BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Bawang Putih
Identifikasi atau determinasi bawang putih dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia LIPI Bogor menunjukkan bahwa sampel adalah bawang putih Allium sativum L., famili Amaryllidaceae. Hasil identifikasi dapat dilihat
pada Lampiran 1. Ada beberapa genus Allium selain bawang putih yang cukup dikenal,
seperti bawang merah Allium cepa L., lokio Allium schoenoprasum L., bawang perai Allium porrum L., shallots Allium ascalonicum L. dan bawang Welsh
Allium fistulosum L.. Komponen utama genus ini adalah flavanoid dan cytosolic sycteine sulfoxides alliin yaitu senyawa sulfur organik. Di antara genus Allium
tersebut, bawang putih merupakan tumbuhan paling dikenal dan sudah terdapat di seluruh belahan dunia Cobas, et al., 2010; Amagase, et al., 2001; Woodward,
1996; Fenwick dan Hanley, 1985; Block, 1985. Menurut Shobana, et al. 2009, hasil analisis HPLTC menunjukkan senyawa allicin paling banyak terdapat dalam
ekstrak air bawang putih 14,64. Allicin pertama kali ditemukan tahun 1944 Robinkov, et al., 1998, yang
akan terbentuk saat bawang yang segar dihancurkan sehingga akan terjadi interaksi alliin dan enzim allinase. Allicin merupakan senyawa aktif dan memiliki
aktivitas biologis seperti antimikroba, antitrombosit, antidiabetes, antihipertensi, antiarterosklerosis, antivirus, antitumor, antikanker Cobas, et al., 2010. Itulah
Universitas Sumatera Utara
sebabnya bawang putih merupakan genus Allium utama yang paling terkenal dan banyak dikonsumsi sebagai suplemen menurut USDA National Agricultural
Statistic Service Fenick dan Hanley, 1985.
4.2 Hidrolisis Enzimatik VCO
Hidrolisis VCO dilakukan dengan metode enzimatis, dimana enzim yang digunakan adalah lipozim LIPOZIM
®
Tujuan hidrolisis VCO dalam penelitian ini untuk memperoleh monogliserida dan asam lemak bebas. Dalam hal ini, VCO dengan kandungan
utama asam laurat, diharapkan menghasilkan asam laurat C12:0 dalam bentuk monogliserida yang dianggap berperan penting dalam aktivitas antibakterinya.
Selain itu, menurut Kabara, et al. 1972, bentuk monogliserida dari asam kaprilat C18:0, asam kaprat C10:0 serta asam miristat C14:0 dalam VCO tersebut
juga mendukung aktivitas antibakterinya. TL IM. Enzim ini merupakan jenis enzim
lipase regiospesifik karena spesifikasi kerjanya pada posisi 1 dan 3 trigliserida Aehle, 2004.
Setelah VCO dihidrolisis, dilakukan penentuan bilangan asam yang dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang digunakan untuk menetralkan
asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak Ketaren, 2005. Menurut Elysa, dkk. 2014 dan Loung, dkk. 2014, bilangan asam
hidrolisat VCO mencapai nilai yang konstan dengan waktu inkubasi di atas 14 jam. Hal ini menunjukkan bahwa VCO telah terhidrolisis seluruhnya jika
diinkubasi pada waktu tersebut. Dengan demikian dalam penelitian ini waktu inkubasi yang digunakan untuk hidrolisis adalah 14 jam.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini dilakukan proses hidrolisis VCO sebanyak 3 pengulangan Lampiran 7, selanjutnya ditentukan bilangan asam terhadap
masing-masing hasil hidrolisis sebanyak 3 kali. Data lengkap dan perhitungannya bilangan asam VCOT dan HVCO dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9, yang
diringkas dalam Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Bilangan asam VCOT dan HVCO
Sampel Mean ± SD n=3
VCOT 0,43 ± 0,05
HVCO I 138,66 ± 2,75
HVCO II 138,87 ± 2,60
HVCO III 137,29 ± 1,14
Bilangan asam merupakan ukuran dari jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak, dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak
atau campuran asam lemak. VCOT mempunyai bilangan asam 0,4351 ± 0,0528, nilai ini dikategorikan rendah dan mengindikasikan bahwa walau tanpa
dihidrolisis, sampel VCO memiliki sedikit asam lemak bebas. Hal ini bisa saja disebabkan akibat hidrolisis yang terjadi pada sampel VCO selama penyimpanan.
Itulah sebabnya bilangan asam dapat dikatakan sebagai syarat SNI untuk menentukan kualitas minyak Ketaren, 2005. Sedangkan tingginya nilai bilangan
asam HVCO disebabkan peningkatan jumlah asam lemak bebas akibat proses hidrolisis enzimatik.
Hidrolisis lemak atau minyak dapat dilakukan secara kimia dengan penyabunan dan secara enzimatik. Reaksi hidrolisis secara kimia dapat dilakukan
dengan menyabunkan trigliserida dengan KOH atau NaOH, sehingga akan dihasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Pada hidrolisis jenis ini, seluruh rantai
asam lemak pada trigliserida akan putus dan tidak beraturan. Semakin banyak
Universitas Sumatera Utara
KOH atau NaOH yang direaksikan, semakin tinggi tingkat hidrolisisnya. Berbeda halnya pada hidrolisis enzimatik, yang bisa secara spesifik bereaksi dengan posisi
tertentu. Dalam hal ini, digunakan enzim lipozim LIPOZIM
®
Aktivitas antibakteri VCO diakibatkan oleh kandungan asam laurat, asam kaprilat, asam kaprat dan asam miristat dan dalam bentuk monogliseridanya
Conrado, 2000; Kabara, et al., 1972. Bentuk monogliserida dinyatakan lebih aktif sebagai antimikroorganisme, sedangkan bentuk digliserida dan trigliserida
tidak. Hal ini juga dibuktikan oleh Permata 2012, yang menunjukkan aktivitas antibakteri dari hasil hidrolisis VCO secara enzimatik lebih besar daripada secara
penyabunan. TL IM, secara in
vivo bekerja mirip dengan enzim lipase, yang keduanya spesifik bekerja pada rantai 1 dan 3 trigliserida Aehle, 2004; Desbois dan Smith, 2010. Pada hidrolisis
kimia suatu trigliserida menghasilkan 3 molekul asam lemak bebas dan 1 molekul gliserol, sedangkan pada hidrolisis enzimatik dihasilkan 2 molekul asam lemak
bebas dan 1 monogliserida.
4.3 Pengaruh Waktu Penyimpanan EABP terhadap Aktivitas Antibakterinya