commit to user
Sumber : Hasil Wawancara Peneliti dengan Informan diolah Tokoh
Masyarakat memperkuat
Media Luar Ruang
memperkuat
14. RAH
Tokoh Masyarakat
Media Luar Ruang
Kandidat Calon
Media Massa memperkuat
Pemilih Partisan
15 CIP
Media Massa Golongan Putih
Sebagaimana peneliti mengklasifikasikan komunikasi politik ke dalam saluran-saluran tertentu pada sub bab sebelumnya, dalam membahas pola
pengaruh ini, peneliti akan melakukan hal yang sama, yakni mengkategorikan- nya sesuai dengan saluran-saluran komunikasi politik yang ada, yakni
pengaruh dari komunikasi antar persona, pengaruh dari kampanye pemilukada, pengaruh dari iklan media luar ruang, dan pengaruh dari media
massa.
1. Pengaruh dari Komunikasi Politik Antar Persona
Interaksi manusia dalam sebuah masyarakat merupakan proses pengalihan informasi dari seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain
dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Proses pengalihan informasi tersebut selalu disertai adanya pengaruh tertentu. Pengaruh itu sendiri
merupakan suatu proses yang bersifat psikologis yang pada gilirannya membentuk proses sosial. Di sinilah letak keunikan komunikasi antar persona
139
commit to user
atau antar pribadi, yakni selalu dimulai dari hubungan yang bersifat psikologis yang kemudian mengakibatkan keterpengaruhan Theodorson, 1969.
Komunikasi antar persona merupakan sumber informasi utama yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan
Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010. Sebagian besar informan yang peneliti wawancara
interview
menyatakan pernah terlibat dalam komunikasi antar persona yang di dalamnya mengandung pesan politik pemilukada,
setidaknya dalam kapasitas mereka sebagai komunikan atau penerima pesan. Adapun yang bertindak sebagai komunikator atau pemberi pesan dalam hal ini
yaitu kandidat calon bupati dan wakil bupati, tim sukses calon, tokoh masyarakat, keluarga, serta tetangga dan teman. Sumber-sumber inilah yang
mempengaruhi perilaku memilih sebagian besar masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura dalam Pemilukada Sukoharjo 2010.
a. Kandidat Calon
Sebagai pemangku kepentingan dalam pemilukada, sudah barang tentu keterlibatan kandidat calon dalam komunikasi politik antar persona mutlak
diperlukan. Tabel ... di atas menunjukkan beberapa informan mengatakan kandidat calon sebagai sumber informasi yang mempengaruhi perilaku
memilih mereka. Hasil observasi peneliti sendiri menunjukkan gejala serupa, di mana para cabup dan cawabup yakni Muhammad Toha - Wahyudi, Titik
Suprapti - Sutarto, dan Wardoyo Wijaya - Haryanto melancarkan upaya mempengaruhi pemilih melalui komunikasi politik antar persona atau tatap
muka secara langsung. Terbukti dengan banyaknya acara pertemuan dengan
140
commit to user
masyarakat yang digelar pra pemilukada, baik itu sosialisasi, kaderisasi, anjangsana, dan juga kegiatan-kegiatan lain yang selengkapnya sudah peneliti
bahas pada sub bab awal. Komunikasi politik antar persona dengan menempatkan kandidat calon
sebagai komunikator tampak berhasil mempengaruhi pemilih tidak hanya pada level perubahan pengetahuan atau sikap saja, namun sampai pada tahap
perilaku mereka, terutama di kalangan pemilih partisan atau pemilih yang memang memiliki keberpihakan kuat dengan kandidat tertentu.
Temuan penelitian ini mengatakan bahwa komunikasi politik antar persona berperan besar untuk menciptakan atau memperkuat keberpihakan
tersebut. Misalnya adalah keberpihakan seorang tim sukses kepada kandidat calon yang didukungnya. Dalam hal ini, komunikasi politik antar persona
dilakukan pada saat kandidat calon merekrut tim sukses tersebut. Melalui komunikasi persuasif yang dilakukan secara intensif, kandidat calon berusaha
mempengaruhi calon tim suksesnya, bahkan tidak jarang upaya ini dibarengi dengan iming-iming keuntungan tertentu apabila kelak sang kandidat terpilih.
Hal demikian diungkapkan oleh informan penelitian yang juga tim sukses pasangan cabup-cawabup Titik -Tarto, WAR Laki-laki, 48 tahun, Karyawan
Swasta. Berikut kutipan wawancara peneliti dengan informan :
“ Lha pas pertemuan kui kan mesti Mbak Titik crito-crito. Pokok’e gilo, dhewe wes nduwe perusahaan, pabrik pohong teng Nguter. Iki.
Suk nek nganti dadi koyo kowe barang ngoten ‘gampang’. Nek genah nek kulo tetep pomo dadi titip ponak-ponakane.”
[Waktu pertemuan itu pasti Mbak Titik cerita-cerita. Pokoknya ini, kita sudah punya perusahaan, pabrik singkong di Nguter. Ini. Besok kalau
jadi, seperti kamu begitu nanti ‘mudah’. Kalau saya jelas kalau jadi titip keponakan-keponakan.] Wawancara, 15 Juni 2010
141
commit to user
Sumber informasi dari Titik inilah yang mempengaruhi perilaku memilih WAR. Dirinya yang sebelum terlibat dalam komunikasi politik antar
persona dengan kandidat calon adalah pemilih independen yang bebas dari kepentingan manapun, otomatis berubah perilakunya menjadi pemilih partisan
setelah ia menjadi tim sukses calon. Sebagai tim sukses Titik - Tarto, Wartidak hanya terikat pada keharusan memilih pasangan ini dalam
pemilukada, melainkan juga menggalang massa sebanyak-banyaknya untuk mendulang perolehan suara pasangan calon.
Fakta di atas sangat sesuai dengan apa yang dikatakan Effendy, bahwa komunikasi antar persona paling efektif mengubah perilaku dikarenakan
sifatnya yang dialogis. Sifat dialogis ini ditunjukkan oleh komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik secara langsung. Bila pesan
yang disampaikan ternyata belum diterima dengan baik oleh komunikan, ia diberi kesempatan seluas mungkin untuk bertanya. Proses seperti ini
berlangsung terus
menerus hingga
tercapai kesepahaman
mutual understanding
di antara pemberi dan penerima pesan. Masih dalam konteks pemilih partisan, selain menciptakan,
komunikasi politik antar persona juga berpengaruh dalam memperkuat keberpihakan. Memperkuat keberpihakan berarti telah ada modal awal
sebelumnya yang mungkin lebih berpotensi. Identifikasi terhadap partai pengusung pasangan calon, kesamaan ideologi, tradisi, dan etnis merupakan
beberapa contoh modal awal tersebut. Begitu pula dengan ikatan kekerabatan maupun pertemanan.
