Besarnya Keluarga Wilayah Tempat Tinggal Status Ekonomi Keluarga

peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya Suhardjo, 2003. Berdasarkan penelitian Anindita 2012 bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan stunting pada balita. Hal ini bisa disebabkan karena indikator TBU merefleksikan riwayat gizi masa lalu dan bersifat kurang sensitive terhadap perubahan masukan zat gizi, dimana dalam hal ini ibu mempunyai peranan dalam alokasi masukan zat gizi.

2.6.6. Besarnya Keluarga

Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga, terutama mereka yang sangat miskin, akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makanannya jika yang harus diberi makanan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi dan memenuhi asupan gizi yang cukup untuk keluarga yang besar tersebut. Berdasarkan penelitian Astari dalam penelitian Fitri 2012 yang dilakukan di kabupaten Bogor, rata-rata besar keluarga pada kelompok anak stunting dan normal dapat dikatakan tidak berbeda. Sebagian besar, besar keluarga pada kedua kelompok tersebut termasuk keluarga sedang 4-6 orang. Universitas Sumatera Utara

2.6.7. Wilayah Tempat Tinggal

Stunting biasanya paling menonjol di daerah pedesaan dan ini merupakan indikasi yang berkaitan dengan kondisi lingkungan WHO, 2003. Menurut Ehiri dalam penelitian Fitri 2012, bahwa stunting adalah umum terjadi bahkan di Negara dengan prevalensi lebih sering terjadi di pedesaan daripada daerah perkotaan. Prevalensi rumah tangga dengan anak stunting dan ibu kelebihan berat badan melebihi 10 persen di Bolivia. Prevalensi tinggi terjadi ketika ada kelebihan ketika ada kelebihan berat badanyang tinggi dan tingkat stunting yang tinggi. Prevalensi ini umumnya terbesar di wilayah pedesaan. Hasil Riskesdas tahun 2010 menunjukkan bahwa balita yang tinggal diperkotaan memiliki prevalensi stunting lebih rendah daripada balita yang tinggal di pedesaan Depkes RI, 2010.

2.6.8. Status Ekonomi Keluarga

Kekurangan gizi sering kali bagian dari lingkaran yang meliputi kemiskinan dan penyakit. Ketiga faktor ini saling terkait sehingga masing-masing memberikan kontribusi terhadap yang lain. Perubahan sosial-ekonomi dan politik yang meningkatkan kesehatan dan gizi dapat mematahkan siklus, karena dapat gizi tertentu dan intervensi kesehatan. Kekurangan gizi mengacu pada sejumlah penyakit, masing- masing berhubungan dengan satu atau lebih zat gizi, misalnya protein, yodium, vitamin A atau zat besi. Ketidakseimbangan ini meliputi asupan yang tidak memadai dan berlebihan asupan energi, yang pertama menuju kekurangan berat badan, stunting dan kurus, dan yang terakhir mengakibat kelebihan berat badan dan obesitas WHO, 2007. Universitas Sumatera Utara Stunting mencerminkan proses kegagalan untuk mencapai potensi pertumbuhan linier sebagai hasil dari kesehatan dan atau kondisi gizi. Pada dasarnya, tingkat stunting yang tinggi berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah dan peningkatan risiko bertambah dengan adanya penyakit dan atau praktik pemberian makan yang tidak tepat. Prevalensi stunting mulai naik pada usia sekitar 3 bulan, proses dari terhambatnya pertumbuhan melambat sekitar usia 3 tahun Semba dan Bloem, 2001. Berdasarkan penelitian Anindita 2012, bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan yang diterima tidak sepenuhnya dibelanjakan untuk kebutuhan makanan pokok, tetapi untuk kebutuhan lainnya. Tingkat pendapatan yang tinggi belum tentu menjamin status gizi baik pada balita karena tingkat pendapatan belum tentu teralokasikan cukup untuk keperluan makan.

2.7. Penilaian Status Gizi Anak