KOH atau NaOH yang direaksikan, semakin tinggi tingkat hidrolisisnya. Berbeda halnya pada hidrolisis enzimatik, yang bisa secara spesifik bereaksi dengan posisi
tertentu. Dalam hal ini, digunakan enzim lipozim LIPOZIM
®
Aktivitas antibakteri VCO diakibatkan oleh kandungan asam laurat, asam kaprilat, asam kaprat dan asam miristat dan dalam bentuk monogliseridanya
Conrado, 2000; Kabara, et al., 1972. Bentuk monogliserida dinyatakan lebih aktif sebagai antimikroorganisme, sedangkan bentuk digliserida dan trigliserida
tidak. Hal ini juga dibuktikan oleh Permata 2012, yang menunjukkan aktivitas antibakteri dari hasil hidrolisis VCO secara enzimatik lebih besar daripada secara
penyabunan. TL IM, secara in
vivo bekerja mirip dengan enzim lipase, yang keduanya spesifik bekerja pada rantai 1 dan 3 trigliserida Aehle, 2004; Desbois dan Smith, 2010. Pada hidrolisis
kimia suatu trigliserida menghasilkan 3 molekul asam lemak bebas dan 1 molekul gliserol, sedangkan pada hidrolisis enzimatik dihasilkan 2 molekul asam lemak
bebas dan 1 monogliserida.
4.3 Pengaruh Waktu Penyimpanan EABP terhadap Aktivitas Antibakterinya
Ekstrak air yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak baru tidak lebih 6 jam setelah dilakukan ekstraksi. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak
yang baru dan yang telah dibiarkan selama 1 hari dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1 Zona hambat pertumbuhan bakteri dari EABP baru dan EABP 1 hari
Keterangan: A Bacillus cereus ATCC 14579; B Salmonella thypi ATCC 00786; C Vibrio cholera ATCC 39315
Waktu penyimpanan mempengaruhi aktivitas antibakteri ekstrak air bawang putih. Hal ini terbukti dengan hasil yang ada pada Gambar 4.1. Zona
hambat EABP lama 1 hari penyimpanan terlihat menurun dan tidak stabil dibandingkan EABP baru konsentrasi EABP sama, yaitu 100.
Menurut Astal 2004, waktu optimal penyimpanan ekstrak air bawang putih adalah 6 jam setelah proses ekstraksi dilakukan. Dalam penelitiannya,
ditunjukkan bahwa aktivitas antibakteri bawang putih akan meningkat terus A
B
C
Universitas Sumatera Utara
hingga jam keenam dan sesudahnya akan menurun. Waktu optimal tersebut dapat dijelaskan sebagai waktu yang dibutuhkan enzim allinase untuk bereaksi dengan
alliin sampai waktu optimal. Efikasi antibakteri ekstrak air bawang putih akan menurun setelah 6 jam diakibatkan oleh perubahan allicin menjadi komponen
turunannya, umumnnya diallyl disulphide DADS dan diallyl trisulfide DATS. Komponen ini mudah menguap, dengan kecepatan menguapnya tergantung
komponen, berat molekul, serta temperatur. Analisis HPLC membuktikan bahwa terjadi penurunan senyawa aktif antibakteri bawang putih setelah waktu
optimumnya Ross, et al., 2001. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini digunakan EABP yang yang tidak lebih dari 6 jam setelah diekstraksi.