142
commit to user
Ikatan pertemanan inilah yang menjadi modal dasar keberpihakan RAH Perempuan, 44 tahun, Pengusaha terhadap pasangan calon Muhammad
Toha - Wahyudi. Adanya komunikasi antar persona yang terjalin antara informan dengan kedua tokoh ini semakin memperkuat keberpihakannya
sehingga hal itu berimbas pada perilaku informan memilih pasangan nomor urut satu tersebut. Bahkan, RAH pun bersedia menjadi tim sukses pasangan
secara suka rela. Seperti diungkapkan informan yang juga seorang pengusaha sukses
ini, sebelum resmi mendaftar sebagai bupati berpasangan dengan cawabup Wahyudi, Toha datang ke rumahnya untuk meminta saran. Berikut penuturan
RAH : “Iya, Pak Toha datang ke sini. Sebelum beliau itu bener-bener
mencalonkan gitu lho, istilahnya cari masukanlah, misalnya aku ini mau maju bersama ini, itu menurut panjenengan gimana, kan gitu, ya
saya minta dukungannya kalau nanti saya benar-benar maju. Wong belum ndaftar og waktu itu datang ke sini.” Wawancara, 19 Juli 2010
Mengenai hal ini, Pawito mengatakan bahwa sebagian komunikasi antar persona memang memiliki tujuan khusus, misalnya seseorang datang
untuk meminta saran atau pendapat kepada orang lain, meskipun ada pula yang terjadi relatif tanpa tujuan yang jelas, seperti halnya ketika seseorang
bertemu dengan teman lamanya di jalan lantas mereka bercakap-cakap dan bercanda.
Dimintai saran dan dukungan oleh teman yang juga rekan bisnisnya itu, RAH memberikan
feedback
dengan menanyakan apa program kerja yang hendak diusung dan apa pula visi misi serta tujuan pencalonan Toha. Sebuah
pertanyaan yang lantas mendapat jawaban yang memuaskan dari sang 143
commit to user
kandidat. Pascatercapainya kesepahaman di antara mereka melalui komunikasi antar persona tersebut, RAH lantas memberikan dukungan maksimal
sebagaimana yang dikehendaki Toha, baik melalui perilakunya memilih Toha - Wahyudi, maupun melalui upayanya mempengaruhi orang lain untuk
memilih pasangan yang sama. Pengaruh kandidat calon sebagai komunikator dalam komunikasi
politik antar persona tidak hanya dialami oleh pemilih partisan saja, melainkan juga oleh pemilih rasional. Akan tetapi, pengaruh keduanya berbeda. Pada
pemilih rasional, pengaruh yang dimaksud hanya bersifat memperkuat pertimbangan-pertimbangan dan analisis-analisis logis yang sebelumnya telah
dilakukan. Sebab, pertimbangan dan analisis itulah penentu pertamanya. Kesimpulan ini didapat dari hasil wawancara peneliti dengan informan
penelitian, AYU Perempuan, 28 tahun, Ibu Rumah Tangga. Pertimbangan utamanya memilih Titik - Tarto adalah program kerja yang diusung pasangan
ini, seperti sekolah gratis, berobat gratis, serta pembuatan KTP dan KK gratis. Sedangkan informasi mengenai calon Titik - Tarto termasuk program kerjanya
ia dapatkan dari komunikasi antar persona langsung dengan kandidat cabup ini melalui sebuah acara sarasehan atau pertemuan yang diselenggarakannya.
Penilaian retrospektif seperti dijelaskan oleh V.O. Key tampaknya dipraktekkan oleh AYU. Hal ini dikarenakan program kerja yang hendak
diusung Titik - Tarto yang informasinya ia peroleh dari komunikasi antar persona langsung dengan sang kandidat itu adalah program kerja pemerintah
incumbent
yang sedang dijalankan oleh suami Titik, Bambang Riyanto. Dan melalui pencalonannya sebagai bupati menggantikan suaminya, Titik
144
commit to user
bermaksud melanjutkan kembali apa yang sudah dikerjakan Bambang. Karena program kerja Titik - Tarto telah terbukti pada pemerintahan Bambang
Riyanto, AYU pun tidak ragu lagi untuk memilih pasangan nomor urut dua ini. Lebih lanjut, demikian pernyataan langsung informan :
“ Ngomonge yo ameh nglanjutke programe Pak Bambang, programe kan sudah terbukti, nek seko liyane kan isih nyobo sek. Ngandhanine
pas pertemuan... pertemuan opo kui... temu kangen karo Bu Titik... opo... sarasehan… Waktune sebelum pemilihan kae, sebelum masa
kampanye malah. Aku terpengaruh ya kan mergo wes ono buktine.”
[Bilangnya ya Titik mau melanjutkan programnya Pak Bambang, programnya kan sudah terbukti, kalau yang lainnya kan masih
mencoba dulu. Memberitahunya waktu pertemuan... pertemuan apa itu... temu kangen sama Bu Titik... apa... sarasehan. Waktunya
sebelum pemilihan, sebelum masa kampanye malah. Saya terpengaruh kan karena sudah ada buktinya.] Wawancara, 11 Juni 2010
Pada pemilih rasional seperti AYU, informasi yang diperoleh dari komunikasi politik antar persona dengan kandidat calon tidak dapat dikatakan
mempengaruhi perilaku memilih, namun hanya sebatas memperkuatnya. Sebab apabila program kerja yang diusung masih sebatas janji-janji kampanye
dan belum tebukti serta tidak ada keterkaitan antara kandidat calon dengan
incumbent
, belum tentu informan memilih pasangan yang sama.
b. Tim Sukses
Sumber informasi komunikasi politik antar persona yang kedua datang dari tim sukses. Seperti namanya, tim sukses adalah orang-orang yang direkrut
untuk menyukseskan pencalonan kandidat alias memenangkan pemilukada. Tim sukses direkrut dari tenaga-tenaga potensial sesuai dengan tugas dan
fungsinya. Pengorganisasiannya pun berbeda-beda antara kandidat satu dengan yang lainnya, mulai dari penasihat, tim ahli, tim riset dan litbang, tim
145
commit to user
pengumpul dana, tim kampanye, tim penggalangan massa, tim pengamat intelijen, hingga tim pengumpul suara
vote getter
Cangara, 2009 : 282. Namun, untuk kepentingan penelitian ini, peneliti membatasi
pengertian tim sukses hanya sebatas tim penggalangan massa, yakni orang yang direkrut untuk menggalang massa, baik untuk kepentingan pengumpulan
suara maupun
show force
untuk menunjukkan kekuatan kandidat calon kepada masyarakat khususnya calon pemilih. Tim inilah yang biasanya aktif
menggiring opini dan mempengaruhi pemilih di lingkungan sekitarnya untuk diarahkan kepada calon tertentu.
Begitu pula yang terjadi di lingkungan masyarakat Desa Ngabeyan, di mana tim sukses memainkan peran yang begitu vital dalam komunikasi politik
antar persona terkait upaya mereka memenangkap cabup-cawabup Sukoharjo yang didukungnya. Sebagaimana diungkapkan informan penelitian yang juga
tim sukses pasangan Titik-Tarto, WAR Laki-laki, 48 tahun, Karyawan Swata berikut ini :
“ Kiro-kiro yo diarahke, yo dikei informasi, diarahkan ke tempate Mbak ini. Pomo, nggenah, berpengalaman, potensine enek. Niko nggih
mboke, sedulur-sedulur, koncone kan yo mesti enek to Mbak, koyo Pakdhe Gemi, Yu Yah, mboke njenengan, diarahke no supoyo milih no
Mbak. Mosok ora. Podho mawon kan mriki niku kan saora-orane koyo kader, dadi nggih kudu golek. Nek ra golek ra oleh bolo ra menang.
Genah niku.”
