Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
Menurut permendiknas Nomor 70 tahun 2009, pendidikan inklusif adalah “sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua
peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan danatau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya ”.
44
Pendapat lain mengatakan bahwa pendidikan inklusif adalah “sistem layanan
pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat
tinggalnya ”.
45
Berdasarkan paparan definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan inklusif adalah pendidikan yang memberikan layanan terbuka untuk
siapa saja yang mempunyai keinginan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal.
Sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan
program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan
yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi
bagian dari sekolah tersebut dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya
terpenuhi.
46
Definisi di atas jelas mengisyaratkan bahwa keterbatasan serta perbedaan yang dialami anak dibandingkan dengan anak normal sebaya bukanlah suatu
hambatan agar anak bisa bergabung di sekolah reguler. Kebutuhan individual anak sesuai dan kemampuannya pun terpenuhi.
2. Tujuan Sekolah pendidikan Inklusif
Tujuan sekolah inklusif yaitu: a.
Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan social atau
44
Dedy Kustawan, Pendidikan Inklusif dan Implementasinya, Jakarta: Luxima Metro Media, 2012, h. 12
45
Ibid., h. 15
46
Hikmah Oktavanti, sikap anak normal terhadap anak autis di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, Jakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, 2008, h. 32
memiliki potensi kecerdasan danatau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya. b.
Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.
47
3. Karakteristik Sekolah pendidikan Inklusif
Karakteristik terpenting dari sekolah pendidikan inklusif adalah suatu komunitas yang kohensif. Menerima dan responsive terhadap kebutuhan
individual setiap murid. Untuk itu Sapon Shevin lebih lanjut dikemukakan lima profil pembelajaran di sekolah inklusif.
a. Pendidikan inklusif berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas
yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Guru mempunyai tanggung jawab menciptakan suasana kelas yang
menampung semua anak secara penuh dengan menekan suasana dan perilaku sosial yang menghargai perbedaan yang menyangkut
kemampuan, kondisi fisik, sosial-ekonomi, suku, agama, dan sebagainya
b. Pendidikan inklusif berarti penerapan kurikulum yang multilevel dan
multimodalitas. Mengajar kelas yang memang dibuat heterogen memerlukan perubahan kurikulum mendasar. Guru di kelas inklusif
secara konsisten akan bergeser dan pembelajaran yang kaku, berdasarkan buku teks, atau materi asal ke pembelajaran yang banyak
melibatkan belajar kooperatif, tematik, berfikir kritis, pemecahan masalah, dan asesmen secara autentik
c. Pendidikan inklusif berarti menyiapkan dan mendorong guru untuk
mengajar secara interaktif. Perubahan dalam kurikulum berkaitan erat dengan perubahan secara metode pembelajaran. Model kelas tradisional
dimana seorang guru secara sendirian berjuang untuk dapat memenuhi kebutuhan anak dikelas harus diganti dengan model murid-murid
bekerjasama, saling mengajar, dan secara aktif berpartisipasi dalam
47
Mohammad Takdir Ilahi, op. cit., h.39
pendidikannya sendiri
dan teman-temannya.
Kaitan antara
pembelajaran kooperatif dan kelas inklusif sekarang jelas; semua anak berada di satu kelas bukan untuk kompetisi, tetapi untuk saling belajar
dari yang lain. d.
Pendidikan inklusif berarti menyediakan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang
berkaitan dengan isolasi profesi. Meskipun guru selalu dikelilingi oleh orang lain, pekerjaan mengajar dapat menjadi profesi yang terisolasi.
Aspek terpenting dari pendidikan inklusif meliputi pengajaran dengan tim, kolaborasi dan konsultasi, dan berbagai cara mengukur
keterampilan, pengetahuan, dan bantuan individu yang bertugas mendidik sekelompok anak,kerjasama tim antara guru dengan profesi
lain diperlukan, seperti para professional, ahli bina bahasa dan wicara, petugas bimbingan, dan sebagainya. Meskipun untuk dapat bekerjasama
dengan orang lain secara baik memerlukan pelatihan dan dorongan, kerjasama yang diinginkan ternyata dapat terwujud.
e. Pendidikan inklusif berarti melibatkan orang tua secara bermakna
dalam proses perencanaan. Pendidikan inklusif sangat tergantung kepada masukan orang tua pada pendidikan anaknya, misalnya
keterlibatan mereka
dalam penyusunan
program pengajaran
individual.
48
4. Kurikulum Sekolah pendidikan Inklusif
Pada permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi siswa yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan sistem
penyelenggara pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua siswa yang memiliki kelainan dan potensi kecerdasan danatau bakat istimewa
dijelaskan bahwa satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengakomodasikan
kebutuhan dan kemampuan siswa sesuai dengan bakat, minat, dan potensinya.