4.4 Pengaruh Pelarut terhadap Aktivitas Antibakteri
Penggunaan pelarut pembantu untuk pengujian aktivitas antibakteri dapat mempengaruhi hasil pengujian. Pilihan pelarut yang diuji menggunakan akuades,
etanol 96, dan DMSO, dimana data dan gambar hasil uji aktivitas antibakteri VCOT, HVCO, EABP dan kombinasi dengan pelarut akuades dan etanol 96
dapat dilihat pada Lampiran 10 - 23. Contoh gambar pengaruh pelarut aktivitas antibakteri yang terdapat pada Gambar 4.2 adalah untuk bahan uji EABP dalam
akuades, etanol 96 dan DMSO. Blanko untuk uji EABP dalam etanol adalah campuran etanol dengan akuades 1:1, serta EABP dalam DMSO adalah campuran
DMSO dan akuades 1:1.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 Zona hambat EABP dalam akuades, etanol 96 dan DMSO
Keterangan: pencadang kertas 6 mm; Bacillus cereus ATCC 14579 dihambat oleh EABP dalam A akuades; C etanol 96; E DMSO; Escherichia
coli ATCC 8939 dihambat oleh EABP dalam B akuades; D etanol 96; F DMSO
A B
E F
C D
Universitas Sumatera Utara
Perbandingan aktivitas antibakteri dengan pelarut berbeda pada 4 bakteri lain dapat dilihat pada Lampiran 24. Perbandingan aktivitas antibakteri antara
pelarut DMSO, akuades, dan etanol 96 disimpulkan dalam Gambar 4.3 dan Gambar 4.4.
Gambar 4.3 Pengaruh pelarut bahan uji akuades, etanol 96 dan DMSO
terhadap aktivitas antibakterinya pada Bacillus cereus ATCC 14579
Gambar 4.4 Pengaruh pelarut bahan uji akuades, etanol 96 dan DMSO
terhadap aktivitas antibakterinya pada Escherichia coli ATCC 8939
Keterangan: diameter pencadang kertas 6 mm Kriteria aktivitas antimikroba menurut Nurliana, dkk. 2009, yaitu
antimikroba aktif dan sangat aktif memilki zona hambat lebih besar dari 11 mm,
5 10
15 20
25
Blanko VCOT 100 HVCO 100 EABP 100
Bacillus cereus ATCC 14579
Akuades Etanol 96
DMSO Akuades+etanol 1:1
Akuades+DMSO 1:1
5 10
15 20
25
Blanko VCOT 100 HVCO 100 EABP 100
Escherichia coli ATCC 8939
Akuades Etanol 96
DMSO akuades+etanol 1:1
akuades+DMSO 1:1
Universitas Sumatera Utara
aktif sedang dengan zona hambat 6 - 11 mm, sedangkan tidak aktif bila zona hambat lebih kecil dari 6 mm. Berdasarkan kriteria tersebut, uji aktivitas
antibakteri kontrol negatif hanya pelarut, yaitu akuades, etanol 96, dan DMSO tidak aktif.
Secara umum, tidak terdapat perbedaan bermakna aktivitas antibakteri bahan uji dalam pelarut etanol 96 dan DMSO, namun lebih tinggi dibandingkan
dalam akuades kecuali EABP. HVCO dalam akuades akan membentuk emulsi. Kandungan monolaurin dalam HVCO merupakan surfaktan non-ionik, memiliki
dua ujung yang berbeda hidrofobik dan hidrofilik yang dapat menurunkan tegangan antar muka. Akibatnya HVCO dapat bercampur dengan air, tergantung
jumlahnya Widiyarti, dkk., 2009; Fessenden dan Fessenden, 1989. Namun aktivitas antibakteri HVCO dalam akuades lebih kecil daripada dalam etanol 96
dan DMSO. Hal ini disebabkan emulsi HVCO dalam akuades tidak maksimal berdifusi ke dalam pencadang kertas maupun medium. Sedangkan HVCO dalam
etanol 96 dan DMSO membentuk larutan, yang akan berdifusi lebih baik dibandingkan emulsi sehingga aktivitas antibakterinya lebih maksimal Valgas, et
al., 2007. DMSO dan etanol 96 merupakan pelarut organik yang dapat melarutkan
komponen polar dan non polar. Kedua pelarut ini sering digunakan dalam pengujian in vitro aktivitas biologis secara umumnya, termasuk dalam pengujian
aktivitas antibakteri. Namun jika penggunaan kedua pelarut ini dibandingkan, DMSO lebih sering digunakan daripada etanol 96 karena DMSO lebih lambat
menguap Sumthong dan Verpporte, 2012; Valgas, et al., 2007.