[Kira-kira masyarakat ya diarahkan, ya beri informasi, diarahkan ke tempatnya Mbak ini Titik Suprapti. Seumpama jelas, berpengalaman,
berpotensi. Itu jelas, ibu saya, saudara-saudara, teman kan juga pasti ada kan Mbak, seperti Pakdhe Gemi, Mbak Yah, ibu kamu, diarahkan
supaya milih Mbak. Masak tidak. Sama saja kan saya itu seperti kader, jadi harus mencari massa. Kalau tidak mencari tidak dapat massa,
tidak menang. Jelas itu.] Wawancara, 15 Juni 2010
146
commit to user
Komunikasi politik antar persona yang memposisikan tim sukses sebagai komunikator biasanya terjadi hampir di semua kesempatan yang
memungkinkan tim sukses bertemu dengan calon pemilih yang menjadi target sasarannya, seperti pada saat pertemuan rutin warga, kerja bakti, siskamling,
maupun acara pengajian. Terkait hal ini, RAH Perempuan, 44 tahun, Pengusaha, informan yang menjadi tim sukses Toha - Wahyudi memberikan
pernyataannya : “Saya juga pernah menyarankan untuk ke Pak Toha, terutama ke ini
ya, kelompok-kelompok pengajian, ke teman-teman dekat gitu kan, sampai main SMS gitu. Walaupun kadang SMS, ayo pilih Pak Toha
gitu ya, kadang mbales, ah aku udah ada pilihan, katanya gitu. Terus ada yang bilang, itu jagomu itu nanti kalah, hahaha. Tapi ya memang
kita kan namanya berusaha mencari itu kan walaupun balasannya seperti apa ya tetep usaha.” Wawancara, 19 Juli 2010
Akan tetapi, betapa pun besarnya usaha yang dilakukan seorang tim sukses dalam menggalang massa, keputusan akhir tetap berada di tangan sang
pemilih. Bagaimana pengaruh komunikasi politik oleh tim sukses dalam menentukan perilaku memilih mereka merupakan sebuah pertanyaan besar.
Dan melalui penelitian ini, peneliti berusaha memberikan gambaran yang diharapkan bisa menjawab pertanyaan tersebut.
Hasil wawancara yang dilakukan peneliti menunjukkan kecenderungan bahwa peranan tim sukses dalam mempengaruhi pemilih masyarakat transisi
Desa Ngabeyan melalui komunikasi antar persona tidak cukup besar. Ada dua tipe pemilih yang mendapatkan informasi dari tim sukses, yakni pemilih
rasional dan pemilih partisan. Pada pemilih rasional, pengaruh yang didapatkan
tidak sampai
mengubah perilaku,
akan tetapi
hanya memperkuatnya. Hal ini terjadi apabila calon yang disarankan oleh tim sukses
147
commit to user
sama dengan apa yang sebelumnya memang telah menjadi pilihan pemilih, seperti diungkapkan oleh informan penelitian, YAH Perempuan, 50 tahun,
Penjahit berikut :
“ Informasine yo ono… seko tim sukses. Ono, neng awake dhewe memang yo dari awale wes seneng Bu Titik sek. Karo seng wingi seng
kakung kok apik. Lha berlanjut ngono wae, dadi pengene gur kuwi.”
[Informasinya ya ada... dari tim sukses. Ada, tapi aku sendiri memang ya dari awal sudah suka dulu sama Bu Titik. Sama yang kemarin
suaminya kok bagus. Lha berlanjut gitu saja, jadi pengennya cuma itu.] Wawancara, 27 Juni 2010
Menurutnya, informasi mengenai calon Titik - Tarto yang ia peroleh dari komunikasi antar persona dengan tim sukses memang menambah
keyakinannya dalam memilih calon ini. Sehingga dapat dikatakan pengaruhnya di sini hanya sebatas memperkuat perilaku, tidak membentuk
atau pun mengubahnya. YAH, seperti kebanyakan tipe pemilih rasional lain di Desa Ngabeyan, lebih terpengaruh oleh citra positif pemerintahan Bambang
Riyanto, suami Titik, dalam menentukan keputusan memilihnya. Pemilih rasional lain yang juga mendapat informasi dari tim sukses
adalah SUM Laki-laki, 56 tahun, Petani. Berbeda dengan YAH yang memilih Titik - Tarto, informan ini menjatuhkan pilihannya pada pasangan
nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya - Haryanto. Akan tetapi keduanya sama- sama terpengaruh oleh citra diri kandidat dalam membentuk perilaku
memilihnya. Sebagai seorang petani di wilayah desa yang sedang mengalami pembangunan cukup pesat, ia sangat mengapresiasi upaya Wardoyo yang
telah menunjukkan perhatian lebih kepada dirinya dan juga petani lain terkait proses pemindahan terminal Kartasura beberapa tahun lalu. Sedangkan dari
tim sukses, Sum memperoleh informasi seputar pencalonan Wardoyo, 148
commit to user
termasuk program-program kerja yang diusung guna mempengaruhi pemilih. Citra kandidat dan informasi inilah yang akhirnya berperan dalam menentukan
perilaku memilihnya. Berikut SUM mengutarakan informasi yang diperolehnya dari tim sukses :
“Lha bicaranya dari timnya Wardoyo sendiri kan datang ke PKP Gedung Pusat Kegiatan Pemuda, Desa Ngabeyan itu kan sekolahan
mau dibebaskan, terus sama berobat itu kan gratis. Jadi kan ya akhirnya kan bisa berapa persen masyarakat kan ya ndukung itu to.
Yang pokok utama kan ya pendidikan, kesehatan.” Wawancara, 19 Juli 2010
Dalam konteks YAH dan SUM, saran yang diberikan oleh tim sukses memang menambah keyakinan akan preferensi awal mereka dalam memilih
kandidat pilihan masing-masing, akan tetapi, kondisinya akan berbeda ketika calon yang disarankan oleh tim sukses berbeda dengan preferensi awal
informan. Hal ini dialami oleh LIM laki-laki, 59 tahun, Pensiunan PNS. Tim sukses yang menyarankannya calon lain selain Titik - Tarto tidak sedikitpun
mengubah pendiriannya. Ia tetap teguh pada keputusannya sendiri, sedangkan masukan dari tim sukses tersebut hanya sebatas menambah pengetahuannya
saja. Inilah penjelasan lengkap LIM :
“ Nek dikandhani nggih monggo, kulo rungok’ke. Kowe miliho iki, dasare ngene ngene ngene. Wardoyo, dasare jaringane tekan Bu
Mega, nggih to? Mpun masalah dana gampang nek Wardoyo dadi. Sijine kuwi. Lagi kondang-kondange kuwi, programe kuwi iki, mengko
lapangan pekerjaan luas, per taun satu desa dapat 200 juta, terus sekolah gratis. Ra popo, itu juga baik. Ning nek pengaruh nggih
mboten, kulo dewe no, Mbak. Umpamane njenengan sampun duwe pemikiran sendiri, nggih to, lha kulo nggih ngoten. Monggo itu hak
anda. Nggih mang milih dewe, mang nglakoni dewe. Kulo nggih milih dewe. Kan ngoten.”
[Kalau diberitahu ya silakan, saya dengarkan. Kamu pilihlah ini, dasarnya begini begini begini. Wardoyo, dasarnya jaringan-nya sampai
Bu Mega Megawati Soekarnoputri--Ketua Umum DPP PDIP, iya kan? Sudah, masalah dana gampang kalau Wardoyo jadi. Pertama itu.
149
commit to user
Baru terkenal-terkenalnya itu, programnya itu ini, nanti lapangan pekerjaan luas, per tahun satu desa dapat 200 juta, terus sekolah gratis.
Tidak apa-apa, itu juga baik. Tapi kalau pengaruh ya tidak, saya sendiri Mbak. Seumpama kamu sudah punya pemikiran sendiri, iya
kan, lha saya juga begitu. Silakan itu hak anda. Ya silakan memilih sendiri, silakan menjalani sendiri. Saya juga milih sendiri. Kan begitu.]
