Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru pada Pekerja
Kandungan bahan kimia pada asap rokok sampingan ternyata lebih tigggi dibanding asap rokok utama, antara lain karena tembakau
terbakar pada temperatur lebih rendah ketika rokok sedang tidak dihisap, membuat pembakaran menjadi kurang lengkap dan
mengeluarkan lebih banyak bahan kimia. Oleh karena itu asap rokok lingkungan ARL berbahaya bagi kesehatan dan tidak ada kadar
pajanan minimal ARL yang aman. Terdapat sekitar 4.000 zat kimia berbahaya keluar melalui asap rokok tersebut, antara lain terdiri dari
aseton bahan cat, amonia pembersih lantai, arsen racun, butane bahan bakar ringan, kadmium aki kendaraan, karbon monoksida
asap knalpot, DDT insektisida, hidrogen sianida gas beracun, methanol bensin roket, naftalen kamper, toluene pelarut industri,
dan vinil klorida plastik Kepmenkes, 2008. Menurut Amin 2000, kebiasaan merokok dapat dibagi
menjadi 3 kategori perokok, yaitu: 1 Perokok ringan, bila jumlah rokok yang dihisap antara 1-6
batanghari. 2 Perkokok sedang, bila jumlah rokok yang dihisap antara 7-12
batanghari. 3 Perokok berat, bila jumlah rokok yang dihisap lebih dari 12
batanghari.
d. Kebiasaan Olahraga Berolahraga merupakan cara yang sangat baik untuk
meningkatkan vitalitas fungsi baru. Olahraga merangsang pernapasan yang dalam dan menyebabkan paru berkembang, oksigen banyak
masuk dan disalurkan ke dalam darah, karbondioksida lebih banyak dikeluarkan. Seorang sehat berusia 50-an yang berolahraga teratur
mempunyai volume oksigen 20-30 lebih besar dari orang muda yang tidak berolahraga Stull, 1980.
Bila seseorang mempunyai volume oksigen yang lebih banyak maka peredaran darahnya lebih baik, sehingga otot-otot mendapatkan
oksigen lebih banyak dan dapat melakukan berbagai aktivitas tanpa rasa letih. Sudah diketahui banyak faktor yang dapat mengganggu
kesehatan paru. Bahaya yang ditimbulkan berupa rusaknya bulu getar di saluran napas, sehingga fungsi pembersihan saluran napas
terganggu. Bahan kimia tersebut juga dapat merusak sel-sel tertentu di alveola yang sangat penting dalam pertahanan paru dan mengubah
tatanan normal sel-sel di paru, sehingga dapat menjurus menjadi kanker paru, serta menurunkan kemampuan atau fungsi paru,
sehingga menimbulkan gejala sesak napas atau napas pendek Stull, 1980.
Menurut Yunus 1997, Berolahraga secara rutin dapat meningkatkan aliran darah melalui paru yang akan menyebabkan
kapiler paru mendapatkan perfusi maksimum, sehingga O
2
dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume lebih besar atau
maksimum. Olahraga sebaiknya dilakukan minimal seminggu tiga kali.
e. Status Gizi Peran dari status gizi adalah secara tidak langsung seperti pada
penyakit cystic fibrosis. Namun demikian, penelitian epidemiologis saat ini menunjukkan peran penting gizi terhadap fungsi paru,
terutama yang berkaitan dengan konsumsi zat gizi yang merupakan sumber antioksidan. Peran penting antioksidan sebagai pencegah
radikal bebas yang banyak terdapat pada debu dan polusi, hasil penelitian menunjukkan bahwa gizi kurang ternyata berhubungan
dengan penyakit paru Sridhar, 1999 dalam Budiono, 2007. Penelitian Benedict tahun 1919 pada orang yang dalam
keadaan starvation lapar ternyata mengalami perubahan fisiologis yaitu berupa penurunan resting energy expenditure sebesar 20 dan
penurunan konsumsi O
2
sebesar 18. Efek negatif dari penurunan status gizi terhadap fungsi ventilasi paru ini juga dikonfirmasi dalam
penelitian Minesota oleh Keys et al pada tahun 1950. Kapasitas vital
paru menurun rata-rata 390 ml pada keadaan kelaparan. Penurunan tersebut akan kembali normal dalam 12 minggu setelah seseorang
kembali pada keadaan diet normal. Penelitian yang lainnya menunjukkan peningkatan risiko kematian pada penyakit tuberculosis
dan pneumonia apabila disertai keadaan kurang gizi tingkat berat Budiono, 2007.
Salah satu penilaian status gizi seseorang yaitu dengan menghitung Indeks Massa Tubuh IMT. Hasil penelitian tentang
kegemukan dan angka kematian, dijelaskan bahwa kegemukan dapat mengurangi umur seseorang. Bahkan orang gemuk yang tidak
merokok berarti hidupnya lebih sehat, memiliki risiko kematian dini yang lebih tinggi dibanding orang yang lebih kurus Almatsier, 2009.
