Latar Belakang Masalah Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Siswa Autis di SD Purba Adhika Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif

sensori bahkan pada aspek motoriknya. Dengan demikian, lalu bagaimana siswa autis dapat mengikuti pembelajaran dengan baik di sekolah, sedangkan mereka dalam kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan orang lain saja mengalami kesulitan. Berdasarkan data dari UNESCO pada tahun 2011 tercatat 35 juta orang penyandang autisme di seluruh dunia.Ini berarti rata-rata 6 dari 1000 orang di dunia mengidap autisme. 8 Sedangkan di Indonesia, pada 2010, jumlah penderita autisme diperkirakan mencapai 2,4 juta orang. Hal itu berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.Pada tahun tersebut jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,5juta orang dengan laju pertumbuhan 1,14 persen. Jumlah penderita autisme di Indonesia diperkirakan mengalami penambahan sekitar 500 orang setiap tahun. 9 Atas dasar inilah penulis tertarik untuk meneliti salah satu tipe anak berkebutuhan khusus, yaitu autis. Karena penulis ingin mengetahui bagaimana siswa autis dalam mengikuti proses pembelajaran selama di sekolah dengan kesulitan dan gangguan perkembangan yang mereka miliki. Oleh karena itu, mereka inilah penyandang autimse yang selayaknya mendapatkan perhatian dan pendidikan yang khusus dari pemerintah. Pemerintah memiliki kewajiban menyediakan dan memfasilitasi semua kebutuhan pendidikan bagi para penyandang autis. Ini sesuai dengan salah satu point yang terdapat dalam peraturan pemerintah Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bahwa “ memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua siswa yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan danatau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya”. 10 Dalam Al-Qu r’an juga dijelaskan pada Q.S An-Nisaa’ ayat 9 8 http:www.republika.co.idberitanasionalumum130409mkz2un-112000-anak-indonesia- diperkirakan-menyandang-autisme 9 http:www.tempo.coreadnews20120718060417730Laju-Perkembangan-Autisme 10 Dedy Kustawan, pendidikan inklusif dan upaya implementasinya, Jakarta: Luxima Metro Media, 2012, h. 110   Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar. Q.S An- Nisaa’:9 11 Sekolah penyelenggara pendidikan inklusifmerupakan tempat atau wadah bagi anak-anak yang memiliki keadaan khusus seperti anak autis dan yang lainnya. Karena pendidikan inklusif di sini adalah pendidikan yang menghargai pendidikan anak dan memberikan pelayanan kepada setiap anak sesuai dengan kebutuhannya. Atau bisa disebut juga bahwa pendidikan inklusif itu merupakan pendidikan yang tidak diskriminatif.Menurut permendiknas nomor 70 tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan danatau bakat istimewa, pasal 1 bahwa: pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan danatau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya 12 Sedangkan menurut Meijer, CJW., 1997 menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai suatu persyaratan yang tepat agar pendidikan bermutu tinggi untuk masyarakat dengan memasukkan anak yang memiliki keadaan khusus dalam sekolah reguler. Jika dipakai pengertian di atas, pendidikan inklusif menuntut semua anak yang memliki keadaan khusus harus belajar di kelas yang sama dengan teman-teman sebayanya pada sekolah reguler yang ada disekitarnya. 13 Dengan demikian, pendidikan inklusif di sini juga menuntut guru 11 Usman El-Qurtuby, Al- Qur’an Cordoba, Bandung: PT Cordoba Internasional Indonesia, cet ke-1, h. 78 12 Ibid., h. 8 13 Budiyanto, pengantar pendidikan inklusif berbasis budaya local, Jakarta: Departemen pendidikan nasional, 2005, h. 18 mampu mengelola kelas sehingga siswa yang memiliki keadaan normal dengan siswa yang memiliki keadaan khusus dapat terlayani dengan baik. Tujuan pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan yang seluas- luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan danatau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya serta mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. Selain itu, pendidikan inklusif juga memiliki fungsi yaitu bahwa pendidikan inklusifmenjamin semua peserta didik mendapat kesempatan dan akses yang sama untuk memperoleh layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya dan bermutu di berbagai jalur, jenis, dan jenjang pendidikan serta menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif bagi semua peserta didik untuk mengembangkan potensi secara optimal. 14 Proses pembelajaran di sekolah inklusif, meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran dibutuhkan penyesuaian terhadap siswa berkebutuhan khusus, agar siswa berkebutuhan khusus juga dapat mengikuti proses pembelajaran. Dalam menyusun perencanaan pengajaran bersetting pendidikan inklusif, antara lain identifikasi, asesmen, kurikulum, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran RPP. Pembelajaran setting pendidikan inklusif mempertimbangkan prinsip-prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik belajar siswa. Proses pembelajaran juga harus disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa metode, media, dan sumber belajar. Evaluasi pembelajaran bersetting inklusif, melakukan evaluasi hasil belajar kepada siswa diperlukan penyesuaian yang sesuai dengan jenis hambatannya. Penyesuaian-penyesuaian tersebut meliputi waktu, penyesuaian cara, dan penyesuaian isi. 15 Kurikulum yang digunakan di sekolah inklusif adalah kurikulum yang reguler, kurikulum modifikasi, dan kurikulum yang diindividualisasikan sesuai 14 Kustawan, op. cit., h. 9 15 Kustawan, op. cit., h. 62 dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik. Modifikasi dapat dilakukan dengan cara memodifikasi alokasi waktu atau isimateri. 