulu ... 11 2. Format Analisis Nilai Tambah Pengolahan ... 54 3. R/C Ratio dalam Agroindustri Berbasis Pisang Awak di

Kabupaten Pacitan, Tahun 2008 ... 72 4. Break Event Point (BEP) dalam Agroindustri Berbasis Pisang

Awak di Kabupaten Pacitan, Tahun 2008 ... 74 5. Nilai Tambah Pengolahan Pisang Menjadi Kripik Pisang, Sale

dan Sale Goreng di Kabupaten Pacitan, Tahun 2008 ... 80 6. Nilai Tambah Pengolahan Pisang Menjadi Kripik Pisang

Bolong di Kabupaten Pacitan, Tahun 2008 ... 84 7. Matrik Analisis Faktor Internal Pengembangan Agroindustri

Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan... 87 8. Jumlah Pohon, Tingkat Produktivitas dan Produksi Pisang

Awak di Kabupaten Pacitan, Tahun 1999-2007 ... 89 9. Matrik Analisis Strategi Faktor Eksternal Pengembangan

Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan ... 95 10. Diagram Matrik SWOT... 102 11. Matrik Pembobotan Analisis SWOT ... 104


(9)

Halaman

1. Sistem Agribisnis (Saragih, 2001) ... 16

2. Lingkungan Eksternal Perusahaan (Pearce dan Robinson, 1991) ... 39

3. Kekuatan-Kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri (Porter, 1992) ... 41

4. Skema Matrik SWOT (Pearce dan Robinson, 1991) ... 43

5. Diagram Analisa SWOT (Pearce dan Robinson, !991) ... 44

6. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 56

7. Diagram Matrik SWOT... 69

8. Titik Posisi Pengembangan Agroindustri Pisang Awak Di Kabupaten Pacitan ... 105


(10)

Halaman 1. Daftar Pertanyaan ... 116 2. Pembobotan Faktor-Faktor Kekuatan Pengembangan

Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan ... 122 3. Pembobotan Faktor-Faktor Kelemahan Pengembangan

Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan ... 123 4. Pembobotan Faktor-Faktor Peluang Pengembangan

Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan ... 124 5. Pembobotan Faktor-Faktor Ancaman Pengembangan

Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan ... 125 6. Menentukan Nilai Kepentingan Faktor-Faktor Kekuatan

Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di

Kabupaten Pacitan ... 126 7. Menentukan Nilai Kepentingan Faktor-Faktor Kelemahan

Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di

Kabupaten Pacitan ... 128 8. Menentukan Nilai Kepentingan Faktor-Faktor Peluang

Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di

Kabupaten Pacitan ... 130 9. Menentukan Nilai Kepentingan Faktor-Faktor Ancaman

Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di

Kabupaten Pacitan ... 132 10. Menentukan Nilai Rating Faktor-Faktor Kekuatan

Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di

Kabupaten Pacitan ... 134 11. Menentukan Nilai Rating Faktor-Faktor Kelemahan

Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di

Kabupaten Pacitan ... 135 12. Menentukan Nilai Rating Faktor-Faktor Peluang

Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di


(11)

14. Matrik Pembobotan, Rating dan Skor untuk Faktor-Faktor Internal Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di

Kabupaten Pacitan ... 138 15. Matrik Pembobotan, Rating dan Skor untuk Faktor-Faktor

Eksternal Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak

di Kabupaten Pacitan ... 139 16. Penentuan Grand Total Analisis SWOT Penentuan Letak

Strategi Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di

Kabupaten Pacitan ... 140 17. Analisis SWOT Posisi Pengembangan Agroindustri Pisang

Awak di Kabupaten Pacitan ... 141 18. Biaya Penyusutan (Bahan Bangunan, Alat Penggorengan, Alat

Perajang, dan Pisau) dan Bahan Baku Pisang Pada

Agroindustri Kripik Pisang di Kabupaten Pacitan ... 144 19. Biaya Minyak Goreng, Kayu Bakar, Plastik dan Tenaga Kerja

Pada Agroindustri Kripik Pisang di Kabupaten Pacitan ... 145 20. Bunga Modal, Total Biaya, Total Produksi, Penerimaan dan

Pendapatan Pada Agroindustri Kripik Pisang di Kabupaten

Pacitan ... 146 21. Biaya Penyusutan (Bahan Bangunan, Alat Penggorengan, Alat

Perajang, dan Pisau) dan Bahan Baku Pisang Pada

Agroindustri Kripik Pisang di Kabupaten Pacitan ... 147 22. Tenaga Kerja, Bunga Modal, Total Biaya, Total Produksi,

Penerimaan, dan Pendapatan Pada Agroindustri Sale Pisang di

Kabupaten Pacitan ... 148 23. Biaya Penyusutan (Bahan Bangunan, Alat Penggorengan, Alat

Perajang, dan Pisau) dan Bahan Baku Pisang Pada

Agroindustri Kripik Pisang di Kabupaten Pacitan ... 149 24. Minyak Goreng, Terigu, Garam dan Panili, Kayu Bakar Pada


(12)

26. Analisis Usaha Agroindustri Pisang Bolong di Kabupaten

Pacitan ... 152 27. Rencana Strategi Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang


(13)

Tatik Sutanti. NPM. 0764020057. Strategi Pengembangan Agroindustri Berbasis Pisang Awak di Kabupaten Pacitan. Pembimbing Utama Dr. Ir. Zainal Abidin, MS, dan Pembimbing Pendamping Ir. Setyo Parsudi, MP.

Pengembangan pisang merupakan salah satu program Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur dalam Penganekaragaman sumber pangan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan pisang mempunyai kandungan gizi lengkap selain kaya kalsium, magnesium, fosfor, besi serta kalsium selain itu juga mengandung vitamin A, B dan C. Pisang awak sebagai salah satu produk unggulan Kabupaten Pacitan mempunyai tingkat produksi cukup tinggi, bahkan pada saat panen raya produksinya tidak terpasarkan, dengan kondisi tersebut maka pengembangan agroindustri berbasis pisang awak merupakan salah upaya yang memungkinkan untuk memanfaatkan potensi produksi pisang awak.

Tujuan penelitian antara lain : (1) untuk mengetahui kelayakan agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan secara ekonomi, teknis dan sosial, (2) untuk mengetahui nilai tambah dari kegiatan agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan dan (3) untuk menyusun strategi pengembangan usaha agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan.

Penelitian dilakukan di Kabupaten Pacitan. Jumlah responden yang diambil adalah 12 responden pengusaha yang mempoduksi kripik pisang, sale pisang, sale pisang goreng dan sekaligus juga memproduksi pisang bolong. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu : daftar pertanyaan, wawancara dan observasi. Metode analisis data menggunakan analisis R/C ratio, analisis BEP, analisis nilai tambah dan analisis SWOT.

Hasil penelitian antara lain (1) Kegiatan agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan merupakan kegiatan yang layak dikembangkan (a) secara ekonomi yaitu ditinjau dari nilai R/C ratio kegiatan pengolahan pisang menjadi kripik pisang, sale pisang, sale pisang goreng dan kripik pisang bolong lebih besar dari satu masing-masing sebesar 1,27; 2,05; 1,65 dan 1,67 serta masing-masing kegiatan pengolahan pisang awak sudah mencapai BEP dengan nilai perbandingan kondisi aktual dengan BEP pada jumlah produksi masing-masing kegiatan antara lain 1.654 bungkus > 174 bungkus; 1.213 bungkus > 77 bungkus; 2.160 bungkus > 36 bungkus; 360 kg > 24 kg dan posisi BEP pada jumlah penerimaan masing-masing kegiatan antara lain Rp.1.654.167 > Rp. 174.168; Rp 1.212.500 > Rp. 77.033; Rp. 2.160.286 > Rp. 36.142; Rp 10.800.000 > Rp. 715.964, (b) secara teknis yaitu bahan baku dengan jumlah banyak dan mudah didapat, dan pengolahan tidak membutuhkan teknologi yang sulit di jalankan dan (c) layak secara sosial karena kegiatan agroindustri tidak menggangu kegiatan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat, mengurangi pengangguran dan mampu menumbuhkan unit-unit usaha baru, (2) Pengolahan pisang awak menjadi kripik pisang, sale pisang, sale pisang goreng dan kripik pisang bolong merupakan kegiatan yang mempunyai nilai tambah dan layak untuk dikembangkan dengan


(14)

melalui penyuluhan pertanian dalam upaya peningkatan produksi dan kualitas produksi pisang, koordinasi antara Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan, tokoh masyarakat, perbankan, Perguruan Tinggi, LSM dan petani dalam upaya pengembangan usahatani pisang pada lahan kritis yang belum terkelola dengan baik dan sosialisasi terhadap petani pisang awak dalam pembentukan kelompok tani, (b) peningkatan kualitas produksi melalui peningkatan teknologi pengolahan melalui pelatihan dan pembinaan terhadap pengusaha agroindustri dalam upaya peningkatan kualitas produksi khususnya peningkatan kualitas produk, kemasan, dan tampilan, bantuan alat-alat pengepakan dan sablon, bantuan alat-alat teknologi pengolahan berbasis pisang pisang awak dan bantuan alat-alat teknologi pengolahan sebagai inovasi baru dalam peningkatan diversifikasi produk olahan serta koordinasi antara Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan, Balitbang, Perguruan tinggi, LSM dan pengusaha agroindustri dalam pengembangan teknologi pengolahan, dan (c) pengembangan pasar dengan membentuk jaringan pasar yang lebih luas melalui pelatihan dan pembinaan terhadap pengusaha agroindustri dalam manajemen pemasaran, pembentukan kelompok pengusaha agroindustri berbasis pisang awak, pembentukan agen-agen penjualan baru di luar daerah Kabupaten Pacitan, kerjasama supermarket dan mini market dalam proses penjualan produk olahan berbasis pisang awak, kerjasama dengan jaringan Televisi pemerintah maupun swasta dalam promosi produk berbasis pisang awak, promosi melalui pembuatan leaflet, promosi melalui Informasi di situs internet milik pemerintah Kabupaten Pacitan dan koordinasi Dinas Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi, dan kelompok pengusaha dalam Pelatihan dan pembuatan situs kegiatan agroindustri berbasis pisang awak


(15)

1.1. Latar Belakang Masalah

Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka mewujudkan cita–cita yang terkandung dalam jiwa Pancasila dan UUD 45 untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, sedangkan sasaran pembangunan nasional dalam jangka panjang adalah terciptanya struktur ekonomi yang seimbang, dengan menciptakan kekuatan dan kemampuan pertanian tangguh yang mendukung perkembangan sektor industri, dalam kaitan tersebut, maka tujuan pembangunan pertanian sebagai subsistem pembangunan nasional ialah meningkatkan produksi pertanian secara terus menerus guna :

1. Memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat yang cenderung selalu meningkat.

2. Memenuhi kebutuhan bahan baku bagi industri dalam negeri yang terus berkembang.

3. Meningkatkan devisa dengan ekspor hasil–hasil pertanian keluar negeri. Sektor pertanian merupakan kegiatan utama baik dikawasan Indonesia timur maupun kawasan Indonesia barat, maka pemerintah sangat menaruh perhatian pada setiap upaya yang dilakukan guna memacu pengembangan agroindustri tanaman pangan, dalam kaitan ini pembangunan teknologi sebelum tanam hingga pasca panen adalah salah satu hal yang perlu diperhatikan dan ditingkatkan guna menunjang keberhasilan pengembangan agribisnis di Indonesia.


