2. Indikator Tinggi Badan Menurut Umur TBU

Tabel 4.24 Distribusi Status Gizi Balita TBU Berdasarkan Kecukupan Energi Di Posko Pengungsian KORPRI Desa Gurusinga Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo No Tingkat Kecukupan Energi Status gizi TBU Jumlah Sangat pendek Pendek Normal n N n n

1. 2.

3. 4. Berat Kurang Sedang Normal 2 7 8 12 100 33,3 22,9 32,4 7 14 12 33,3 40,0 32,4 7 13 13 33,3 37,1 35,1 2 21 35 37 100,0 100,0 100,0 100,0 Berdasarkan tabel 4.24 dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan energi paling banyak berada pada kategori normal sebanyak 37 balita dengan status gizi TBU paling tinggi pada kategori normal yaitu sebanyak 13 balita 35,1, kategori sangat pendek dan pendek adalah sebanyak 12 balita 32,4 . Tabel 4.25 Distribusi Status Gizi Balita BBTB Berdasarkan Kecukupan Energi Di Posko Pengungsian KORPRI Desa Gurusinga Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo No Tingkat kecukupan energi Status gizi BBTB Jumlah Sangat kurus Kurus Normal Gemuk N N N n n 1. 2. 3. 4. Berat Kurang Sedang Normal 3 2 2 14,3 5,7 5,4 1 10 11 7 50,0 47,5 31,4 18,9 1 8 21 28 50,0 38,1 60,0 75,7 1 2,9 2 21 35 37 100,0 100,0 100,0 100,0 Berdasarkan tabel 4.25 dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan energi paling banyak berada pada kategori normal yaitu 37 balita dengan status gizi BBTB normal yaitu sebanyak 28 balita 75,7, kategori kurus sebanyak 7 balita 18,9, dan kategori sangat kurus sebanyak 2 balita 5,4. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.26 Distribusi Status Gizi Balita BBU Berdasarkan Kecukupan Protein Di Posko Pengungsian KORPRI Desa Gurusinga Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo No Tingkat Kecukupan Protein Status gizi BBU Jumlah Buruk kurang baik n N N n 1. 2. 3. 4. Berat Kurang Sedang Normal 2 3 2 5 66,7 27,3 22,2 6,9 1 4 4 35 33,3 36,4 44,4 48,6 4 3 32 36,4 33,3 44,4 3 11 9 72 100,0 100,0 100,0 100,0 Berdasarkan tabel 4.26 dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan protein banyak pada kategori normal yaitu 72 balita berada pada status gizi kurang yaitu sebanyak 35 balita 48,6, kategori baik yaitu sebanyak 32 balita 44,4, kategori buruk sebanyak 5 balita 6,9. Tabel 4.27 Distribusi Status Gizi Balita TBU Berdasarkan Kecukupan Protein Di Posko Pengungsian KORPRI Desa Gurusinga Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo No Tingkat kecukupan protein Status gizi TBU Jumlah Sangat pendek Pendek Normal n N N n

1. 2.

3. 4. Berat Kurang Sedang Normal 1 5 6 17 33,3 45,5 66,7 23,6 2 4 2 25 66,7 36,4 22,2 34,7 2 1 30 18,2 11,1 41,7 3 11 9 72 100,0 100,0 100,0 100,0 Berdasarkan tabel 4.27 dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan protein banyak pada kategori normal yaitu 72 balita berada pada status gizi pendek yaitu sebanyak 25 balita 34,7, kategori sangat pendek sebanyak 17 balita 23,6 dan kategori normal yaitu sebanyak 30 balita 41,7. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.28 Distribusi Status Gizi Balita BBTB berdasarkan kecukupan protein Di Posko Pengungsian KORPRI Desa Gurusinga Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo No Tingkat Kecukupan Protein Status gizi BBTB Jumlah Sangat kurus Kurus Normal Gemuk N N N n n 1. 2. 3. 4. Berat Kurang Sedang Normal 4 3 36,3 4,2 3 3 4 19 100,0 27,4 44,4 26,4 4 5 49 36,4 55,6 68,1 1 1,4 3 11 9 72 100,0 100,0 100,0 100,0 Berdasarkan tabel 4.28 dapat dilihat bahwa tingkat kecukupan protein banyak pada kategori normal yaitu 72 balita, berada pada status gizi normal yaitu sebanyak 49 balita 68,1, kategori kurus sebanyak 19 balita 26,4, kategori sangat kurus sebanyak 3 balita 4,2, dan kategori gemuk sebanyak 1 balita 1,4. Universitas Sumatera Utara

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Ketersediaan Pangan Keluarga di Pengungsian

