POLA KOMUNIKASI POLITIK MASYARAKAT TRANSISI PADA PEMILUKADA 2010

(1)

commit to user

POLA KOMUNIKASI POLITIK MASYARAKAT TRANSISI

PADA PEMILUKADA 2010

(Studi Kasus tentang Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura

pada Pemilukada Sukoharjo 2010)

Oleh : AIDA NURSANTI

D0206030

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

pada Program Studi Ilmu Komunikasi

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

HALAMAN PERSETUJUAN

Disetujui untuk dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pembimbing

Prof. Drs. H. Pawito, Ph.D NIP. 19540805 198503 1 002


(3)

(4)

commit to user

HALAMAN MOTTO

Self Confidence is The First Secret of Success...


(5)

commit to user

HALAMAN PERSEMBAHAN

Untuk kedua orang tuaku,

Bapak Dalimin Harso Siswanto dan Ibu Watik Harso Siswanto.

Terima kasih atas perjuangan tak kenal lelah,

hingga sanggup menghantarkanku sampai di titik berdiri saat ini...


(6)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah tak henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Pola Komunikasi Politik Masyarakat Transisi pada Pemilukada 2010 (Studi Kasus tentang Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010) dengan segala kurang dan lebihnya sebagai buah pilihan, kesungguhan dan tekad yang kuat untuk mempersembahkan yang terbaik bagi kehidupan yang penulis jalani.

Pemilihan tema penelitian ini berawal dari minat penulis akan kajian komunikasi politik yang juga merupakan salah satu mata kuliah pada program studi tempat penulis menimba ilmu. Ketertarikan tersebut didasari oleh fakta bahwa komunikasi politik memainkan peranan yang sangat strategis karena berada dalam kawasan (domain) politik dengan menempatkan komunikasi pada posisi yang sangat fundamental. Komunikasi politik berpengaruh dalam sistem politik sedangkan sistem politik mempengaruhi hajat hidup orang banyak, karena terkait dengan kebijakan umum.

Kajian ini kemudian penulis implementasikan untuk meneliti kegiatan Pemilukada Sukoharjo 2010 dengan fokus penelitiannya adalah pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Perilaku memilih sendiri merupakan efek motorik atau behavior dari komunikasi politik yang bersifat mekanistis.


(7)

commit to user

Sedangkan masyarakat transisi dipilih sebagai objek penelitian karena dibandingkan dengan masyarakat perkotaan maupun pedesaan, penelitian tentang masyarakat transisi cenderung lebih jarang dilakukan. Padahal tipe masyarakat ini merupakan karakteristik mayoritas masyarakat di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Bertolak dari pandangan di atas, peneliti melakukan penelitian ini yang laporannya disusun dalam bentuk skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNS Solo.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan pertolongan baik moril maupun material dari berbagai pihak. Dengan segenap keikhlasan hati, kejernihan pikiran, dan kerendahan jiwa, penulis menghaturkan terima kasih kepada Allah Subhanallahu Wata’ala atas segala nikmat-Nya, terutama dalam memberi petunjuk, kesempatan dan kesehatan sehingga penulis bisa menjalankan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Bapak Drs. H. Supriyadi, SN, SU, Dekan FISIP UNS yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta Ibu Dra. Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D, Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS sekaligus pembimbing akademik penulis, atas kesabarannya dalam membimbing penulis selama masa perkuliahan dan motivasinya agar penulis segera menyelesaikan skripsi.

Terkhusus, penulis menyampaikan banyak ucapan terima kasih kepada pembimbing skripsi, Bapak Prof. Drs. H. Pawito, Ph.D atas keikhlasannya membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini, membukakan begitu banyak cakrawala informasi yang sebelumnya tidak penulis ketahui, serta kemurahan


(8)

commit to user

hatinya untuk berbagi pengalaman dan pelajaran hidup berharga kepada penulis di sela-sela kegiatan bimbingan. Terima kasih pula untuk Bapak Sri Herwindya Baskara Wijaya, S.Sos, M.Si yang bersedia membagi pengalaman tentang penelitiannya yang berkaitan dengan tema yang diangkat penulis. Tidak lupa terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Hamid Arifin, M.Si dan Bapak Budi Aryanto (Mas Budi) yang bersedia direpotkan oleh segala keperluan administrasi yang diperlukan terkait penelitian ini.

Penelitian tidak akan bisa dilaksanakan tanpa ijin dari Kepala Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sri Widodo, selaku Kepala Desa Ngabeyan, Bapak Paryanto, Bapak Gunarto, Ibu Dhian Vita, serta seluruh aparatur pemerintahan Desa Ngabeyan atas kemudahan dan kelancaran yang diberikan kepada penulis selama proses penelitian. Juga kepada Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sukoharjo dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Ngabeyan, terima kasih atas sambutan hangat dan keleluasaan akses informasi yang diberikan kepada peneliti terkait proses pengumpulan data sekunder. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh informan penelitian di Desa Ngabeyan yang bersedia meluangkan waktu, menyediakan tempat, dan memberikan informasi yang dibutuhkan penulis untuk penelitian ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, Bapak Dalimin Harso Siswanto, Ibu Watik Harso Siswanto, Yanuar Nur Aqsa, dan Afrita Nurmawati yang telah memberikan dukungan baik moril maupun material kepada penulis. Kepada teman-teman yang telah berbaik hati ikut membantu kelancaran proses penelitian ini, Erlinta Yudantoro, Yaniar Wendy


(9)

commit to user

Astrianto, dan Noviana Manja Ratna, penulis sampaikan ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya. Juga para sahabat yang tidak pernah lelah untuk memotivasi penulis agar segera menyelesaikan skripsi, terima kasih untuk Kartika Chandra Dewi Pertiwi, S.Sn, Agung Listianto, SH, Sari Hastuti, A.Md, Hendro Wibowo, Endro Krisdiyanto, A.Md, Lusiana Wati, dan Rofika Nur Hayati.

Untuk 11 Camar, Five Ads, KAMEO serta teman-teman seperjuangan Komunikasi FISIP angkatan 2006, terima kasih atas kebersamaan selama masa perkuliahan dan dukungannya selama pengerjaan skripsi. Terima kasih pula untuk Narendra Wisnu Karisma, atas segala bentuk bantuan, dukungan moral dan obor semangat di kala jenuh menerpa. Terakhir, kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik lahir maupun batin dari persiapan penelitian hingga terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih banyak.

Walaupun dalam melaksanakan penelitian penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai batas kemampuan penulis, namun tetap saja tidak ada gading yang tak retak, pun dengan penelitian ini. Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan karya sederhana ini. Terima kasih dan semoga bermanfaat. Amin.