(16)

Agroindustri merupakan suatu kegiatan yang telah tumbuh pada masyarakat asli Indonesia guna memenuhi kebutuhan pasar lokal, sejak dulu pemerintah kolonial Belanda sebagai pendatang juga memperkenalkan pola agroindustri di Indonesia. Pola yang dikembangkan pemerintah kolonial Belanda adalah agroindustri penghasil barang ekspor yang ditata menurut pola perkebunan besar (plantation), dimana didalamnya terdapat kegiatan industri pengolah hasil-hasil pertanian, pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan agroindustri pertanian dimana investasi tampil sebagai nilai dasar pertimbangan usaha. (Anonimous, 1994).

Dilihat dari prospektif yang lebih luas, pembangunan pertanian yang berwawasan agroindustri pada dasarnya merupakan upaya untuk mencapai pertumbuhan ekonomi pedesaan melalui adanya peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat desa. Untuk mendukung hal tersebut diatas, tolak ukur yang menjadi prasyarat bagi terwujudnya yang dikehendaki adalah perolehan nilai tambah yang tinggi, terdorongnya investasi kearah pedesaan, menguatnya ekonomi pedesaan yang tuimbuh dari bawah, kualitas sumberdaya manusia serta berkembangnya teknologi tepat guna.

Sesuai dengan tujuan pembangunan pertanian yang antara lain meningkatkan produksi pangan menuju swasembada karbohidrat, memperbaiki tingkat hidup petani dengan cara maningkatkan pendapatan dengan menambah lapangan kerja dan peningkatan nilai tambah dari produk pertanian.


(17)

1.2. Rumusan Masalah

Salah satu sifat dari produk pertanian yaitu cepat busuk jika disimpan terlalu lama, untuk itu perlu dilakukan pengolahan yang lebih lanjut agar produk pertanian tersebut dapat memberikan nilai tambah dan produk tersebut akan memiliki nilai yang lebih tinggi daripada masih dalam bentuk asli (sebelum diolah).

Agroindustri atau pengolahan hasil pertanian merupakan suatu sistem yang saat ini belum banyak yang dapat menerapkan sistem tersebut, hal ini dikarenakan modal, sarana dan prasarana yang belum memadai, lemahnya sistem kelembagaan baik keuangan, informasi pasar dan tidak stabilnya harga antar musim, dengan adanya agroindustri diharapkan banyak tenaga kerja yang terserap didalamnya, mampu menyediakan bahan baku, peningkatan kualitas dan kuantitas.

Tanaman pisang (Musaceae) di Indonesia banyak sekali jenisnya antara lain pisang mas, pisang nangka, pisang tanduk, pisang ambon, pisang susu, pisang kapok, pisang kapas, pisang raja, pisang awak dan lain-lain. Pengembangan pisang merupakan salah atu program Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur dalam Penganekaragaman sumber pangan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan pisang mempunyai kandungan gizi lengkap selain kaya kalsium, magnesium, fosfor, besi serta kalsium selain itu juga mengandung vitamin A, B dan C (Purweni, 2002).

Pisang awak sebagai salah satu poduk unggulan Kabupaten Pacitan mempunyai tingkat produksi yang cukup tinggi, bahkan pada saat panen raya produksinya tidak terpasarkan. Pisang awak yang tidak mempunyai daya simpan


(18)

yang cukup tinggi pada akhirnya busuk atau terbuang begitu saja, kondisi tersebut dipercepat dengan proses penyimpanan yang dilakukan oleh petani dan pedagang pada umumnya cukup sederhana yaitu hanya ditimbun pada tempat-tempat kosong yang dimilikinya, dengan kondisi tersebut maka pengembangan agroindustri berbasis pisang awak merupakan salah upaya yang memungkinkan dalam upaya untuk memanfaatkan potensi produksi pisang awak sebagai produk unggulan di Kabupaten Pacitan.

Dari uraian yang telah dikemukakan diatas, maka dapat dirangkum beberapa pokok permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.

1. Apakah agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan layak secara ekonomi, teknis dan sosial ?

2. Seberapa besar nilai tambah dari kegiatan agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan ?

3. Bagaimana strategi pengembangan usaha agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kelayakan agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan secara ekonomi, teknis dan sosial

2. Untuk mengetahui nilai tambah dari kegiatan agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan

3. Untuk menyusun strategi pengembangan usaha agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan.


(19)

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Bagi pemerintah

Sebagai salah satu bahan pertimbangan dan informasi dalam membuat keputusan dan kebijaksanaan dalam pengembangan agroindustri berbasis pisang awak

2. Bagi petani dan pengusaha

Sebagai bahan pertimbangan pola pengembangan agroindustri pisang awak yang tepat dalam upaya meningkatkan nilai tambah komoditi pisang bagi peningkatan pendapatan petani.

3. Bagi Peneliti

Sebagai bahan referensi bagi peneliti yang memperdalam atau mengkaji masalah pisang dan pola pengembangan agroindustri berbasis sumberdaya lokal

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Pacitan pada tahun 2008 dengan periode data yang digunakan tahun 2007 – 2008. Fokus dalam penelitian ini antara lain :

1. Agroindustri yang diteliti adalah industri yang mengolah hasil pertanian berbasis pisang awak untuk menjadikan produk olahan.

2. Penelitian dilakukan untuk menganalisis nilai tambah produk dan mengkaji kelayakan agroindustri berbasis pisang awak ditinjau dari aspek ekonomi, teknis dan sosial.


(20)

3. Rumusan akhir hasil penelitian adalah berupa strategi pengembangan usaha agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan


(21)

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Tarigan (2007). Peningkatan Nilai Tambah Melalui Pengembangan Agroindustri Pisang Di Kabupaten Lumajang. Agroindustri merupakan kegiatan yang berperan menciptakan nilai tambah. Optimalisasi nilai tambah dicapai pada pola industri yang berintegrasi langsung dengan usahatani keluarga dan perusahaan pertanian. Tulisan ini bertujuan menganalisis seberapa besar peranan agroindustri keripik pisang di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur dalam menghasilkan nilai tambah dan pelaku-pelaku yang berperan dalam proses pertambahan tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai tambah secara kuantitatif terdapat pada mata rantai kedua (proses produksi utama, perakitan, pengemasan dan menejemen mutu) merupakan besaran laba yang diterima pengusaha pada skala usaha industri. Nilai tambah yang tidak dapat dihitung secara numerik meliputi peluang kerja, peningkatan keterampilan pekerja dan pengusaha, jaringan usaha dan akses pada beragam pendidikan, teknologi dan peluang pasar yang terakumulasi menjadi suatu investasi berharga di tingkat individu maupun daerah.

Antarlina dan Umar (2007). Mengenai Teknologi Pengolahan Komoditas Unggulan Mendukung Pengembangan Agroindustri Di Lahan Lebak. Komoditas unggulan lahan lebak diantaranya adalah ubi-ubian dan hortikultura. Peningkatan produksi perlu diikuti penyediaan teknologi pengolahan guna mengantisipasi kelebihan produksi dan peningkatan nilai tambah. Penelitian ini menyampaikan


(22)

beberapa teknologi pengolahan komoditas unggulan yang diharapkan dapat mendukung pengembangan agroindustri di lahan lebak. Komoditas unggulan lahan lebak antara lain: ubi nagara, ubi alabio, waluh, mangga, pisang, kacang tanah, kacang nagara dan biji bunga teratai. Teknologi pengolahan untuk masing-masing komoditas sangat spesifik, karena komoditas tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda.

Ubi nagara dan ubi alabio dapat diolah menjadi keripik dan tepung serta produk tepungnya. Waluh diolah menjadi dodol, saos dan tepung serta produknya. Buah mangga yang terdapat di lahan lebak jenisnya cukup banyak, namun pada dasarnya prinsip pengolahnnya sama antara lain: sari buah, sirup, dodol, puree, manisan dan asinan. Buah pisang dapat diolah menjadi keripik, sari buah, saos dan tepung (serta produknya). Teknologi pengolahan kacang tanah adalah kacang asin dan kacang tanah lemak rendah, sedangkan kacang nagara lebih bervariasi (tempe, susu, kecap). Pengembangan pengolahan perlu didukung oleh penyediaan peralatan dan peningkatan pengetahuan SDM (sumber daya manusia) khususnya yang mempunyai keinginan untuk mengembangkan agroindustri.

Pengembangan teknologi pengolahan merupakan salah satu alternatif penganekaragaman produk sebagai penunjang agroindustri yang sesuai untuk tingkat pedesaan dan meningkatkan nilai tambah komoditas. Di samping itu dengan lebih beragamnya produk olahan diharapkan dapat mendukung program ketahanan pangan.


(23)

Suprihatini, Drajat dan Fajar (2004). Mengenai Kebijakan Percepatan Pengembangan Industri Hilir Perkebunan. Tujuan penelitian ini antara lain : (a) untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh kuat terhadap percepatan pengembangan industri, dan (2) untuk menyusun kebijakan percepatan pengembangan industri hilir perkebunan untuk masa 5 – 10 tahun mendatang.

Hasil penelitian antara lain : (a) faktor yang berpengaruh terhadap percepatan pengembangan industri hilir perkebunan yakni penerapan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen; insentif investasi; penerapan kebijakan harmonisasi tarif bagi produk hilir dan bahan bakunya; konsistensi dukungan pemerintah; efisiensi biaya produksi; jaminan keamanan investasi; penelitian pasar; kualitas bahan baku dan bahan penolong; respon sosial; dan supply chain management dan infrastruktur, (b) faktor yang berpengaruh terhadap percepatan industri hilir perkebunan yaitu PPN, insentif investasi, harmonisasi tarif, dan konsistensi dukungan pemerintah, yang merupakan faktor kunci karena memiliki pengaruh total yang tertinggi namun ketergantungannya pada faktor lain yang rendah, (c) skenario yang paling mungkin terjadi di masa 5 – 10 tahun mendatang adalah skenario dimana akan terjadi kondisi PPN akan tetap dipungut seperti sekarang atau tidak ada perubahan terhadap kebijakan PPN (status quo), insentif investasi akan diberlakukan, harmonissai tarif akan diberlakukan, dan konsistensi dukungan dari pemerintah akan sulit ditebak karena tergantung pada siapa presidennya bahkan sampai mengarah pada kondisi inkonsistensi dukungan pemerintah.


