2.6.2. Berat Lahir
Berat lahir memiliki dampak yang besar terhadap pertumbuhan anak, perkembangan anak dan tinggi badan pada saat dewasa. Standar pertumbuhan anak
yang dipublikasikan pada tahun 2006 oleh WHO telah menegaskan bahwa anak-anak berpotensi tumbuh adalah sama diseluruh dunia WHO 2006.
Berdasarkan penelitian Fitri 2012, menunjukkan bahwa sebagian besar balita mempunyai berat badan lahir normal 95,2 sedangkan balita lainnya mempunyai
berat lahir rendah yaitu sebesar 4,8. Berdasarkan hasil penelitian bahwa proporsi kejadian stunting pada balita 12-59 bulan lebih banyak ditemukan pada balita
dengan berat lahir rendah 49,3 dibandingkan balita dengan berat lahir normal 36,9.
Berdasarkan penelitian Leni dan Mira 2011 , bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah BBLR mempunyai risiko untuk mengalami stunting pada usia 6-
12 bulan sebesar 3,6 kali dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal, yang akan berlanjut sampai usia anak selanjutnya jika tidak ditanggulangi
dengan baik.
2.6.3. Umur
Seorang anak hingga dewasa memiliki fase yang berbeda. Fase growth spurt tumbuh cepat yang pertama sejak anak dalam kandungan sampai usia dua tahun.
Tidak heran pada fase awal ini, anak yang baru lahir dan saat dia menginjak usia tahun kedua, biasanya terlihat berbeda. Fase pertumbuhan berikutnya adalah fase
pertumbuhan biasa pada rentang usia 2-5 tahun. Di atas lima tahun, fase pertumbuhan anak terbagi lagi menjadi tiga, yaitu usia 5-8 tahun adalah masa anak-anak, prapuber
Universitas Sumatera Utara
terjadi pada usia 9-12 tahun, dan masa puber atau remaja pada usia 13-18 tahun. Di masa remaja inilah menjadi tahap tumbuh cepat yang kedua.
Usia anak sekolah adalah antara 6-12 tahun. Pada usia ini tumbuh secara perlahan dan menunjukkan pematangan keterampilan motorik kasar dan halus.
Kepribadiannya berkembang dan tingkat kemandiriannya meningkat. Hal-hal ini berpengaruh terhadap jumlah dan jenis makanan yang dimakan dan cara
memakannya. Pada saat ini terbentuk rasa suka dan tidak suka terhadap makanan tertentu, yang sering merupakan dasar bagi kebiasaan makan selanjutnya. Lingkungan
dan tingkah laku keluarga banyak berpengaruh terhadap kebiasaan makan ini. Orang tua pada masa ini hendaknya memberikan bimbingan dan contoh yang baik tentang
makanan di sekolah merupakan sarana yang baik untuk penyuluhan gizi Almatsier, dkk, 2011.
Kekurangan gizi pada anak merupakan akibat dari berbagai faktor, yang sering terkait dengan kualitas makanan yang buruk, asupan makanan yang tidak
cukup, dan penyakit infeksi yang parah dan berulang, atau sering beberapa kombinasi ketiganya. Kondisi ini, pada gilirannya, sangat erat terkait dengan standar
keseluruhan hidup dan apakah suatu populasi dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti akses terhadap pangan, perumahan dan perawatan kesehatan WHO, 2007.
Keadaan gizi kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada keterlambatan pertumbuhan dan perkembangannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu anak
yang gizi kurang tersebut kemampuannya untuk belajar dan bekerja serta bersikap akan lebih terbatas dibandingkan dengan anak yang normal Santoso dan Lies, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2.6.4. Jenis Kelamin