Menurut Almatsier, 2002 Penyediaan pangan adalah pengadaan bahan makanan dari proses memilih dan pengolahan makanan. Upaya mencapai status gizi masyarakat yang baik atau optimal dimulai dengan penyediaan pangan yang cukup. Penyediaan pangan yang cukup diperoleh melalui produksi pangan dalam negeri melalui upaya pertanian dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur-mayur, dan buah-buahan. Pangan dalam keluarga dipengaruhi oleh ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana penyediaan pangan mencakup kualitas dan kuantitas bahan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan energi bagi individu agar mampu menjalankan aktifitas sehari-hari Dinkes Prop Sumut, 2006. Dari hasil penelitian pada tabel 4.6 dengan dengan ketersediaan pangan berdasarkan pendapatan keluarga dapat dilihat bahwa terdapat 74 keluarga balita 79,6 dengan kelaparan tingkat ringan yang berpendapatan Rp ≤ 1.600.000,- dengan nilai pendapatan rata-rata Rp 800.000,- sampai dengan Rp 1.000.000,- per bulan. Hal tersebut dikarenakan mayoritas dari pekerjaan orang tua balita adalah sebagai buruh tani. Hasil pendapatan per bulan yang mereka pergunakan hanya untuk biaya sekolah dan jajanan anak mereka. Oleh karena itu hasil pendapatan tidak mereka gunakan untuk memenuhi pangan mereka. Tingkat konsumsi pangan anak balita dipengaruhi oleh persediaan pangan keluarga. Tidak cukupnya ketersediaan pangan keluarga menunjukkan adanya kerawanan pangan keluarga. Artinya kemampuan keluarga untuk mencukupi Universitas Sumatera Utara kebutuhan pangan, baik dari jumlah maupun mutu gizinya bagi setiap anggota keluarga belum terpenuhi, terutama anak balita yang merupakan satu golongan rawan. Status gizi anak balita sangat rentan terhadap perubahan status pangan keluarga, dan status gizi anak balita merupakan salah satu indikator yang dipakai untuk menilai status gizi masyarakat Soekirman, 2000. Saat penelitian ini dilaksanakan, sejak bulan Juni 2015 para pengungsi mendapat bantuan makanan dari pemerintah khususnya bantuan sembako pangan, yang dikirimkan 2 kali dalam seminggu. Dalam sehari mereka menggunakan bahan sembako makanan untuk 3 kali makan pagi, siang dan malam seperti beras sebanyak 90 kg, untuk sayuran mereka menghabiskan 180 kg sayuran dengan berbeda jenis sayur. Untuk jenis ikan mereka tidak setiap hari mengonsumsi ikan, namun dalam seminggu mereka mengonsumsinya, sekali penggunaan ikan sebanyak 120 kg untuk 3 kali makan. Ketersediaan pangan yang melimpah bukan menjadi ukuran tidak terjadinya masalah dalam kelaparan yang ada selama dipengungsian, karena mulai awal tahun 2016 mereka mengalami keterlambatan dalam bantuan sembako pangan dari pemerintah oleh sebab itu para pengungsi mengalami kelaparan tingkat ringan sebanyak 76 keluarga 80,0. Jika dilihat dari hasil penelitian pada tabel 4.3 yang menunjukan gambaran pada kondisi ketersediaan pangan di pengungsian cukup mengkhawatirkan, dan terjadi kelaparan pada tingkat ringan dan sedang, sehingga warga dipengungsian membatasi asupan pangan mereka, agar mereka dapat membagi pangan secara merata demi kelangsungan kehidupan mereka. Hal itu dilakukan setelah awal tahun suplai makanan dari pemerintah mulai berkurang, oleh sebab itu salah satu Universitas Sumatera Utara dari anggota keluarga balita hanya makan 1 kali sehari, itu mereka lakukan karena untuk mendahulukan lansia dan anak-anak. Menurut Rahmawati, 2013 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa Dua tahun setelah letusan Gunung berapi, ketahanan pangan masyarakat di wilayah penelitian bencana masih berada pada kondisi rawan pangan dan sisa abu vulkanik dan kondisi cuaca menyebabkan hasil pertanian tidak optimal dan petani tidak memperoleh pendapatan yang layak, sehingga ketahanan pangan dalam keluarga rendah . Hasil penelitian Verahardin, 2012 juga menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan signifikan antara ketersediaan pangan rumah tangga dengan ketiga kategori status gizi balita p 0,05, berdasarkan BBTB dimana p = 0,139; BBU: p = 0,571 dan TBU p = 0,256.