Untuk memantau berat badan dapat digunakan IMT, dengan IMT akan diketahui apakah berat badan seseorang dinyatakan normal,
kurus atau gemuk. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur lebih dari 18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi,
anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Untuk mengetahui nilai IMT dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut Almatsier, 2009:
IMT = Berat Badan kg
[Tinggi Badan m]
2
Tabel 2.1 Kategori IMT
Kategori Keterangan
IMT Kurus
Kekurangan berat badan tingkat berat 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,5
Normal -
18,5-25,0
Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,0-27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat 27,0
Sumber: Almatsier 2009 f. Riwayat Penyakit
Dari hasil penelitian Sudjono dan Nugraheni dalam Budiono 2007 diperoleh hasil bahwa pekerja yang mempunyai riwayat
penyakit paru mempunyai risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami gangguan fungsi paru. Dari beberapa penelitian juga diperoleh hasil
bahwa seseorang yang mempunyai riwayat menderita penyakit paru berhubungan secara bermakna dengan terjadinya gangguan fungsi
paru. Seseorang yang pernah mengidap penyakit paru cenderung
akan mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus akan terlalu sedikit mengalami pertukaran udara. Akibatnya akan menurunkan
kadar oksigen dalam darah. Banyak ahli berkeyakinan bahwa emfisema kronik, pneumonia, asma bronkiale, tuberculosis dan
sianosis akan memperberat kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja yang terpapar oleh debu organik dan anorganik Price, 1995
dalam Budiono, 2007. g. Riwayat Pekerjaan
Riwayat pekerjaan dapat digunakan sebagai cara menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Pekerjaan sebelumnya mempunyai
kemungkinan bahwa penyakit yang sekarang diderita merupakan akibat dari faktor-faktor penyebab penyakit yang ada pada lingkungan
kerja sebelumnya Suma’mur, 1996. Pekerja yang memiliki riwayat kerja yang menghadapi debu
berbahaya atau yang dapat menyebabkan pneumokoniosis, misalnya pernah bekerja di pertambangan, pabrik keramik, dan lainnya serta
makin banyaknya penimbunan debu dalam paru-paru maka memiliki kemungkinan terjadi gangguan fungsi paru yang lebih tinggi
Suma’mur, 1996. h. Masa Kerja
Penelitian Heri Sumanto pada tahun 1999 dalam Budiono 2007 menunjukkan bahwa semakin lama seseoang bekerja pada
lingkungan berdebu, maka akan semakin menurunkan kapasitas vital paru. Dimana setiap penambahan masa kerja dalam satu tahun akan
terjadi penurunan kapasitas paru sebesar 35,3907 ml.
i. Jumlah Jam Kerja Per Minggu Menurut Anggoro 1999, semakin lama pekerja terpapar oleh
paparan akan semakin memperbesar risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Jumlah jam kerja per minggu seseorang mengakibatkan
berbedanya intensitas pajanan dan banyaknya debu yang terhirup oleh masing-masing pekerja las, sehingga pekerja las yang cukup lama
terlibat dalam aktivitas pekerjaannya, berpotensi menghirup debu lebih banyak jika dibandingkan dengan pekerja las yang tidak lama
terlibat dalam aktivitas pekerjaannya. Data jumlah jam kerja per minggu pada aktivitas pekerja
terpapar debu dapat digunakan untuk memperkirakan kumulatif paparan yang diterima oleh seorang pekerja. Timbulnya gangguan
fungsi paru pada pekerja dapat sangat tergantung pada lamanya paparan serta dosis paparan yang diterima. Paparan dengan kadar
rendah dalam waktu lama mungkin tidak akan segera menunjukkan adanya gangguan fungsi paru Budiono, 2007.
j. Penggunaan Masker Masker merupakan salah satu bagian dari alat pelindung diri
yang penting. Untuk meminimalkan risiko paparan debu yang dapat terinhalasi ke paru-paru, maka disarankan penggunaan masker bagi
pekerja yang terpapar debu Carlisle, 2000. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan Adi 2007 dalam Prasetyo 2010 menunjukan ada hubungan antara penggunaan APD masker dengan
kapasitas vital paru. APD yang tepat bagi tenaga kerja yang berada pada
lingkungan kerja dengan paparan debu berkonsentrasi tinggi adalah Yulaekah, 2007:
1. Masker untuk melindungi debu atau partikel - partikel yang lebih kasar masuk ke dalam saluran pernapasan, terbuat dari
bahan kain dengan ukuran pori - pori tertentu. 2. Respirator pemurni udara, membersihkan udara dengan cara
menyaring atau menyerap kontaminan toksinitas rendah sebelum memasuki sistem pernapasan.
k. Paparan Kadar Debu Total Paparan debu terhirup yang melebihi nilai ambang batas akan
meningkatkan risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Namun demikian, perlu diketahui bahwa kadar debu yang rendah namun lama
keterpaparan terjadi dalam waktu yang lama akan dapat menimbulkan efek kumulatif sehingga pada akhirnya pekerja dapat mengalami
gangguan fungsi paru. Temuan dari penelitian terdahulu didukung oleh penelitian ini bahwa lama keterpaparan seorang pekerja
pengelasan berhubungan secara bermakna dengan terjadinya
gangguan fungsi paru Deviandhoko, 2012. Nilai ambang batas debu yang diperkenankan menurut Permenaker No. 13 Tahun 2011 adalah
sebesar 10 mgm
3
. Mekanisme paparan debu las terhirup terhadap terjadinya
gangguan fungsi paru tersebut perlu dicermati. Debu yang masuk saluran nafas menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan
non-spesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos di sekitar jalan nafas dapat
terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini biasanya terjadi bila kadar debu melebihi nilai ambang batas
Deviandhoko, 2012 .