Keterbatasan Penelitian Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu,

kebiasaan merokok Pvalue 0,001 namun tidak ada pekerja yang perokok berat, berbeda pada penelitian yang peneliti lakukan di mana terdapat pekerja yang perokok berat sebanyak 31 dari 42 pekerja. Untuk pekerja yang merokok, diharapkan dapat mengurangi dan menghentikan kebiasaan merokok karena menurut Mawi 2005 dapat menyebabkan menurunnya fungsi paru karena terjadinya obstruksi paru. Kemudian meningkatkan kebiasaan olahraga, karena menurut Talini 1998 kebiasaan olahraga dapat meningkatkan kapasitas vital paru sebesar 30 hingga 40, dengan demikian diharapkan dapat menaikkan kapasitas vital paru pada pekerja yang mengalami penurunan kapasitas vital paru dan pada pekerja yang kapasitas vital paru normal dapat menjaga fungsi parunya tersebut. Dalam penelitian ini, kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut diantaranya adalah kadar debu total, umur, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, riwayat penyakit, riwayat pekerjaan, masa kerja, dan jumlah jam kerja per minggu.

6.3. Hubungan antara Paparan Kadar Debu Total dengan Kapasitas Vital

Paru Pekerja Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 Proses pengelasan menghasilkan polutan yang berupa fumes, yaitu uap logam yang bercampur dengan udara bebas. Menurut Budiono 2007, asap debu yang mengandung logam akan menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan dapat mengakibatkan obstruksi dan fibrosis pada paru. Hal ini akan menimbulkan penurunan daya kembang paru dan penurunan volume paru termasuk kapasitas vital paru Yeung, 1995. Paparan kadar debu total bengkel las di Kelurahan Cirendeu memiliki rata-rata 6,222 mgm 3 dengan standar deviasi 3,675. Berdasarkan Permenakertrans nomor 13 tahun 2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja, standar nilai ambang batas NAB 10 mgm 3 , lingkungan kerja yang memiliki kadar debu melebihi nilai ambang batas sebanyak 26,2 dan lingkungan kerja yang tidak melebihi nilai ambang batas sebanyak 73,8. Deviandhoko 2012 berpendapat paparan debu terhirup yang melebihi ambang batas akan meningkatkan risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Namun, kadar debu yang rendah tetapi lama keterpaparan terjadi dalam waktu yang lama akan dapat menimbulkan efek kumulatif sehingga pada akhirnya pekerja dapat mengalami gangguan fungsi paru. Dalam penelitian ini, terlihat bahwa semakin tinggi pekerja terpapar debu maka semakin menurun kapasitas vital parunya, ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasinya yang berkekuatan sedang dan berpola negatif R = -0,337. Uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini menghasilkan nilai Pvalue sebesar 0,029 yang artinya ada hubungan antara paparan kadar debu total dengan kapasitas vital paru. Hasil ini selaras dengan penelitian Deviandhoko 2012 dimana ada hubungan antara debu yang terhirup dengan gangguan fungsi paru yang diukur dengan nilai kapasitas vital paru dengan Pvalue sebesar 0,001. Kontribusi paparan kadar debu total terhadap penurunan kapasitas vital paru sebesar 11,3 dan sisanya dijelaskan oleh variabel yang lain. Menurut persamaan garis yang diperoleh, kapasitas vital paru lambat-laun akan tetap menurun tanpa adanya paparan debu sebesar 80,19 kali karena faktor lain, tetapi apabila paparan debu naik 1 mgm 3 saja, maka risiko menurunnya kapasitas vital paru akan bertambah sebesar 0,98 kali. Untuk meminimalisir terhirupnya debu hasil pengelasan oleh pekerja, pengelola bengkel las dapat menggunakan exhaust yang dapat mengalirkan udara tercemar keluar sehingga debu hasil pengelasan lebih cepat mengalami pengenceran oleh udara bebas dan lebih cepat keluar dari lingkungan kerja. Blower exhaust menurut American Welding Society 2009 dibutuhkan minimal memiliki kecepatan 1,6667 fts atau 0,508 ms. Kemudian untuk mencegah terjadinya penurunan kapasitas vital paru, pekerja dapat menggunakan masker pengelasan welding fumes respiratory untuk proteksi menghirup debu yang mengandung uap logam atau minimal menggunakan masker debu dust respiratory seperti gambar di bawah ini: Gambar 6.1 Welding fumes respiratory kanan dan dust respiratory kiri Sumber: solution.3m.com

6.4. Hubungan antara Umur dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja Bengkel

Las di Kelurahan Cirendeu, Tahun 2014 Menurut Guyton 1994, umur merupakan variabel yang sangat penting terkait terjadinya gangguan fungsi paru. Semakin bertambahnya umur serta kondisi lingkungan yang kurang baik atau kemungkinan terkena suatu penyakit, maka kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru semakin besar. Seiring bertambahnya umur seseorang, kapasitas paru akan berkurang. Kapasitas paru orang dengan umur 30 tahun ke atas memiliki rata-rata 3.000 ml sampai 3.500 ml, dan pada orang yang berumur 50 tahunan kapasitas paru kurang dari 3.000 ml. Pada penelitian ini, umur pekerja bengkel las di Kelurahan Cirendeu memiliki rata-rata 34 tahun dengan standar deviasi 9,043. Pekerja yang memiliki umur sekitar 40 hingga 49 tahun dan mengalami penurunan kapasitas vital paru sebanyak 10 pekerja dibandingkan dengan kelompok umur yang lain. Pada penelitian ini umur pekerja yang memiliki risiko penurunan kapasitas vital paru diperoleh rata-rata 43 tahun, karena sudah mendekati umur 50 tahun yang risiko penurunan kapasitas vital paru tinggi. Jika dibandingkan dengan penelitian Prasetyo 2011 dengan metode pengambilan data yang sama, terdapat perbedaan rata-rata umur pekerja di mana rata-rata umur yang berisiko yaitu pekerja yang berumur 34 tahun. Namun, hal tersebut sesuai dengan teori yang diutarakan oleh Guyton 1994. Pada penelitian ini, terlihat bahwa semakin tua umur pekerja maka semakin menurun kapasitas vital parunya, ini ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasinya yang berkekuatan sedang dan berpola negatif R = -0,672. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan oleh Guyton 1994. Kemudian hasil uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini menghasilkan nilai Pvalue sebesar 0,000 yang artinya ada hubungan antara umur dengan kapasitas vital paru. Hasil ini selaras dengan penelitian Yulaekah 2007 dengan Pvalue sebesar 0,006 dan Mengkidi 2006 dengan Pvalue sebesar 0,015 dimana ada hubungan antara umur dengan gangguan fungsi paru yang diukur dengan nilai kapasitas vital paru. Ini juga sejalan dengan yang diutarakan oleh Guyton 1994 bahwa semakin bertambah umur seseorang, maka kapasitas paru-paru akan berkurang.