Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida Penetapan waktu pencuplikan darah hewan uji

daun Sonchus arvensis L. terbasahi dan terendam oleh perlarut air. Hasil dari pembuatan infusa didapatkan konsentrasi maksimal sebesar 15 bv yang akan digunakan untuk menentukan dosis maksimal infusa daun Sonchus arvensis L.

3. Hasil penetapan kadar air

Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui apakah serbuk simplisia yang digunakan memenuhi persyaratan serbuk yang baik, yaitu memiliki kadar air kurang dari 10 Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995. Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Gravimetri dengan menggunakan alat moisture balance. Serbuk dipanaskan pada suhu 105 o C selama 15 menit di dalam alat, kemudian dilakukan perhitungan kadar air. Perhitungan kadar air dihitung agar diketahui apakah serbuk telah memenuhi persyaratan strandarisasi non-spesifik. Penetapan kadar air dilakukan tiga kali replikasi, replikasi 1: 9,48, replikasi 2: 9,90, replikasi 3: 10,03 sehingga hasil yang diperoleh dari rata- rata replikasi penetapan kadar air serbuk daun Sonchus arvensis L. memiliki kadar air sebesar 9,80. Hal ini menunjukan bahwa serbuk daun Sonchus arvensis L. memenuhi syarat serbuk yang baik dengan kadar air kurang dari 10. Apabila kadar air yang diperoleh lebih dari 10, dikhawatirkan terdapat bakteri dan jamur sehingga dapat mempengaruhi kualitas sediaan yang dihasilkan.

B. Uji Pendahuluan

1. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Pada penelitian ini digunakan karbon tetraklorida sebagai hepatotoksin. Pemilihan karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida dapat meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST yang merupakan penanda telah terjadinya kerusakan hati. Dalam penelitian ini peningkatan aktivitas serum ALT berkisar 200-300 UL sedangkan untuk AST berkisar antara 500-600 UL, hal ini menunjukan bahwa karbon tetraklorida merupakan hepatotoksin yang dapat menyebabkan steatosis hati. Pemilihan dosis hepatotoksin berdasarkan penelitian Janakat dan Al-merie 2002 yaitu 2 mlkgBB. Dalam penelitian ini dengan dosis 2 mlkgBB karbon tetraklorida dapat meningkatkan aktivitas ALT 2,99 kali lipat dari kadar normal bila dibandingkan dengan kontrol negatif, di mana aktivitas ALT hepatotoksin adalah 246,4 ± 17,0. Karbon tetraklorida juga dapat meningkatkan aktivitas AST lima kali lipat dari kadar normal, aktivitas AST hepatotoksin adalah 596,2 ± 25,3. Pemberian hepatotoksin melalui intraperitoneal dilakukan agar hepatotoksin dapat langsung terabsorpsi dengan cepat menuju pembuluh darah melalui rongga peritoneal sehingga menimbulkan toksisitas dalam waktu yang singkat. Olive oil berfungsi sebagai pelarut karbon tetraklorida karena bersifat non-toksik dan dapat melarutkan senyawa nonpolar seperti karbon tetraklorida Strickley, 2004. Dosis hepatotoksin karbon tetraklorida yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 2 mLkgBB dalam olive oil 1:1 secara intraperitoneal mengacu pada penelitian Murugesan, Sathiskumar, Jayabalan, Binupriya, Swaminantan dan Yun 2009. Berdasarkan penelitian Murugesan, et al. 2009 diketahui bahwa dosis 2 mLkgBB karbon tetraklorida dapat menimbulkan kerusakan hati tanpa menyebabkan kematian dari hewan uji.