5.2 Kecukupan Energi Protein Pada Balita Di Pengungsian

Energi dibutuhkan oleh tubuh yang berasal dari zat gizi yang merupakan sumber utama yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Energi dalam tubuh manusia timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak. Sedangkan protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Kebutuhan energi dan protein balita sehat dapat dihitung berdasarkan usia dan berat badan. Kebutuhan energi dalam sehari pada balita usia 1-3 tahun adalah 1125 kalori per kilogram berat badan, sedangkan pada anak prasekolah kebutuhan energi dalam sehari 4-6 tahun adalah 1600 kalori per kilogram berat badan. kebutuhan protein balita sehat 1-3 tahun dalam sehari 26 gram per kilogram Universitas Sumatera Utara berat badan sedangkan pada balita sehat pra sekolah 3-4 tahun dalam sehari 35 gram per kilogram berat badan Permenkes,2013. Kekurangan energi dan protein pada masa anak-anak akan berdampak secara langsung terhadap gangguan pertumbuhan, perkembangan dan produktifitas. Proses pertumbuhan yang terganggu tersebut akibat dari penggunaan protein tubuh sebagai sumber energi bukan pada fungsi sebagai sumber zat pembangun. Jika dilihat dari hasil penelitian pada tabel 4.20 menunjukkan tingkat kecukupan energi pada balita yang terbanyak adalah baik yakni 37 balita 38,9 dan protein sebanyak 72 balita 75,8. Pada tabel 4.21 dan 4.22 menunjukkan ketersediaan pangan pada kategori kelaparan tingkat ringan dengan tingkat kecukupan energi sedang sebanyak 31 balita 40,8 dan dengan tingkat kecukupan protein normal sebanyak 58 balita 76,3 Hal tersebut memberi gambaran tingkat kecukupan energi protein dalam keadaan cukup baik meskipun berada dalam ketersediaan pangan dengan kategori ringan. Sebab Kecukupan energi protein banyak berasal dari susu formula, biskuit dan jajanan. Asupan konsumsi energi dan protein yang banyak dikunsumsi balita yaitu selain dari makanan pokok yang disediakan dapur di pengungsian seperti nasi dan sayur juga berasal dari susu formula, biskuit, serta jajanan yang diberikan dari sukarelawan yang dapat memenuhi kebutuhan energi balita. Balita juga mandapat sumbangan asupan energi dan protein dari makanan tambahan yang diberikan pada saat posyandu. Asupan makanan terkait dengan ketersedian pangan namun tidak berarti jika tersedia pangan kemudian akan secara pasti setiap orang akan tercukupi Universitas Sumatera Utara konsumsi makanan yang dikonsumsinya. Apabila anak balita asupan makanannya tidak cukup maka daya tahan tubuhnya akan menurun sehingga akan mengalami kurang gizi dan mudah terserang penyakit infeksi, maka anak akan kehilangan nafsu makan sehingga intake makanan menjadi kurang. Dua hal ini lah yang menyebabkan gizi kurang. Selama masa pertumbuhan anak balita memerlukan asupan energi dan protein Nur’aeni, 2008.