Wawancara, 12 Juni 2010
Informasi dari tim sukses melalui komunikasi antar persona tidak hanya diperoleh pemilih rasional, melainkan juga pemilih partisan. Tidak
seperti pemilih rasional yang menggunakan penilaian terhadap pemerintah
incumbent
maupun citra kandidat sebagai pertimbangan utama, fanatisme atau ikatan tertentu dengan partai kandidat calon berperan penting dalam
pengambilan keputusan pemilih partisan. Sehingga hampir dapat dipastikan bahwa komunikasi politik antar persona dengan tim sukses tidak membawa
pengaruh yang cukup untuk mengubah perilaku memilih, khususnya tim sukses yang menyarankan calon lain selain apa yang sudah dipertimbangkan-
nya. Sedangkan informasi dari tim sukses kandidat calon pilihannya berpengaruh dalam menambah keyakinan akan keputusan memilih pemilih
partisan. Bukan hanya informasi, namun cara tim sukses mengkomunikasikan pesan pun ternyata dapat mempengaruhi penilaian seseorang terhadap
kandidat yang didukung tim sukses tersebut. Sebagaimana penuturan WID Laki-laki, 46 tahun, Perangkat Desa berikut ini :
“ Kulo angsal informasi saking tim’e sukses Pak Wardoyo. Dados tim- tim kan do ngendhiko ngeten-ngeten. Ngertos kulo saking niku. Apike
niku mboten ngandhani bengok-bengok turut dalan ngoten mboten. Kulo seneng sing ngoten niku. Dadi wes alus-alusan, do milih monggo,
mboten monggo. Niki programe, dikandhak’ke niku wau.”
[Saya dapat informasi dari tim suksesnya Pak Wardoyo. Jadi tim-tim kan pada bicara begini-begini. Tahu saya dari situ. Bagusnya itu tidak
memberitahu teriak-teriak di jalan begitu tidak. Saya suka yang begitu
150
commit to user
itu. Jadi ya sudah, halus-halusan, mau milih silakan, tidak silakan. Ini programnya, diberitahu itu tadi.] Wawancara, 11 Juli 2010
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik antar persona di mana komunikatornya adalah tim sukses kandaidat calon,
ternyata tidak mampu membawa pengaruh yang dapat mengubah perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan. Pada pemilih rasional,
pertimbangan dan analisis kritis pemilih ternyata lebih menentukan perilaku, sedangkan komunikasi politik antar persona hanya berpengaruh dalam
memperkuat perilaku tersebut. Begitu pula dengan pemilih partisan, komunikasi politik antar persona tidak sanggup mengalahkan kuatnya
pengaruh dari ikatan yang menyebabkan keberpihakan kuat pemilih terhadap partaikandidat tertentu.
c. Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat selaku
opinion leader
pemuka pendapat merupakan salah satu aspek yang tidak bisa dipisahkan saat mengkaji
komunikasi politik. Hasil wawancara peneliti dengan sejumlah informan menguatkan pendapat tersebut. Tokoh masyarakat termasuk salah satu sumber
informasi yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan dalam Pemilukada Sukoharjo 2010. Yang dimaksud tokoh
masyarakat di sini antara lain bupati, camat, kepala desa, perangkat desa, ketua RW, ketua RT serta orang-orang yang mempunyai pengaruh lainnya
seperti tokoh agama ustadz. Tokoh masyarakat dalam kerangka masyarakat transisi seperti halnya
masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura telah mengalami banyak
151
commit to user
pergeseran peran bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Pada masyarakat pedesaan, tokoh masyarakat lebih banyak berperan dalam
meneruskan informasi dari media massa kepada masyarakat. Bukan hanya meneruskan, ia pun berperan memilah dan menyaring setiap informasi
sebelum akhirnya disampaikan kepada masyarakat. Terlebih, tingkat konsumsi media massa masyarakat pedesaan umumnya tergolong masih rendah,
sehingga keberadaan dan peran tokoh masyarakat masih begitu tinggi. Dalam konteks pemilihan umum, tokoh masyarakat bertindak sebagai
sumber informasi untuk kepentingan mensukseskan jalannya pemilu, seperti sosilasisasi pelaksanaan pemilu, kandidat calon yang berkompetisi, ajakan
untuk mengunakan hak pilih, dan sebagainya. Karena kebijaksanaan yang dimilikinya pula, biasanya informasi tersebut tidak disertai dengan anjuran
untuk memilih kandidat calon tertentu. Kondisi tersebut seakan kontras dengan apa yang terjadi pada
masyarakat transisi. Karena pengaruhnya yang demikian besar di masyarakat, tidak jarang tokoh-tokoh masyarakat menjadi pilihan strategis bagi cabup dan
cawabup yang berkompetisi dalam ajang pemilihan, tidak terkecuali dalam Pemilukada Sukoharjo. Tokoh-tokoh masyarakat ini digalang oleh kandidat
calon maupun partai pengusung calon untuk menjadi pengumpul suara
vote getter
. Dengan mengikutsertakan mereka dalam setiap kampanye maupun sosialisasi yang dilakukan, kandidat akan dengan mudah mendulang banyak
suara, karena tokoh masyarakat sangat berperan dalam menentukan perilaku pengikutnya.
152
commit to user
Observasi peneliti di lapangan menunjukkan tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi pemuka pendapat di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura
dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 berasal dari kalangan struktural maupun kultural. Pemuka pendapat struktural adalah pemuka pendapat yang memiliki
status sosial formal dalam kehidupan bermasyarakat. Pengurus RT, RW, aparatur pemerintah desa, maupun aparatur kecamatan termasuk dalam
kategori ini. Sedangkan pemuka pendapat kultural adalah pemuka pendapat yang tidak menyandang status sosial formal tertentu dalam masyarakat, namun
memiliki kemampuan dalam suatu bidang tertentu hingga mampu mempengaruhi masyarakat. Termasuk dalam kelompok ini yaitu tokoh agama,
tokoh pendidikan, dan tokoh budaya Wijaya, 2009 : 147-148. Pengamatan peneliti diperkuat oleh pernyataan informan penelitian,
SUM Laki-laki, 56 tahun, Petani yang mengungkapkan bahwa para tokoh masyarakat menjadi pemuka pendapat
opinion leader
bagi masyarakat transisi Desa Ngabeyan dalam Pemilukada Sukoharjo 2010. Bukan hanya
memberikan sosialisasi mengenai tata cara pemilihan bupati dan wakil bupati, namun juga menggiring opini masyarakat, khususnya pemilih, kepada satu
kandidat tertentu. Berikut penuturan SUM : “Ada. Ada tokoh masyarakat yang menyarankan. Kan timnya semua
kandidat tadi nyari tokoh, RT itu khususnya. Ya tinggal itu, pilkada itu kan LUBER, ya ajak-ajak terserah, kalau mau tapi, kalau ndak mau ya
sudah. Tokoh masyarakat ya ada, RT, tokoh, itu ada.” Wawancara, 19 Juli 2010
Pernyataan senada juga dilontarkan oleh RAH Perempuan, 44 tahun, Pengusaha. Menurutnya, fungsi strategis tokoh masyarakat dalam pemilukada
banyak dimanfaatkan oleh kandidat untuk mengatrol perolehan suara mereka. 153
commit to user
Dalam hal ini, tokoh masyarakat yang ia maksud adalah tokoh masyarakat struktural. Demikian pernyataannya :
“Ada. Itu juga ada. Ya kalau di sini tokoh masyarakat kan sudah sebagian ke Pak BR mendukung Titik-Tarto ya. Tapi kan sebagian
juga ke Pak Toha.” Wawancara, 19 Juli 2010
Bagi kedua informan ini, informasi yang diberikan tokoh masyarakat tersebut tidak membawa pengaruh apapun terhadap perilaku memilih mereka.
