15
1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1. Tinjauan Pustaka
Abrams dalam Pradopo 2002:63 menyebutkan analisis dan penafsiran tidak dapat dipisahkan secara mutlak sebab analisis itu merupakan salah satu
sarana penafsiran di samping parafrase dan komentar. Analisis dipisahkan dari penafsiran karena analisis merupakan sarana penafsiran yang khusus, yang
memerlukan uraian panjang lebar. Dengan analisis ini makna karya sastra dapat ditafsirkan dengan lebih jelas, karya sastra dapat dikonkretisasikan dengan sebaik-
baiknya meskipun analisis tidak dapat berdiri sendiri dalam konkretisasi karya sastra. Ada bermacam-macam analisis dalam mengkritik karya sastra. Di dalam
analisis berikut dipergunakan tafsiran dari salah satu sudut pandang, yaitu sudut pandang objektif yang sifatnya struktural.
Pendekatan struktural
merupakan pendekatan
intrinsik, yakni
membicarakan karya tersebut pada unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri atau dapat juga dikatakan unsur-unsur yang secara langsung membangun cerita. Unsur-unsur yang dimaksud seperti tema, plot alur, latar, penokohan, dan
lain-lain. Unsur intrinsik ini juga terdapat di dalam salah satu kaya sastra fiksi berupa novel. Unsur pembangun fiksi di dalam novel ini yang akan ditelaah
adalah tokoh utama dan alur. Tokoh dan penokohan merupakan unsur yang penting dalam karya naratif. Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan
artinya dengan karakter dan perwatakan. Menurut
Aminuddin 2001:85
penokohan adalah cara sastrawan
menampilkan tokoh. Selain itu menurut Jones dalam Nurgiyantoro 1995:165
Universitas Sumatera Utara
16
penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Lebih lanjut menurut Stanton dalam Nurgiyantoro 1995:165 penggunaan istilah “karakter” character sendiri dalam berbagai literatur bahasa Inggris
mengarah pada dua pengertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan dan sebagai sikap, kertertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip
moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut. Dengan demikian “karakter” dapat
berarti ‘pelaku cerita’ dan dapat pula berarti ‘perwatakan’. Tokoh cerita character menurut Abrams dalam Nurgiyantoro 1995:165
adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti
yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Penokohan merupakan sebagai salah satu unsur pembangun fiksi dapat
dikaji dan dianalisis keterjalinannya dengan unsur-unsur pembangun lainnya. Jika fiksi yang bersangkutan merupakan sebuah karya yang berhasil, penokohan pasti
berjalan secara harmonis dan saling melengkapi dengan berbagi unsur yang lain, misalnya dengan unsur plot alur dan latar, dan lain-lain.
Plot alur merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang yang menggangapnya sebagai yang terpenting di antara berbagai unsur fiksi yang
lain. Tinjauan struktural terhadap karya fiksi sering lebih ditekankan pada pembicaraan plot alur.
Menurut Kenny dalam Nurgiyantoro 1995:113 mengemukakan plot alur sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat
Universitas Sumatera Utara
17
sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat.
Menurut Stanton dalam Nurgiyantoro 1995:113 plot alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara
sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Foster juga mengemukakan hal serupa. Foster dalam Nurgiyantoro 1995:113 menyebutkan plot alur adalah peristiwa-peristiwa cerita yang
mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas. Fiksi sebagai sebuah dunia, membutuhkan tokoh, plot alur, dan juga
perlu latar. Latar atau setting yang disebut sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan, Abrams dalam Nurgiyantoro 1995:216. Stanton dalam Nurgiyantoro 1995:216 mengelompokkan latar, bersama dengan
tokoh dan plot alur, ke dalam fakta cerita sebab ketiga hal inilah yang akan dihadapi, dan dapat diimajinasi oleh pembaca secara faktual jika membaca cerita
fiksi. Ketiga hal inilah yang secara konkret dan langsung membentuk cerita. Tokoh cerita adalah pelaku dan penderita kejadian-kejadian yang bersebab akibat,
dan itu perlu pijakan, dimana dan kapan.
1.4.2. Kerangka Teori