5.3 Status Gizi Balita Di Pengungsian

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan dan penggunaan makanan yang memenuhi gizi tubuh, dan membawa ke status gizi yang memuaskan Almatsier, 2002. Status gizi pada dasarnya ditentukan oleh dua hal: makanan yang dimakan dan keadaan kesehatan. Kuantitas dan kualitas makanan tergantung pada zat gizi makanan tersebut, ada tidaknya pemberian makanan tambahan di keluarga, daya beli keluarga dan karakteristik makanan dan kesehatan. Keadaan balita juga berhubungan dengan karakteristik ibu terhadap makanan dan kesehatan, daya beli keluarga, ada tidaknya penyakit infeksi dan jangkauan terhadap pelayanan kesehatan Supariasa, 2001. Penelitian ini menggunakan pengukuran berat badan dan tinggi badan sebagai indikator status gizi balita yang dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu berdasarkan berat badan menurut umur BBU, tinggi badan menurut umur TBU dan berat badan menurut tinggi badan BBTB. Hasil penelitian pada tabel 4.7 menunjukkan berat badan menurut umur ada 56 balita 58,9 beresiko gizi kurang dan sebagian besar balita berada dalam Universitas Sumatera Utara keadaan gizi baik sebesar 39 balita 41,1 , berdasarkan tinggi badan menurut umur ada 62 balita 65,2 dalam keadaan pendek dan 33 balita 34,7 dalam keadaan normal, untuk berat badan menurut tinggi badan ada 36 balita 37,9 dalam keadaan kurus dan 60 balita 62,2 dalam keadaan normal, yang memberi gambaran pemenuhan kebutuhan gizi balita yaitu saat berada di pengungsian masing- masing menunjukkan kurang baik. Untuk balita yang status gizi dalam keadaan baik atau normal menunjukkan pemenuhan kebutuhan gizi balita mereka selama di pengungsian cukup baik. Hasil penelitian status gizi balita berdasarkan pendidikan ibu terbanyak berada pada tingkat pendidikan SMA yaittu sebanyak 57 orang 60,0. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua khususnya ibu balita memiliki pengetahuan yang cukup baik, namun dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 28 balita 49,1 mengalami status gizi kurang. Ini dikarenakan kurangnya kesadaran pada orang tua balita tentang pentingnya kebutuhan gizi yang beragam untuk anak mereka. Berdasarkan pekerjaan ibu balita, ditemukan bahwa sebanyak 93 ibu balita 97,9 bekerja sebagai buruh tani dan sebanyak 43 balita berstatus gizi kurang , ini disebabkan karena orang tua balita hanya bekerja di lahan milik orang lain dan hanya menerima upah, namun upah yang mereka terima tidak sebesar sebelum mereka mengalami bencana erupsi, karena lahan tempat mereka bekerja sebagian sudah mengalami kerusakan. Hal itu yang mengakibatkan orang tua balita tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan pangan seperti biasa. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan pendapatan keluarga menunjukkan bahwa tingkat pendapatan mereka berkisar Rp ≤ 1.600.000,- yaitu sebanyak 93 keluarga 97,9 dengan 43 balita 46,2 mengalami gizi kurang, ini dikarenakan pendapatan yang mereka peroleh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga, pendapatan hanya cukup untuk memenuhi biaya sekolah anak dan jajan anak mereka sehingga untuk kebutuhan pangan mereka hanya mengharapkan bantuan dari pemerintah dan sukarelawan. Pada penelitian ini ketersediaan pangan keluarga menunjukkan ketersedian pangan tingkat ringan yaitu sebanyak 76 keluaraga 80,0 dengan 37 balita 48,7 mengalami gizi kurang , ini terjadi disebabkan karena awal tahun 2016 suplai bahan makanan mulai mengalami keterlambatan, sehingga warga pengungsian harus mengurangi asupan makan bahkan dari salah satu anggota keluarga harus merelakan 1 kali makan dari 3 kali waktu makan untuk tidak makan mereka agar makanan dapat dibagi secara merata dan dapat bertahan sampai datang bantuan makanan berikutnya. Hasil penelitian status gizi balita berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi banyak terdapat pada kategori normal yaitu masing-masing sebanyak 37 balita 38,9, namun demikian masih banyak terdapat status gizi balita kurang dan baik BBU yaitu sebanyak 17 balita 45,9, status anak balita pendek TBU yaitu 24 balita 64,8, dan status gizi balita normal BBTB yaitu 28 balita 75,7. Untuk tingkat kecukupan protein terdapat pada kategori normal yang masing-masing sebanyak 72 balita 75,8 dan masih terdapat status gizi kurang BBU yaitu Universitas Sumatera Utara sebanyak 35 balita 48,6, status balita pendek sebanyak 30 balita 41,7, serta status balita kurus dan normal sebanyak 19 balita 26,4 dan 49 balita 68,1. Hal ini disebabkan balita yang berada dalam status gizi kurang, pendek dan kurus adalah balita memiliki kebiasaan makan yang kurang baik. Meskipun orang tua balita sudah memiliki kesadaran akan kebutuhan yang beragam untuk anak balita mereka khususnya energi dan protein, sehingga ada perbedaan konsumsi pangan untuk anak balita dengan orang dewasa pada umumnya. Selain itu, beberapa balita yang berada pada tingkat kecukupan energi dan protein yang kurang baik memiliki kebiasaan makan yang mengonsumsi makanan sedikit energi dan protein serta zat gizi lainnya seperti jajanan kerupuk, yang hanya dapat memberi rasa kenyang pada anak namun tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi yang penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan anak. Selain itu juga ada beberapa balita yang tidak mau makan dan orang tua mengganti makanan balita hanya dengan roti dan susu yang tidak dapat menutupi kebutuhan energi dan protein dari makanan yang dikonsumsi dalam sehari. Petugas bidan di lokasi penelitian ini memberi saran agar balita mengonsumsi makanan tambahan setiap hari berupa susu dan biskuit untuk balita. Namun, petugas tidak menjelaskan bagaimana cara mengonsumsinya dengan benar sehingga kebanyakan orang tua balita mengganti sarapan pagi atau makan siang atau makan malam hanya dengan segelas susu dengan roti atau biskuit. Hal ini menyebabkan pemenuhan konsumsi energi dan protein sehari berkurang, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi yang penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan anak. Makanan yang dapat Universitas Sumatera Utara menyumbangkan energi dan protein pada balita hanya diharapkan ibu dari pemberian sumbangan dari sukarelawan. Berbeda dengan penelitian Dewi, 2014, asupan energi dengan status gizi menurut BBU p = 0,370, TBU p = 0,393, BBTB p = 0,567, asupan protein dengan status gizi menurut BBU p = 0,043, TBU p = 0,032, BBTB p = 0,899. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan status gizi menurut BBU, TBU, BBTB, terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan status gizi menurut BBU dan TBU, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan status gizi menurut BBTB. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada keluarga balita yang tinggal di posko pengungsian Gunung Sinabung di Desa Gurusinga Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Ketersediaan pangan pada keluarga balita di pengungsian lebih banyak pada kategori kelaparan tingkat ringan sebesar 80,0 dan dalam keadaan kelaparan tingkat sedang sebesar 20,0 dari 95 keluarga balita. 2. Hasil pengukuran status gizi balita yang dilihat berdasarkan BBU, TBU dan BBTB menunjukkan bahwa sebagian besar balita memiliki berat badan yang kurang 58,9, tinggi badan pendek 65,2 dan memiliki berat badan menurut tinggi badan yang normal 62,2 3. Hanya sebesar 38,9 balita yang tercukupi kebutuhan akan energinya, dan sebesar 75,8 balita yang tercukupi kebutuhan proteinnya