Karena sebagai pemilih rasional dan partisan, SUM dan RAH lebih mempertimbangkan analisis-analisis logis dan juga keberpihakan dengan
kandidat dalam membentuk perilaku memilihnya. Pernyataan berbeda dikemukakan oleh LIM Laki-laki, 59 tahun,
Pensiunan PNS, informan yang mendapatkan pengaruh dari tokoh masyarakat yaitu Bupati Sukoharjo, Bambang Riyanto. Diungkapkan LIM,
menjelang berakhirnya masa jabatan Bambang sebagai bupati, ia kerap menyelenggarakan pertemuan dengan warga masyarakat yang bertujuan untuk
mensosialisasikan pencalonan Titik Suprapti yang juga merupakan istri Bambang sebagai calon bupati menggantikan dirinya. Terlibat sebagai
komunikan dalam komunikasi antar persona dengan Bambang Riyanto, LIM mengaku semakin yakin untuk memilih Titik dalam pemilukada. Pengaruh
komunikasi antar persona dengan tokoh masyarakat pada diri pemilih rasional ini bisa dikatakan memperkuat perilaku memilihnya, karena pertimbangan
utama preferensinya terhadap Titik adalah penilaian positifnya terhadap kinerja Bambang selama menjabat sebagai bupati, khususnya kemajuan dalam
bidang pembangunan.
154
commit to user
Selain menemukan pengaruh tokoh masyarakat struktural, peneliti juga menemukan adanya pengaruh yang kuat dari tokoh masyarakat kultural.
Pengaruh tokoh masyarakat kultural, dalam konteks ini yaitu tokoh agama, tampak pada perilaku memilih TAN Laki-laki, 44 tahun, Juru Parkir.
Bergabung dalam kelompok pengajian Majelis Tafsir Al Qur’an, TAN mendapatkan informasi yang mampu mempengaruhi perilaku memilihnya dari
sang pimpinan Majelis. Ia mengutarakan alasan memilihnya sebagai berikut : “Saya mempunyai pimpinan, apapun yang dipilih yang disarankan
oleh pimpinan saya harus ikuti. Lha nyarankene War-To. Lha itu tadi, dakwah saya itu di situ. Jadi emang harus. Saya apapun itu dari dulu
sampai pilihan presiden, saya juga harus nunggu dari pimpinan pusat. Kalau dari pimpinan pusat belum memberi informasi saya juga belum
punya pilihan.” Wawancara, 28 Juni 2010
Pemuka pendapat
opinion leader
, khususnya tokoh agama, mempunyai otoritas tinggi serta mampu menentukan sikap dan perilaku
pengikutnya. Mereka diikuti bukan karena kedudukan atau jabatan politiknya akan tetapi karena kewibawaan, ketundukan, kharisma, dan mitos yang
melekat padanya atau karena pengetahuan serta pengalaman yang dimilikinya Ardial, 2009:199-200. Karena kuatnya pengaruh inilah, TAN yang
merupakan pemilih partisan tidak kuasa untuk tidak melaksanakan apa yang disarankan oleh pimpinannya, walaupun sebenarnya dirinya memiliki
pendapat lain mengenai kandidat calon yang disarankan. Terkait hal ini, TAN mengemukakan pandangannya seperti berikut :
“Contoh, nggak masuk akal, sekolah swasta gratis. Ya kalo swasta gratis itu terus, apa, biayanya dari mana? Wong swasta kok
digratiskan, ya pihak swasta nggak mau, wong pihak swasta itu nyari keuntungan dari hasil swastanya sendiri kok mosok pemerintah mau
menggratiskan sekolah swasta. Itu janji itu ndak masuk akal. Coba, njenengan nduwe sekolahan swasta, terus pemerintah ngongkon, kowe
155
commit to user
kudu gratis, terus njenengan nggaji guru keng pundhi? Pemerintah ndak mungkin nggaji guru swasta. Janjine War-To kan seperti itu
kemarin saya dengar, swasta gratis, ndak mungkin. Dia tu dari mana punya janji seperti itu, sistem kerjane piye.” Wawancara, 28 Juni
2010
Kekuatan tokoh agama sebagai pemimpin opini setidaknya dapat dilihat dari dua hal, pertama, memiliki perasaan kemasyarakatan yang dalam
dan tinggi
highly developed social sense
, kedua, selalu melandaskan sesuatu kepada kesepakatan bersama
general concencus.
Tokoh agama mempunyai kekuatan yang tinggi dalam mempengaruhi masyarakat karena bisa
memahami apa yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakatnya. Soelaiman, 1998 : 147-148.
Dalam hal ini, pemahaman akan kebutuhan masyarakat tersebut diimplementasikan dalam bentuk memberikan saran untuk memilih kandidat
tertentu kepada pengikutnya, termasuk kepada TAN, dengan didasari oleh pertimbangan-pertimbangan yang telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya.
Sehingga walaupun menyadari kalau pilihannya bukanlah calon yang ideal, Tan tetap memilih kandidat calon nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya -
Haryanto sesuai saran sang pimpinan. Secara lebih lengkap, berikut penjelasan TAN :
“Milih ya karena saya punya pimpinan, memang harus seperti itu. Selain itu, kalau saya tidak tahu pribadi War-To itu gimana, Pak
Wardoyo itu gimana, mosok pimpinan seperti itu, dulu juga tukang judi. Ndak mungkin kalau pimpinan saya nggak nyuruh nggak
mungkin saya milih itu. Dulu kan pernah ketangkep Wardoyo itu, lha, itu kan dia judi. Lho kalau saya ndak manut pimpinan saya, ndak
mungkin saya milih dia.” Wawancara, 28 Juni 2010
Apabila dikaitkan dengan perspektif teoritis, bentuk komunikasi politik antar persona dengan tokoh masyarakat sebagai komunikator ini merupakan
156
commit to user
komunikasi kelompok kecil
small group communication
, yaitu proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka
di mana anggotanya saling berinteraksi satu dengan yang lainnya Cangara, 2007 : 32.
Nurudin menyebutkan salah satu ciri komunikasi antar persona mempunyai struktur jaringan tertentu misalnya kerabat, suku, maupun
kelompok lainnya yang sangat kuat karena ikatan yang telah lama ada atau kebiasaan-kebiasaan yang telah lama tertanam. Setiap struktur ini memiliki
pemuka pendapatnya masing-masing. Adanya garis hierarki yang ketat sebagai ciri sistem tradisional membuat pemuka pendapat sudah barang tentu
mempunyai pengaruh yang amat jelas Nurudin, 2004 : 184. Severin dan Tankard 2005 : 244-245 mengatakan bahwa pemuka
pendapat dan pengikutnya biasanya memiliki perilaku yang sangat mirip karena mereka menjadi bagian dari kelompok yang sama. Sangat tidak
mungkin bahwa pemimpin opini akan sangat jauh dari pengikutnya dalam minat terhadap topik tertentu. Hubungan antar persona bukan hanya
merupakan jaringan komunikasi semata melainkan juga sumber tekanan sosial untuk menyesuaikan diri kepada norma-norma kelompok serta merupakan
sumber dukungan sosial untuk nilai-nilai dan opini yang dipercaya individu Wijaya, 2009 : 152.
