BAB 2: Beda Antara Kebenaran dan Kebetulan — 101
tua, akhlak terhadap tetangga, saling membe-
ri hadiah kepada orang lain selagi mendapatkan
rejeki lebih, kemudian juga dengan sistem pen-
didikan formal yang mengajarkan moral dan
perilaku hidup mandiri dan sopan santun.
Tentu saja dari sisi lain, kita bisa melihat bahwa ada perilaku orang Jepang yang tidak Islami, misalnya budaya minum sake
minuman keras, makan daging babi, kehidupan free sex pada generasi-generasi mudanya, dsb. Pada sisi ini memang cahaya
Islam belum sampai kepada mereka. Namun ada sesuatu yang menarik disini bahwa faktor “tidak tahu” itu lebih besar daripada
“tidak mau melaksanakan”. Ini terbukti ketika kita cermati perilaku teman-teman Jepang yang akhirnya masuk Islam. Mereka masuk
Islam dengan total, dan mereka buang apa yang salah menurut Islam, dan hebatnya mereka sangat teguh dan istiqomah
menjalankan ajaran Islam yang baru saja mereka masuki. Adalah seorang imam masjid Ichinowari, masjid di sebuah
kota kecil di pinggiran prefecture Saitama. Ibrahim Okubo, begitulah kita biasa memanggilnya. Beliau adalah orang Jepang
yang “baru masuk Islam” belasan tahun yang lalu. Dengan sorban yang selalu tertata rapi di kepala, senyum yang selalu terhias,
kegesitannya dalam berdakwah, bagusnya bacaan dan hapalan Qur’an beliau, kita akan semakin tertegun dengan kata-kata penuh
hikmah yang keluar dari mulutnya. Sungguh sulit membayangkan bahwa belasan tahun yang lalu, beliau adalah orang Jepang yang
suka sekali minum sake ataupun makan daging babi.
102
T A
PA S
IH DA
RI U
N IV
E RS
IT A
S ?
Istri saya yang suatu saat mendapat kesempatan menga-
jar ngaji di sebuah masjid di daerah Tokyo, sering merasa
kewalahan memberikan ja- waban terhadap rasa ingin
tahu muslimah Jepang yang besar, berhubungan dengan
hakekat cara baca Qur ’an maupun ajaran Islam secara umum. Banyak hal-hal prinsip yang
seharusnya wajib kita kuasai tapi luput dari pengetahuan kita karena kita terlena dan terlalu taklid terhadap Islam yang kita
peluk dari “warisan” orang tua dan kakek nenek kita. Saya juga tertegun dengan komentar istri saya pada suatu ketika dia berkata,
“Orang Jepang meskipun sudah masuk Islam sifatnya tetap seperti orang Jepang. Mereka tetap sopan dan hormat terhadap orang
lain, merasa tidak enak kalau anaknya mengganggu anak orang lain, tarbiyah pendidikan terhadap anak-anaknya supaya bisa
hidup mandiri, dsb”. Padahal sebenarnya semua ini adalah juga ajaran Islam, milik
Islam, dan sudah seharusnya dilaksanakan dengan baik oleh orang Islam. Kita juga sudah terlalu sering mendengarkan nasehat-
nasehat seperti ini lewat pengajian di masjid, di radio ataupun siraman rohani di televisi. Mengapa ini semua bisa dilaksanakan
dengan baik oleh orang Jepang, tapi kita malah sering sekali melupakannya ?
Mudah-mudahan kita bisa mengambil hikmah dari tulisan ini untuk semakin memotivasi diri kita dalam berakhlak dan ber-
Islam secara total. Tak lupa marilah kita doakan saudara kita dari negeri Matahari Terbit ini untuk segera memperoleh sinar takwa
dari Allah.
BAB 2: Beda Antara Kebenaran dan Kebetulan — 103