48
Budiyanto, Pengantar Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005, h. 157
Dalam penyusunan perencanaan pembelajaran setting inklusif, yaitu: a.
Identifikasi Setiap guru harus mengetahui latar belakang dan kebutuhan masing-masing
siswa agar dapat memberikan pelayanan dan bantuannya dengan tepat. Setiap guru harus mamiliki kemampuan mengidentifikasi siswa atau calon siswa untuk
mengetahui kondisi semua siswa. Identifikasi merupakan suatu kegiatan atau upaya yang digunakan untuk
menemukan anak berkebutuhan khusus sesuai dengan jenis kelainannya atau sesuai dengan hambatangangguan. Tujuannya yaitu untuk membantu
memecahkan permasalahan yang dihadapi anak berkebutuhan khusus supaya perkembangan yang dicapai sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Cara
mengidentifikasi dapat dilakukan oleh guru masing-masing anak bersama- sama dengan guru yang lain. Caranya yaitu: 1 melalui pengamatan
observasi yaitu pengamatan partisipatif atau nonpartisipasi, 2 wawancara pada anak yang bersangkutan, pendampingnya, dan orangtuanya, dan 3
melalui dokumentasi, yakni dokumen yang berupa dokumen hasil pemeriksaan psikologi jika ada, surat keterangan dokter, psikiater atau ahli
lainnya.
49
b. Asesmen
Asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang perkembangan siswa dengan mempergunakan alat dan teknik yang sesuai untuk membuat
keputusan pendidikan berkenaan dengan penempatan dan program bagi siswa tersebut. Melalui asesmen dapat diketahui kemampuan apa yang dimiliki, apa
yang belum atau kelemahannya, dan apa yang menjadi kebutuhan siswa, sehingga dapat dirancang program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
Tujuan utama asesmen adalah untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan program
pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus. Asesmen dilakukan untuk lima keperluan, yaitu: 1 penyaringan, 2 pengalihtanganan, 3 klasifikasi, 4
perencanaan pembelajaran, dan 5 pemantauan kemajuan belajar siswa. c.
Pengembangan kurikulum Kurikulum yang digunakan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
adalah kurikulum reguler, kurikulum modifikasi dan kurikulum yang
49
Dedy Kustawan, op,cit., h. 56
diindividualisasikan sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa. Modifikasi dapat dilakukan dengan cara memodifikasi waktu atau isimateri.
Komponen pengembangan kurikulum di sekolah inklusif yang perlu diperhatikan meliputi:
1 Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar,
2 Penyusunan silabus,
3 Menetapkan kalender pendidikan dan jumlah jam pelajaran. Bagi
sekolah yang sudah melaksanakan kurikulum tingkat satuan pendidikan KTSP, maka penyusunan silabus yang diantaranya
memuat langkah-langkah pembelajaran dan indikator pencapaian harus disesuaikan dengan karakteristik siswa, sehingga setiap siswa
memperoleh layanan pendidikan yang bermutu sesuai dengan karakteristik dan potensi siswa.
50
d. Penilaian
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian prestasi belajar siswa. Hasil penilaian digunakan sebagai
bahan evaluasi terhadap ketuntasan belajar siswa, efektivitas proses pembelajaran, dan umpan balik. Selain itu, hasil penilaian juga digunakan oleh guru untuk
menilai kompetensi siswa bahan penyusunan pelaporan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
Teknik penilaian yang dapat digunakan oleh guru di dalam penyelenggaraan inklusif adalah dengan tes tertulis, observasi, tes kinerja, penugasan, tes lisan,
penilaian portofolio, jurnal, inventori, penilaian diri, dan penilaian antar teman. Bagi siswa berkebutuhan khusus sebelum mulai pembelajaran dilakukan asesmen.
Asesmen tersebut untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, kebutuhan, dan standar awal siswa, sehingga selanjutnya disusun rencana pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan siswa. Penilaian setting pendidikan inklusif diperlukan penyesuaian-penyesuaian
dengan jenis hambatan siswa, meliputi:
51
1 Penyesuaian waktu
50
Pedoman Manajemen Sekolah Inklusif Pendidikan Dasar, op. cit., h. 7-8
51
Dedy Kustawan, op,cit., h. 71-73
Penyesuaian waktu adalah penambahan waktu yang dibutuhkan oleh seorang siswa berkebutuhan khusus dalam mengerjakan
ulangan, ujian, test dan tugas lain yang berhubungan dengan penilaian hasil belajar.
2 Penyesuaian cara
Penyesuaian cara adalah modifikasi cara yang dilakukan guru dalam memberikan ulangan, ujian, tes, dan tugas lain yang berhubungan
dengan penilaian hasil belajar bagi seorang siswa yang berkebutuhan khusus.