Dalam konteks pengaruhnya terhadap perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan pada Pemilukada Sukoharjo, tokoh masyarakat
kultural dalam hal ini tokoh agama lebih berpengaruh bila dibandingkan dengan dengan tokoh masyarakat struktural baik itu perangkat desa, pengurus
157
commit to user
RTRW, maupun pejabat pemerintah yang lebih tinggi. Tokoh masyarakat struktural hanya berpengaruh dalam memperkuat perilaku sementara tokoh
masyarakat kultural mampu mengubahnya.
d. Keluarga
Ada dua saluran utama komunikasi antar persona yang membantu seseorang belajar politik, yakni keluarga dan lingkungan yang terdiri atas
kawan-kawan dekat dan akrab yang dikenal sebagai teman sebaya. Kebijaksanaan konvensional pernah mengatakan bahwa bukan fakta yang
diragukan lagi bahwa keluarga adalah lembaga sosial primer di semua negeri. Keluarga merupakan sumber terpenting dalam belajar politik. Hal ini
ditunjang oleh temuan tentang banyaknya kesamaan di antara orientasi politik orang tua dan anaknya Nimmo, 2000 : 110.
Sosialisasi dan juga informasi politik dari keluarga turut membantu proses belajar anak untuk mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok
maupun partai politik tertentu. Riset yang dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa separuh dari jumlah anak-anak yang telah mencapai usia tujuh tahun
cenderung mengidentikkan dirinya sebagai Demokrat atau Republikan. Di Indonesia, fakta bahwa keluarga merupakan sumber informasi penting yang
pada gilirannya berpengaruh dalam membentuk perilaku politik seseorang, juga tampak pada perilaku yang ditunjukkan banyak elit politik. Pada level
nasional, nama Eddie Baskoro Yudhoyono dan Puan Maharani cukup representatif. Keduanya merupakan politikus yang duduk sebagai anggota
DPR RI mewakili fraksi partai orang tua masing-masing, Demokrat dan PDI
158
commit to user
Perjuangan. Peran Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri dalam mempengaruhi perilaku politik Eddie dan Puan, tentu tidak dinafikkan
lagi adanya. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan fakta yang kurang lebih
sama. Keluarga merupakan salah satu sumber informasi penting yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan
Kecamatan Kartasura dalam Pemilukada Sukoharjo 2010. Dalam lingkungan keluarga, pengaruh tersebut datang dari orang tua yang merupakan pemilih
partisan. Keberpihakan kuat terhadap partai dan kandidat tertentu mendorong mereka merancang sebuah pembicaraan persuasif yang tujuannya adalah
mengarahkan anak, suami istri maupun anggota keluarga yang lain agar mempunyai perilaku memilih yang sama. Terkait hal ini, informan yang
merupakan pemilih partisan kandidat calon Wardoyo Wijaya - Haryanto, WID Laki-laki, 46 tahun, Perangkat Desa, memberikan pernyataannya sebagai
berikut :
“ Nggih nek anak bojo tetep kulo kandhani no, programe sing apik iki ngoten tetep no. Anak bojo, keluarga niku kulo kandhani. Programe
iki, gilo tujuane koyo ngene apike, mikirke nyang rakyat tenan. Pilihane nggih niku sedoyo keluargo kulo, mboten mungkin nyoblos
liyane. Mboten mungkin.”
[Ya kalau anak istri tetap saya beritahu, programnya yang bagus ini, tetap begitu. Anak, istri, keluarga itu saya beritahu. Programnya ini, ini
lho tujuannya seperti ini bagusnya, memikirkan rakyat benar. Pilihannya ya itu semua keluarga saya, tidak mungkin nyoblos yang
lain. Tidak mungkin.] Wawancara, 11 Juli 2010
Sejalan dengan apa yang disampaikan WID, seorang pemilih lain yang berasal dari Dukuh Mangkuyudan RAH Perempuan, 44 tahun, Pengusaha,
yang juga pemilih partisan pasangan Muhammad Toha - Wahyudi
159
commit to user
mengatakan bahwa dirinya dan sang suami memang menganjurkan seluruh anggota keluarga untuk memilih pasangan nomor urut satu tersebut. Sebagai
bagian dari pengaruhnya, ia juga mengkomunikasi-kan pertimbangan politik mengenai alasan mengapa Toha - Wahyudi layak dipilih, apa program kerja
yang diusung, dan apa terobosannya untuk Sukoharjo. Walaupun demikian, komunikasi politiknya memang hanya sebatas anjuran. Setelah memberikan
informasi lengkap perihal kandidat serta memberikan pandangannya, ia menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada anggota keluarga yang lain.
Demikian penuturan RAH lebih lengkapnya : “Ya kalau kita satu rumah itu kita sudah masing-masing ya, yang
penting aku ini, ya kamu apa monggo, gitu. Nek di sini saya nggak harus, kamu harus gini, misalnya sama Manja Noviana Manja Ratna--
putri Rah ya, atau sama siapa saja ya monggo, itu hak mereka. Cuman seandainya menurut pandangan saya itu yang baik ini, kan gitu, ya
tetep kasih pengaruh to mbak, namanya kita punya, punya pilihan kan mestinya kan kita punya pendapat ya, bahwa ini pilihan saya itu
visinya seperti ini, misinya seperti ini. Tapi ya kebetulan kalau di rumah ini semua setuju memilih Ha-Di, nggak ada apa, itu lho
sampai kontroversi, debat masalah itu, gitu nggak ada. Ya udahlah, apa yang disarankan kepala keluarga, ya udah, gitu.” Wawancara, 19 Juli
2010
Besarnya pengaruh komunikasi antar persona sampai tingkat tertentu sejalan dengan pendapat Dan Nimmo yang menekankan bahwa semakin
personal suatu media, semakin efektif pula dalam mengubah opini, baik karena orang percaya kepada informan personal, ingin sesuai dengan opini
rekan dekat dan anggota kelompok yang menjadi anggota favorit, atau semata- mata lebih nyaman memperhatikan media informal daripada media formal
Nimmo, 2000 : 147. Senada dengan Nimmo, Katz 1957 : 63 menyatakan bahwa pengaruh hubungan antar pribadi dalam kelompok primer, seperti
160
commit to user
keluarga, efektif dalam memelihara tingkat homogenitas opini dan tindakan dalam kelompok.
Pengaruh dari komunikasi politik antar persona dengan keluarga tidak hanya timbul ketika komunikasi tersebut memang sengaja diagendakan untuk
mempengaruhi, seperti halnya yang terjadi pada keluarga WID maupun RAH, namun pengaruh juga timbul dari pembicaraan spontan yang relatif tanpa
tujuan jelas. Kepercayaan yang tinggi terhadap pilihan orang-orang terdekat menimbulkan pengaruh yang dapat mengubah perilaku, khususnya pada
pemilih yang belum menentukan pilihannya. Mengenai hal ini, YAH Perempuan, 50 tahun, Penjahit memberikan penjelasannya sebagai berikut :
“ Ora diskusi, Mbak, yo mung tekon-tekon tok. Lha arep nyoblos we Sulis tekon, ‘kowe nyoblos opo Bu mengko?’ ‘Aku Bu Titik wi’, lha
kowe opo?’ ‘Opo, aku yo bingung, haha… Aku yo bingung og, ah yo wes podho Ibu wae neknu’. ‘Terserah, kuwi kowe, hakmu dhewe, dadi
sak senengmu meh milih opo, aku yo ngono.’”