Surakarta, 2 November 2010


(10)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL --- i

HALAMAN PERSETUJUAN --- ii

HALAMAN PENGESAHAN --- iii

HALAMAN MOTTO --- iv

HALAMAN PERSEMBAHAN --- v

KATA PENGANTAR --- vi

DAFTAR ISI --- x

DAFTAR GAMBAR --- xiii

DAFTAR TABEL --- xiv

ABSTRAK --- xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang --- 1

B. Rumusan Masalah --- 11

C. Tujuan Penelitian --- 11

D. Manfaat Penelitian --- 12

E. Telaah Pustaka 1. Komunikasi Politik --- 14

2. Komunikasi Massa --- 25

3. Komunikasi Interpersonal --- 31

4. Iklan Media Luar Ruang --- 34

5. Perilaku Memilih --- 37

6. Masyarakat Transisi --- 44

F. Review Penelitian Terdahulu --- 50

G. Kerangka Pemikiran --- 54

H. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian --- 56

2. Metode Penelitian --- 56

3. Lokasi Penelitian --- 59

4. Jenis Data --- 59

5. Teknik Pengumpulan Data --- 60

6. Teknik Sampling --- 64

7. Validitas Data --- 67


(11)

commit to user

I. Keterbatasan Penelitian --- 71

BAB II DESKRIPSI LOKASI A. Gambaran Umum Kabupaten Sukoharjo --- 73

B. Desa Ngabeyan 1. Geografis --- 75

2. Administrasi --- 77

3. Potensi --- 79

C. Pemilukada Sukoharjo 2010 --- 80

1. Daftar Pemilih Tetap (DPT) --- 81

2. Pencalonan --- 84

3. Kampanye --- 90

4. Pemungutan dan Penghitungan Suara --- 93

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISA DATA A. Komunikasi Politik Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010 --- 100

1. Komunikasi Politik Antar Persona --- 101

2. Kampanye Pemilukada --- 108

3. Iklan Politik Media Luar Ruang --- 113

4. Media Massa --- 118

B. Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010 --- 120

1. Pemilih Sekedar Memilih --- 122

2. Pemilih Partisan --- 124

3. Pemilih Rasional --- 127

4. Pemilih Tidak Memilih (Golput) --- 132

C. Pola Pengaruh Komuniksi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010 --- 135

1. Pengaruh dari Komunikasi Politik Antar Persona --- 139

1.1 Kandidat Calon --- 140

1.2 Tim Sukses --- 145

1.3 Tokoh Masyarakat --- 151

1.4 Keluarga --- 158

1.5 Tetangga --- 162


(12)

commit to user

2. Pengaruh dari Kampanye Pemilukada --- 168

3. Pengaruh dari Iklan Politik Media Luar Ruang --- 176 4. Pengaruh dari Media Massa --- 184

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Komunikasi Politik --- 192 2. Perilaku Memilih --- 193

3. Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih --- 194

B. Implikasi --- 197 C. Saran --- 199

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Dispersi cahaya putih menjadi cahaya dengan berbagai warna yang

mempunyai harga panjang gelombang --- 46

Gambar 1.2 Berkas cahaya yang datang pada prisma akan mengalami pembelokan atau deviasi ke bawah --- 47

Gambar 1.3 Masyarakat model prismatik, memusat, dan memencar --- 47

Gambar 1.4 Kerangka Pemikiran Penelitian --- 55

Gambar 1.5 Komponen-komponen Analisis Data : Model Interaktif Miles dan Huberman --- 70

Gambar 2.1 Peta Administratif Kabupaten Sukoharjo --- 74

Gambar 2.2 Pasangan Calon Muhammad Toha - Wahyudi --- 87

Gambar 2.3 Pasangan Calon Titik Suprapti - Sutarto --- 88

Gambar 2.4 Pasangan Calon Wardoyo Wijaya - Haryanto --- 89

Gambar 2.5 Suasana di Salah Satu TPS Desa Ngabeyan saat Pencoblosan --- 95 Gambar 3.1 Kampanye Pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto --- 111

Gambar 3.2 Kampanye Pasangan Muhammad Toha - Wahyudi --- 112

Gambar 3.3 Iklan Baliho Pasangan Wardoyo Wijaya - Haryanto --- 114

Gambar 3.4 Iklan Baliho Pasangan Muhammad Toha - Wahyudi --- 116

Gambar 3.5 Iklan Spanduk Pasangan Titik Suprapti - Sutarto --- 117


(14)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Daftar Informan Penelitian --- 66

Tabel 2.1 Pembagian Administratif Desa Ngabeyan --- 77

Tabel 2.2 Daftar Pemilih Tetap (DPT) Desa Ngabeyan dalam Pemilukada

Sukoharjo 2010 --- 82

Tabel 2.3 Daftar Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati dalam

Pemilukada Sukoharjo 2010 --- 86

Tabel 2.4 Jadwal Kampanye Pemilukada Sukoharjo 2010 --- 91

Tabel 2.5 Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilukada Sukoharjo

2010 di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura --- 96

Tabel 2.6 Hasil Perolehan Suara Kandidat dalam Pemilukada Sukoharjo

2010 --- 97

Tabel 3.1 Gambaran Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan --- 121

Tabel 3.2 Gambaran Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk


(15)

commit to user

ABSTRAK

AIDA NURSANTI, D0206030, POLA KOMUNIKASI POLITIK

MASYARAKAT TRANSISI PADA PEMILUKADA 2010 (Studi Kasus tentang Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010), Skripsi, Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta, 2010.

Sebagai salah satu masukan yang menentukan bekerjanya semua fungsi dalam sistem politik, komunikasi politik berperan penting dalam pelaksanaan Pemilukada Sukoharjo 2010, terutama dalam kapasitasnya sebagai strategi yang digunakan kandidat calon untuk menumbuhkan simpati dan mempengaruhi preferensi pemilih agar condong kepada mereka. Berhasil tidaknya upaya tersebut tampak pada perilaku pemilih pada saat pemungutan suara, karena perilaku memilih merupakan efek motorik atau behavior dari komunikasi politik yang bersifat mekanistis.

Berdasarkan uraian di atas, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi pada Pemilukada Sukoharjo 2010. Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura dengan pertimbangan bahwa desa ini memiliki ciri masyarakat transisi.

Untuk menjawab masalah tersebut, peneliti menggunakan metode studi kasus karena fokus penelitian terletak pada fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata. Sedangkan pengumpulan data menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview), observasi, dan dokumentasi. Teknik purpossive sampling digunakan untuk memilih 15 orang informan penelitian, sementara validitas data diuji melalui teknik triangulasi sumber (data) dan analisa data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman.

Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa komunikasi politik yang dijalankan kandidat calon melalui saluran komunikasi antar persona, iklan media luar ruang, dan media massa berhasil mempengaruhi preferensi dan perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Akan tetapi, pengaruh tersebut memiliki polanya masing-masing dan tidak sama antara individu satu dengan yang lainnya, sesuai dengan karakteristik masyarakat transisi yang heterogen.

Secara umum, komunikasi antar persona paling berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih dibandingkan saluran lainnya, terutama pada tipikal pemilih partisan dan pemilih sekedar memilih. Sementara pada pemilih rasional, komunikasi politik antar persona berpengaruh dalam memperkuat keyakinan akan preferensi awal pemilih terhadap kandidat tertentu.

Secara khusus, iklan media luar ruang berpengaruh membentuk perilaku memilih pada situasi dan kondisi di mana pemilih tidak memperoleh akses informasi terhadap sumber pengaruh yang lain, seperti komunikasi politik antar persona dan media massa. Pengaruh ini terutama tampak pada perilaku pemilih sekedar memilih yang memiliki kecenderungan untuk memilih kandidat calon


(16)

commit to user

yang paling familiar, paling sering dilihat ataupun didengar. Dan dalam konteks inilah iklan media luar ruang memainkan peranannya.