(24)

Susilowati, Bonar, Sinaga, Wilson, Limbong, dan Erwidodo (2007). Mengenai Dampak Kebijakan Ekonomi Di Sektor Agroindustri Terhadap Kemiskinan Dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Di Indonesia Analisis Simulasi dengan Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Penelitian bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan ekonomi di sektor agroindustri terhadap kemiskinan dan distribusi pendapatan rumah tangga. Analisis menggunakan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) yang didegrasi ke dalam agroindustri makanan dan non makanan. Analisis kemiskinan dan distribusi pendapatan rumah tangga menggunakan data SUSENAS.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan peningkatan ekspor, investasi, dan insentif pajak di sektor agroindustri berdampak menurunkan tingkat kemiskinan dan memperbaiki distribusi pendapatan rumah tangga, sedangkan kebijakan peningkatan pengeluaran pembangunan pemerintah di sektor agroindustri kurang memberikan dampak positif. Kebijakan ekonomi di sektor agroindustri nonmakanan berdampak lebih besar dalam menurunkan tingkat kemiskinan.

Keterkaitan hasil penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan dapat di lihat pada tabel sebagai berikut :


(25)

Tabel 1. Mapping Hasil Penelitian Terdahulu NO. NAMA

PENELITI (Tahun)

FOKUS PENELITIAN POSISI PENELITIAN INI

1. Tarigan (2007)

Peranan agroindustri keripik pisang di Kabupaten Lumajang dalam upaya peningkatan nilai tambah dan pelaku-pelaku yang berperan

Menjadikan salah satu dasar hasil penelitian terdahulu terhadap :

- Posisi nilai tambah yang diterima pengusaha agroindustri

- Dampak dari nilai tambah baik terhadap peluang kerja, peningkatan keterampilan pekerja dan pengusaha, jaringan usaha dan akses pada beragam pendidikan, teknologi dan peluang pasar

2. Antarlina dan Umar (2007).

Teknologi pengolahan komoditas unggulan

mendukung pengembangan agroindustri

Pada penelitian ini lebih memfokuskan pada

- Kelayakan dari teknologi dalam upaya peningkatan nilai tambah secara

ekonomi, teknis dan sosial

- Peningkatan teknologi merupakan salah satu strategi peningkatan nilai tambah

3 Suprihatini, Drajat dan Fajar (2004)

Kebijakan percepatan pengembangan industri hilir perkebunan

Pada penelitian ini lebih memfokuskan pada faktor-faktor internal dan ekternal dalam upaya pengembangan nilai tambah melalui

agroindustri sebagai dasar penyusunan strategi nilai tambah komoditas pisang.


(26)

Tabel 1. Lanjutan NO. NAMA

PENELITI (Tahun)

FOKUS PENELITIAN POSISI PENELITIAN INI

3. Susilowati, Bonar, Sinaga, Wilson, Limbong, dan Erwidodo (2007). Dampak kebijakan ekonomi di sektor agroindustri terhadap kemiskinan dan distribusi pendapatan rumah tangga

Pada penelitian ini lebih memfokuskan pada dampak pengembangan agroindustri pisang terhadap peningkatan nilai tambah secara ekonomi bagi pengusaha, pekerja maupun secara sosial yaitu peluang kerja dan

penumbuhan unit-unit usaha baru

2.2. Sistem Agribisnis

Menurut Arsyad (1985), yang dimaksud agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan yang ada hubungan dengan pertanian dalam hal ini adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang dengan kegiatan pertanian (Soekartawi, 1991).

Definisi diatas menunjukkan bahwa pengertian agribisnis sangat luas dengan beraneka ragam kegiatan yang dapat dilakukan tidak hanya berlangsung sekitar usaha pertanian, melainkan juga mempunyai kaitan dengan kegiatan– kegiatan diluar sektor pertanian. Kegiatan agribisnis tidak saja menyangkut produksi pertanian tetapi juga meliputi usaha pengolahan, penyaluran dan penyimpanan. Usaha agribisnis merupakan usaha yang dilakukan secara terintegrasi dan masing-masing kegiatan yang dilakukan saling menunjang yang


(27)

dimulai dari penyediaan prasarana dan masukan-masukan yang dibutuhkan untuk produksi seperti pupuk, pengairan sampai pada penyampaian produksi kepada konsumen (Kertasapoetra, 1985).

Konsep agribisnis adalah suatu konsep yang utuh mulai proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Para petani melaksanakan usahanya berdasarkan konsep agribisnis sebab dengan dilaksanakan pertanian secara konsep agribisnis maka:

1. Usaha–usaha pertanian akan diperbaiki demi tercapainya peningkatan produk.

2. Mutu–mutu produk akan diperbaiki guna memuaskan para konsumen.

3. Kualitas produk ditingkatkan guna memenuhi kebutuhan–kebutuhan konsumen (Soekartawi, 1991).

Usaha-usaha pertanian yang berkonsep pada agribisnis, bila tidak dilaksanakan sejak sekarang maka besar kemungkinan keperluan–keperluan akan produk pertanian dalam beberapa tahun lagi tidak akan dapat dipenuhi mengingat jumlah pertambahan penduduk meningkat dengan cepat sedang produk–produk yang dihasilkan tidak dapat lagi mengimbanginya. Agribisnis mencakup semua kegiatan dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai pada kegiatan tataniaga produk yang dihasilkan (Kartasapoetra, 1985).

Menurut Goldberg dan Davis (1957) yang pertama kali memperkenalkan konsep agribisnis diuraikan sebagai berikut :

1. Sub–sistem masukan (Input), yaitu sarana produksi. 2. Sub–sistem produksi (Farm), yaitu budidaya pertanian.


(28)

3. Sub–sistem keluaran (Output), yaitu agroindustri.

4. Sub–sistem pemasaran (Market), yaitu pembungkusan, distribusi dan sebagainya

Keempat sub–sistem tersebut yang akan menetukan berhasil tidaknya gerakan agribisnis. Setiap sub–sistem tersebut amat penting kaitannya satu dengan yang lainya, sebab sistem agribisnis merupakan suatu urutan kegiatan yang bekesinambungan, dengan kata lain keberhasilan pengembangan agribisnis sangat tergantung kepada kemajuan–kemajuan yang dapat dicapai pada setiap sub– sistem. Berhasil tidaknya suatu gerakan sub–sistem tergantung pada faktor–faktor pendukungnya. Sukses tidaknya gerakan sub–sistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi akan tergantung kepada apakah semua input bisa tersedia tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat kualitas dan sesuai dengan daya beli petani (Indrawan, 1996).

Lancar tidaknya sub–sistem proses produksi atau agroindustri akan ditentukan oleh lancar tidaknya pengembangan agroindustri, pada sub–sistem distribusi dan pemasaran tercakup berbagai usaha dalam mensukseskan pemasaran hasil–hasil usaha tani dan agroindustri, baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Pada sub–sistem kelima dari sistem agribisnis adalah sub–sitem penunjang maksudnya semua aktifitas yang bisa menunjang kelancaran kegiatan keempat sub–sistem tersebut diatas (Anonymous, 1993).

Agribisnis di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional dan dalam memberikan kesempatan kerja, dalam tahun 1983 sektor pertanian saja memberi kontribusi


(29)

sekitar 30 % kepada PDB Nasional atas harga konstan 1973, dan menampung lebih dari 50 % penduduk usia 10 tahun keatas yang bekerja. Peranan agribisnis tentunya lebih besar dari angka-angka tersebut, karena juga menvakup sektor-sektor lain yang mempunyai keterkaitan atau berperan sebagai penunjang kelancaran agribisnis. Peranan lainya adalah sebagai sumber penerimaan devisa hasil ekspor komoditi pertanian yang mempunyai peranan penting dalam sektor non-migas adalah karet, tembakau, kopi, the dan udang. Nilai ekspor komoditi ini pada tahun 1983 berjumlah 32,5 % dari total nilai ekspor non-migas (Soeharjo, 1990).

Pada sistem agribisnis terdapat lima sifat manajemen yaitu : 1. Manajemen Produksi dan Operasi

2. Manajemen Finansial

3. Manajemen Sumber Daya Manusia 4. Manajemen Pemasaran

5. Manajemen Komunikasi dan Informasi.

Pembangunan sistem agribisnis dimaksudkan pembangunan yang mengintegrasikan sektor pertanian (dalam arti luas) dengan pembangunan industri dan jasa terkait dalam suatu kluster industri (industrial cluster) meliputi lima sub sistem yaitu agribisnis hulu, usahatani/ ternak, pengolahan, pemasaran dan jasa. Pembangunan sistem agribisnis dapat dimaknai pembangunan seimbang dan harmonis dari sub sistem : industri hulu, usahatani, industri hilir pertanian (pengolahan dan pemasaran) dan sektor yang menyediakan jasa yang diperlukan seperti pada gambar berikut (Saragih, 2001) :


(30)

Gambar 1. Sistem Agribisnis (Saragih, 2001)

Sistem agribisnis selain mempunyai alat manajemen juga didukung oleh lembaga penunjang yaitu instansi pemerintah dan swasta selain itu juga didukung oleh sektor jasa dan lembaga penunjang yaitu Bank, KUD, Penyuluhan dan Asuransi yang terdiri dari beberapa subsistem yaitu :

1. Sub sistem I

Sektor input yang mana merupakan sub sistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian antara lain bahan baku, alat produksi dan lain-lainnya.

2. Sub sistem II

Sektor usaha tani yang melalui produksi maka usaha tani menghasilkan produk berupa bahan pangan, hasil industri, yang termasuk sektor usaha tani adalah budidaya, pengendalian hama penyakit serta ilmu tanah.

Lembaga Penghela Instansi Pemerintah/Swasta Sektor Input Sarana Prpduksi Pertanian Sektor Usahatani - Budidaya - Pengendalian - Hama &

Penyakit - Ilmu Tanah

Sektor Pengolahan (Agroindustri) Sektor Pemasaran - Produk - Harga - Promosi - Tempat Sektor Konsumen - Perilaku - Konsumen

Sektor Jasa & Lembaga Penunjang

Bank, KUD, Penyuluhan, Asuransi


(31)

3. Sub sistem III

Sektor pengolahan yaitu merupakan kegiatan agroindustri mulai dari penyediaan bahan baku sampai menghasilkan produk akhir.

4. Sub sistem IV

Sektor pemasaran yaitu rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan produksi, penentuan harga, promosi dan tempat guna memasarkan produk. 5. Sub sistem V

Sektor konsumen yaitu untuk memasarkan produksi yang dihasilkan maka seorang produsan harus mengetahui perilaku konsumen.

