Hubungan antara Jumlah Jam Kerja Per Minggu dengan Kapasitas Vital
lendir. Pada jaringan paru-paru terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli.
Di dalam batang rokok terdapat 4800 macam bahan kimia beserta tuunannya yang berbahaya, beberapa diantaranya adalah nikotin, fenol,
benzena, tar, karbon monoksida, karbon dioksida, toluena, amonia, metanol, dan lainnya Tirrosastro dan Murdiyati, 2009. Menurut Sitepoe 2000 zat
kimia yang memberikan efek yang mengganggu paru-paru antara lain adalah tar, gas karbon monoksida dan berbagai logam berat. Tar mempunyai bahan
kimia yang beracun yang bisa menyebabkan kerusakan pada sel paru-paru dan menyebabkan kanker.
Berdasarkan analisis univariat yang telah dilakukan, diketahui 37 dari 42 pekerja bengkel las merokok 88,1. Kemudian diklasifikasikan menjadi 4
kategori merokok, diantaranya adalah tidak merokok sebanyak 5 pekerja 11,9, perokok ringan sebanyak 3 pekerja 7,1, perokok sedang sebanyak
21 orang 50, dan perokok berat sebanyak 13 orang 31. Pekerja yang merokok, rata-rata mulai merokok ketika masih bersekolah dengan umur 12
tahun sehingga jika diurutkan dari usia pekerja termuda yaitu 22 tahun maka sudah 10 tahun merokok dan jika pekerja denga umur tertua yaitu 63 tahun
maka sudah 51 tahun merokok. Berdasarkan data penelitian, terdapat 11 orang 26,19 yang merokok
tetapi mereka tidak mengalami penurunan kapasitas vital paru. Hal tersebut
dikarenakan pekerja tersebut rajin melakukan olahraga berjenis aerobik sekurangnya 3 kali seminggu dan termasuk golongan perokok ringan dan
sedang. Pekerja tersebut memiliki masa kerja di bengkel las kurang dari 4 tahun atau rata-rata baru bekerja selama 1 tahun serta tidak memiliki riwayat
pekerjaan dengan pajanan debu. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang dilakukan menujukkan nilai
Pvalue sebesar 0,000 yang artinya bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru pada pekerja bengkel las di Kelurahan
Cirendeu. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Yulaekah sendiri menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara gangguan fungsi paru
dengan kelompok perokok dengan nilai Pvalue sebesar 0,039. Hasil penelitian Hisyam dalam Yulaekah 2007, ditemukan orang yang perokok memiliki 2,6
kali lebih berisiko menderita penyakit obstruksi kronik dibandingkan yang bukan perokok. Menurut Situmeang 2002 risiko perokok mengalami kanker
paru meningkat 3,62 kali lipat dengan peningkatan usia perokok setelah 10 tahun merokok.
Teori Depkes RI 2002 menyatakan bahwa pengaruh asap rokok tiga kali lebih besar mengakibatkan gangguan paru dibandingkan pengaruh debu.
Dengan demikian, kemungkinan besar pekerja yang mengalami penurunan kapasitas vital paru dikarenakan kebiasaan merokok. Oleh sebab itu, kesadaran
pekerja akan dampak buruk rokok harus diperkuat, sehingga diharapkan
pekerja yang merokok dapat mengurangi konsumsi rokok dan meninggalkan kebiasaan merokok serta pengelola bengkel las menerapkan larangan merokok
ketika bekerja. WHO dalam Aditama 1997 pernah mengeluarkan petunjuk yang
dapat digunakan untuk mengurangi bahaya merokok namun tidak menghilangkan bahaya merokok, yaitu dengan cara:
a. Mengurangi jumlah isapan pada setiap batang rokok. Makin jarang rokok diisap maka akan semakin baik.
b. Mengurangi dalamnya dan lamanya isapan. Semakin dangkal isapan dan makin singkat waktu lamanya mengisap maka makin sedikit bahan
berbahaya yang masuk ke dalam paru-paru. c. Matikan dan buang puntung rokok setelah diisap setengah atau paling
banyak dua per tiganya. Karena kadar bahan berbahaya akan semakin tinggi jika puntung rokok lebih pendek.
d. Jangan letakkan rokok dimulut atau bibir diantara dua isapan. Artinya, jika sedang tidak diisap maka rokok itu sebaiknya dipegang di tangan
saja. Aditama 1997 pun memberikan saran praktis untuk membantu
seseorang berhenti merokok. Saran tersebut adalah a. Buang semua bungkus rokok, korek api dan sembunyikan asbak agar
tidak mengganggu konsentrasi sewaktu berhenti merokok.