Sedangkan media massa secara khusus berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih pemilih rasional yang relatif terpelajar serta tidak memiliki kepentingan maupun ikatan emosional dengan partai atau kandidat manapun. Selain itu, mereka cenderung tidak pernah terlibat dalam komunikasi politik antar persona dengan siapapun. Kalaupun ada, komunikasi politik tersebut tidak disisipi adanya kepentingan khusus untuk menggiring opini, melainkan hanya sebatas obrolan seperti biasa pada umumnya dan topik pemilukada yang menjadi muatannya murni karena kegiatan tersebut memang tengah berlangsung dan menjadi pembicaraan hangat di tengah masyarakat.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kampanye publik ternyata tidak mempengaruhi preferensi pemilih terhadap kandidat tertentu, apalagi membentuk perilaku memilihnya. Hal ini dikarenakan masyarakat menyadari tujuan dilaksanakannya kampanye adalah untuk menggalang dukungan suara sehingga apa yang disampaikan cenderung yang baik-baik saja. Kehadiran masyarakat non-partisan dalam kampanye publik yang diadakan kandidat calon umumnya hanya karena tertarik pada hadiah yang ditawarkan dan juga hiburan yang diberikan.


(17)

commit to user

ABSTRACT

AIDA NURSANTI, D0206030, THE TRANSITIONAL SOCIETY’S

POLITICAL COMMUNICATION PATTERN ON HEAD OF DISTRICT ELECTION 2010 (Case Study about The Pattern of Political Communication Influence in Forms The Transitional Society’s Voting Behavior at Ngabeyan’s Village Kartasura’s Subdistrict on Sukoharjo’s Head of District Election 2010), Paper, Communication Science Majors, Social and Political Science Faculty, Surakarta Sebelas Maret University (FISIP UNS), 2010.

As one of prescriptive entry the working of all political system, political communication plays important role on Sukoharjo’s Head of District Election 2010, especially in it’s capacity as a strategy used by candidate for growing sympathy and influence voter’s preference in order to bend to them. Succesful or not that effort appears on voting behavior in vote picking, it’s because voting behavior is motorik’s or behavioral’s effect of political communication that gets mechanistic character.

Based on descriptions upon, appointed problem in this research is how the pattern of political communication influence in forms the transitional society’s voting behavior at Ngabeyan’s Village Kartasura’s Subdistrict on Sukoharjo’s Head of District Election 2010. This research located at Ngabeyan’s, Village Kartasura’s Subdistrict with consideration that this village have transitional society’s characteristic.

To answer that problem, researcher use case study methods because the research’s focus is at contemporary phenomenon in the real life context. Meanwhile, the data collection was done using indepth interview, observation, and documentation. Purpossive sampling technique used to choose 15 research’s informant, while data validity is tested by source (data) triangulation and data analysis use Miles and Huberman’s interactive model.

This research results that political communication that carried on by candidate through interpersonal communication channel, outdoor media advertising, and mass media succesfully influence transitional society’s preference and voting behavior at Ngabeyan’s Village Kartasura’s Subdistrict. But then, that influence have it’s own pattern and it’s different among one individual to another according to the heteroginity of transitional society’s characterictic.

In common, interpersonal communication have a biggest influence in form voting behavior than another channel, especially on partisan and just-vote voter typical. While on rational voter, interpersonal communication influential in strengthen conviction for voter’s early preference to spesific candidate.

Specially, outdoor media advertising influential forms voting behavior in a situation and condition whereabouts voter doesn’t get information’s access to another affecting source, such as interpersonal communication and mass media. This influence particularly appears on just-vote voting behavior that tend to vote the most familiar candidate, the most often seen or heard. And in it’s context, outdoor media plays it’s role.


(18)

commit to user

Meanwhile mass media specially influential forms rational voter’s voting behavior that educated relative and have no spesific importance and also emotional tied up with party or candidate. Beside that, they used to never engage in interpersonal communication with whoever. If even available, that political communication not inserted with spesific importance to dribbling opinion, but it just like a general talk whereabouts the topic around head of district election as a content just because that activity really mean happens and become warming talk in the middle of society.

The results of research also shows that public campaign apparently doesn’t influence voter’s preference to spesific candidate, even less forms voting behavior. It because of the society realize the aim of campaign is to gather voice support so what does it said tend that carefully only. Except partisan voters, the society attendance on public campaign that arranged by candidate just because they interested with the prize which offered and the entertainment which given.


(19)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi sebagai esensi dari interaksi antar manusia memegang peranan penting dalam semua aspek kehidupan, termasuk politik. Politisi terpilih menduduki jabatan tertentu karena komunikasi politik yang dijalankannya, sebaliknya, beberapa terpaksa meletakkan jabatannya pun karena komunikasi politik. Urgensi komunikasi politik dalam sistem politik ibarat darah dalam tubuh manusia, tanpanya, manusia tidak akan ada.

Komunikasi politik berkaitan erat dengan sistem politik yang dianut sebuah negara. Menurut Gabriel A. Almond, komunikasi merupakan salah satu masukan yang menentukan bekerjanya semua fungsi dalam sistem politik. Komunikasi politik diibaratkan sebagai suatu sistem sirkulasi darah dalam tubuh yang mengalirkan pesan-pesan politik berupa tuntutan, protes, dan dukungan (aspirasi dan kepentingan) ke jantung (pusat) pemrosesan sistem politik. Ia berperan menyambungkan semua bagian dari sistem politik sehingga aspirasi dan kepentingan tersebut dikonversikan menjadi kebijaksanaan. Bila komunikasi berjalan lancar, wajar, dan sehat, sistem politik akan mencapai tingkat kualitas responsif yang tinggi terhadap perkembangan aspirasi dan masyarakat sesuai dengan tuntutan zaman (Cangara, 2009 : 17).


(20)

commit to user

Dalam setiap realitas kehidupan politik bisa dipastikan akan selalu terjadi komunikasi politik. Setiap hari, para tokoh pemerintahan/aktor politik menyampaikan pernyataan baik resmi maupun tidak resmi, pendapat, dan berbagai komentar yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat secara keseluruhan, sehingga bentuk kehidupan politik seperti rapat, pidato, kampanye, debat politik, lobi dan negosiasi menjadi suatu keniscayaan. Hal ini merupakan salah satu bentuk konkret dari kegiatan komunikasi politik di mana elit politik bertindak selaku komunikator.

Bentuk konkret lain dari kegiatan komunikasi politik adalah penyampaian pesan politik yang dilakukan oleh warga masyarakat. Yang menjadi sasaran biasanya adalah pejabat pemerintahan/politik. Kegiatan di mana warga masyarakat bertindak selaku komunikator ini dapat berupa penyampaian tuntutan atau protes yang biasanya dialamatkan kepada DPR RI, DPRD, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Meski dilakukan oleh masyarakat biasa, komunikasi politik dalam bentuk tuntutan dan protes ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Kesalahan penguasa/elit politik yang mengabaikan tuntutan mereka akan membawa dampak yang berakibat fatal. Aksi-aksi protes dari masyarakat luas yang kemudian memperoleh penguatan dari media massa dapat memaksa pemerintah mengubah atau mencabut suatu kebijakan, memaksa pejabat mengundurkan diri, bahkan mengakibatkan perubahan politik yang besar termasuk tumbangnya suatu rezim.