2.3. Agroindustri dan Lingkupnya

Pengertian agroindustri dalam arti luas (White, 1989) meliputi :

1. Industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan produk pertanian primer, yaitu :

a. Industri hulu/industri pengolahan input pertanian (pupuk, pestisida, alat pertanian,mesin yang langsung dipakai dalam sektor pertanian dan sebagainya). Industri ini tidak selalu berada dipedesaan dan biayanya relatif padat modal dan berskala besar.

b. Industri hilir/industri pengolahan hasil pertanian.

2. Industri agrikultur yaitu bentuk–bentuk organisasi produk primer yang mengarah pada organisasi industri. Kategori ini tidak termasuk dalam pengertian industri pedesaan tetapi akan berkaitan dengan industri


(32)

pengolahan. Industri agrikultur ini mempunyai dua tipe yaitu (a). Perkebunan Besar dan (b), Contract Farming dengan model inti rakyat.

Menurut Soeharjo (1991), menjelaskan bahwa agroindustri salah satu cabang industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan pertanian. Apabila pertanian menghasilkan produk primer, maka kaitanya dengan industri berlangsung kebelakang (Backward Linkage) dan kedepan (Forward Linkage). Agroindustri yang melakukan kegiatan penanganan dan pengolahan produk primer disebut agroindustri hilir (Downstream). Dari sini nampak bahwa dalam agroindustri sektor pertanian dan sektor industri harus lahir sebagai satu kesatuan (Integrated). Agroindustri merupakan sub sistem dari pada agribisnis.

Menurut Austin dalam Soeharjo (1981), Kaitan dengan sektor pertanian yang dimaksud umumnya dibatasi pada kaitan langsung, hal ini sesuai dengan pendapat bahwa semakin lanjut proses pengolahan berlangsung, maka akan semakin jauh kedudukannya dari pengertian agroindustri dan lebih tepat apabila disebut non agroindustri.

Kegiatan agrindustri atau industri pertanian mencakup semua kegiatan yang dimulai dengan pengadaan bahan baku dan pengolahan. Jadi agroindustri merupakan kegiatan yang meliputi pengadaan bahan baku sampai pada pengolahannya menjadi produk lain.

Agroindustri adalah salah satu cabang industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan pertanian, kaitan antara pertanian dengan agroindustri yaitu kaitan ke belakang dan ke depan. Kaitan ke belakang karena pertanian memerlukan input seperti bibit, benih, pupuk serta alat-alat yang langsung dipakai


(33)

pada sektor pertanian. Sedangkan kaitan ke depan berlangsung karena sifat produk pertanian yang sangat tergantung pada musim, menyita banyak ruang untuk penyimpanan dan mudah rusak.

Kegiatan-kegiatan yang ada dalam agroindustri penangananya ada yang bersifat tanpa mengubah struktur asli dari produk tersebut, misalnya pembersihan, pengawetan, transportasi, penyimpanan. Adapula kegiatan pengolahan yang segera dilaksanakan setelah produk dipanen misalnya pengolahan daun pucuk teh menjadi teh, penggilingan tebu, pengolahan susu, pembuatan ikan asin dan sebagainya. Pengolahan lebih lanjut produk-produk pertanian berakhir dengan mengubah sifat asalnya , misalnya pengolahan kedelai menjadi kecap, nira menjadi gula merah.

Konsep Agroindustri menurut Soeharjo (1991) , adalah salah satu cabang dari industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan pertanian. Sektor pertanian dan saktor industri harus dilihat sebagai satu kesatuan . Gangguan pada salah satu sektor, misalnya tidak tersedianya input dapat mengganggu kelancaran kegiatan di tingkat produksi primer yang selanjutnya berakibat kepada gangguan kelancaran kegiatan pada industri pengolahan.

Agroindustri merupakan industri sekunder atau industri dengan tingkatan lebih lanjut, dengan komoditas pertanian sebagai bahan baku utamanya, apabila pada produksi pertanian kendali berada pada unsur–unsur alami, maka pada agroindustri kendali sentral ada pada manusia dan perangkat teknologi serta institusi sebagai hasil rekayasanya. Secara spesifik, agroindustri dapat diartikan sebagai industri pengolahan hasil–hasil pertanian (dalam arti luas) yang mencakup


(34)

hasil pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dam perikanan, serta industri kehutanan. Sementara itu industri pupuk, obat–obatan pertanian alat dan mesin petanian merupakan industri pendukung bagi industri pengolahan hasil-hasil pertanian. Implikasi dari pandangan diatas adalah pengembangan agroindusri tidak terlepas dari pengembangan keseluruhan sistem ekonomi, terutama pengembangan sistem agribisnis (Muslimin, 1994).

Menurut Adi (1994), agroindustri merupakan sektor yang sangat potensial dan perlu dikembangkan karena merupakan jembatan transformasi antara pertanian dan industri, dalam membangun industri yang maju dan pertanian yang tangguh, agroindustrilah yang diharapkan dapat mempercepat terjadinya struktur ekonomi yang seimbang. Perkembangan agroindustri diharapkan dapat meningkatkan permintaan dan memberikan nilai tambah hasil pertanian, dimana saat ini masyarakat banyak yang menggantungkan nasibnya pada sektor ini.

Petani yang melakukan usaha agroindustri selain harus memikirkan bagaimana harus menghasilkan produk sampai memasarkanya juga harus prinsip yang digunakan dalam agroindustri. Adapun prinsip ekonomis menurut Soekartawi (1986) diantaranya adalah :

1. Prinsip Keunggulan Komparatif

Adapun perbedaan faktor fisik terutama kesuburan , iklim , topografi dan suhu maka jenis tanaman yang diusahakan disetiap daerah tidak sama. Satu tanaman yang memberikan keuntungan didaerah lainya karena adanya perbedaan dalam biaya produksi. Tiap petani akan memproduksi sesuatu


(35)

yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih menguntungkan. Prinsip ini merupakan dasar mengapa ada spesialisasi suatu hasil produksi dari tanaman cocok untuk diolah menjadi produk lain yang mempunyai nilai jual lebih tinggi. Beberapa faktor yang merubah keunggulan komparatif adalah pengembangan pola usahatani baru atau perbaikan teknologi, perubahan biaya produksi dan harga dari berbagai komoditi usahatani, perubahan biaya angkutan bila jalan diperbaiki atau rusak, perbaikan kualitas lahan, pengembangn produk substitusi yang lebih murah.

2. Prinsip Pemilihan Cabang Usaha

Prinsip ini mengatakan bahwa suatu cabang usaha dipertimbangkan dalam perencanaan agroindustri selama sumbangan yang diharapkan terhadap pendapatan bersih melebihi biaya yang diluangkan dari sumberdaya yang mereka gunakan, dalam menerapkan prinsip ini perlu diberikan kelonggaran untuk hubungan–hubungan antar cabang usaha.

Beberapa cabang usaha dapat saling bersaing dalam menggunakan sumber daya, hal ini terjadi bila petani tidak mempunyai cukup tenaga kerja untuk memanen dua tanaman yang berbeda pada waktu bersamaan. Persaingan ini dapat dihilangkan dengan cara menyesuaikan perencanaan tanaman dan waktu tanam. Prinsip pemilihan cabang usaha ini sangat membantu petani untuk memilih jenis usaha yang menguntungkan.


(36)

2.4. Keterkaitan Antara Sektor Pertanian dan Sektor Non Pertanian Dalam Agroindustri

Pendekatan tradisional memandang keterkaitan pertanian dengan industri adalah sektor pertanian sebagai penyedia bahan baku industri, penyediaan tenaga kerja yang dianggap berlimpah dan tempat pengolahan hasil industri, dalam hubungannya terhadap agroindustri keterkaitan antara pertanian dan industri perlu dilihat dari interaksi teknologi padat modal dan tenaga kerja dalam kedua sektor tersebut. Dimana hasil produksi pertanian merupakan input bagi industri yang mengolah hasil-hasil pertanian, demikian juga sebaliknya hasil industri juga banyak digunakan untuk pelaksanaan usahatani yang akan dilakukan, misalnya penggunaan traktor, sabit, cangkul yang merupakan hasil industri yang digunakan dalam usahatani.

Pembangunan ekonomi bertujuan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Setiap proses pembangunan membutuhkan sumberdaya alam, sumber daya manusia dan manajerial untuk mencapai tujuannya, dalam kerangka pemikiran demikian pengelolaan sumber daya yang dimiliki menjadi sangat penting untuk mengoptimalkan manfaat.

Pentahapan pembangunan dalam lingkup mikro yang terimplementasi dalam proyek-proyek pembangunan secara sektoral menjadi sangat berarti. Perencanaan, pelaksanaan sampai pada suatu proyek pembangunan harus dilaksanakan secara teliti. Perencanaan yang baik merupakan modal yang berharga bagi tercapainya tujuan yang diinginkan, dalam kaitan tersebut fungsi evaluasi proyek sebagai bagian dari tahapan perencanaan pembangunan sangat


(37)

penting untuk dilaksanakan pada setiap proyek pembangunan yang berdampak luas (Wibowo, 1996).

Menurut Gittinger (1986), menjelaskan bahwa apabila pembangunan dapat digambarkan sebagai suatu kemajuan dengan banyak dimensi (waktu, ruang, sosiokultural, finansial dan ekonomi) maka proyek dapat dilihat sebagai satu kesatuan ruang/tempat dan waktu, masing-masing dengan nilai finansial, ekonomi dan dampak sosial, yang tergabung dalam suatu kesatuan.

Proyek adalah kegiatan usaha yang rumit karena menggunakan sumber daya untuk memperoleh keuntungan dan manfaat (Gittinger, 1986) menyatakan bahwa proyek merupakan kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dangan menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan manfaat (benefit).

Soekartawi (1989) ada tiga aspek yang penting dalam melaksanakan suatu proyek, yaitu :

1. Adanya modal dan sumber daya (investasi) 2. Adanya upaya memaksimumkan keuntungan

3. Adanya waktu (lamanya proyek yang telah ditentukan).

Menurut Choliq, (1993) yang dhitung sebagai biaya atau pengeluaran proyek adalah seluruh biaya yang dikeluarkan proyek guna mendatangkan penghasilan dimasa yang akan datang. Arus biaya ini antara lain investasi dan biaya operasional serta biaya pemeliharaan. Investasi dalam proyek pertanian merupakan kegiatan yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan atau benefit setelah beberapa


(38)

periode tertentu. Investasi ini dikeluarkan sehubungan dengan keperluan selama usia proyek misalnya biaya kontruksi dan peralatan, penanaman modal pohon dan biaya modal kerja. Investasi ini diharapkan memberi manfaat dalam jangka waktu yang cukup lama. Biaya operasional dan biaya pemeliharaan merupakan biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan pelaksanaan proyek, antara lain adalah biaya rutin selama umur ekonomis proyek.

