6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pola Konsumsi Anak Sekolah
Pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah berbagai informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai jumlah, jenis dan frekuensi bahan makanan
yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu. Sebenarnya pola konsumsi tidak dapat menentukan
status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung, namun hanya dapat digunakan sebagai bukti awal akan kemungkinan terjadinya kekurangan gizi seseorang atau
masyarakat Supariasa, 2001. Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan model bahan makanan yang dikonsumsi
setiap hari Persagi, 2003. Pola makan terdiri dari :
a. Frekuensi makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif Persagi, 2003.
b. Jenis makanan Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan,
dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang Persagi, 2003. Seseorang akan merasa bosan apabila dihidangkan
menu yang itu-itu saja, sehingga mengurangi selera makan. Menyediakan variasi makanan merupakan salah satu cara untuk menghilangkan rasa bosan.
Dalam menyusun menu hidangan sehat memerlukan keterampilan dan
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan gizi dengan berorientasi pada pedoman umum gizi seimbang. Variasi menu yang tersusun oleh kombinasi bahan makanan yang
diperhitungkan dengan tepat akan memberikan hidangan sehat baik secara kualitas maupun kuantitas.
Konsumsi makanan oleh masyarakat atau oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga, dan
kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini bergantung pula pada pendapatan, agama, dan adat kebiasaan di masyarakat. Konsumsi pangan yang keliru akan
mengakibatkan timbulnya gizi salah malagizi, baik gizi kurang maupun gizi lebih. Asupan makanan yang tidak memadai dan penyakit merupakan penyebab
langsung masalah gizi ibu dan anak yang disebabkan praktek pemberian makan bayi dan anak yang tidak tepat, penyakit infeksi yang berulang terjadi,
perilaku kebersihan dan pengasuhan yang buruk. Pada akhirnya, semua ini disebabkan oleh faktor-faktor
seperti kurangnya pendidikan dan pengetahuan pengasuh anak, penggunaan air yang tidak bersih, lingkungan yang tidak sehat, keterbatasan akses ke pangan dan
pendapatan UNICEF Indonesia, 2012. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas hidangan. Kualitas hidangan
menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh didalam suatu susunan hidangan dan perbandingan yang satu terhadap yang lain. Kualitas menunjukkan
jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya, maka tubuh
akan mendapatkan kondisi kesehatan gizi baik, disebut konsumsi adekuat. Kalau konsumsi baik dari kuantitas dan kualitasnya melebihi kebutuhan tubuh, dinamakan
Universitas Sumatera Utara
konsumsi berlebih, maka akan terjadi suatu keadaan gizi lebih. Sebaliknya konsumsi yang kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi
kurang atau kondisi defisit Sediaoetama, 2000. Tingkat konsumsi zat gizi yang terdapat pada makanan sehari-hari sangat
berpengaruh terhadap keadaan kesehatan gizi. Zat gizi yang dibutuhkan disesuaikan dengan usia, berat badan, dan tinggi badan anak. Tingkat pertumbuhan berbeda untuk
setiap anak, begitu juga dengan kebutuhan gizinya. Pertumbuhan anak dipengaruhi oleh faktor makanan gizi dan genetik.
Pertumbuhan anak-anak dinegara berkembang termasuk Indonesia ternyata selalu tertinggal dibanding anak-anak di Negara maju. Pada awalnya kita menduga faktor
genetik adalah penyebab utamanya. Namun, tumbuh kembang anak Indonesia sampai dengan usia enam bulan ternyata sama baiknya dengan anak-anak di Negara maju
Devi, 2012.
2.2. Anak Sekolah