[Tidak diskusi, Mbak, ya cuma tanya-tanya saja. Lha mau mencoblos saja Sulis putra Yah tanya, ‘Kamu nyoblos apa Bu nanti?’, ‘Aku Bu
Titik, lha kamu apa?’, ‘Apa, aku juga bingung, haha... Aku juga bingung, ya sudah sama seperti Ibu saja kalau begitu’, ‘Terserah, itu
kamu, hakmu sendiri, jadi terserah kamu mau milih apa, aku juga begitu’.] Wawancara, 27 Juni 2010
Apabila dalam keluarga pemilih partisan komunikasi politik antar persona memiliki tujuan khusus yaitu untuk menciptakan keterpengaruhan,
tidak demikian halnya dengan yang terjadi dalam keluarga pemilih rasional. Karena tidak memiliki kepentingan apapun, perbincangan dalam keluarga
tidak bertujuan untuk mengarahkan anggota keluarga kepada satu calon tertentu. Perbincangan yang berlangsung sekedar bermaksud ingin mengetahui
pilihan anggota keluarga yang lain serta alasan memilihnya, tanpa disertai
161
commit to user
muatan persuasif, sebagaimana yang terjadi dalam keluarga GUN laki-laki, 50 tahun, Perangkat Desa. Berikut keterangan informan:
“Masing-masing kan sudah punya pendirian sendiri-sendiri. Anak saya ya gitu. Tapi kalau cuma sekedar tanya-tanya ya ada. Tanya-tanya,
rasan-rasan [membicarakan]. Tapi soal memilih semuanya sudah punya pilihan sendiri-sendiri. Aku ngono sing programe apik kok,
ngoten [Kalau aku yang programnya bagus, begitu]. Kalau anak kan bisa milih sendiri, wong [orang] sudah besar, sudah mahasiswa masak
diarahkan.” Wawancara, 14 Juli 2010
Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura dengan karakteristik transisinya memiliki heterogenitas baik dalam hal nilai, kepercayaan,
pendidikan, status sosial, dan pekerjaan sebagai ciri khasnya, sehingga komunikasi politik antar persona khususnya dalam lingkup keluarga
menimbulkan pengaruh yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Komunikasi politik antar persona mempengaruhi perilaku memilih sebuah
keluarga di mana salah satu anggotanya merupakan pemilih partisan. Sedangkan pada keluarga pemilih rasional, pengaruh yang dihasilkan berbeda-
beda, ada yang pengaruhnya sampai pada level mengubah perilaku seperti halnya yang terjadi pada keluarga YAH, ada pula yang tidak membawa
pengaruh sama sekali, sebagaimana dialami keluarga GUN.
e. Tetangga
Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia lain di sekitarnya, termasuk dengan tetangga
yang notabene merupakan orang-orang yang memiliki kedekatan dari segi geografis tempat tinggal. Data penelitian menunjukkan bahwa komunikasi
antar persona dengan para tetangga masih sering dilakukan oleh masyarakat
162
commit to user
transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Walaupun intensitasnya tidak sesering masyarakat pedesaan, namun tidak jarang pula sebagaimana yang
terjadi pada masyarakat perkotaan. Biasanya, proses komunikasi terjadi pada saat berlangsung kegiatan sosial kemasyarakatan yang melibatkan partisipasi
warga, seperti siskamling, kerja bakti, pengajian, ataupun ketika acara-acara santai seperti berkumpul di rumah salah seorang warga hanya untuk sekedar
ngobrol bersama. Komunikasi antar persona dengan para tetangga terjadi dalam bentuk
komunikasi diadik
diadyc communication
maupun komunikasi kelompok kecil
small group communication
. Informasi seputar penyelenggaraan Pemilukada Sukoharjo 2010 termasuk cabup-cawabup yang berkompetisi
tidak terlepas menjadi salah satu substansi komunikasi antar persona ini. Tidak jarang pula, pertukaran informasi dalam komunikasi tersebut mampu
memberikan pengaruh terhadap perilaku memilih seseorang, terutama kepada pemilih yang sekedar ikut memberikan suara dalam pemilihan sebagai wujud
partisipasi politik. Tipe pemilih ini tidak memerlukan pertimbangan yang matang dalam menentukan keputusan memilihnya, tidak mengetahui program
kerja kandidat, serta tidak bersikap aktif mencari informasi. Karena itulah, perilaku memilih kelompok ini lebih banyak dipengaruhi oleh informasi yang
didapat dari komunikasi politik antar persona, terutama dengan sesama warga kelompok di mana mereka berada, termasuk tetangga.
Seorang pemilih asal Dukuh Ngabeyan Desa Ngabeyan, CAN Laki- laki, 54 tahun, Pedagang mengatakan preferensinya terhadap kandidat Titik
Suprapti - Sutarto juga banyak dipengaruhi oleh komunikasi politik antar 163
commit to user
persona dengan tetangganya. Pria keturunan Tionghoa ini mendapat informasi dari tetangganya pada kesempatan ketika dirinya berkumpul dengan mereka,
misalnya saat acara kerja bakti atau rapat warga. Demikian penuturan CAN :
“ Pas kumpul-kumpul warga itu kan sok omong. Pas ronda, rapat warga, pas kerja bakti, atau pas ketemu apa-apa kan sok omong. Piye-
piye milih opo? Nek aku milih nomer dua gitu, yowes cuma gitu ya, jadi nggak pernah ada sosialisasi atau apalah.”
[Waktu kumpul-kumpul dengan warga itu kan kadang bicara. Waktu ronda, rapat warga, kerja bakti, atau waktu ketemu kan kadang bicara.
Bagaimana-bagaimana, milih apa? Kalau aku milih nomer dua. Ya sudah cuma begitu ya, jadi tidak pernah ada sosialisasi atau apapun.]
Wawancara, 14 Juli 2010
Sejalan dengan apa yang disampaikan CAN, informan lain, YAH Perempuan, 50 tahun, Penjahit mengatakan obrolan antartetangga
merupakan hal yang biasa dilakukannya sehari-hari, begitu pula ketika pemilukada tengah berlangsung. Komunikasi antar persona ia jadikan ajang
untuk bertukar pendapat dengan tetangganya perihal calon pilihan masing- masing. Berikut penjelasan informan :
“ Yo enek tonggo, ngandhani tentang Bu Titik. ‘Kowe milih opo, Yah? Aku kok koyone mathuk Bu Titik, mengko nek dadi iki yo berlanjut
koyo sing kakung’, ngono.”
[Ya ada tetangga, memberitahu tentang Bu Titik. ‘Kamu milih apa Yah? Aku sepertinya setuju Bu Titik, nanti kalau jadi ini ya berlanjut
seperti suaminya’, begitu.] Wawancara, 27 Juni 2010
Komunikasi politik antar persona dengan tetangga membawa pengaruh yang berbeda bagi CAN maupun YAH. Bagi CAN, informasi yang diperoleh
berhasil mengubah perilakunya, sedangkan bagi Yah informasi tersebut hanya berpenagruh memperkuat perilakunya, karena ia adalah tipikal pemilih
rasional yang sebelumnya telah memiliki preferensi terhadap kandidat calon yang sama.
