Kecukupan Energi Protein Pada Balita Di Pengungsian

dari anggota keluarga balita hanya makan 1 kali sehari, itu mereka lakukan karena untuk mendahulukan lansia dan anak-anak. Menurut Rahmawati, 2013 dalam penelitiannya menunjukkan bahwa Dua tahun setelah letusan Gunung berapi, ketahanan pangan masyarakat di wilayah penelitian bencana masih berada pada kondisi rawan pangan dan sisa abu vulkanik dan kondisi cuaca menyebabkan hasil pertanian tidak optimal dan petani tidak memperoleh pendapatan yang layak, sehingga ketahanan pangan dalam keluarga rendah . Hasil penelitian Verahardin, 2012 juga menunjukkan hasil bahwa tidak ada hubungan signifikan antara ketersediaan pangan rumah tangga dengan ketiga kategori status gizi balita p 0,05, berdasarkan BBTB dimana p = 0,139; BBU: p = 0,571 dan TBU p = 0,256.

5.2 Kecukupan Energi Protein Pada Balita Di Pengungsian

Energi dibutuhkan oleh tubuh yang berasal dari zat gizi yang merupakan sumber utama yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Energi dalam tubuh manusia timbul dikarenakan adanya pembakaran karbohidrat, protein dan lemak. Sedangkan protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Kebutuhan energi dan protein balita sehat dapat dihitung berdasarkan usia dan berat badan. Kebutuhan energi dalam sehari pada balita usia 1-3 tahun adalah 1125 kalori per kilogram berat badan, sedangkan pada anak prasekolah kebutuhan energi dalam sehari 4-6 tahun adalah 1600 kalori per kilogram berat badan. kebutuhan protein balita sehat 1-3 tahun dalam sehari 26 gram per kilogram Universitas Sumatera Utara berat badan sedangkan pada balita sehat pra sekolah 3-4 tahun dalam sehari 35 gram per kilogram berat badan Permenkes,2013. Kekurangan energi dan protein pada masa anak-anak akan berdampak secara langsung terhadap gangguan pertumbuhan, perkembangan dan produktifitas. Proses pertumbuhan yang terganggu tersebut akibat dari penggunaan protein tubuh sebagai sumber energi bukan pada fungsi sebagai sumber zat pembangun. Jika dilihat dari hasil penelitian pada tabel 4.20 menunjukkan tingkat kecukupan energi pada balita yang terbanyak adalah baik yakni 37 balita 38,9 dan protein sebanyak 72 balita 75,8. Pada tabel 4.21 dan 4.22 menunjukkan ketersediaan pangan pada kategori kelaparan tingkat ringan dengan tingkat kecukupan energi sedang sebanyak 31 balita 40,8 dan dengan tingkat kecukupan protein normal sebanyak 58 balita 76,3 Hal tersebut memberi gambaran tingkat kecukupan energi protein dalam keadaan cukup baik meskipun berada dalam ketersediaan pangan dengan kategori ringan. Sebab Kecukupan energi protein banyak berasal dari susu formula, biskuit dan jajanan. Asupan konsumsi energi dan protein yang banyak dikunsumsi balita yaitu selain dari makanan pokok yang disediakan dapur di pengungsian seperti nasi dan sayur juga berasal dari susu formula, biskuit, serta jajanan yang diberikan dari sukarelawan yang dapat memenuhi kebutuhan energi balita. Balita juga mandapat sumbangan asupan energi dan protein dari makanan tambahan yang diberikan pada saat posyandu. Asupan makanan terkait dengan ketersedian pangan namun tidak berarti jika tersedia pangan kemudian akan secara pasti setiap orang akan tercukupi Universitas Sumatera Utara konsumsi makanan yang dikonsumsinya. Apabila anak balita asupan makanannya tidak cukup maka daya tahan tubuhnya akan menurun sehingga akan mengalami kurang gizi dan mudah terserang penyakit infeksi, maka anak akan kehilangan nafsu makan sehingga intake makanan menjadi kurang. Dua hal ini lah yang menyebabkan gizi kurang. Selama masa pertumbuhan anak balita memerlukan asupan energi dan protein Nur’aeni, 2008.

5.3 Status Gizi Balita Di Pengungsian