16 Manajemen tenaga kependidikan di sekolah inklusif sangat perlu diperhatikan, agar anak-anak yang berkebutuhan khusus bisa mendapatkan perhatian yang lebih ketika proses belajar mengajar berlangsung.Kekhasan manajemen tenaga pendidik pada sekolah inklusif adalah dalam pengaturan pembagian tugas dan pola kerja antara guru pembimbing khusus dan guru reguler.Guru reguler bertanggung jawab dalam pembelajaran bagi semua peserta didik di kelasnya. Sedangkan guru pembimbing khusus bertanggung jawab memberikan layanan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus, baik yang berada pada kelas reguler maupun pada kelas khusus. Dalam keadaan tertentu guru pembimbing khusus dapat mendampingi peserta didik pada saat peserta didik mengikuti pembelajaran yang disampaikan oleh guru reguler. 17 Terdapat beberapa keuntungan dengan adanya siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusif, yaitu sebagai gambaran diri siswa yang lebih positif, keterampilan sosial siswa yang lebih baik, siswa lebih sering berinteraksi dengan teman-teman sebaya yang normal, perilaku siswa yang lebih sesuai di kelas, prestasi akademik siswa yang setara dan terkadang lebih tinggi dengan prestasi siswa yang dicapai bila ditempatkan dalam kelas khusus. 18 Pada umumnya siswa autis pada proses pembelajaran dibutuhkan pengelompokkan khusus, sehingga mereka dapat mengikuti semua pelajaran dengan baik, termasuk pelajaran Pendidikan Agama Islam PAI. Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, ajaran agama islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama Lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. Menurut Zakiyah 16 Pedoman manajemen sekolah inklusif pendidikan dasar, Jakarta: Departemen pendidikan nasional, 2008, h. 7 17 Ibid., h. 9 18 Jeanne Ellis Ormrod, psikologi pendidikan: membantu siswa tumbuh dan berkembang Jakarta: Erlangga, 2008, h. 230 Daradjat sebagaimana dikutip Oleh Abdul Majid, Dian Andayani pendidikan agama islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. 19 Tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu untuk membimbing dan mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh sebagai refleksi dari keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan agama yang harus dicerminkan dengan akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir dari pendidikan agama itu. 20 Dalam kemampuan memahami ajaran islam penting diperoleh bagi siswa autis agar mereka dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan dapat memusatkan perhatian mereka ketika proses pembelajaran sedang berlangsung. Karena ketika konsentrasi anak-anak seperti mereka berkurang, maka mereka akan mengalami kesulitan dalam belajar. Berdasarkanstudipendahuluan yang dilakukanpadatanggal 25 Agustus 2014 ditemukan bahwa ketika peneliti melakukan wawancara dengan guru Pendidikan Agama Islam PAI mengenai Pembelajaran Pendidikan Agama Islam PAI bagi siswa autis, guru Pendidikan Agama Islam PAI tersebut mengutarakan kendala yang ditemukan ketika mengajar bidang studi Pendidikan Agama Islam PAI khususnya bagi siswa autis. Hal ini disebabkan karena siswa autis ini memiliki kemampuan yang berbeda dengan siswa yang tidak autis dan yang menjadi kendala dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam juga disebabkan oleh jumlah jam pelajaran yang sedikit. Sehingga guru cenderung merasakan kurang maksimal di dalam mengajar, khususnya terhadap siswa autis.Sedangkan permasalahan yang dihadapi oleh siswa autis pada saat pembelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu bahwa mereka terkadang sulit menerima penjelasan yang dijelaskan oleh guru bidang studi, Karena pada umumnya siswa autis tidak memiliki konsntrasi penuh dan suka berkhayal pada saat pembelajaran berlangsung. 21 19 ZakiahDrajat, IlmuPendidikan Islam, Jakarta: BumiAksara, 1992, h. 98 20 Abdul RahmanShaleh, Pendidikan Agama dan Pembangunan untukBangsa, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2005, h. 27 21 Observasi Peneliti Pada 25 Agustus 2014 Dari uraian dan penjelasasan yang telah dikemukakan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pembelajaran Pendidikan Agama Islam PAI bagi siswa autis di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Penelitian tersebut dimulai dari perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam PAI bagi siswa autis, pelaksannan pembelajaran Pendidikan Agama Islam PAI bagi siswa autis, dan evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam PAI bagi siswa autis.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka muncul berbagai permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Siswa autis memiliki konsentrasi dan pemusatan perhatian yang kurang maksimal pada saat pembelajaran Pendidikan Agama Islam berlangsung 2. Siswa autis belum mendapat penanganan yang sesuai dengan kondisinya 3. Guru Pendidikan Agama Islam belum menggunakan media pendekatan yang tepat untuk siswa autis dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam PAI 4. Guru Pendidikan Agama Islam cenderung memiliki kendala ketika mengajar siswa autis. 5. Guru Pendidikan Agama Islam PAI cenderung mengajar sesuai dengan kemampuan siswa reguler karena jumlah mereka yang relatif lebih banyak dibanding siswa yang autis