6.2 Saran

1. Diharapkan kepada petugas kesehatan diposko pengungsian agar lebih meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya makanan yang cukup kepada keluarga ibu yang memiliki balita ataupun kepada keluarga yang tidak memiliki balita dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat supaya lebih mampu mengatur pola makan anak balita yang lebih baik meskipun hanya mendapatkan makanan dari bantuan pemerintah dan kepada pemerintah setempat untuk lebih bertanggung jawab kepada Universitas Sumatera Utara kesehatan balita dengan memberikan pemeriksaan secara rutin dengan mengadakan penimbangan balita setiap bulan, pemberian suplemen kapsul vitamin A, penanganan diare dengan oralit jika ada terjangkit, serta imunisasi pada anak balita di pengungsian 2. Diharapkan kepada orang tua balita khususnya ibu agar dapat lebih memotivasi anak mereka supaya mereka mau makan lebih banyak agar tercukupi kebutuhannya dan tidak ada makanan yang tersisa atau terbuang. 3. Kepada penanggung jawab posko pengungsian untuk lebih memberi perhatian pada balita khususnya dalam pengolahan makanan balita agar disediakan tersendiri atau tidak dicampur dengan makanan dewasa. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsumsi Energi Dan Protein

Makanan adalah hal yang terpenting dalam kehidupan terutama untuk pertumbuhan. Tanpa asupan makanan dan nutrisi yang cukup, suatu organisme tidak bisa tumbuh dan berkembang secara normal. Makronutrien atau yang disebut sebagai zat gizi makro yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak adalah jenis zat gizi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan anak. Energi diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, utilisasi bahan makanan, dan aktivitas. Kebutuhan energi disuplai terutama oleh karbohidrat dan lemak. Walaupun protein dalam diet dapat memberikan energi untuk keperluan tersebut, fungsi utamanya yaitu untuk menyediakan asam amino bagi sintesa protein sel, dan hormon maupun enzim untuk mengatur metabolisme Pudjiadi, 2005. Menurut Depkes RI 2002, kekurangan energi dan protein pada masa anak-anak akan berdampak secara langsung terhadap gangguan pertumbuhan, perkembangan dan produktifitas. Proses pertumbuhan yang terganggu tersebut akibat dari penggunaan protein tubuh sebagai sumber energi bukan pada fungsi sebagai sumber zat pembangun. Menurut Sediaoetama 1996, konsumsi energi dan protein lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi Universitas Sumatera Utara dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi. Tingkat kesehatan biasanya dipengaruhi oleh asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh seseorang. Jika asupan gizi yang masuk dalam komposisi yang baik maka gizi seseorang juga akan baik. Namun jika yang terjadi adalah yang sebaliknya maka tubuh akan kekurangan zat gizi atau biasa disebut malnutrisi. Masalah tersebut disebabkan oleh kekurangan atau ketidakseimbangan antara energi dan protein yang masuk dalam tubuh Notoatmodjo, 1996. Kebutuhan nutrien tertinggi per kg berat badan dalam siklus daur kehidupan adalah pada masa bayi dimana kecepatan tertinggi dalam pertumbuhan dan metabolisme terjadi pada masa ini Kusharisupeni, 2007. Seorang anak sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya. Akan tetapi asupan zat gizi yang dikonsumsi dalam bentuk makanan akan mempengaruhi pertumbuhan anak. Kekurangan asupan makanan akan dimanifestasikan dalam bentuk pertumbuhan yang menyimpang dari standar Khomsan, 2004. Asupan makanan terkait dengan ketersedian pangan namun tidak berarti jika tersedia pangan kemudian akan secara pasti setiap orang akan tercukupi konsumsi makanan yang dikonsumsinya. Apabila anak balita asupan makanannya tidak cukup maka daya tahan tubuhnya akan menurun sehingga akan mengalami kurang gizi dan mudah terserang penyakit infeksi, maka anak akan kehilangan nafsu makan sehingga intake makanan menjadi kurang. Dua hal ini lah yang menyebabkan gizi kurang. Selama masa pertumbuhan anak balita memerlukan Universitas Sumatera Utara asupan energi dan protein. Protein diperlukan oleh anak balita untuk pemeliharaan jaringan, perubahan komposisi tubuh dan pertumbuhan jaringan baru Nur’aeni, 2008. Menurut Arisman 2004, jika asupan protein kurang pada balita maka dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan jaringan dan organ, berat badan dan tinggi badan, serta lingkar kepala. Anak yang tidak cukup menerima asupan makan maka daya tahan tubuh imunitas melemah, sehingga hal ini dapat menyebabkan terjadinya gizi kurang.