Contoh nyata yakni keputusan pemerintah merevisi PP No. 37 Tahun 2006 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan/Anggota DPRD


(21)

commit to user

di awal 2007 dan penarikan kembali rencana kenaikan Tarif Dasar listrik (TDL) tahun 2005. Begitu pula pengunduran diri Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 sebagai puncak dari rangkaian krisis politik di Indonesia periode 1997-1999. Keduanya sarat dipengaruhi oleh komunikasi politik masyarakat yang kemudian mendapat penguatan oleh media massa (Pawito, 2009 : 3).

Komunikasi politik, seperti halnya di sistem politik lainnya, juga mutlak diperlukan dalam proses pembentukan pemerintahan, baik eksekutif maupun legislatif, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pembentukan pemerintahan ini mengacu pada proses penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu), baik pemilu legislatif, pemilu presiden, maupun pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) yang rutin diselenggarakan setiap lima tahun sekali sebagai agenda wajib demokrasi Indonesia.

Terlepas dari segala pro dan kontra yang timbul atas penyelenggaraan-nya, pemilukada adalah instrumen penting untuk mewujudkan kedaulatan rakyat di tingkat lokal. Pemilukada merupakan mekanisme demokratis dalam rangka rekruitmen pemimpin daerah, di mana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara memiliki hak dan kebebasan sepenuhnya untuk memilih calon pemimpinnya secara langsung berdasarkan kriteria yang jelas dan transparan.

Pemilukada (dulu pilkada) diselenggarakan pertama kali di Indonesia pada bulan Juni 2005 berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Akan tetapi, banyaknya kritik terhadap implementasi UU tersebut mendorong dibentuknya peraturan perundang-undangan baru


(22)

commit to user

yang secara khusus mengatur penyelenggara pemilihan umum. Terbitnya UU No. 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum pun dirasa sebagai angin segar. Menurut UU ini, secara yuridis formal pilkada telah dikategorikan sebagai pemilihan umum. Sejak saat itulah, istilah pemilukada mulai sering dipakai banyak orang, walaupun sebagian yang lain masih sering pula menyebut pilkada.

Seperti pemilu pada umumnya, pada pemilukada, komunikasi politik berperan penting untuk menarik simpati dan mempengaruhi perilaku masyarakat untuk memilih calon tertentu pada saat pemilihan. Kandidat calon dan tim kampanye selaku komunikator politik melemparkan berbagai pesan politik untuk mempengaruhi sikap dan perilaku khalayak. Terkait hal ini, Stuart dan Jamias menyatakan bahwa pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh seseorang sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh dapat terjadi pada tingkat pengetahuan, sikap, maupun perilaku (Cangara, 2009 : 411).

Berhasil atau tidaknya komunikasi politik yang dijalankan kandidat calon dan tim kampanye akan tampak pada perilaku memilih masyarakat ketika hari pencoblosan tiba. Perilaku memilih dipahami sebagai tingkah laku atau atau tindakan seseorang dalam proses pemberian suara serta latar belakang seseorang melakukan tindakan tersebut. Perilaku memilih seseorang kepada satu calon tertentu merupakan efek motorik atau behavior dari komunikasi politik yang bersifat mekanistis. Untuk mewujudkannya perlu pemilihan saluran komunikasi politik yang tepat sesuai dengan karakteristik dan pola komunikasi masyarakat setempat.


(23)

commit to user

Penentuan saluran komunikasi politik erat kaitannya dengan target sasaran yang hendak dituju, dalam hal ini yaitu masyarakat. Memahami masyarakat sebagai target sasaran dalam komunikasi politik merupakan hal yang sangat penting sebab semua aktivitas komunikasi diarahkan kepada mereka. Merekalah yang menentukan berhasil tidaknya komunikasi politik karena bagaimana pun besarnya biaya, waktu, dan tenaga yang dikeluarkan untuk mempengaruhi mereka, namun apabila mereka tidak mau memberi suara kepada partai atau kandidat yang diperkenalkan kepada mereka, komunikasi politik akan sia-sia.

Penggunaan saluran komunikasi massa untuk penyampaian pesan politik pada saat pemilukada cukup efektif apabila sasaran yang ingin dituju adalah masyarakat modern/industri yang tinggal di wilayah perkotaan. Karakteristik mereka yang cenderung individualis dan kompetitif tidak memberikan ruang dan waktu yang cukup untuk berinteraksi secara langsung dengan lingkungan di sekitarnya. Pola hidup dengan tingkat kesibukan yang tinggi juga membatasi ruang gerak mereka untuk hal-hal yang berada di luar kepentingannya sendiri, termasuk politik. Kehadiran media massa pun dipandang mampu menjembatani kepentingan komunikator politik.

Penggunaan media massa dalam komunikasi politik sangat sesuai dalam upaya membangun opini publik serta membentuk citra diri kandidat calon. Media massa tidak lagi sekedar menyampaikan laporan mengenai berbagai peristiwa, tetapi juga menjadi panggung bagi para kandidat yang saling berkompetisi untuk meraih dukungan publik dalam skala masif mengingat kekuatan media massa dalam menguasai ruang dan waktu. Melalui


(24)

commit to user

media massa pula, publik khususnya masyarakat perkotaan dapat mengetahui platform kandidat yang ditawarkan sehingga hal itu dapat dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan memilih.

Sementara itu, saluran komunikasi antar persona atau interpersonal lebih tepat diterapkan bagi masyarakat pedesaan/tradisional mengingat interaksi sosial mereka jauh lebih kental dibandingkan dengan masyarakat kota. Apalagi, tingkat perkembangan media massa dan tingkat “melek huruf” masyarakat masih rendah, sehingga pesan politik hanya dapat disampaikan melalui komunikasi interpersonal. Apabila di masyarakat modern peran pemuka pendapat (opinion leader) mulai memudar seiring arus informasi yang kian mudah diakses siapa saja, maka tidak demikian halnya dengan masyarakat tradisional. Opinion leader masing memegang peranan yang cukup besar dalam menentukan sikap dan perilaku pengikutnya. Mereka diikuti bukan karena kedudukan atau jabatan politik tetapi karena kewibawaan, kharisma, mitos yang melekat padanya, atau karena pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya.

Dalam pola komunikasi ini, kiai dan ulama merupakan sasaran paling strategis. Kiai dianggap mempunyai kekuatan yang tinggi dalam mem-pengaruhi masyarakat karena bisa memahami apa yang dibutuhkan dan diinginkan masyarakatnya. Dengan ilmu dan keahliannya di bidang agama, seorang kiai mampu ‘mengasuh’ masyarakat dengan menunjukkan mana yang benar dan mana yang salah. Kemampuannya dalam menjawab berbagai persoalan yang ingin diketahui masyarakat pun tidak diragukan lagi. Sehingga dapat dikatakan, pendekatan yang intens secara interpersonal kepada


(25)

commit to user

opinion leader selaku pengatur lalu lintas opini adalah kunci keberhasilan komunikasi politik di mana target sasarannya adalah masyarakat tradisional.

Apabila masyarakat modern/perkotaan dan masyarakat tradisional/ pedesaan memiliki pola komunikasi politiknya sendiri, masyarakat transisi pun demikian. Masyarakat ini mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakannya dari masyarakat modern ataupun masyarakat tradisional sehingga tidak dapat dimasukkan dalam golongan keduanya. Masyarakat transisi merupakan masyarakat yang berada pada posisi persimpangan atau

peralihan dari masyarakat tradisional/agraris menuju masyarakat

modern/industri, atau dengan kata lain masyarakat yang tengah mengalami proses pembangunan.