3 Penyesuaian materi
Penyesuaian materi adalah penyesuaian tingkat kesulitan bahan dan penggunaan bahasa dalam butir soal yang dilakukan oleh guru
dalam memberikan ulangan, ujian, tes, dan tugas lain yang berhubungan dengan penilaian belajar bagi seorang siswa yang
berkebutuhan khusus. 5.
Penerimaan siswa baru setting pendidikan inklusif Penerimaan peserta didik berkebutuha khusus pada setiap satuan pendidikan
yang menyelenggarakan pendidikan inklusif perlu mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah. Satuan pendidikan tersebut harus mengalokasikan
kursi peserta didik quota paling sedikit satu peserta didik yang memiliki kelainan dalam satu rombongan belajar yang akan diterima. Quota peserta didik
yang memiliki kelainan yang diterima minimal satu 1 peserta didik yang memiliki kelainan untuk setiap rombongan belajar dan paling banyak sesuai
dengan kekuatan dan daya dukung sekolah. Dengan berbagai pertimbangan Permendiknas Nomor 01 tahun 2008 tentang standar proses pendidikan untuk
peserta didik yang memiliki kelainan menentukan jumlah maksimalnya di bawah standar maksimal pada rombongan belajar satuan pendidikan khusus yaitu untuk
SDMI di bawah 5 peserta didik yang memiliki kelainan dan untuk SMPMTs dan SMASMKMAMAK di bawah 8 peserta didik yang memiliki kelainan. atau ada
juga yang menetapkan maksimal 10 dari setiap rombongan belajar, sehingga jumlah maksimal di SDMI ada menetapkan 3 peserta didik berkebutuhan khusus
dan di SMASMK.MA.MAK ada yang menetapkan 5 peserta didik berkebutuhan khusus.
52
Pengaturan ini dalam upaya memberikan layanan yang optimal sesuai dengan kekuatan sekolah dan dalam upaya pemerataan penyebaran peserta didik
berkebutuhan khusus di setiap satuan pendidikan di wilayah daerahnya masing- masing. Ketentuan ini perlu diatur dan dipetakan oleh dinas pendidikan
kabupatenkota yang mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan pendidikan khusus atau menyelenggarakan pendidikan inklusif pada satuan
pendidikan umum dan satuan pendidikan kejuruan. Tidak semua anak luar biasa dapat dimasukkan ke sekolah inklusif, karena
anak luar biasa yang tergolong cacat berat atau sangat mengganggu tidak dapat dimasukkan ke sekolah inklusif meskipun di sekolah tersebut tersedia layanan
PLB Pendidikan Luar Biasa. Anak yang tergolong cacat berat atau yang kesehatannya
sangat terganggu mungkin terpaksa harus “bersekolah” di rumah sakit atau di rumah sendiri. Anak yang sangat mengganggu yang dapat
mengancam keselamatan anak lain dan diri sendiri juga tidak dapat bersekolah di sekolah regular meskipun ada layanan PLB Pendidikan Luar Biasa. Mereka
mungkin terpaksa “bersekolah” dip anti atau di tempat yang lebih terlindung.
53
6. Penempatan anak dalam kelas inklusif
Proses pembelajaran di kelas sangat tergantung ketepatan guru dalam mendesain kelasnya. Penempatan anak di kelas, diawali dari proses identifikasi
dan asesmen yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan hasil asesmen, maka guru telah memperoleh sejumlah informasi tentang anak.
Ada tiga kunci keberhasilan pembelajaran dalam kelas inklusif, yaitu: a.
Kehadiran, kehadiran seorang anak dalam kelas langsung maupun tidak langsung akan mewarnai aktifitas dan suasana kelas. Guru harus
bijaksana dengan kehadiran anak berkebutuhan khusus di kelas. Penempatan yang tepat kehadiran anak sebagai anggota komunitas
kelas akan mampu memberikan makna yang lebih baik bagi dirinya, teman, guru, dan orangtua siswa serta sekolah.
52
Dedy Kustawan, op,cit., h. 71-73
53
Wahyu Sri Ambar Arum, Perspektif Pendidikan Luar Biasa dan implikasinya bagi penyiapan tenaga kependidikan” Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005, h. 132
b. Partisipasi, pembelajaran yang efektif ditunjukkan dengan keterlibatan
atau partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. keberadaan siswa di kelas, harus dirancang aktifitas dan partisipasi apa saja yang
memungkinkan anak berkebutuhan khusus.
c. Prestasi, penempatan siswa di kelas haruslah menghasilkan prestasi bagi
semua siswanya di kelas. Prestasi yang dicapai anak berkebutuhan khusus tidak dapat dibandingkan dengan teman yang ada di kelasnya. Prestasi
belajar yang dicapai anak berkebutuhan khusus dibandingkan dengan hasil asesmen yang telah dilakukan sebelumnya.
54