Agroindustri adalah industri yang mengolah hasil-hasil pertanian, mulai dari pengolahan yang mengubah hasil panen menjadi produk yang dapat diperdagangkan hingga menjadi produk yang bahan bentuk bakunya tidak terlihat lagi (Soekartawi, 1991). Pengembangan agroindustri seringkali dihadapkan pada berbagai masalah, salah satu diantaranya adalah penyediaan bahan baku yang cukup dan kontinyu.

Penyediaan bahan baku ini, baik bahan baku yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri, perlu tersedia dalam jumlah yang cukup dan kontinyu, khusus industri pengolahan yang menggunakan bahan baku pertanian, dalam kebanyakan negara di Asia, termasuk Indonesia, upaya reorganisasi sumberdaya untuk mengatasi resiko ketidakstabilan harga dan produksi ini dilakukan dengan cara diversifikasi, dalam tingkat usahatani, diversifikasi telah ditekankan untuk menghindari faktor resiko dan ketidakpastian, baik terhadap produksi maupun harga, dan memaksimumkan sumberdaya sehingga pada akhirnya pendapatan pengusaha dapat ditingkatkan (Soekartawi, 1991).


(39)

Usaha pengolahan hasil pertanian akan memberikan beberapa keuntungan antara lain (Aziz, 1993) :

1. Mengurangi kerugian ekonomi akibat kerusakan hasil pertanian. 2. Meningkatkan nilai ekonomis hasil pertanian.

3. Memperpanjang masa ketersediaan hasil pertanian, baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk hasil olahan.

4. Meningkatkan keanekaragaman produk pertanian.

5. Mempermudah penyimpanan dan pengangkutan produk pertanian

2.5. Studi Kelayakan

Istilah studi kelayakan atau feasibility study saat ini sudah banyak dikenal masyarakat. Hal ini karena istilah tersebut sering dimuat dalam surat kabar, majalah serta pembicaraan sehari-hari. Bahkan saat ini banyak perguruan tinggi yang telah memberikan mata kuliah studi kelayakan.

Studi kelayakan pada hakikatnya adalah suatu metode penjajagan dari suatu gagasan usaha tentang kemungkinan layak atau tidaknya gagasan usaha tersebut dilaksanakan.Studi kelayakan dalam arti yang luas telah timbul jauh sebelum berkembangnya perekonomian modern (Bachrawi, 2000).

Yang dimaksud dengan studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek dilaksanakan dengan berhasil. Adapun tujuan dilakukannya studi kelayakan adalah untuk menghindari keterlanjutan penanaman modal yang besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan (Suad, 2000)


(40)

Proyek adalah suatu keseluruhan aktifitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit) atau suatu aktifitas dimana dikeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil diwaktu yang akan datang, dan yang dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai suatu unit (Kadariah, 1988), sedangkan menurut Clive (1993), Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit.

Menurut Soekartawi (1987), ada tiga aspek penting dalam melakukan suatu proyek yaitu :

1. Adanya modal dan sumberdaya (investasi). 2. Adanya upaya memaksimalkan keuntungan

3. Adanya waktu (lamanya) proyek yang telah ditentukan.

Selain itu hal-hal yang perlu diketahui dalam studi kelayakan suatu proyek adalah :

1. Ruang lingkup kegiatan proyek, disini dijelaskan pada bidang apa proyek akan diusahakan.

2. Cara-cara proyek dilakukan, disini ditentukan proyek dikerjakan sendiri atau dikerjakan pada pihak lain.

3. Evaluasi terhadap aspek-aspek yang menentukan berhasilnya seluruh proyek.

4. Sarana yang diperlukan oleh proyek menyangkut bukan hanya kebutuhan seperti faktor produksi, tenaga kerja dan sebagainya. Tetapi termasuk fasilitas pendukung seperti jalan raya, transportasi.


(41)

5. Hasil kegiatan proyek serta biaya yang harus ditanggung untuk memperoleh hasil.

Gittinger (1986) menekankan betapa pentingnya memperhatikan aspek-aspek lain yang erat hubungannya dengan segala aspek-aspek yang mempengaruhi keberhasilan suatu proyek. Ada enam aspek yang perlu diperhatikan dalam melakukan suatu evaluasi proyek yaitu :

1. Aspek teknis adalah aspek yang menyangkut kaitan antara input dan output daripada barang-barang dan jasa-jasa yang digunakan serta dihasilkan dalam suatu proyek.

2. Aspek kelembagaan dan manajemen merupakan kunci sukses atau gagalnya suatu proyek. Ditunjukan pada kemampuan staf dari pada proyek untuk menjalankan administrasi pada kegiatan proyek.

3. Aspek sosial menyangkut perlunya mempertimbangkan pola dan kebiasaan-kebiasaan sosial dari pihak yang akan dilayani oleh proyek.

4. Aspek komersial merupakan usaha-usaha pemasaran hasil produksi yang bersangkutan dan supply bahan-bahan serta jasa yang diperlukan untuk mulai membangun dan menjalankan proyek.

5. Aspek finansial yaitu mengenai keuntungan pendapatan yang diperoleh suatu proyek, hal ini berhubungan dengan persoalan apakah proyek yang bersangkutan akan sanggup menjamin dana yang dibutuhkan serta sanggup membayarnya kembali dan apakah proyek tersebut bisa menjamin kelangsungan hidupnya secara finansial.


(42)

6. Aspek ekonomi mencakup pertimbangan apakah proyek tersebut akan membantu pembangunan ekonomi secara keseluruhan dan apakah kontribusinya cukup besar hingga penggunaan sumber-sumber produksi langka yang dibutuhkan bisa dibenarkan.

Dalam ilmu evaluasi proyek pembahasan analisis proyek ini lebih menitikberatkan pada analisis aspek finansial dan aspek ekonomisnya, akan tetapi aspek-aspek lainnya juga harus diperhatikan. Analisis ekonomis dan analisis finansial yang dimaksud yaitu :

1. Analisis Ekonomis adalah suatu analisis yang melihat suatu kegiatan proyek dari sudut perekonomian secara keseluruhan. Dengan demikian yang perlu diperhatikan didalam analisis ekonomis ini adalah hasil total atau produktivitas suatu proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan.

2. Analisis Finansial adalah analisis yang melihat suatu proyek dari sudut lembaga-lembaga atau badan-badan yang mempunyai kepentingan langsung dalam proyek atau yang menginvestasikan modalnya kedalam proyek.

Unsur-unsur yang berlainan didalam analisis ekonomis dan analisis finansial adalah sebagai berikut :

1. Didalam Analisis Ekonomis

a. Harga yang dipakai pedoman adalah shadow price atau accountuing price.

b. Pembayaran pajak tidak dikurangkan dalam perhitungan benefit dari suatu proyek.


(43)

c. Besarnya subsidi harus ditambahkan pada harga pasar barang-barang input.

d. Besarnya bunga modal biasanya tidak dipisahkan atau dikurangkan dari hasil kotor.

2. Didalam Analisis Finansial

a. Harga yang dipakai pedoman adalah harga pasar (market price)

b. Pembayaran pajak dianggap sebagi biaya di dalam proyek, sehingga perlu diperhitungkan, atau dipakai untuk mengurangi benefit.

c. Besarnya subsidi yang diberikan dipakai sebagai mengurangi atau akan meringankan biaya proyek, sehingga akan merupakan benefit.

d. Didalam pembayaran bunga modal dalam analisis finansial dibedakan sebagai berikut :

- Bunga yang dibayarkan orang-orang atau lembaga dari luar yang meminjamkan uangnya (kreditor) kepada proyek maka bunga tersebut dianggap sebagai biaya (cost).

- Untuk bunga atas modal sendiri yang digunakan dalam proyek tidak dianggap sebagai cost, melainkan sebagai profit (Pudosumarto, 1991).

Dalam melakukan evaluasi suatu proyek yang akan atau yang telah didirikan perlu diketahui indikator keberhasilan dari proyek tersebut. Ada lima teknik yang sering dipakai sebagai indikator keberhasilan dari suatu proyek, yaitu:


(44)

1. R/C Ratio

Dengan diketahui penerimaam, biaya produksi serta besarnya pendapatan, maka seorang pengusaha dapat melakukan analisa efisiensi usahanya dengan menggunakan analisis R/C ratio, yang dirumuskan dengan :

TR R/C ratio =

TC

Keterangan :

TR : Total Penerimaan (Rp) TC : Total Biaya (Rp)

Analisis ini menunjukkan tingkat efisien ekonomi dan daya saing dari produksi yang dihasilkan. Dari hasil perbandingan akan didapat :

R/C > 1, usaha efisiensi dan menguntungkan R/C = 1, usaha tidak efisien dan tidak merugikan R/C < 1, usaha tidak efisien dan merugikan 2. Titik Impas (Break Even Point)

Analisis titik impas adalah suatu cara atau teknik yang digunakan oleh manajer perusahaan untuk mengetahui pada volume (jumlah) penjualan atau volume produksi berapakah perusahaan yang bersangkutan tidak menderita kerugian dan tidak pula memperoleh laba. Kondisi tersebut akan dapat menjadikan dasar perimbangan bagi perusahaan dalam menetapkan


(45)

sasaran dan tujuan perusahaan. Kegunaan lainnya dari analisis titik impas antara lain :

a. Sebagai dasar merencanakan kegiatan operasional dalam usaha untuk mencapai laba tertentu atau sebagai profit planning

b. Sebagai dasar untuk mengendalikan kegiatan operasional yang sedang berjalan yaitu alat kontrol antara realisasi dengan angka-angka dalam perhitungan titik impas. Jadi dalam hal ini alat analisis titik impas sebagai alat pengendalian ”controling”.

c. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual

d. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang manajer dalam menjalankan perusahaan.