Perubahan struktur pada masyarakat tradisional merupakan akibat dari derasnya proses modernisasi dengan berbagai nilai atau teknologi yang ditawarkan. Perubahan pada masyarakat transisi terlihat jelas pada makna pribadi yang mengalami transformasi di dalam tatanan dan tata hidup sehari-hari, misalnya pluralitas mata pencaharian, pengalihan fungsi lahan pertanian menjadi areal perumahan dan pabrik, banyaknya masyarakat pendatang, kemajuan teknologi dan transportasi yang digunakan, serta keadaan sosial ekonomi masyarakat yang semakin meningkat dan pendidikan masyarakat yang semakin tinggi. Walaupun perubahan yang terjadi membawa dampak positif yakni dapat meningkatkan kehidupan masyarakat melalui teknologi yang ditawarkan, akan tetapi dampak negatif juga tidak terelakan, yaitu potensi munculnya konflik dikarenakan adanya perbenturan dua sistem nilai, tradisional dan modern.


(26)

commit to user

Dalam aspek komunikasi politik, secara umum baik pola komunikasi politik masyarakat tradisional/pedesaan maupun modern/perkotaan dapat dijumpai pada masyarakat transisi, karena karakteristiknya memang berada di antara keduanya, yang membedakan hanyalah seberapa besar porsi masing-masing. Hal tersebut tentunya berbanding lurus dengan sejauh mana transisi yang dialami. Inilah yang harus dipahami oleh kandidat calon yang ingin melakukan komunikasi politik dengan target sasaran masyarakat transisi. Pemahaman mengenai target sasaran, keinginan, sikap, kepercayaan, kebiasaan, dan nilai-nilai yang mereka pegang sangat penting dalam menetapkan langkah-langkah kampanye terutama dalam kaitannya dengan strategi, pendekatan, tema, penyusunan pesan, dan pemilihan saluran yang tepat.

Masyarakat transisi, seperti diungkapkan Fred W. Riggs, merupakan tipikal masyarakat di negara-negara yang sedang berkembang (dunia ketiga), termasuk Indonesia. Mayoritas masyarakat di Indonesia mulai menganut nilai-nilai modernisasi walaupun tidak sepenuhnya meninggalkan tradisi nenek moyang mereka. Karakteristik ini pula yang dijumpai pada masyarakat Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo.

Berada di lokasi strategis yang menghubungkan jalur Surabaya-Solo-Yogyakarta dan Solo-Semarang, Kartasura merupakan kota satelit bagi Surakarta atau Solo. Selain Solo Baru, Kartasura merupakan wilayah pengembangan dari Kota Surakarta. Kartasura juga memiliki nilai historis yang kuat karena di daerah ini dulu pernah berdiri pusat Kerajaan Mataram Islam sebelum akhirnya Perjanjian Giyanti tahun 1755 membaginya menjadi


(27)

commit to user

Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta (http://id.wikipedia.org/wiki/

Kartasura, Sukoharjo).

Desa Ngabeyan termasuk salah satu desa di wilayah Kecamatan Kartasura. Pada umumnya dari tahun ke tahun keadaan Desa Ngabeyan terus mengalami perkembangan yang cukup pesat. Kondisi masyarakatnya pun semakin maju seiring dengan semakin mudahnya menerima arus informasi dari luar. Desa Ngabeyan dapat disebut sebagai desa transisi karena baik secara fisik maupun psikologis masyarakatnya sedang menuju ke arah modern. Secara fisik dapat diamati dari banyaknya pembangunan perumahan, pabrik, terminal bus baru, rumah sakit, jalan-jalan penghubung desa, serta penggunaan alat transportasi bermotor yang semakin beragam. Gaya hidup masyarakatnya pun turut berubah, sesuai tingkat pendidikan, pola pekerjaan, tingkat pendapatan, dan keadaan sosial ekonomi yang juga mengalami perubahan.

Meskipun demikian, ada beberapa bagian dari kondisi sosial budaya mayarakat Desa Ngabeyan yang tidak ikut berubah. Hal ini dikarenakan masih ada karakteristik pedesaan yang terus dipertahankan, misalnya kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan, pertemuan rutin warga, kegiatan tirakatan memperingati hari kemerdekaan RI, rewang (membantu tetangga yang punya hajat), njagong (menghadiri resepsi pernikahan), serta nglayat (mengurusi pemakaman tetangga yang meninggal dunia).

Termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Sukoharjo, masyarakat Desa Ngabeyan juga turut berpartisipasi dalam ajang pemilukada Sukoharjo yang diselenggarakan tahun ini. Pemilihan bupati dan wakil bupati


(28)

commit to user

Sukoharjo merupakan satu di antara 244 pemilukada yang digelar di Indonesia sepanjang tahun 2010. Jumlah tersebut terdiri dari tujuh pemilihan gubernur/wakil gubernur, 202 pemilihan bupati/wakil bupati dan 35 pemilihan wali kota/wakil wali kota (Kompas, 13 Agustus 2010). Pemilukada Sukoharjo 2010 diikuti oleh tiga pasang calon bupati dan wakil bupati, yakni Drs. Muhammad Toha, S.Sos, M.Si – Drs. H. Wahyudi, M. Pd yang diusung oleh koalisi PKB, Partai Demokrat, dan PAN; Titik Suprapti S.Sos, M.Si – H. Sutarto yang diusung Partai Golkar dan PBB; serta Wardoyo Wijaya SH, MH – Drs. Haryanto yang diusung oleh koalisi PDIP, PKS, PPP, dan Hanura.

Dalam pemilihan yang berlangsung Kamis, 3 Juni 2010 tersebut, pasangan nomor urut tiga Wardoyo Wijaya - Haryanto (War-To) berhasil keluar sebagai pemenang. Pasangan ini meraup 199.612 suara atau 49,33 % dari suara sah yang ada. Selanjutnya di urutan kedua ditempati pasangan nomor urut dua, Titik Suprapti - Sutarto (Titik-Tarto) yang mengantongi 121.290 dukungan atau 29,98 % suara sah. Sementara pasangan nomor satu, Muhammad Toha - Wahyudi (Ha-Di) menempati posisi ke tiga dengan dukungan 83.716 suara atau 20,69 % suara sah. Berdasarkan hasil rekapitulasi suara, total suara sah pada pemilukada Sukoharjo yakni sebesar 93,4 % atau 404.618 suara. Untuk suara tidak sah jumlahnya mencapai 28.402 suara atau 6,6 %. Sedangkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 66 % atau sebanyak 433.020 suara (Solopos, Rabu, 9 Juni 2010).

Pada penelitian ini fokus utama peneliti adalah mengenai pola komunikasi politik masyarakat transisi dalam hal ini masyarakat Desa Ngabeyan, Kecamatan Kartasura, pada Pemilukada Kabupaten Sukoharjo


(29)

commit to user

Tahun 2010. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul ”Pola Komunikasi Politik Masyarakat Transisi pada Pemilukada 2010 : Studi Kasus tentang Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang ingin diangkat oleh peneliti adalah:

1. Bagaimana komunikasi politik masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010?

2. Bagaimana perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010?

3. Bagaimana pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan pada Pemilukada Sukoharjo 2010?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi politik masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010.

