DIVIDENDS continued US120,000 Facilities Agreement continued

PT ADARO ENERGY Tbk DAN ENTITAS ANAKNYAAND ITS SUBSIDIARIES Lampiran 592 Schedule CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN PADA TANGGAL DAN UNTUK TAHUN-TAHUN YANG BERAKHIR PADA TANGGAL 31 DESEMBER 2016 DAN 2015 Dinyatakan dalam ribuan Dolar AS, kecuali dinyatakan lain NOTES TO THE CONSOLIDATED FINANCIAL STATEMENTS AS AT AND FOR THE YEARS ENDED 31 DECEMBER 2016 AND 2015 Expressed in thousands of US Dollars, unless otherwise stated

33. PERPAJAKAN lanjutan

33. TAXATION continued

b. Pajak yang bisa dipulihkan kembali

lanjutan

b. Recoverable taxes continued

Berdasarkan PKP2B, pajak penjualan atas jasa yang dilaksanakan di Indonesia menjadi tanggung jawab Adaro, sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku yang mengatur mengenai pajak penjualan. Dengan diberlakukannya UU No. 8 tahun 1983 yang telah memperkenalkan PPN, pajak penjualan sudah tidak berlaku. Adaro berpendapat bahwa PPN berbeda dengan pajak penjualan baik dalam bentuk maupun substansi, sehingga PPN dianggap sebagai pajak baru. According to the CCA, Adaro is subject to sales tax on services rendered in Indonesia, pursuant to prevailing laws and regulations governing sales tax. With the enactment of Law No. 8 of 1983 which introduced VAT, sales tax was repealed. Adaro is of the opinion that VAT is different from sales tax in both form and substance, and therefore VAT is considered to be a new tax. Berdasarkan ketentuan dalam PKP2B, Pemerintah akan membayar menanggung dan membebaskan Adaro dari semua pajak, bea cukai, sewa, dan royalti yang dipungut Pemerintah yang berlaku setelah tanggal PKP2B. Oleh karena itu, Adaro telah mengkompensasikan klaim atas pembayaranpenggantian kembali PPN terhadap utang royalti. According to the provisions of the CCA, the Government will pay assume and hold Adaro harmless from all Indonesian taxes, duties, rentals and royalties levied by the Government imposed after the date of the CCA. Accordingly, Adaro had offset claims for recoverable VAT against royalties payable. Pada bulan Mei 2006, KESDM, atas nama Pemerintah, menyatakan Adaro kurang membayar royalti dari penjualan batubara sejak tahun 2001 dan meminta Adaro untuk melunasinya. Adaro menolak melaksanakan permintaan tersebut karena Adaro telah melunasi kewajibannya untuk membayar kekurangan pembayaran royalti kepada Pemerintah dengan cara kompensasi seperti dijelaskan di atas. Oleh karena itu Adaro menggugat KESDM di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Pada bulan Mei 2006, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta memutuskan untuk melarang KESDM mengambil langkah-langkah administratif lebih lanjut terhadap permasalahan ini sampai adanya putusan final yang berkekuatan hukum tetap. In May 2006, the MoEMR, on behalf of the Government, alleged that Adaro had underpaid royalties due from coal sales for the years from 2001 and demanded payment thereof. Adaro strongly rejected the allegation because it had discharged its obligation to pay such royalties by way of offsetting described above. Adaro accordingly filed an objection at the Jakarta Administrative Court against the MoEMR. In May 2006, the Jakarta Administrative Court granted an order restricting the MoEMR from taking any further administrative steps on the issue until a final and binding judgement was made. Pada bulan September 2006, Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengabulkan gugatan Adaro. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta di bulan Februari 2007. Pada tanggal 26 September 2008, pada tahap kasasi, Mahkamah Agung memutuskan untuk menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta. Putusan Mahkamah Agung tersebut sudah final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. In September 2006, the Jakarta Administrative Court issued a decision in favour of Adaro. The Jakarta Administrative High Court concurred with the Jakarta Administrative Court in February 2007. On 26 September 2008, on cassation, the Supreme Court concurred with the decision of the Jakarta Administrative High Court. The decision of the Supreme Court is final and binding.