Universitas Sumatera Utara
Aktivitas antibakteri EABP dalam akuades lebih tinggi daripada dalam etanol 96. Hal ini bisa disebabkan adanya air yang semakin banyak, yang
sebenarnya berperan penting dalam pembentukkan allicin Cobas, et al., 2010. Sehingga aktivitas antibakterinya lebih baik dalam akuades. EABP dalam DMSO
juga menunjukkan aktivitas antibakteri yang baik. Pada pengujian antibakteri EABP dalam pelarut etanol, dilakukan
pengujian blanko campuran akuades dan etanol 96, dimana blanko tersebut menunjukkan aktivitas antibakteri. Blanko campuran akuades dan etanol 1:1
diuji untuk melihat bagaimana pengaruh etanol 96 jika bercampur dengan akuades yang terdapat dalam ekstrak air bawang putih. Lain halnya pada
pengujian HVCO dan VCOT dalam etanol 96, blanko yang digunakan hanya etanol.
Berdasarkan pengujian blanko campuran akuades dan etanol, ada aktivitas antibakteri oleh campuran tersebut. Etanol 96 sendiri tidak menghasilkan
aktivitas antibakteri, seperti yang terlihat dalam data Lampiran 17. Aktivitas antibakteri campuran akuades dan etanol blanko bisa disebabkan pengenceran
etanol 96 dimana sifatnya menjadi mengarah kepada etanol 70, yang merupakan antiseptik. Etanol 96 tidak memiliki aktivitas antibakteri karena
tidak dapat mendenaturasi protein bakteri seperti yang dilakukan oleh etanol yang lebih encer seperti etanol 70. Alkohol mendenaturasi protein sel dengan
memecah ikatan hidrogen yang menghubungkan atom hidrogen dan oksigen dari sisi berbeda pada rantai molekul. Alkohol memecah ikatan hidrogen tersebut
karena mengikat dirinya sendiri pada lokasi yang dirusak, akibatnya protein sel
Universitas Sumatera Utara
kehilangan bentuknya. Sifat antimikroorganisme etanol encer 60 - 70 baik, karena mudah diserap oleh sel Sumthong dan Verpporte, 2012.
Pada pengujian EABP dalam DMSO, blanko yang digunakan yaitu akuades + DMSO 1:1 tidak menghasilkan zona hambat, baik terhadap bakteri
Gram positif maupun Gram negatif. Hal ini juga dibuktikan oleh Sumthong dan Verpporte 2012. Dimana DMSO yang digunakan dalam penelitiannya,
dilarutkan dalam akuades untuk konsentrasi berapapun sebagai kontrol negatif, tidak menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap A.niger dan E.coli. DMSO
merupakan pelarut organik pelarut sapu jagat, baik sebagai pembawa sampel dan akan membantu sampel berdifusi dengan baik melalui pencadang kertas dan
medium Valgas, et al., 2007; Coyle, 2005. Menurut Coyle 2005, pelarut pembantu sebaiknya dapat melarutkan
sempurna bahan uji, tidak mudah menguap, dan tidak memberikan efek antimikroba yang bermakna. Kesempurnaan larutan bahan uji dalam pelarut
sangat dibutuhkan sehingga memungkinkan bahan uji terdifusi dengan baik ke dalam pencadang kertas ataupun media uji. Hal ini bertujuan memberikan hasil uji
yang maksimal Coyle, 2005; Lalitha, 2003. Oleh sebab itu, peneliti melanjutkan pengujian aktivitas antibakteri
menggunakan pelarut DMSO. Bahan uji yang digunakan VCOT, HVCO, dan EABP dilarutkan dalam DMSO sehingga konsentrasi 10, 25, 50, 75, dan
100 vv. Hal yang sama dilakukan ketika pengujian kombinasi bahan uji HVCO-EABP dan VCOT-EABP.
Universitas Sumatera Utara
4.5 Pengaruh Konsentrasi VCOT, HVCO, dan EABP terhadap Aktivitas Antibakteri