2. Untuk mengetahui bagaimana perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010.


(30)

commit to user

3. Untuk mengetahui bagaimana pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan pada Pemilukada Sukoharjo 2010.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah: 1. Manfaat Akademis :

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi proses pembelajaran bagi peneliti dalam mengaplikasikan teori-teori komunikasi yang dipelajari di bangku perkuliahan, serta melatih peneliti untuk berpikir lebih ilmiah, kritis, dan sistematis. Dengan melakukan penelitian ini, peneliti juga mendapatkan wawasan dan pengetahuan lebih mengenai tiga elemen penting dalam bidang kajian ilmu sosial sekaligus. Pertama komunikasi, dengan meneliti pengaruh komunikasi politik, kedua sosiologi, yakni dengan meneliti masyarakat transisi, dan ketiga politik, dengan meneliti perilaku memilih sebagai bagian dari kegiatan politik Pemilukada Sukoharjo 2010.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan di bidang penelitian ilmu komunikasi pada umumnya, serta menambah pengetahuan dan pemikiran mengenai pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih pada khususnya.


(31)

commit to user

2. Manfaat Praktis :

a. Bagi aktor politik (kandidat calon, pengurus partai politik, aktivis politik, dan seluruh stakeholders terkait), penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai arti penting merencanakan komunikasi politik yang baik agar pesan dapat efektif mempengaruhi perilaku memilih, khususnya dalam konteks pemilukada di mana target sasarannya adalah masyarakat transisi. b. Bagi masyarakat selaku komunikan, penelitian ini diharapkan

dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan penting untuk dijadikan pedoman memperluas pandangan terkait partisipasi politik dalam ajang pemilukada, komunikasi politik yang dijalankan kandidat calon dan partai politik, serta perilaku memilih sebagai unit terpenting keberhasilan kandidat calon dalam memenangkan pemilukada.

c. Bagi lembaga penyelenggara pemilukada, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih rinci mengenai penyelenggaraan pemilukada di wilayah desa, yang merupakan unit pemerintahan terkecil, khususnya desa dengan karakteristik masyarakat transisi, supaya dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan kedepannya dapat menyelenggarakan pemilukada secara lebih baik lagi.


(32)

commit to user

E. Telaah Pustaka

1. Komunikasi Politik

Komunikasi politik adalah sebuah studi interdisipliner yang dibangun diatas berbagai macam disiplin ilmu, terutama dalam hubungannya antara proses komunikasi dan proses politik. Menurut Lucian Pye, antara komunikasi dan politik memiliki hubungan yang erat dan istimewa karena berada dalam kawasan (domain) politik dengan menempatkan komunikasi pada posisi yang sangat fundamental. Tanpa adanya suatu jaringan (komunikasi) yang mampu memperbesar (enlarging) dan melipatgandakan (magnifying) ucapan-ucapan dan pilihan-pilihan individual, tidak akan ada namanya politik (Cangara, 2009 : 16 ).

Sesuai etimologinya, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Walaupun setiap orang yang menyuarakan pesan bermuatan politik dapat disebut sebagai komunikator politik, namun yang bertindak sebagai komunikator utama di sini adalah para pemimpin politik atau pejabat pemerintah karena merekalah yang aktif menciptakan pesan politik untuk kepentingan politis mereka. Mereka adalah pols, yakni politisi yang hidupnya dari manipulasi komunikasi, dan vols, yakni warganegara yang aktif dalam

politik secara part timer ataupun sukarela (

http://romeltea.com/komunikasi-politik).

Dalam praktiknya, komunikasi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak


(33)

commit to user

berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar soal kenaikan BBM, merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat persetujuan DPR. Konsep, strategi, dan teknik kampanye, propaganda, dan opini publik termasuk dalam bidang kajian ilmu komunikasi politik.

Ada banyak definisi mengenai komunikasi politik, salah satu yang cukup gamblang dikemukakan Astrid D. Soesanto (1986), bahwa komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan pada pencapaian pengaruh sedemikian rupa sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini dapat mengikat semua warganya melalui sanksi yang ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik (Ardial, 2009 : 28). Dengan demikian, melalui kegiatan komunikasi politik terjadi pengaitan masyarakat sosial dengan lingkup negara sehingga komunikasi politik merupakan sarana untuk pendidikan politik/kesadaran warga dalam hubungan kenegaraan.

Sedangkan pakar ilmu politik, seperti Almond dan Powell (1966) menempatkan komunikasi politik sebagai fungsi politik, bersama-sama dengan fungsi artikulasi, sosialisasi, dan rekruitmen yang terdapat dalam sistem politik tertentu. Menurut kedua pakar tersebut, komunikasi politik merupakan prasyarat yang diperlukan bagi kelangsungan fungsi-fungsi yang lain (Ardial, 2009 : 28). Dari perspektif berbeda, Nimmo juga memberi rumusan mengenai komunikasi politik. Dengan memandang inti komunikasi komunikasi sebagai proses interaksi sosial dan inti politik sebagai konflik


(34)

commit to user

sosial, Nimmo merumuskan komunikasi politik sebagai kegiatan komunikasi yang bersifat politis atas dasar konsekuensi aktual dan potensial, yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik (Nimmo, 1999 : 9).

Sebagai suatu proses, komunikasi politik dapat dipahami dengan melibatkan setidaknya lima unsur, yakni pelibat (aktor atau partisipan), pesan, saluran, situasi atau konteks, dan pengaruh atau efek (Pawito, 2009 : 6).

a. Pelibat (Aktor Komunikasi Politik)

Aktor komunikasi politik adalah semua pihak yang terlibat atau mengambil peran dalam proses penyampaian (komunikator politik) dan penerimaan pesan (komunikan). Aktor komunikasi politik dapat berupa

individu/perseorangan, kelompok, organisasi, lembaga, maupun

pemerintah. Bapak-bapak yang tengah melakukan kegiatan siskamling sembari membicarakan pemilukada yang sebentar lagi akan berlangsung dapat dikatakan sebagai aktor komunikasi politik, begitu pula pemerintah yang memberikan pengumuman mengenai kenaikan tarif dasar listrik (TDL).

b. Pesan Politik

Suatu komunikasi dapat dikatakan sebagai komunikasi politik apabila pesan yang saling dipertukarkan oleh aktor atau partisipan memiliki signifikasi dengan politik, setidaknya sampai tingkat tertentu. Artinya, karakter dan pesan komunikasi tersebut memiliki keterikatan dengan politik. Kata politik mengandung pengertian tentang segala sesuatu yang menyangkut kepentingan penjatahan sumber daya publik. Pidato politik, undang-undang pemilu, pernyataan politik, siaran radio dan televisi yang


(35)

commit to user

berisi muatan politik, iklan politik, debat politik, dan propaganda dapat dikategorikan sebagai pesan politik.

c. Saluran atau Media Politik

Saluran atau media politik adalah alat atau sarana yang dipergunakan oleh para komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya, misalnya media massa baik cetak maupun elektronik, media format kecil (leaflet, pamphlet, poster, brosur, stiker, buletin), media luar ruang (baliho, spanduk, reklame, bendera, kaos oblong), saluran komunikasi kelompok, saluran komunikasi antarpribadi, dan saluran komunikasi sosial.

d. Situasi atau Konteks

Situasi atau konteks komunikasi politik adalah keadaan dan kecenderungan lingkungan yang melingkupi proses komunikasi politik. Atau dalam arti luas, situasi atau konteks pada dasarnya adalah sistem politik di mana komunikasi politik berlangsung dengan segala keterikatannya dengan nilai-nilai, baik filsafat, ideologi, sejarah, ataupun budaya.

e. Pengaruh atau efek Komunikasi Politik

Pertukaran pesan yang terjadi di antara aktor komunikasi politik yang kemudian direspon oleh pihak-pihak terkait atau yang memiliki kepentingan dapat dikatakan membawa pengaruh (efek). Pengaruh dapat berupa perubahan situasi yang sama sebagaimana dikehendaki oleh pemberi pesan, tidak terjadi perubahan apa-apa, dan mungkin dapat berupa situasi yang lebih buruk lagi.


