Status Gizi Balita Di Pengungsian

konsumsi makanan yang dikonsumsinya. Apabila anak balita asupan makanannya tidak cukup maka daya tahan tubuhnya akan menurun sehingga akan mengalami kurang gizi dan mudah terserang penyakit infeksi, maka anak akan kehilangan nafsu makan sehingga intake makanan menjadi kurang. Dua hal ini lah yang menyebabkan gizi kurang. Selama masa pertumbuhan anak balita memerlukan asupan energi dan protein Nur’aeni, 2008.

5.3 Status Gizi Balita Di Pengungsian

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan dan penggunaan makanan yang memenuhi gizi tubuh, dan membawa ke status gizi yang memuaskan Almatsier, 2002. Status gizi pada dasarnya ditentukan oleh dua hal: makanan yang dimakan dan keadaan kesehatan. Kuantitas dan kualitas makanan tergantung pada zat gizi makanan tersebut, ada tidaknya pemberian makanan tambahan di keluarga, daya beli keluarga dan karakteristik makanan dan kesehatan. Keadaan balita juga berhubungan dengan karakteristik ibu terhadap makanan dan kesehatan, daya beli keluarga, ada tidaknya penyakit infeksi dan jangkauan terhadap pelayanan kesehatan Supariasa, 2001. Penelitian ini menggunakan pengukuran berat badan dan tinggi badan sebagai indikator status gizi balita yang dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu berdasarkan berat badan menurut umur BBU, tinggi badan menurut umur TBU dan berat badan menurut tinggi badan BBTB. Hasil penelitian pada tabel 4.7 menunjukkan berat badan menurut umur ada 56 balita 58,9 beresiko gizi kurang dan sebagian besar balita berada dalam Universitas Sumatera Utara keadaan gizi baik sebesar 39 balita 41,1 , berdasarkan tinggi badan menurut umur ada 62 balita 65,2 dalam keadaan pendek dan 33 balita 34,7 dalam keadaan normal, untuk berat badan menurut tinggi badan ada 36 balita 37,9 dalam keadaan kurus dan 60 balita 62,2 dalam keadaan normal, yang memberi gambaran pemenuhan kebutuhan gizi balita yaitu saat berada di pengungsian masing- masing menunjukkan kurang baik. Untuk balita yang status gizi dalam keadaan baik atau normal menunjukkan pemenuhan kebutuhan gizi balita mereka selama di pengungsian cukup baik. Hasil penelitian status gizi balita berdasarkan pendidikan ibu terbanyak berada pada tingkat pendidikan SMA yaittu sebanyak 57 orang 60,0. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua khususnya ibu balita memiliki pengetahuan yang cukup baik, namun dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 28 balita 49,1 mengalami status gizi kurang. Ini dikarenakan kurangnya kesadaran pada orang tua balita tentang pentingnya kebutuhan gizi yang beragam untuk anak mereka. Berdasarkan pekerjaan ibu balita, ditemukan bahwa sebanyak 93 ibu balita 97,9 bekerja sebagai buruh tani dan sebanyak 43 balita berstatus gizi kurang , ini disebabkan karena orang tua balita hanya bekerja di lahan milik orang lain dan hanya menerima upah, namun upah yang mereka terima tidak sebesar sebelum mereka mengalami bencana erupsi, karena lahan tempat mereka bekerja sebagian sudah mengalami kerusakan. Hal itu yang mengakibatkan orang tua balita tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan pangan seperti biasa. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan pendapatan keluarga menunjukkan bahwa tingkat pendapatan mereka berkisar Rp ≤ 1.600.000,- yaitu sebanyak 93 keluarga 97,9 dengan 43 balita 46,2 mengalami gizi kurang, ini dikarenakan pendapatan yang mereka peroleh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga, pendapatan hanya cukup untuk memenuhi biaya sekolah anak dan jajan anak mereka sehingga untuk kebutuhan pangan mereka hanya mengharapkan bantuan dari pemerintah dan sukarelawan. Pada penelitian ini ketersediaan pangan keluarga menunjukkan ketersedian pangan tingkat ringan yaitu sebanyak 76 keluaraga 80,0 dengan 37 balita 48,7 mengalami gizi kurang , ini terjadi disebabkan karena awal tahun 2016 suplai bahan makanan mulai mengalami keterlambatan, sehingga warga pengungsian harus mengurangi asupan makan bahkan dari salah satu anggota keluarga harus merelakan 1 kali makan dari 3 kali waktu makan untuk tidak makan mereka agar makanan dapat dibagi secara merata dan dapat bertahan sampai datang bantuan makanan berikutnya. Hasil penelitian status gizi balita berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi banyak terdapat pada kategori normal yaitu masing-masing sebanyak 37 balita 38,9, namun demikian masih banyak terdapat status gizi balita kurang dan baik BBU yaitu sebanyak 17 balita 45,9, status anak balita pendek TBU yaitu 24 balita 64,8, dan status gizi balita normal BBTB yaitu 28 balita 75,7. Untuk tingkat kecukupan protein terdapat pada kategori normal yang masing-masing sebanyak 72 balita 75,8 dan masih terdapat status gizi kurang BBU yaitu Universitas Sumatera Utara sebanyak 35 balita 48,6, status balita pendek sebanyak 30 balita 41,7, serta status balita kurus dan normal sebanyak 19 balita 26,4 dan 49 balita 68,1. Hal ini disebabkan balita yang berada dalam status gizi kurang, pendek dan kurus adalah balita memiliki kebiasaan makan yang kurang baik. Meskipun orang tua balita sudah memiliki kesadaran akan kebutuhan yang beragam untuk anak balita mereka khususnya energi dan protein, sehingga ada perbedaan konsumsi pangan untuk anak balita dengan orang dewasa pada umumnya. Selain itu, beberapa balita yang berada pada tingkat kecukupan energi dan protein yang kurang baik memiliki kebiasaan makan yang mengonsumsi makanan sedikit energi dan protein serta zat gizi lainnya seperti jajanan kerupuk, yang hanya dapat memberi rasa kenyang pada anak namun tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi yang penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan anak. Selain itu juga ada beberapa balita yang tidak mau makan dan orang tua mengganti makanan balita hanya dengan roti dan susu yang tidak dapat menutupi kebutuhan energi dan protein dari makanan yang dikonsumsi dalam sehari. Petugas bidan di lokasi penelitian ini memberi saran agar balita mengonsumsi makanan tambahan setiap hari berupa susu dan biskuit untuk balita. Namun, petugas tidak menjelaskan bagaimana cara mengonsumsinya dengan benar sehingga kebanyakan orang tua balita mengganti sarapan pagi atau makan siang atau makan malam hanya dengan segelas susu dengan roti atau biskuit. Hal ini menyebabkan pemenuhan konsumsi energi dan protein sehari berkurang, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi yang penting yang dibutuhkan untuk pertumbuhan anak. Makanan yang dapat Universitas Sumatera Utara menyumbangkan energi dan protein pada balita hanya diharapkan ibu dari pemberian sumbangan dari sukarelawan. Berbeda dengan penelitian Dewi, 2014, asupan energi dengan status gizi menurut BBU p = 0,370, TBU p = 0,393, BBTB p = 0,567, asupan protein dengan status gizi menurut BBU p = 0,043, TBU p = 0,032, BBTB p = 0,899. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi dengan status gizi menurut BBU, TBU, BBTB, terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan status gizi menurut BBU dan TBU, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan status gizi menurut BBTB. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN