Ketersediaan Pangan Keluarga di Pengungsian

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Ketersediaan Pangan Keluarga di Pengungsian

Menurut Almatsier, 2002 Penyediaan pangan adalah pengadaan bahan makanan dari proses memilih dan pengolahan makanan. Upaya mencapai status gizi masyarakat yang baik atau optimal dimulai dengan penyediaan pangan yang cukup. Penyediaan pangan yang cukup diperoleh melalui produksi pangan dalam negeri melalui upaya pertanian dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur-mayur, dan buah-buahan. Pangan dalam keluarga dipengaruhi oleh ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana penyediaan pangan mencakup kualitas dan kuantitas bahan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan energi bagi individu agar mampu menjalankan aktifitas sehari-hari Dinkes Prop Sumut, 2006. Dari hasil penelitian pada tabel 4.6 dengan dengan ketersediaan pangan berdasarkan pendapatan keluarga dapat dilihat bahwa terdapat 74 keluarga balita 79,6 dengan kelaparan tingkat ringan yang berpendapatan Rp ≤ 1.600.000,- dengan nilai pendapatan rata-rata Rp 800.000,- sampai dengan Rp 1.000.000,- per bulan. Hal tersebut dikarenakan mayoritas dari pekerjaan orang tua balita adalah sebagai buruh tani. Hasil pendapatan per bulan yang mereka pergunakan hanya untuk biaya sekolah dan jajanan anak mereka. Oleh karena itu hasil pendapatan tidak mereka gunakan untuk memenuhi pangan mereka. Tingkat konsumsi pangan anak balita dipengaruhi oleh persediaan pangan keluarga. Tidak cukupnya ketersediaan pangan keluarga menunjukkan adanya kerawanan pangan keluarga. Artinya kemampuan keluarga untuk mencukupi Universitas Sumatera Utara kebutuhan pangan, baik dari jumlah maupun mutu gizinya bagi setiap anggota keluarga belum terpenuhi, terutama anak balita yang merupakan satu golongan rawan. Status gizi anak balita sangat rentan terhadap perubahan status pangan keluarga, dan status gizi anak balita merupakan salah satu indikator yang dipakai untuk menilai status gizi masyarakat Soekirman, 2000. Saat penelitian ini dilaksanakan, sejak bulan Juni 2015 para pengungsi mendapat bantuan makanan dari pemerintah khususnya bantuan sembako pangan, yang dikirimkan 2 kali dalam seminggu. Dalam sehari mereka menggunakan bahan sembako makanan untuk 3 kali makan pagi, siang dan malam seperti beras sebanyak 90 kg, untuk sayuran mereka menghabiskan 180 kg sayuran dengan berbeda jenis sayur. Untuk jenis ikan mereka tidak setiap hari mengonsumsi ikan, namun dalam seminggu mereka mengonsumsinya, sekali penggunaan ikan sebanyak 120 kg untuk 3 kali makan. Ketersediaan pangan yang melimpah bukan menjadi ukuran tidak terjadinya masalah dalam kelaparan yang ada selama dipengungsian, karena mulai awal tahun 2016 mereka mengalami keterlambatan dalam bantuan sembako pangan dari pemerintah oleh sebab itu para pengungsi mengalami kelaparan tingkat ringan sebanyak 76 keluarga 80,0. Jika dilihat dari hasil penelitian pada tabel 4.3 yang menunjukan gambaran pada kondisi ketersediaan pangan di pengungsian cukup mengkhawatirkan, dan terjadi kelaparan pada tingkat ringan dan sedang, sehingga warga dipengungsian membatasi asupan pangan mereka, agar mereka dapat membagi pangan secara merata demi kelangsungan kehidupan mereka. Hal itu dilakukan setelah awal tahun suplai makanan dari pemerintah mulai berkurang, oleh sebab itu salah satu Universitas Sumatera Utara dari anggota keluarga balita hanya makan 1 kali sehari, itu mereka lakukan karena untuk mendahulukan lansia dan anak-anak. Menurut Rahmawati, 2013 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa Dua tahun setelah letusan Gunung berapi, ketahanan pangan masyarakat di wilayah penelitian bencana masih berada pada kondisi rawan pangan dan sisa abu vulkanik dan kondisi cuaca menyebabkan hasil pertanian tidak optimal dan petani tidak memperoleh pendapatan yang layak, sehingga ketahanan pangan dalam keluarga rendah . Hasil penelitian Verahardin, 2012 juga menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan signifikan antara ketersediaan pangan rumah tangga dengan ketiga kategori status gizi balita p 0,05, berdasarkan BBTB dimana p = 0,139; BBU: p = 0,571 dan TBU p = 0,256.

5.2 Kecukupan Energi Protein Pada Balita Di Pengungsian