(36)

commit to user

Sedangkan dalam tatanan penyelenggaraan sebuah pemerintahan negara, komunikasi politik mempunyai dua fungsi yang secara garis besar terbagi dalam dua macam situasi, yaitu:

a. Fungsi komunikasi politik yang ada pada struktur pemerintahan (suprastruktur politik) atau disebut pula dengan istilah the government political sphere.

Pada fungsi ini, komunikasi politik berisikan informasi yang menyangkut seluruh kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Isi komunikasi ditujukan pada upaya mewujudkan loyalitas dan integritas nasional untuk mencapai tujuan negara yang lebih luas. Komunikasi yang berada pada suprastruktur berisikan antara lain:

1. Seluruh kebijakan yang menyangkut kepentingan umum. 2. Upaya meningkatkan loyalitas dan integritas nasional.

3. Motivasi dalam menumbuhkan dinamika dan integritas mental dalam segala bidang kehidupan yang menuju pada sikap perbaikan dan modernisasi.

4. Peraturan dan perundang-undangan untuk menjaga ketertiban dan keharmonisan dalam hidup bernegara.

b. Fungsi yang berada pada struktur masyarakat (infrastruktur politik) yang disebut pula dengan istilah the sociopolitical sphere.

Komunikasi politik yang berada pada struktur masyarakat dapat dilihat dari fungsi agregasi kepentingan dan artikulasi kepentingan. Agregasi kepentingan merupakan proses penggabungan kepentingan untuk kemudian dirumuskan dan disalurkan kepada pemerintah selaku pemegang


(37)

commit to user

kekuasaan, untuk dijadikan kebijaksanaan umum (policy). Sedangkan artikulasi kepentingan adalah proses sintesis aspirasi-aspirasi masyarakat sebagai anggota kelompok, yang berupa ide dan pendapat untuk kemudian dijadikan pola dan program politik (Ardial, 2009 : 39).

Fungsi yang telah dikemukakan di atas tentu sangat mendukung berbagai bentuk kegiatan komunikasi politik. Menurut Arifin (2003 : 85-104), bentuk kegiatan komunikasi politik yang sudah lama dikenal dan diterapkan para politikus, aktivis dan komunikator politik lain adalah sebagai berikut : a. Retorika Politik

Retorika berasal dari bahasa Yunani rhetorica, yang berarti seni

berbicara. Retorika menurut Plato adalah kemampuan untuk

mempengaruhi jiwa manusia secara positif kearah kebenaran. Plato menekankan bahwa orator atau komunikator dalam mengucapkan kata atau kalimat, baik secara implisit maupun eksplisit senantiasa harus berpedoman pada dasar-dasar yang di dalamnya terdapat kebenaran dan kebajikan.

Sedangkan Aristoteles dalam karyanya Retorika, membagi retorika politik ke dalam tiga jenis, yaitu retorika diliberatif, retorika forensik, dan retorika demonstratif. Retorika diliberatif dirancang untuk mempengaruhi khalayak dalam kebijakan pemerintah di mana pembicaraan difokuskan pada keuntungan dan kerugian jika kebijakan diputuskan dan dilaksanakan. Retorika forensik adalah retorika yang berkaitan dengan pengadilan. Fokus pembicaraan pada masa lalu yang berkaitan dengan


(38)

commit to user

keputusan pengadilan. Sedangkan retorika demonstratif adalah retorika yang mengembangkan wacana, dapat memuji atau menghujat. Retorika politik pada umumnya menerapkan retorika demonstratif untuk mempengaruhi khalayak.

b. Agitasi Politik

Agitasi berasal dari bahasa Latin agitare (bergerak, meng-gerakkan) atau dalam bahasa Inggris yaitu agitation. Menurut Herbert Blumer (1969) agitasi adalah beroperasi untuk membangkitkan rakyat ke gerakan tertentu terutama gerakan politik. Dengan kata lain, agitasi adalah upaya menggerakkan massa dengan lisan atau tulisan, dengan cara merangsang dan membangkitkan emosi khalayak.

Agitasi menurut Blumer dimulai dengan cara membuat kontradiksi dalam masyarakat dan menggerakkan khalayak untuk menentang kenyataan hidup yang dialami selama ini (penuh penderitaan dan ketidakpastian), dengan tujuan menimbulkan kegelisahan di kalangan massa. Kemudian massa digerakkan untuk mendukung gagasan baru atau ideologi baru dengan menciptakan keadaan yang baru.

c. Propaganda Politik

Propaganda yang berasal dari bahasa Latin propagare (menyemai tunas tanaman) merupakan salah satu bentuk kegiatan komunikasi politik yang dilakukan secara terencana dan sistemik, untuk tujuan mempengaruhi seseorang atau kelompok orang, khalayak, atau komunitas yang lebih besar (bangsa) agar melaksanakan atau menganut ide (ideologi, gagasan,


(39)

commit to user

sampai sikap) atau kegiatan tertentu dengan kesadarannya sendiri tanpa merasa dipaksa/terpaksa.

Beberapa teknik propaganda yang sudah lama dikenal antara lain: 1. Penjulukan (name calling), yaitu memberi nama jelek kepada pihak

lain.

2. Iming-iming (glittering generalities), yaitu menggunakan kata-kata yang muluk, slogan-slogan, dan memutarbalikkan fakta.

3. Transfer, yaitu melakukan identifikasi dengan lambang-lambang otoritas.

4. Testimonial, yaitu pengulangan ucapan orang yang dihormati atau dibenci untuk mempromosikan atau meremehkan suatu maksud. 5. Merakyat (plain foks), yaitu menempatkan diri sebagai bagian dari

rakyat.

6. Menumpuk kartu (card stacking), yaitu memilih dengan teliti pernyataan yang akurat dan logis.

7. Gerobak musik (bandwagon), yaitu mendorong khalayak untuk bersama-sama orang banyak bergerak mencapai tujuan atau kemenangan yang pasti.

Dengan beragam teknik seperti diatas, propaganda politik dipandang sebagai bentuk kegiatan komunikasi politik yang berbahaya bagi kemanusiaan. Itulah sebabnya, di negara demokrasi kegiatan propaganda politik sangat tidak disukai, bahkan ditolak dengan cara mengembangkan kegiatan yang lain seperti public relations politik dan penerangan.