2.2 Penyediaan Pangan

Penyediaan pangan adalah pengadaan bahan makanan dari proses memilih dan pengolahan makanan. Upaya mencapai status gizi masyarakat yang baik atau optimal dimulai dengan penyediaan pangan yang cukup. Penyediaan pangan yang cukup diperoleh melalui produksi pangan dalam negeri melalui upaya pertanian dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur-mayur, dan buah- buahan. Agar produksi pangan dapat dimanfaatkan setinggi-tingginya perlu diberikan perlakuan pascapanen sebaik-baiknya Almatsier, 2002. Menurut Suryana 2003, apabila ditinjau dari ketersediaan komoditas pangan per kapita per tahun secara mikro pada tingkat rumah tangga masih terdapat masalah yang tidak seimbang dari sisi kecukupan dan komposisinya. Ketersediaan bahan pangan sumber energi dan protein masih secara dominan dipenuhi oleh pangan sumber karbohidrat, khususnya beras. Kelompok padi- padian menyumbang protein sekitar 56-61, kacang-kacangan sekitar 19 dari total ketersediaan protein, ketersediaan protein dari pangan hewani masih relatif rendah. Universitas Sumatera Utara Undang-undang No.7 Tahun 1996 mengartikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya bahan pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau, mempunyai pengertian : a. Pangan bukan berarti hanya beras atau komoditas tanaman pangan tapi mencakup makanan yang berasal dari tumbuhan dan hewan termasuk ikan. Dengan demikian, proses produksi pangan tidak hanya di hasilkan oleh kegiatan subsektor pertanian, tapi juga peternakan, perikanan, dan industri pengolahan pangan. b. Penyediaan pangan yang cukup diartikan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu untuk memenuhi asupan zat gizi makro karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi mikro vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan, kesehatan, daya tahan jasmani dan rohani. Dengan demikian ketahanan pangan tidak hanya berupa pemenuhan konsumsi pangan saja tapi harus memperhatikan kualitas dan keseimbangan konsumsi gizi. Ketersediaan pangan di keluarga harus memenuhi jumlah yang cukup untuk memenuhi seluruh anggota keluarga baik jumlah, mutu dan keamanannya. Kemampuan suatu keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi seimbang dipengaruhi oleh daya beli kemiskinan, pengetahuan dan juga oleh kemampuan wilayah dan rumah tangga memproduksi dan menyediakan pangan secara cukup, aman, dan kontiniu. Keluarga yang mampu memenuhi hal ini disebut sebagai keluarga yang memiliki ketahanan pangan yang baik. Pangan dalam kelurga Universitas Sumatera Utara dipengaruhi oleh ketersediaan, distribusi dan konsumsi, dimana penyediaan pangan mencakup kualitas dan kuantitas bahan pangan untuk memenuhi standart kebutuhan energi bagi individu agar mampu menjalankan aktifitas sehari-hari Dinkes Prop Sumut, 2006. Pengukuran ketahanan pangan di tingkat keluarga dapat ditentukan secara kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif menurut Smith 2002 dalam Hamzah 2015, dilakukan dengan menggunakan survei pengeluaran keluarga household expenditure survey dan asupan pangan individu individual food intake. Dalam metode kuantitatif, terdapat empat variabel yang digunakan yaitu jumlah konsumsi energi keluarga, tingkat kecukupan energi, diversifikasi pangan, dan persentase pengeluaran pangan Hamzah, 2015. Penilaian kualitas pangan telah dikembangkan di Amerika Serikat dengan menggunakan alat kuesioner. Menurut Bickel et al 2000 dalam Hamzah 2015, penilaian ketahanan pangan keluarga secara kualitatif dapat dilakukan dengan menanyakan kondisi kejadian perilaku dan reaksi subjektif, yaitu : 1. Kekhawatiran bahwa anggaran pangan rumah tangga atau ketersediaan pangan kemungkinan tidak mencukupi 2. Persepsi bahwa konsumsi orang dewasa atau anak-anak dalam keluarga tidak mencukupi dari segi kualitas 3. Kejadian mengurangi konsumsi dewasa dalam keluarga atau berbagai akibat yang muncul dari pengurangan asupan makanan tersebut Universitas Sumatera Utara 4. Kejadian mengurangi makanan atau berbagai akibat yang muncul dari pengurangan asupan makanan tersebut pada anak-anak dalam suatu keluarga Isi dari pertanyaan dalam kuesioner tersebut kemudian dikategorikan ke dalam skala ketahanan pangan yang terdiri dari 4 kategori tingkat keparahan yang sebagai berikut. 1. Tahan Panganterjamin yaitu jika suatu keluarga tidak menunjukkan tidak ada atau hanya sedikit bukti ketidaktahanan pangan 2. Tidak Tahan pangan tanpa kelaparan kelaparan ringan yaitu jika hanya sedikit atau tidak ada pengurangan asupan makanan pada setiap anggota keluarga 3. Tidak Tahan Pangan dengan Kelaparan Sedang yaitu jika asupan makanan orang dewasa dalam keluarga dikurangi sehingga terjadi kelaparan yang berulang 4. Tidak Tahan Pangan dengan Kelaparan Berat yaitu jika keluarga yang memiliki anak melakukan pengurangan asupan makanan sehingga terjadi kelaparan pada anak

