standar deviasi 2,345, sedangkan kapasitas vital paru rata-rata pada kelompok merokok adalah 72 dengan standar deviasi 9,929.
Berdasarkan hasil uji statistik t-test independen antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru didapatkan nilai
probabilitas atau Pvalue sebesar 0,000 , artinya pada α 5 dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan penurunan kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di
Kelurahan Cirendeu tahun 2014. b.
Hubungan Antara Kebiasaan Olahraga dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu,
Tahun 2014
Data pada tabel 5.6 di atas menunjukan kapasitas vital paru rata-rata pada kelompok
kebiasaan olahraga ≥ 3 kali seminggu adalah 77 dengan standar deviasi 12,048, sedangkan kapasitas
vital paru rata-rata pada kelompok kebiasaan olahraga 3 kali seminggu adalah 72 dengan standar deviasi 9,431.
Berdasarkan hasil uji statistik t-test independen antara kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru didapatkan nilai
probabilitas atau Pvalue sebesar 0,13 0, artinya pada α 5 dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan penurunan kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di
Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
c. Hubungan Antara Status Gizi IMT dengan Kapasitas Vital
Paru Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Data pada tabel 5.6 di atas menunjukan kapasitas vital paru rata-rata pada kelompok status gizi IMT tidak berisiko adalah
74 dengan standar deviasi 10,549, sedangkan kapasitas vital paru rata-rata pada kelompok status gizi IMT berisiko adalah 77
dengan standar deviasi 11,873. Berdasarkan hasil uji statistik t-test independen antara
kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru didapatkan nilai probabilitas atau Pvalue sebesar 0,456
, artinya pada α 5 dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi IMT
dengan penurunan kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
d. Hubungan Antara Riwayat Penyakit dengan Kapasitas Vital
Paru Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014
Data pada tabel 5.6 di atas menunjukan kapasitas vital paru rata-rata pada kelompok tidak pernah memiliki riwayat penyakit
adalah 75 dengan standar deviasi 10,441, sedangkan kapasitas vital paru rata-rata pada kelompok pernah memiliki riwayat
penyakit adalah 66 dengan standar deviasi 12,055.
Berdasarkan hasil uji statistik t-test independen antara kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru didapatkan nilai
probabilitas atau Pvalue sebesar 0,157 , artinya pada α 5 dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat penyakit dengan penurunan kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di
Kelurahan Cirendeu tahun 2014. e.
Hubungan Antara Riwayat Pekerjaan dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun
2014
Data pada tabel 5.6 di atas menunjukan kapasitas vital paru rata-rata pada kelompok tidak pernah memiliki riwayat pekerjaan
adalah 75 dengan standar deviasi 9,727, sedangkan kapasitas vital paru rata-rata pada kelompok pernah memiliki riwayat
pekerjaan adalah 71 dengan standar deviasi 14,954. Berdasarkan hasil uji statistik t-test independen antara
kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru didapatkan nilai probabilitas atau Pvalue sebesar 0,493
artinya pada α 5 dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat pekerjaan
dengan penurunan kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di
Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
76
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian yang terdapat pada penelitian ini adalah variabel riwayat penyakit. Riwayat penyakit yang diukur dengan kuesioner
dapat menimbulkan bias informasi karena banyak dari pekerja tidak memeriksa kesehatan paru-paru ke dokter, serta ada beberapa pekerja yang berdasarkan
mengingat-ingat mengenai diagnosis dokter yang pernah diterima.
6.2. Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu,
Tahun 2014
Menurut Mengkidi 2006, kapasitas vital paru volume udara yang dapat dikeluarkan melalui ekspirasi maksimal setelah sebelumnya melakukan
inspirasi maksimal. Volume paru dan kapasitas fungsi paru merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem pernapasan, dengan mengetahui besarnya
volume dan kapasitas fungsi paru dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya kelainan fungsi paru.
Pekerja bengkel las memiliki risiko tinggi terpapar debu las yang mengandung uap logam atau yang biasa disebut fumes. Fumes tersebut tidak
terlihat secara kasat mata namun dapat terhirup masuk ke dalam saluran
pernapasan. BOC 2006 menyebutkan bahwa efek kesehatan jika menghirup uap logam tersebut dapat mengakibatkan iritasi pada saluran pernapasan
bagian atas, sesak di dada, mengi, demam uap logam, kerusakan paru-paru, bronkitis, dan pneumonia atau emfisema. Suma’mur 1996 juga menjelaskan
gejala-gejala yang terjadi jika menghirup uap logam adalah sakit kepala dan demam. Gejala-gejala tersebut terjadi secara mendadak, terasa demam,
menggigil, enek, muntah, sakit pada otot-otot dan merasa lemah. Efek jangka panjang dapat menyebabkan penurunan kapasitas vital paru.
Hasil penelitian mengenai gambaran kapasitas vital paru pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014 menunjukkan bahwa pekerja
yang mengalami kapasitas vital paru tidak normal lebih banyak daripada yang berkapasitas vital paru normal, dengan persentase 61,9. Hasil rata-rata
kapasitas vital paru pekerja sebesar 74 dengan standar deviasi 10,66. Hasil pengukuran tersebut tidak dapat mendiagnosis apakah pekerja mengalami
penyakit paru atau tidak. Tetapi dengan hasil tersebut maka dapat menganjurkan pekerja yang mengalami ketidaknormalan pada kapasitas vital
paru segera diberikan penanganan atau pengobatan oleh dokter. Kemudian pekerja yang tidak mengalami gangguan kapasitas vital paru dapat
mempertahankan kapasitas vital parunya dengan mengurangi atau mencegah faktor-faktor yang dapat menganggu kapasitas vital paru.