dengan volume olive oil, yaitu 1:1. Pemilihan dosis hepatotoksik ini karena pada dosis tersebut, terjadi kerusakan sel-sel hati dari tikus jantan galur Wistar yang
terdeteksi dari kenaikan serum ALT dan AST, namun tidak sampai menyebabkan kematian pada tikus jantan sebagai subjek penelitian tersebut Janakat, Al-Merie,
2002. b. Penetapan waktu pencuplikan darah
Waktu pencuplikan darah diperoleh dengan cara melakukan orientasi dengan tiga kelompok perlakuan waktu, yakni pada waktu ke- 0, 24, dan 48 jam.
Kemudian diukur kenaikan aktivitas ALT dan AST. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Janakat dan Al-Merie 2002 telah menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan aktivitas ALT pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil dengan perbandingan 1:1, yakni dengan dosis 2
mLkgBB. Peningkatan aktivitas maksimal terjadi pada jam ke-18 dan jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida secara injeksi dan kemudian berangsur
menurun pada jam ke-48 dan terjadi perbaikan sel hati setelah tiga hari pemberian hepatotoksin Janakat, Al-Merie, 2002.
9. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
Tikus jantan galur Wistar yang diperlukan sebagai hewan uji adalah sebanyak 30 ekor yang kemudian akan dibagi kedalam 6 kelompok secara acak
sama banyak. Kelompok I kelompok kontrol hepatotoksin diberi larutan karbon tetraklorida dalam olive oil 1:1 dengan dosis 2 mLkgBB secara intraperitoneal.
Kelompok II kelompok kontrol olive oil kontrol negatif diberi olive oil dengan dosis 2 mLkgBB secara intraperitoneal. Kelompok III kelompok kontrol infusa
yakni diberi infusa daun Sonchus arvensis L. dengan dosis 1,5 gkgBB secara peroral Alkreathy et al., 2014. Kelompok IV-VI kelompok perlakuan uji yang
diberikan infusa daun Sonchus arvensis L. dengan dosis bertingkat yakni 0,375; 0,75; 1,5 gkgBB satu kali sehari selama 6 hari, selanjutnya pada hari ke-7
diinduksi dengan karbon tetraklorida dengan dosis 2 mLkgBB Alkreathy et al., 2014. Dilakukan pengambilan darah pada daerah sinus orbitalis mata untuk
penetapan aktivitas ALT dan AST pada jam ke-24 setelah pemberian karbon tetraklorida.
10. Pembuatan serum
Darah yang diambil dari sinus orbitalis mata tikus kemudian ditampung dalam tabung Eppendorf dan didiamkan selama 15 menit, selanjutnya dilakukan
sentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit lalu diambil supernatannya menggunakan mikro pipet dan selanjutnya dimasukkan ke dalam
tabung Eppendorf yang berbeda. Selanjutnya supernatan tersebut disentrifugasi kembali dengan kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit. Lapisan supernatannya
diambil menggunakan mikro pipet untuk kemudian diukur aktivitas ALT dan AST.
11. Pengukuran aktivitas ALT dan AST
Alat yang digunakan untuk pengukuran aktivitas ALT-AST adalah Micro-Vitalab 200. Tahap analisis ALT dan AST dilakukan dengan mengambil
sejumlah 100 μL serum dicampurkan dengan 1000 μL reagen I dan divortex selama 5 detik. Campuran didiamkan selama 5 menit selanjutnya dicampur
dengan 250 μL reagen II dan divortex selama 5 detik dan didiamkan selama satu
menit. Campuran kemudian dibaca serapannya setelah 1 menit. Aktivitas ALT dan AST dinyatakan dalam satuan UL. Aktivitas enzim yang terjadi diukur pada
panjang gelombang 340 nm, pada suhu 37 °C. Pengukuran aktivitas ALT dan AST dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
F. Tata cara hasil