2.3 Kebutuhan Zat Gizi Pada Balita

Peran gizi dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia telah dibuktikan dari berbagai penelitian. Gangguan gizi pada awal kehidupan memengaruhi kualitas kehidupan berikutnya. Gizi kurang pada balita tidak hanya memengaruhi gangguan pertumbuhan fisik, tetapi juga memengaruhi kualitas Universitas Sumatera Utara kecerdasan dan perkembangan dimasa mendatang. Kebutuhan energi protein balita berdasarkan Angka Kecukupan Gizi AKG rata-rata perhari yang dianjurkan oleh Permenkes RI No 75 Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 2.1 Kebutuhan Konsumsi Energi Dan Protein Balita Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi Anjuran AKG Rata-Rata Per Hari No. Kelompok umur Berat badan kg Tinggi badan cm Energi kkal Protein gr 1 0-6 bulan 6 61 550 12 2 7-11 bulan 9 71 725 18 3 1-3 tahun 13 91 1125 26 4 4-6 tahun 19 112 1600 35 Sumber: Angka Kecukupan Gizi, 2013

2.3.1 Energi

Energi dibutuhkan oleh tubuh yang berasal dari zat gizi yang merupakan sumber utama yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Energi yang diperlukan tubuh ini dinyatakan dalam satuan kalori. Setiap 1 satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori, 1 satu gram lemak menghasilkan 9 kalori dan 1 satu gram protein menghasilkan 4 kalori Budiyanto, 2004. Energi diartikan sebagai suatu kapasitas untuk melakukan suatu pekerjaan Jumlah energi yang dibutuhkan seseorang tergantung pada usia, jenis kelamin, berat badan dan bentuk tubuh. Energi dalam tubuh manusia timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak. Dengan demikian agar dapat tercukupi kebutuhan energinya diperlukan intake zat-zat makanan yang cukup pula ke dalam tubuhnya Muchlis, 2013. Kebutuhan energi balita sehat dapat dihitung berdasarkan usia dan berat badan. Kebutuhan energi dalam sehari pada balita usia 1-3 tahun adalah 1125 Universitas Sumatera Utara kalori per kilogram berat badan, sedangkan pada anak prasekolah kebutuhan energi dalam sehari 4-6 tahun adalah 1600 kalori per kilogram berat badan Permenkes, 2013. Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak, seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian. Setelah itu bahan makanan sumber karbohidrat, seperti padi-padian, umbi-umbian dan gula murni.

2.3.2 Protein

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh Almatsier, 2010. Protein juga merupakan sumber asam amino esensial yang diperlukan sebagai zat pembangun, yaitu untuk pertumbuhan dan pembentukan protein dalam serum, hemoglobin, enzim, hormon serta antibodi, mengganti sel-sel tubuh yang rusak, memelihara keseimbangan asam basa cairan tubuh dan sumber energi Adriani dan Wirjatmadi, 2010. Balita yang sedang dalam masa pertumbuhan secara fisiologis kebutuhan protein relatif lebih besar dari pada orang dewasa. Menurut Permenkes 2013, kebutuhan protein balita sehat 1-3 tahun dalam sehari 26 gram per kilogram berat badan sedangkan pada balita sehat pra sekolah 3-4 tahun dalam sehari 35 gram per kilogram berat badan. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Universitas Sumatera Utara Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu atau nilai biologi tertinggi. Padi-padian dan hasilnya relatif rendah dalam protein, tetapi karena dimakan dalam jumlah banyak, memberi sumbangan besar terhadapa konsumsi protein sehari. Bahan makanan hewani kaya dalam protein bermutu tinggi,bahan makanan nabati yang kaya dalam protein adalah kacang-kacangan. Sayur dan buah-buahan rendah dalam protein, gula,sirup, lemak, dan minyak murni tidak mengandung protein.