Menurut Soekartawi (1987), analisis titik impas sebenarnya banyak dipakai pada analisis budgeting dalam ekonomi perusahaan dalam evaluasi proyek, analisis titik impas ini juga sering dipakai atau paling tidak dipakai sebagai dasar perkiraan dalam melakukan evaluasi dari suatu proyek. Dengan demikian perbandingan antara manfaat dan biaya (benefit/cost ratio) atau jumlah penerimaan biaya (return/cost ratio) adalah sebenarnya juga didasarkan pada analisis titik impas. Titik impas (BEP) adalah suatu titik yang menunjukkan jumlah penerimaan yang tepat sama dengan biaya-biaya yang dikeluarkan. Dengan demikian tidak ada untung dan tidak ada rugi, secara hipotesis titik impas ada 4 variabel yaitu variabel biaya tetap, biaya variabel, total biaya dan total penerimaan dan penjelasan setiap variabel sebagai berikut :


(46)

a. Biaya tetap adalah besarnya biaya yang besaranya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya volume produksi. Dengan demikian yang digolongkan sebagai biaya tetap adalah sewa tanah, nilai bangunan dan sebagainya dengan satuan rupiah.

b. Biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh besar kecilnya volume produksi. Makin besar produksi makin besar pula biaya variabel. Biaya variabel merupakan biaya operasional dalam suatu usaha termasuk biaya taktis perusahaan. Contoh biaya operasional ini adalah biaya sarana produksi, biaya panen, biaya angkut dan sebagainya dengan satuan rupiah.

c. Total biaya adalah penjumlahan dari biaya variabel dengan biaya variabel tetap dengan satuan rupiah.

d. Total penerimaan adalah besarnya penerimaan yang diperoleh dari suatu investasi dengan satuan rupiah.

e. BEP merupakan suatu cara atau teknik untuk mengetahui pada volume penjualan atau volume produksi berapa suatu usaha tidak mencapai rugi atau laba dengan rumusan :

Perhitungan yang digunakan untuk mencari BEP atas dasar unit produksi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Perhitungan yang digunakan untuk mencari BEP atas dasar unit rupiah dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

BEP (Q) = TFC


(47)

Dimana :

BEP (Q) = Break Event Point / Titik impas Dalam Unit BEP (Rp) = Break Event Point / Titik impas Dalam Rupiah VC = Biaya tidak tetap (Rp).

FC = Biaya tetap (Rp). P = Harga jual per unit (Rp). TR = Penerimaan total (Rp)

2.6. Analisis Nilai Tambah

Kebijakan pembangunan perkebunan yang mengarah pada peningkatan nilai tambah pada produk primer dan berlangsung di daerah sentra produksi diharapkan akan mampu memberikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan dari petani itu sendiri.

Struktur agribsinis yang bersifat dispersal atau tersekat-sekat sangat tidak kondusif untuk menciptakan sistem agribisnis berdaya saing tinggi yang mampu merespon dinamika pasar secara efektif dan efisien. Hal ini karena pada struktur agribisnis demikian tidak terjadi keterkaitan fungsional diantara para pelaku agribisnis (Simatupang, 1999). Kondisi tersebut diperlukan penataan struktur agribisnis dalam rangka meningkatkan daya saing komoditas pertanian. Simatupang (1997) berpendapat bahwa penataan tersebut haruslah mengarah kepada pembentukan Unit Agribisnis Industrial. Sebagai langkah awal pragmatis

BEP (Rp) TFC


(48)

penataan struktur agribisnis tersebut dapat dilakukan dengan mengarahkan BUMN untuk bertindak sebagai pelopor (Kasryno, 1997). Sedangkan karakteristik utama yang harus ada pada setiap Unit Agribisnis adalah (Simatupang, 1997): 1. Seluruh fungsi yang diperlukan untuk memproduksi, mengolah dan

memasarkan produk pertanian dapat dipenuhi dan setiap unit agribisnis haruslah lengkap secara fungsional.

2. Seluruh komponen atau pelaku agribisnis melaksanakan fungsinya secara harmonis dan dalam satu kesatuan tindakan. Dengan kata lain kegiatan yang dilakukan oleh setiap pelaku agribisnis harus saling terkait secara fungsional.

3. Hubungan diantara seluruh pelaku agribisnis terjalin langsung melalui ikatan institusional.

4. Kelangsungan hidup dan perkembangan usaha pada masing-masing pelaku agribisnis saling tergantung sama lain.

5. Setiap pelaku agribisnis saling membantu satu sama lain demi kepentingan bersama.

Penataan struktur agribisnis yang mengarah kepada lima kondisi tersebut sudah diupayakan pemerintah melalui pengembangan berbagai program kemitraan usaha diantara para pelaku agribisnis. Dengan mekanisme tersebut maka kemitraan yang dikembangkan tidak hanya berguna untuk menciptakan kaitan fungsional antara petani dan perusahaan inti tetapi juga meningkatkan nilai tambah komoditas perkebunan melalui proses pengolahan yang dibangun oleh


(49)

perusahaan inti. Kemitraan tersebut juga merupakan media untuk mendorong pemerataan pendapatan (Erwidodo, 1996).

Menurut Sulistyowati dan Wahyudi (1999), produksi dan mutu akhir produk olahan merupakan resultante dasar seluruh usaha mulai dari penggunaan sarana produksi, proses produksi, pengolahan, pemasaran sampai penanganan produk di tingkat konsumen dalam bentuk agroindustri yang dapat meningkatkan pendapatan petani dari hasil nilai tambah dari suatu proses produksi dan juga dapat meningkatkan motivasi petani dalam pengembangan perkebunan rakyat

Salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah adalah melakukan diversifikasi baik secara vertikal maupun horizontal pada perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pertanian untuk memajukan komoditas apa yang mempunyai nilai tambah yang lebih dari produk pertanian. Nilai tambah diperoleh dari proses pengurangan biaya bahan baku ditambah dengan biaya input tidak termasuk tenaga kerja, dirumuskan : (Simatupang, 1990)

NT = P – ( B + V )

Dimana :

NT : Nilai Tambah (Rp / Kg ) P : Nilai Produksi ( Rp /Kg) B : Nilai Bahan Baku ( Rp /Kg)


(50)

2.7. Strategi Di Tingkat Unit Bisnis (Strategic Business Units)

Strategi merupakan alat untuk menciptakan keunggulan bersaing, Dengan demikian salah satu fokus strategi adalah memutuskan apakah bisnis tersebut harus ada atau tidak ada (Rangkuti, 2000).

Perusahaan yang menghasilkan berbagai jenis produk, akan bersaing di berbagai tingkatan bisnis atau pasar, dengan demikian strategi bisnisnya dapat ditekankan pada Strategic Business Units (SBU), pada prinsipnya SBU memiliki karakteristik sebagai berikut (Rangkuti, 2000) :

1. Memiliki misi dan strategi

2. Menghasilkan produk atau jasa yang berkaitan dengan misi dan strategi 3. Menghasilkan produk atau jasa secara spesifik

4. Bersaing dengan pesaing yang telah diketahui dengan jelas.

Strategic Business Units (SBU), merupakan strategi yang meliputi satu atau lebih devisi, lini produk atau berupa satu jenis produk dimana mulai dari sekadar alat untuk mencapai tujuan kemudian berkembang menjadi alat menciptakan keunggulan bersaing dan selanjutnya menjadi tindakan dinamis untuk memberi respons terhadap kekuatan-kekuatan internal dan eksternal, sampai menjadi alat untuk memberikan kekuatan motivasi pada tiang pegangan (stakeholder) agar perusahaan tersebut dapat memberikan kontribusi secara optimal (Steiner, 1977). Menjelang akhir abad ke-20, konsep strategi berubah menjadi pemahaman keinginan konsumen di masa yang akan datang dengan memperhatikan konsep dinamik dan pengembangan perencanaan strategis untuk merebut peluang dengan menggunakan konsep Kompetensi Inti.


(51)

Konsep kompetensi inti adalah sekumpulan ketrampilan dan teknologi dan bukan satu ketrampilan atau teknologi yang berdiri sendiri (Garvin, 1994). Untuk memiliki kompetensi inti, perusahaan harus memiliki tiga kriteria :

1. Nilai bagi pelanggan (customer perceived value), yaitu ketrampilan yang memungkinkan suatu perusahaan menyampaikan manfaat yang fundamental kepada pelanggan.

2. Diferensiasi bersaing (competitor diferentiantion), yaitu kemampuan yang unik dari segi daya saing, Jadi ada perbedaan antara kompetensi yang diperlukan dan kompetensi pembeda. Tidak layak menganggap suatu kompetensi sebagai inti jika dia ada dimana-mana atau dengan kata lain mudah ditiru oleh pesaing.

3. Dapat diperluas (extendability), karena kompetensi inti merupakan pintu gerbang menuju pasar masa depan, kompetensi ini harus memenuhi kriteria manfaat bagi para pelanggan dan keunikan bersaing. Selain itu kompetensi inti harus dapat diperluas sesuai dengan keinginan konsumen masa depan. Dengan demikian kompetensi tidak menjadi usang meskipun kompetensi inti mungkin saja kehilangan nilainya sepanjang waktu.

Struktur industri atau agribisnis yang dilakukan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menentukan aturan permainan persaingan selain juga strategi yang secara potensial tersedia dalam usaha yang dilakukannya. Pokok-pokok perumusan strategi bersaing adalah menghubungkan usaha yang dilakukan dengan lingkungannya, untuk mencapai keberhasilan dalam persaingan agribisnis, perusahaan harus menetapkan misi dan tujuannya. Berpijak dari misi dan tujuan


(52)

organisasi selanjutnya dilakukan “Analisa Eksternal” yang meliputi lingkungan umum : lingkungan usaha agribisnis dan lingkungan operasi kemudian dilakukan analisa dan diagnosis internal. Analisa yang digunakan untuk menganalisa adalah analisis SWOT. Hasil pendekatan SWOT digunakan sebagai dasar (strategi umum) untuk merencanakan pengembangan agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan. Adapun tahapan analisis pada perencanaa strategis, antara lain:

1. Analisis Eksternal

Merupakan situasi dan kondisi yang berada diluar usaha secara langsung mempengaruhi kinerja perusahaan. Analisis dan diagnosis lingkungan memberikan kesempatan bagi strategi untuk mengantisipasi peluang dan membuat rencana untuk melakukan tanggapan pilihan terhadap peluang ini, hal ini juga membantu perencana strategi untuk mengembangkan sistem peringatan dini untuk menghindari ancaman atau mengembangkan strategi yang dapat mengubah ancaman menjadi keuntungan perusahaan (Jauch dan Glueck, 1994).

Lingkungan eksternal yang mempengaruhi perusahaan dapat dianalisis dalam tiga kelompok faktor yaitu faktor lingkungan jauh (Remote environtmen), lingkungan industri (Industry environtment) dan lingkungan operasi (Operating environtment) (Pearce dan Robinson, 1991). Adapun faktor-faktor lingkungan ekternal telah di uraikan dan diperjelas pada (Gambar 2)


(53)

Lingkungan Jauh - Ekonomi

- Sosial - Politik - Teknologi

Lingkungan Industri - Penghalang Masuk - Kekuatan Pemasok - Kekuatan Pembeli

- Ketersediaan Substitusi - Tingkat Persaingan

Lingkungan Operasi - Pesaing

- Kreditor - Pelanggan - Pekerja - Pemasok PERUSAHAAN

Gambar 2. Lingkungan Eksternal Perusahaan (Pearce dan Robinson, 1991)

a. Lingkungan Jauh atau Umum

Lingkungan jauh ini disebut juga lingkungan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan pada lingkup lingkungan jauh antara lain ekonomi, sosial, politik, teknologi dan ekologi. Faktor-faktor ekonomi yang spesifik dianalisis oleh kebanyakan perusahaan lain adalah :

- Kebijakan keuangan, suku bunga dan develuasi - Pertumbuhan ekonomi

- Pendapatan perkapita masyarakat - Pertumbuhan industri

- Tahapan siklus bisnis, dalam keadaan depresi, resesi, kebangkitan atau kemakmuran


(54)

Faktor-faktor sosial yang mempunyai suatu perusahaan meliputi keyakinan, nilai-nilai, sikap, pendapatan dan gaya hidup. Faktor-faktor politik berkaitan dengan parameter-parameter hukum, peraturan dan kebijaksanaan yang ditetapkan pemerintah dimana perusahaan harus beroperasi. Faktor ini ada yang membatasi gerak perusahaan tetapi ada pula yang melindungi dan menguntungkan perusahaan.