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi penelitian pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam PAI bagi siswa autis kelas tiga 3 Berdasarkan pembatasan masalah tersebut di atas, maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam PAI bagi siswa autis kelas tiga 3? 2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam PAI bagi siswa autis kelas tiga 3? 3. Bagaimana evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam PAI bagi siswa autis kelas tiga 3?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. untuk mengetahui perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam PAI bagi siswa autis kelas tiga 3, 2. untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam PAI bagi siswa autis kelas tiga 3, 3. untuk mengetahui evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam PAI bagi siswa autis kelas tiga 3 Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti, sebagai sumber informasi dan pengetahuan yang bermanfaat mengenai siswa autis dan pembelajaran di sekolah penyelenggara inklusif 2. Bagi guru, sebagai referensi model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam PAI bagi siswa autis 3. Bagi orang tua, sebagai masukan untuk lebih memperhatikan perkembangan kemampuan siswa yang telah dimiliki. 11 BAB II KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam PAI

1. Pengertian Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar. Menurut Shaffer, “Belajar merupakan proses perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman-pengalaman atau praktek. ” 1 Pengertian belajar menurut Anung Haryono adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi hingga ke liang lahat nanti. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan kognitif, dan keterampilan psikomotor, maupun yang menyangkut nilai dan sikap afektif. 2 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman dan berlangsung seumur hidup Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini secara implisit dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada. Kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari perencanaan pembelajaran. 3 Pendapat lain dikemukakan oleh Ocmar Amalik, “pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran .” 4 1 Rusda Kota Sutadi, dkk., Belajar dan Pembelajaran, Semarang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institute Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 1996, h. 2 2 Anung Haryono, Media Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996, h. 1 3 Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010, cet. ke-6, h. 2 4 Asep Hery Hernawan, dkk, Belajar dan Pembelajaran SD, Bandung: UPI PRESS, 2007, h. 3 Sedangkan Mohammad Surya menjelaskan bahwa pembelajaran adalah “suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya ”. 5 Dari pendapat yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran penekanannya pada kegiatan belajar siswa yang telah dirancang oleh guru melalui usaha yang terencana melalui prosedur dan metode tertentu agar terjadi proses perubahan perilaku bagi peserta didik.

2. Perencanaan Pembelajaran

Pembelajaran dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.

a. Pengertian Perencanaan Pembelajaran

Pembelajaran yang baik terjadi melalui suatu proses. Proses pembelajaran yang baik hanya bisa diciptakan melalui perencanaan yang baik dan tepat. Perencanaan pembelajaranlah yang menjadi unsur utama dalam pembelajaran dan salah satu alat paling penting bagi guru. Guru yang baik akan selalu membuat perencanaan untuk kegiatan pembelajarannya, maka tidak ada alasan mengajar di kelas tanpa perencanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran menurut Ibrahim adalah secara garis besar perencanaan pembelajaran mencakup kegiatan merumuskan tujuan apa yang akan dicapai oleh suatu kegiatan pembelajaran, cara apa yang dipakai untuk menilai pencapaian tujuan tersebut, materi dan bahan apa yang akan disampaikan , bagaimana cara menyampaikannya, serta alat atau media apa yang diperlukan. 6 Pengertian lain mengenai perencanaan pembelajaran dikemukakan oleh Toeti Sukamto yang mendefinisikan bahwa perencanaan pembelajaran sebagai “usaha untuk mempermudah proses belajar mengajar maka diperlukan perencanaan pembelajaran ”. 7 Sedangkan perencanaan pembelajaran menurut Nana Sudjana adalah kegiatan memproyeksikan tindakan apa yang akan dilaksanakan dalam suatu pembelajaran PBM yaitu dengan mengkoordinasikan mengatur dan 5 Ibid., h. 4 6 Sugiyar, Perencanaan Pembelajaran, Bandung: CV Wacana Prima, 2009, h. 8 7 Ibid., h. 10