2.3.3 Lemak

Lemak merupakan simpanan energi bagi manusia dan hewan. Tumbuhan juga menyimpan lemak dalam biji, buah, maupun lembaga yang dipergunakan oleh manusia sebagai sumber lemak dalam hidangan makanan. Yuniastuti, 2008. Seperti halnya karbohidrat dan protein, lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Besar energi yang dihasilkan per gram lemak adalah lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat atau 1 gram protein. 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori Budianto, 2009. Lemak dan minyak merupkan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak sering kali ditambahkan dengan sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan Universitas Sumatera Utara bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti minyak goreng, shortening mentega putih, lemak gajih, mentega, dan margarin. Lemak yang ditambahkan ke dalam bahan pangan atau dijadikan bahan pangan membutuhkan persyaratan dan sifat-sifat tertentu. Berbagai bahan pangan seperti daging, ikan, telur, susu, apokat, kacang tanah, dan beberapa jenis sayuran mengandung lemak atau minyak yang biasanya termakan bersama bahan tersebut. Tabel 2.2 Tingkat Kecukupan Lemak Untuk Balita Umur Gram 0-6 bulan 7-11 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun 34 36 44 62 Sumber : Angka Kecukupan Gizi, 2013

2.3.4 Mineral dan vitamin

Pada dasarnya dalam ilmu gizi, nutrisi atau yang lebih dikenal dengan zat gizi dibagi menjadi 2 macam, yaitu makronutrisi dan mikronutrisi. Makronutrisi terdiri dari protein, lemak, karbohidrat dan beberapa mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang besar. Sedangkan mikronutrisi mikronutrient adalah nutrisi yang diperlukan tubuh dalam jumlah sangat sedikit dalam ukuran miligram sampai mikrogram, seperti vitamin dan mineral Sandjaja, 2009. Menurut Almatsier 2001, vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sangat kecil. Vitamin dibagi menjadi 2 kelompok yaitu vitamin yang larut dalam air vitamin B dan C dan vitamin yang tidak larut dalam air vitamin A, D, E dan K. Satuan untuk vitamin yang larut dalam lemak dikenal dengan Satuan Internasional S.I atau I.U International Unit. Sedangkan Universitas Sumatera Utara yang larut dalam air maka berbagai vitamin dapat diukur dengan satuan milligram atau mikrogram. Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan, berperan dalam berbagai tahap metabolisme, terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim-enzim Almatsier, 2001. Tabel 2.3 Angka Kecukupan Vitamin Dan Mineral Untuk Balita Umur kalsium mg Yodium µg zat besi mg vitamin A mcg Vitamin C mg 0-6 bulan 7-11 bulan 1-3 tahun 4-5 tahun 200 250 650 1000 90 120 120 120 - 7 8 9 375 400 400 450 40 50 40 45 Sumber : Angka Kecukupan Gizi 2013

2.4 Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi dan penyerapan serta penggunaan zat gizi. Status gizi seseorang dikatakan baik, bila terdapat keseimbangan fisik dan mental, sedangkan keadaan kurang gizi merupakan akibat dari sangat kurangnya masukan energi dan protein dalam jangka waktu yang lama secara relativ dibandingkan metabolismenya Suhardjo, 2003. Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi optimal dapat terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin Almatsier,2010. Universitas Sumatera Utara

2.5 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah upaya menginterpretasikan semua informasi yang diperoleh melalui penilaian antropometri, konsumsi makanan, biokimia, dan klinik yang berguna untuk menetapkan status kesehatan perorangan atau kelompok orang yang dipengaruhi oleh konsumsi dan utilisasi zat-zat gizi Almatsier,2011. Penilaian status gizi terbagi atas penilaian secara langsung dan penilaian secara tidak langsung. Adapun penilaian secara langsung dengan metode antropometri sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dengan metode survei konsumsi makanan Supariasa,2001.

2.5.1 Penilaian Secara Langsung dengan Metode Antropometri

Metode antropometri secara umum adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi bahwa antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan, atas dan tebal lemak dibawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi Supariasa,2001. 2.5.2 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks Antropometri 1. Indikator Berat Badan Menurut Umur BBU Berat badan adalah parameter yag sangat labil. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunya jumlah makanan yang Universitas Sumatera Utara dikonsumsi. Berdasarkan karaketristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara penggukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BBU lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini current nutritional status Supariasa dkk, 2001. Kelebihan indeks BBU 1. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat 2. Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis 3. Berat badan dapat berfluktuatif 4. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan 5. Dapat mendeteksi kegemukan over weight Kelemahan indeks BBU Indeks BBU juga mempunyai beberapa kekurangan, antara lain: 1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun asites 2. Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional, umur sering sulit di taksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum baik. 3. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima tahun. 4. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan 5. Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat. Universitas Sumatera Utara

2. Indikator Tinggi Badan Menurut Umur TBU

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama. Berdasarkan karakteristik tersebut diatas, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu Supariasa dkk, 2001 Keuntungan Indeks TBU Keuntungan dari indeks TBU antara lain: 1. Baik untuk menilai status gizi masa lampau 2. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa. Kelemahan Indeks TBU Adapun kelemahan indeks TBU adalah: 1. Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun 2. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya 3. Ketepatan umur sulit didapat

3. Indikator Berat Badan Menurut Tinggi Badan BBTB