Perubahan teknologi dapat mempengaruhi daur hidup produk dan jasa. Permintaan atas produk dan jasa juga melalui suatu daur hidup. Adaptasi teknologi yang kreatif dapat berbentuk penciptaan produk baru, perbaikan terhadap produk yang telah ada ataupun terhadap teknik-teknik pemasaran dan produksi.

Ekologi adalah hubungan antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan lingkungan yang mendukung kehidupan mereka, tuntutan masyarakat terhadap produk yang aman terhadap lingkungan dan kesehatan semakin menjadi syarat bagi keberhasilan perusahaan.

b. Lingkungan Industri

Keadaan persaingan dalam suatu industri tergantung pada lima kekuatan persaingan pokok, yakni kekuatan menawar pembeli, kekuatan tawar-menawar pemasok, ancaman produk atau jasa pengganti atau substitusi, ancaman masuknya pendatang baru dan persaingan antara perusahaan yang ada dalam industri.


(55)

Pendatang Baru Potensial

Ancaman Pendatang Baru

Kekuatan Para Pesaing Kekuatan Pemasok Industri Pembeli

Ancaman Produk atau Jasa Substitusi

Produk Pengganti

Gambar 3. Kekuatan-Kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri (Porter, 1992)

Kelompok pembeli yang terkonsentrasi atau terpusat atau membeli dalam jumlah besar akan memiliki kekuatan yang lebih besar dalam hal posisi tawar-menawar pada pihak penjual.

Pendatang baru pada suatu industri membawa kapasitas baru, keinginan untuk merebut pasar, serta seringkali juga sumberdaya yang besar. Akibatnya harga dapat menjadi turun atau biaya membengkak sehingga mengurangi kemampulabaan. Analisis tentang rintangan pendatang baru ini akan dititikberatkan pada diferensiasi produk dan akses ke saluran distribusi. Mengenali produk-produk pengganti atau substitusi adalah persoalan mencari produk lain yang dapat menjalankan fungsi yang sama seperti produk dalam industri. Produk pengganti yang perlu mendapat perhatian besar adalah : yang mempunyai kecenderungan untuk menetapkan harga


(56)

atau prestasi yang lebih baik ketimbang produk industri, atau dihasilkan oleh industri yang berlaba tinggi.

Ke-lima kekuatan persaingan di atas secara bersama-sama menentukan intensitas persaingan dan kemampulabaan dalam industri dan kekuatan yang paling besar akan menetukan serta menjadi sangat penting dari sudut pandang perumusan strategi.

c. Lingkungan Operasi

Lingkungan operasi disebut juga lingkungan persaingan atau lingkungan tugas. Lingkungan ini terdiri dari faktor-faktor di dalam situasi persaingan yang mempengaruhi keberhasilan suatu perusahaan untuk memasarkan produk dan jasanya dengan menghasilkan laba. Faktor-faktor penting dalam lingkungan operasi ini adalah posisi perusahaan komposisi pelanggannya, reputasi dan hubungan perusahaan dengan pemasok dan kreditor, serta kemampuannya mengelola karyawan yang berkemampuan.

2. Analisis Internal

Analisis internal merupakan proses dengan mana perencanaan strategi mengkaji : Pemasaran dan Distribusi, penelitian dan pengembangan, produksi dan operasi, sumberdaya dan karyawan perusahaan serta faktor keuangan dan akuntansi. Sedangkan faktor-faktor internal pemasaran dan disteribusi meliputi : pangsa pasar, sistem riset pasar, bauran produk dan jasa, perlindungan hak paten, produk baru, strategi harga, tenaga penjual, promosi dan periklanan, pelayanan purna jual dan jalur distribusi (Jauch dan Glueck, 1994).


(57)

3. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi secara sistematik atas faktor-faktor kekuatan (Strenghs), kelemahan (Weaknesses), peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) yang dihadapi suatu perusahaan, mula-mula analisis SWOT dibuat dalam bentuk suatu matrik seperti dalam gambar 4, kemudian dengan identifikasi strategi yang paling baik dalam menghadapi atau menyesuaikan terhadap faktor-faktor tersebut. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif adalah : memaksimalkan kekuatan dan manfaatkan peluang yang dimiliki perusahaan serta meminimalkan kelemahan dan ancaman yang dihadapinya.

Internal Eksternal

Strengths (S) Weaknesses (W)

Opportunies (O) Strategi SO Strategi WO

Treaths (T) Strategi ST Strategi WT

Gambar 4. Skema Matrik SWOT (Pearce dan Robinson, 1991)

- Strategi SO

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

- Strategi ST


(58)

- Strategi WO

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaat peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

- Strategi WT

Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif atau bertahan dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

Alternatif-alternatif strategi yang diperoleh dari hasil analiasis SWOT adalah diperoleh dari penyusunan matrik SWOT. Matrik ini (gambar 4) mengilustrasikan bagaimana peluang dan ancaman eksternal dihadapi perusahaan dapat di pertemukan dengan kelemahan dan kekuatan internal perusahaan untuk menghasilkan empat kelompok alternatif strategi (Gambar 5).

Berbagai Peluang Dari Lingkungan

3. Mendukung 1. Mendukung strategi turn around strategi agresif

Kelemahan Kekuatan Internal Internal Yang Kritis Yang Besar 4. Mendukung 2. Mendukung

strategi defensif strategi diversifikasi

Berbagai Ancaman Dari Lingkungan


(59)

Cara dalam menggunakan analisis SWOT dalam membantu analisis strategi adalah dengan membandingkan bobot dari setiap alternatif strategi, selanjutnya dipilih strategi yang memiliki rangking tertinggi dari hasil pembobotan tersebut dengan menggunakan pendekatan yang terstruktur. Hasil dari analisa SWOT diperoleh Strategi Umum perusahaan, dengan memilih salah satu dari empat alternatif strategi yang meliputi : 1) mendukung strategi agresif (pertumbuhan), 2) strategi diversifikasi, 3) strategi pertahanan dan 4) strategi memutar haluan. Adapun alternatif strategi yang telah digambarkan diatas, maka dijelaskan pada kuadran-kuadran, antara lain :

Kuadran 1 : Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy).

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk atau pasar).

Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala atau kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan


(60)

masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.

Kuadran 4 : Merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.


(61)

3.1. Kerangka Pemikiran 3.1.1. Teori Biaya

Biaya produksi adalah pengeluaran yang diadakan untuk mengorganisir dan melaksanakan produksi. Besarnya biaya produksi yang dikeluarkan produsen ditentukan oleh kondisi fisik produksi, harga faktor produksi, dan efisiensi pengusaha dalam mengelola perusahaan (Mubyarto, 1992). Jadi biaya produksi merupakan semua pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh produsen untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan dalam proses produksi sehingga diperoleh output (produk) yang direncanakan.

Biaya produksi terdiri dari biaya variabel (variable cost) dan biaya tetap (fixed cost). Biaya variabel adalah biaya produksi yang berubah-ubah sesuai dengan tingkat produksi yang dihasilkan, dan biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung daripada besar kecilnya produksi (Mubyarto, 1992).

Analisis biaya produksi jangka pendek didasarkan pada dua hal yaitu : a). kondisi fisik dari produksi menentukan besarnya biaya produksi pada masing-masing tingkat output yang dapat dihasilkan; b) biaya produksi total (TC) yang dapat dibagi kedalam dua komponen yaitu biaya produksi tetap total (TFC) dan biaya produksi variabel total (TVC). Biaya produksi tetap total adalah seluruh biaya-biaya yang tetap dibayar produsen berapapun tingkat produksinya. Jumlahnya adalah tetap untuk setiap tingkat output. Sedangkan biaya variabel adalah jumlah biaya-biaya yang berubah menurut tinggi rendahnya output yang


(62)

diproduksi. Biaya produksi total (TC) merupakan penjumlahan dari biaya tetap total dengan biaya variabel total atau TC = TVC + TFC (Boediono, 1980).

Biaya produksi tetap rata-rata (AFC) merupakan biaya tetap yang dibebankan pada setiap unit output atau dirumuskan sebagai AFC=TFC/Q. Biaya produksi variabel rata-rata merupakan jumlah pengeluaran dari biaya variabel yang dibebankan pada setiap unit output atau dirumuskan sebagai AVC=TVC/Q. Biaya total rata-rata (ATC) merupakan total biaya dari semua sumberdaya yang digunakan per unit output yang dihasilkan, atau dirumuskan sebagai ATC=TC/Q atau ATC = (TVC + TFC)/Q. Biaya produksi marjinal (MC) adalah tambahan dari total biaya yang diakibatkan oleh diproduksinya tambahan satu unit output. Dan karena tambahan produksi satu unit tidak menambah atau mengurangi TFC, sedangkan TC=TVC + TFC, maka kenaikan TC ini sama dengan kenaikan TVC yang diakibatkan oleh produksi satu unit output tambahan atau dirumuskan sebagai : MC= ∆TC/∆Q=∆TVC/∆Q.

3.1.2. Teori Produksi

Prinsip ekonomi dalam proses produksi sangat penting, karena proses produksi tanpa diikuti prinsip ekonomi tidak akan berarti. Setiap produsen dalam usaha tani akan selalu berusaha untuk selalu mengalokasikan faktor produksi yang dimilikinya seefisien mungkin untuk memperoleh hasil produksi yang maksimal. Ada dua pendekatan dalam memaksimalisasi keuntungan yaitu : (1) pendekatan keuntungan maksimal (profit maximization), yaitu pendekatan untuk mencapai keuntungan maksimal dengan cara mengalokasikan faktor produksi yang


(63)

dimilikinya seefisien mungkin, (2) pendekatan meminimalisasi biaya (cost minimization) adalah pendekatan yang didasarkan pada kendala biaya yang ada yaitu bagaimana dengan biaya yang tertentu dapat memberikan keuntungan yang maksimal. Jadi kedua pendekatan tersebut pada prinsipnya sama yaitu memaksimumkan keuntungan.