2. Penetapan waktu pencuplikan darah hewan uji

Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji dilakukan untuk mengetahui waktu terjadinya kerusakan yang paling besar pada organ hati yang ditandai dengan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST yang paling besar tanpa menyebabkan kematian hewan uji. Pencuplikan darah hewan uji dilakukan pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah diinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB secara intraperitoneal. Setelah itu, dilakukan pengukuran terhadap nilai aktivitas serum ALT dan AST. Data aktivitas serum ALT dan AST setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB pada jam ke 0, 24 dan 48 dapat dilihat pada tabel V. Peneliti tidak melakukan orientasi pencuplikan pada jam ke-72 karena pada jam ke-48 telah terjadi penurunan yang signifikan baik terhadap aktivitas serum ALT dan AST sehingga telah dapat dipastikan pada jam ke-72 aktivitas serum ALT dan AST menurun. Dengan demikian pencuplikan pada jam ke-72 tidak perlu dilakukan karena yang diinginkan adalah waktu di mana karbon tetraklorida merusak hati paling berat ditunjukan dengan aktivitas serum ALT dan AST yang paling tinggi. Berikut ini merupakan hasil orientasi waktu pencuplikan darah hewan uji yang disajikan berdasarkan dalam bentuk tabel dan diagram batang. Tabel V. Aktivitas serum ALT-AST setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB pada selang waktu 0, 24 , 48 jam Selang Waktu jam Purata Aktivitas Serum ALT±SE UL Purata Aktivitas Serum AST±SE UL 54,0±3,5 100,2±10,0 24 198,4±23,8 461,2±46,3 48 74,0±8,2 177,2±17,1 Keterangan : SE = Standard Error Gambar 6. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB pada selang waktu 0, 24, 48 jam Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB pada selang waktu 0, 24, 48 jam Dari tabel V dan gambar 6 dapat terlihat bahwa aktivitas serum ALT pada pencuplikan darah 24 jam dengan dosis karbon tetraklorida 2 mLkgBB lebih tinggi dibandingkan dengan pencuplikan darah jam ke 0 dan 48. Berdasarkan tabel V nilai aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, 48 jam adalah 54,0±3,5; 198,4±23,8; dan 74,0±8,2 UL. Demikian pula pada tabel IV aktivitas serum AST yang paling tinggi adalah pada kelompok pencuplikan 24 jam, hal ini dapat dilihat dari nilai aktivitas serum AST pada kelompok jam 0, 24, dan 48 adalah 100,2±10,0; 461,2±46,3; dan 177,2±17,1 UL. Peneliti tidak melakukan orientasi pencuplikan pada jam ke-72 karena pada jam ke-48 telah terjadi penurunan yang signifikan p0,05 yang terlihat adanya perbedaan bermakna dengan jam ke-24, sehingga telah dapat dipastikan pada jam ke-72 aktivitas serum ALT dan AST menurun. Didalam penelitian ini didapatkan waktu optimal adalah jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida. Berdasarkan uji statistik ANOVA one way pencuplikan darah pada ALT jam ke-24 memberikan hasil berbeda bermakna dengan pencuplikan darah pada jam ke-0 p=0,012 dan 48 p=0,005, sedangkan pada AST jam ke-24 memberikan hasil berbeda bermakna dengan pencuplikan darah jam ke-0 p=0,002 dan 48 p=0,003 maka disimpulkan bahwa hepatotoksin karbon tetraklorida 2 mLkgBB dapat meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST tertinggi pada tikus. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dosis hepatotoksin karbon tetraklorida yang digunakan pada tikus jantan galur Wistar adalah 2 mLkgBB dengan selang waktu pengambilan cuplikan darah adalah 24 jam setelah pemberian hepatotoksin karbon tetraklorida. Tabel VI. Perbedaan kenaikan aktivitas serum ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB pada waktu pencuplikan darah jam ke-0, 24, 48 ALT Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48 Jam ke-0 BB BTB Jam ke-24 BB BB Jam ke-48 BTB BB Keterangan: BB = Berbeda bermakna p0,05; BTB = Berbeda tidak bermakna p0,05 Tabel VII. Perbedaan kenaikan aktivitas serum AST setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB pada waktu pencuplikan darah jam ke-0, 24, 48 AST Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48 Jam ke-0 BB BB Jam ke-24 BB BB Jam ke-48 BB BB Keterangan: BB = Berbeda bermakna p0,05; BTB = Berbeda tidak bermakna p0,05

3. Penentuan dosis infusa daun Sonchus arvensis L.

Dokumen yang terkait

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol 50% daun jarong (Stachytarpheta indica (l.) vahl.) terhadap aktivitas alanin aminotransferase dan aspartate aminotransferase pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 3 106

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek fraksi air ekstrak etanolik herba Tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap aktivitas ALT-AST SERUM pada tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 125

Efek hepatoprotektif ekstrak etanol 30% daun jarong (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) terhadap kadar alanin aminotransferase dan aspartat aminotransferase pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 127

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang dekokta Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.) terhadap aktivitas AST-ALT pada tikus jantan Galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

3 7 127

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak etanol 70% Herba Sonchus arvensis Linn. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 110

Efek hepatoprotektif pemberian jangka panjang ekstrak Etanol 50% HERBA Sonchus arvensis Linn. terhadap aktivitas ALT-AST serum pada tikus putih jantan terinduksi karbon tetraklorida.

1 6 112

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek infusa herba Sonchus arvensis L. terhadap aktivitas AST-ALT pada tikus jantan Galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 5 100

Efek hepatoprotektif infusa daun macaranga tanarius L. pada tikus jantan galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 0 108

Efek Hepatoprotektif infusa daun ceplikan [Reullia tuberosa L.] pada mencit jantan terinduksi karbon tetraklorida [CCL] : kajian terhadap aktivitas serum alanin aminotransferase - USD Repository

0 0 100

Efek hepatoprotektif infusa daun swietenia mahagoni (l.) jacq. pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 113