164
commit to user
Walaupun demikian, pandangan yang disampaikan mereka berdua memberikan kesan adanya pengaruh pribadi dalam komunikasi antar persona
yang dilakukan dengan para tetangga. Kuatnya pengaruh ini dibuktikan oleh penelitian Paul Lazarfeld mengenai pemilih di Erie Country, Ohio pada tahun
1940 dan Elmira, New York tahun 1948. Temuan penelitian Lazarfeld menyatakan bahwa media massa memainkan peranan lemah dalam pembuatan
keputusan memilih dibandingkan dengan pengaruh antar pribadi. Penelitian ini juga memperlihatkan kecenderungan kuat bagi orang untuk memberikan
suara sama dengan para anggota kelompok primer. Barelson, Lazarfeld, dan McPhee 1954 menyebut konsistensi kuat ini sebagai ‘homogenitas politik
kelompok primer’ Severin dan Tankard dalam Wijaya, 2009 : 156. Derajat homogenitas tergolong tinggi pada sistem tradisional seperti di
daerah pedesaan, sedangkan norma-norma desa yang lebih modern mendorong homogenitas ini berubah perlahan menjadi lebih hetero. Ciri ini
dimiliki oleh Desa Ngabeyan yang memiliki masyarakat dengan karakterstik transisi. Komunikasi politik antar persona bisa jadi sangat berpengaruh
terhadap satu individu, tapi tidak sama sekali bagi individu lainnya. Apa yang dikatakan salah satu informan penelitian, HAR Laki-laki, 48 tahun,
Karyawan Swasta sepertinya cukup merepresentasikan fakta tersebut. Ia menjelaskan pandangannya sebagai berikut :
“Ya ada obrolan dengan tetangga, kadang pas siskamling, terus pas lagi kumpul dengan tetangga, cuma ya itu sebatas masukan sebagai
bahan referensi, untuk pilihan saya sudah mempunyai gambaran tetap. Saya kalau dengan tetangga itu cuma sebatas diskusi kok Mbak. Kalau
pengaruh yo tidak, masalahnya saya tidak mempunyai kepentingan apapun, jadi ndak ada pengaruhnya sama sekali. Yang jelas saya sudah
165
commit to user
ada penilaian sendiri, dan itu jatuh pada Bu Titik.” Wawancara, 28 Juni 2010
Sama dengan YAH, HAR merupakan pemilih rasional yang menggunakan penilaian retrospektif sebagai dasar pertimbangan memilihnya.
Oleh sebab itu, pesan komunikasi politik antar persona tidak berhasil mempengaruhi perilakunya, sekalipun hal itu dilakukan oleh orang-orang
yang termasuk lingkaran dekatnya seperti para tetangga. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemilih sekedar
memilih adalah orang yang paling kuat mendapat pengaruh dari komunikasi politik antar persona yang berlangsung dengan para tetangga. Sedangkan pada
pemilih rasional, pengaruh yang dihasilkan cenderung lebih lemah, bahkan tidak berpengaruh sama sekali.
f. Teman
Di samping keluarga, lingkungan yang terdiri dari teman-teman dekat merupakan saluran utama komunikasi antar persona yang membantu
seseorang belajar politik Nimmo, 2000 : 110. Teman-teman dekat atau yang biasa disebut pula dengan teman sebaya ini biasanya mempunyai status sosial,
tingkat kemakmuran, dan kegiatan yang relatif sama. Oleh karena itu, melalui komunikasi politik antar persona, mereka mampu memberikan pengaruh
terhadap pandangan politik seseorang, sebuah fondasi yang pada akhirnya membentuk perilaku politik orang tersebut.
Kelompok sebaya mampu mempengaruhi pandangan politik dengan cara memberikan bimbingan melalui keanggotaan dalam asosiasi sukarela,
perhimpunan kewarganegaraan, atau dengan rekan kerja di perusahaan, serikat
166
commit to user
buruh, atau tempat kerja yang lain. Karena orang biasanya masuk dalam pandangan sendiri, maka kemungkinan asosiasi seperti ini mengubah opini
publik menjadi berkurang. Meskipun tidak selalu demikian, kecenderungan yang umum ialah bahwa orang menyesuaikan kepercayaan, nilai, pengharapan
politiknya dengan teman sebaya untuk memelihara persahabatan yang ditunjukkan dengan menjadi teman sebaya Nimmo, 2000 : 113.
Teori di atas menjadi acuan peneliti dalam membahas pengaruh komunikasi politik antar persona dengan teman dalam membentuk perilaku
memilih. Seperti diungkapkan oleh informan penelitian dari Dukuh Brontowiryan, MAN Perempuan, 65 tahun, Pedagang, perilaku memilihnya
merupakan buah dari komunikasi antar persona yang ia lakukan dengan teman-temannya. Dengan kata lain, komunikasi tersebut mampu memberikan
pengaruh terhadap perilakunya. Informan ini memberikan pernyataan lengkapnya sebagai berikut :
“ Pokok’e aku wi dodol tahu dijipuk karo tukang daging, podho nang gerejane, ‘Mbah, sesuk ampun lali’, dikei layang, ‘Mbak kulo niku
layang mboten saget moco’, ‘Nggih mpun pokok’e nomer telu nggih mbah, ampun lali’, trus tak delok, ‘Mbak, piyayi niki jane yo anu tapi
kok ireng mbededeng, lemu’. Tenan tak coblos, trus ndang wes nyoblos, ‘Mbah, njenengan ayu tenan lho mbah, dikon ngene ya
ngene’. Woo dielus-elus piyayi-piyayi no Nduk, jarene aku piyayi sepuh, nanging nek dikandhani ki yo nggatekke. Ngono lho Nduk.
Mbok aku ditekoni sopo ngono, sing tak coblos yo sing ireng mbededeng lemu.”
[Pokoknya aku itu jual tahu diambil sama tukang daging, sama ke gerejanya, ‘Mbah, besok jangan lupa’, diberi surat, ‘Mbak aku itu
kalau surat tidak bisa membaca’, ‘Ya sudah pokoknya nomor 3 ya Mbah, jangan lupa’, terus aku lihat, ‘Mbak orang ini Wardoyo -
Haryanto kok hitam, gagah, gemuk’. Beneran saya coblos, terus begitu sudah mencoblos, ‘Mbah, kamu cantik benar lho Mbah, disuruh
begini ya begini’. Wah, disanjung-sanjung orang aku Nduk Gendhuk- -panggilan untuk anak perempuan dalam Bahasa Jawa, katanya aku
itu orang tua, tapi kalau diberitahu ya memperhatikan. Begitu lho
167
commit to user
Nduk. Aku ditanya siapa-siapa gitu, yang aku coblos ya itu, hitam gagah gemuk.] Wawancara, 27 Juni 2010
MAN yang termasuk kategori pemilih sekedar memilih ini mengaku dirinya juga mendapatkan pesan yang sama dari beberapa temannya yang lain,
baik itu rekan jualannya di pasar maupun temannya di gereja. Semua komunikasi berlangsung dalam bentuk komunikasi diadik, di mana informan
bertatap muka secara langsung hanya dengan komunikator. Adanya pesan yang sama dari beberapa sumber yang berbeda memantapkan hati Arjo untuk
memilih pasangan nomor urut tiga, Wardoyo Wijaya - Haryanto, meskipun ia tidak mengerti betul siapa sosok yang ia pilih dan apa pula program kerja yang
diusung mereka tidak rasional. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi politik
antar persona dengan teman efektif mempengaruhi perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan dalam Pemilukada Sukoharjo 2010,
khususnya bagi pemilih yang tidak memiliki referensi cukup mengenai kandidat yang berkompetisi sehingga mereka berperilaku sekedar memilih.
2. Pengaruh dari Kampanye Pemilukada