Untuk dapat memahami kedua pendekatan tersebut , maka kita harus memahami konsep fungsi produksi . Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan berupa input. Dalam pembahasan teori ekonomi, maka telaahan yang banyak diminati dan dianggap penting adalah telaahan fungsi produksi. Hal tersebut disebabkan karena beberapa hal, antara lain :

1. Dengan fungsi produksi maka dapat diketahui hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung dan hubungan tersebut dapat lebih mudah dimengerti.

2. Dengan fungsi produksi, maka dapat diketahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (dependent variabel), Y, dan varibel yang menjelaskan (independent variabel), X, serta sekaligus mengetahui hubungan antar varibel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :


(64)

Dengan fungsi produksi tersebut diatas, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1……… Xn dan X lainnya dapat diketahui

(Soekartawi, 1994). Selanjutnya menurut Kartasapoetra (1988) menyatakan bahwa pengertian fungsi produksi dapat diperinci lagi sebagai berikut : (a) Fungsi produksi menggambarkan hukum proporsi, tercukupinya masukan-masukan yang diperlukan maka proses produksi yang telah direncanakan untuk suatu waktu tertentu akan dapat diujudkan dengan baik, (b) Fungsi produksi menunjukkan teknologi penggabungan dan pemanfaatan masukan-masukan agar usaha pemcapaian output yang telah direncanakan untuk suatu kurun waktu dapat terwujudkan (c) fungsi produksi merupakan hubungan teknis bahwa dengan teknologi tertentu masukan-masukan yang diperlukan bagi suatu rencana dapat digabungkan sehingga dapat menghasilkan produk yang diharapkan.

Dalam usahatani, ada empat sumber daya yang merupakan faktor produksi penting dalam usahatani, yaitu (1) tanah, meliputi kuantitas dan kualitas (2) tenaga kerja meliputi kuantitas dan kualitas (3) modal, meliputi, meliputi modal tetap (tanah, mesin-mesin, inventaris) dan modal kerja untuk pembelian input variabel, dan (4) ketrampilan manajemen dari pengusaha (petani) (Soekartawi, 1994 ).

Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi. Menurut Soekartawi (1994), kalau misalnya y produksi dan xi adalah masukan ke i, maka besar kecilnya Y tergantung dari besar kecilnya xi, secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut :


(1)

kegiatan sebesar Rp. 12.379/tandan, Rp. 14.832/tandan , Rp. 26.241/tandan dan Rp 36.513/tandan.

3. Strategi pengembangan usaha agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan adalah strategi agresif yaitu (1) peningkatan produksi untuk mengoptimalkan potensi wilayah melalui (a) penyuluhan pertanian dalam upaya peningkatan produksi dan kualitas produksi pisang, (b) koordinasi antara Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan, tokoh masyarakat, perbankan, Perguruan Tinggi, LSM dan petani dalam upaya pengembangan usahatani pisang pada lahan kritis yang belum terkelola dengan baik dan (c) sosialisasi terhadap petani pisang awak dalam pembentukan kelompok tani, (2) peningkatan kualitas produksi melalui peningkatan teknologi pengolahan melalui (a) pelatihan dan Pembinaan terhadap pengusaha agroindustri dalam upaya peningkatan kualitas produksi khususnya peningkatan kualitas produk, kemasan, dan tampilan, (b) bantuan alat-alat pengepakan dan sablon, (c) bantuan alat-alat teknologi pengolahan berbasis pisang pisang awak dan bantuan alat-alat teknologi pengolahan sebagai inovasi baru dalam peningkatan diversifikasi produk olahan serta (d) koordinasi antara Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan, Balitbang, Perguruan tinggi, LSM dan pengusaha agroindustri dalam pengembangan teknologi pengolahan, dan (3) pengembangan pasar dengan membentuk jaringan pasar yang lebih luas melalui (a) pelatihan dan pembinaan terhadap pengusaha agroindustri dalam manajemen pemasaran, (b) pembentukan kelompok pengusaha agroindustri berbasis pisang awak, (c) pembentukan


(2)

agen-agen penjualan baru di luar daerah Kabupaten Pacitan, (d) kerjasama supermarket dan mini market dalam proses penjualan produk olahan berbasis pisang awak, (e) kerjasama dengan jaringan Televisi pemerintah maupun swasta dalam promosi produk berbasis pisang awak, (f) promosi melalui pembuatan leaflet, (g) promosi melalui Informasi di situs internet milik pemerintah Kabupaten Pacitan dan (h) koordinasi Dinas Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan, Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi, dan kelompok pengusaha dalam pelatihan dan pembuatan situs kegiatan agroindustri berbasis pisang awak

6.2. Saran

1. Untuk meningkatkan kualitas produksi olahan berbasis pisang awak yang mempunyai daya saing tinggi diperlukan adanya penanganan dalam peningkatan kualitas produksi pisang awak sebagai bahan baku khususnya pada saat panen dan distribusi, komitmen pada pengusaha untuk mempertakankan kualitas produksi serta peningkatan teknologi pengemasan untuk dapat memberikan citra produk yang berkualitas.

2. Dalam upaya pengembangan produksi yang lebih besar diperlukan adanya pengembangan kerjasama pemasaran yang dapat dilakukan melalui pembentukan agen-agen penjualan diluar daerah dan kerjasama dengan supermarket atau mini market dalam proses penjualannya.

3. Untuk memperkenalkan produk olahan berbasis pisang awak pada masyarakat luas diperlukan upaya promosi yang dapat dilakukan melalui


(3)

kerjasama dengan jaringan Televisi pemerintah maupun swasta, pembuatan leaflet, Informasi di situs internet milik pemerintah maupun pembuatan situs kegiatan agroindustri berbasis pisang awak.

4. Dukungan pemerintah diperlukan dalam upaya pengembangan kegiatan agroindustri melalui pendidikan dan pelatihan terhadap petani dan pengusaha, bantuan alat maupun kredit lunak bagi pengusaha serta mampu menjadi fasilitator dalam setiap kegiatan pengembangan agroindustri yang berhubungan dengan pihak-pihak luar.

5. Diperlukan adanya kemitraan dengan balitbang atau puslit untuk pengembangan teknologi pengolahan dalam menciptakan produk olahan yang mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki oleh produk olahan pisang dari daerah lain seperti kripik pisang bolong

6. Perlu dikaji ulang tentang besarnya kapasitas produksi optimal masing-masing kegiatan agroindustri berbasis pisang awak dan kemampuan pasar dalam menerima produk olahan berbasis pisang yang bertujuan sebagai salah satu dasar pengembangan kegiatan agroindustri berbasis pisang awak di Kabupaten Pacitan


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adi Putra L. 1994. Operasionalisasi Kultur Bisnis dan Struktur Usaha dalam Rangka Memperkuat Industri Kecil dan Menengah Sub Sektor Agroindustri pada Pelita VI. IPB. Bogor.

Anonymous. 1993. Agribisnis IV. Badan Pendidikan dan Latihan Pertanian. Departemen Pertanian Pusat. Jakarta.

__________. 1994. Pengembangan Sistem Agribisnis. IPB. Bogor

Antarlina dan Umar (2007). Teknologi Pengolahan Komoditas Unggulan Mendukung Pengembangan Agroindustri Di Lahan Lebak. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor.

Aziz. M.A. 1993. Permodalan Agroindustri. PT. Perkebunan Nusantara XII. Insan Mitra Staya Mandiri. Jakarta.

Bachrawi, Sanusi. 2000. Pengantar Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi Universitas IndonesiaI. Jakarta.

Choliq. A. 1993. Evaluasi Proyek. Pioner Jaya. Bandung.

Clive. Gray, 1993. Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia. Jakarta.

Endarto. 1993. Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Sebagai Pendekatan Utama Sektor Pertanian dalam PJPT II. Makalah disampaikan dalam Seminar Regional Sehari Pra Musyawarah Wilayah VI Ikatan Senat Mahasiswa pertanian Indonesia Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Senat Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Muhammadyah. Malang. Garvin A., “Manufacturing strategc Planning”, diterjemahkan oleh Hamel Gary,

Prahalad, 1994, Competing for Future, Harvard Business School Press. Gittinger. 1986. Analis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. UI Press. Jakarta. Jauch dan Glueck. 1994. Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan.

Erlangga, Jakarta

Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek Analisa Ekonomi. LP-FEUI. Jakarta Kartasapoetra, G. 1985. Manajemen Agribisnis. PT. Bina Aksara, Jakarta. Mubyarto. 1992. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta.


(5)

Muslimin Nasution. 1994. Mengembangkan Keunggulan Kompetitif Industri kecil dan Menengah Agroindustri. IPB. Bogor.

Pearce dan Robinson. 1991. Strategic Managament Formulasion, Implementasion dan Control. Home Wood, Boston

Porter. 1992. Strategi Bersaing Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing. Erlangga, Jakarta.

Purweni Endang. 2002. Beberapa Varietas Pisang Unggul di Jawa Timur. Keluarga Tani, Nomor 03 – 2002. Surabaya.

Rangkuti, F, 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta.

Soeharjo. 1991. Profil Agroindustri. Bahan Kursus Singkat Agroindustri Perguruan Tinggi Negeri Barat. Universitas Sumatera. Medan.

Soehardjo. A. 1990. Kumpulan Makalah Agribisnis. IPB. Bogor.

Soekartawi. 1987. Dasar-dasar Evaluasi Proyek dan Petunjuk Praktis Dalam membuat Evaluasi. Rajawali Press. Jakarta..

_________. 1989. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Rajawali Press. Jakarta. _________. 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT. Perkebunan Nusantara

XII. Grafindo Persada. Jakarta.

_________. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Steiner, 1977. Management Policy and Strategy. New York: Macmillan

Suad. Husnan. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN. Yogyakarta.

Sugiono. 2003. Statistik Untuk Penelitian. CV. Alfabeta. Bandung

Suprihatini Rohayati, Drajat Bambang dan Fajar Undang. 2004. Kebijakan Percepatan Pengembangan Industri Hilir Perkebunan. Jurnal AKP. Volume 2 No. 1, Maret 2004 : 54-66.

Susilowati Hery, Bonar, Sinaga M., Wilson, Limbong H., dan Erwidodo. 2007. Dampak Kebijakan Ekonomi Di Sektor Agroindustri Terhadap Kemiskinan Dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Di Indonesia: Analisis Simulasi dengan Sistem Neraca Sosial Ekonomi. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25 No.1, Mei 2007 : 11 – 36. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Bogor


(6)

Tarigan Herlina 2007. Peningkatan Nilai Tambah Melalui Pengembangan Agroindustri Pisang Di Kabupaten Lumajang. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor.

White. B. 1989. Agroindustri. Industrialisasi Pedesaan dan Tranformasi

Pedesaan. Makalah Simposium Industrialisasi Pedesaan. Pusat Studi