(40)

commit to user

d. Public Relations Politik

Public relations adalah usaha atau kegiatan untuk mengadakan hubungan dengan masyarakat oleh badan/ organisasi secara sadar dan sistemis. Kegiatan public relations menunjukkan ciri demokrasi, dengan faktor tekanan pada komunikasi timbal balik, dan memberi penghargaan kepada khalayak atau masyarakat. Khalayak tidak hanya dipandang sebagai objek semata melainkan juga subjek. Jadi, public relations politik bukan hanya mempengaruhi pendapat umum, tetapi juga memupuk pendapat umum yang sudah terbangun, artinya memelihara tindakan-tindakan terhadap pendapat tersebut.

Dalam komunikasi politik, usaha membentuk atau membina citra dan pendapat umum yang positif dilakukan dengan persuasif positif, yaitu dengan metode komunikasi dua arah dalam arti menghargai pendapat dan keinginan khalayak.

e. Kampanye Politik

Kotler dan Roberto (1989) mendefinisikan kampanye sebagai berikut :

“ Campaign is an organized effort conducted by one group (to change agent) which intends to persuade others (the target adopters), to accept, to modify, or abandon certain ideas, atitudes, practices and behavior.”

[Kampanye adalah sebuah upaya yang dikelola oleh satu kelompok (agen perubahan) yang ditujukan untuk mempersuasi target sasaran agar bisa menerima, memodifikasi atau membuang ide, sikap, dan perilaku tertentu (Cangara, 2009 : 284)]

Kampanye merupakan salah satu kegiatan komunikasi politik yang paling semarak dan melibatkan banyak orang. Kegiatan ini biasanya


(41)

commit to user

dilakukan menjelang pemilihan umum, baik pemilu legislatif, presiden, maupun pemilihan kepala daerah (pemilukada). Kampanye politik adalah bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh seseorang, sekelompok orang atau organisasi politik dalam suatu kurun waktu tertentu untuk memperoleh dukungan politik dari rakyat.

Salah satu jenis kampanye yang digunakan adalah kampanye massa, yaitu kampanye politik yang ditujukan kepada massa (orang bnayak), yang dilakukan baik melalui hubungan tatap muka maupun dengan menggunkan berbagai media, seperti surat kabar, radio, televisi, film, spanduk, baliho, poster, pamphlet, serta melalui medium internet. Penyampaian pesan politik kepada massa, merupakan bentuk kampanye yang handal.

Selain kampanye massa, dikenal pula kampanye tatap muka atau kampanye antarpersona (interpersonal), yaitu kampanye yang dilakukan tanpa media perantara. Kandidat bertemu langsung dengan para calon pemilih, melakukan dialog, bersalaman, dan bercanda. Hubungan tatap muka dapat dilangsungkan baik secara formal maupun informal.

f. Lobi Politik

Lobi politik merupakan forum pembicaraan politik yang bersifat dialogis. Dalam lobi politik, pengaruh pribadi seperti kom-petensi, penguasaaan masalah, jabatan, dan kepribadian (kharisma) politikus amat penting, karena lobi politik merupakan gelanggang terpenting pembicaraan para politikus atau kader partai politik tentang kekuasaan, pengaruh, otoritas, konflik, dan konsensus.


(42)

commit to user

Menurut Dan Nimmo, karakteristik percakapan politik dalam lobi politik antara lain adalah koorientasi, yaitu orang saling bertukar pandangan tentang suatu masalah. Dalam pertukaran pandangan itu diperlukan kemampuan negosiasi karena pesan politik yang ingin disampaikan memiliki dimensi isi maupun dimensi hubungan yang memerlukan kesepakatan.

Beragam bentuk kegiatan komunikasi politik yang dilakukan semuanya mengarah pada tujuan-tujuan politik yang hendak dicapai. Tujuan komunikasi politik sangat terkait dengan pesan politik yang disampaikan komunikator politik. Sesuai dengan tujuan komunikasi, maka tujuan komunikasi politik ada kalanya hanya sekadar penyampaian informasi politik, pembentukan citra politik, pembentukan pendapat umum (public opinion) dan bisa pula mengahandel pendapat atau tuduhan lawan politik. Dalam pemilihan umum legislatif, presiden maupun pemilihan kepala daerah (pemilukada), komunikasi politik bertujuan untuk menarik simpati khalayak dalam rangka menggalang sebanyak-banyaknya suara rakyat sebagai modal utama kemenangan kandidat calon.

Dampak komunikasi politik yang dapat diukur adalah hasil pemungutan suara dalam pemilu dan pemilukada. Kegiatan pemilu dan pemilukada yang berkaitan langsung dengan komunikasi politik adalah kampanye dan pemungutan suara. Kampanye adalah usaha untuk mempengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa), dengan menggunakan


(43)

commit to user

saluran-saluran antara lain komunikasi antar pribadi, iklan politik, kampanye terbuka, dan komunikasi massa.

Berdasarkan beberapa temuan penelitian, kampanye ternyata tidak membawa pengaruh cukup penting dalam pemberian suara, melainkan ikatan afektif atau hubungan emosional khalayak kepada partai atau kandidat tertentu yang lebih berpengaruh (Ardial, 2009 : 69). Namun diungkapkan bahwa ternyata orang yang memberikan suara dalam pemilu adalah mereka yang terkena komunikasi politik persuasif. Sedang yang paling mudah dipengaruhi oleh kampanye politik adalah mereka yang kurang minatnya terhadap politik.

Persoalan yang paling esensial dalam komunikasi politik adalah bagaimana para politikus yang menjadi komunikator politik memanfaatkan saluran-saluran komunikasi politik untuk membentuk citra dan opini public yang baik dan positif tentang dirinya. Penggunaan saluran komunikasi tersebut penting untuk memperoleh dukungan massa. Saluran komunikasi itu lebih dari sekadar titik sambungan, tetapi terdiri atas pengertian bersama tentang siapa dapat berbicara kepada siapa, mengenai apa, dalam keadaan seperti apa, dan sejauh mana dapat dipercaya. Saluran komunikasi politik yang kerap digunakan untuk menggalang dukungan antara lain dengan menggunakan komunikasi massa dan komunikasi antarpribadi.

2. Komunikasi Massa

Komunikasi massa merupakan salah satu saluran komunikasi, di samping komunikasi interpersonal, komunikasi organisasi, dan komunikasi publik. Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan


(44)

commit to user

oleh para ahli. Ada yang menilai dari segmen khalayaknya, dari segi medianya, ada pula yang melihat dari sifat pesannya. Tetapi, dari sekian banyak definisi itu ada sebuah benang merah kesamaan definisi satu dengan yang lain. Pada dasarnya, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Dalam konteks ini, media massa yang dimaksud adalah media massa yang dihasilkan oleh teknologi modern, bukan media tradisional seperti kentongan, gamelan, dan lain-lain (Nurudin, 2003 : 2).

Definisi lebih lengkap dikemukakan oleh Joseph A. DeVito dalam bukunya Communicology: An Introduction to the Study of Communicatio, sebagai berikut:

“ First, mass communication addressed to the masses, to an extremely large audience. This does not mean that the audience includes all people or everyone who reads or everyone who watches television, rather it means an audience that is large and generally rather poorly defined. Second, mass communication is communication mediated by audio and/ or visual transmitters. Mass communication is perhaps most easily and most logically defined by it forms: television, radio, newspapers, magazines, films, books, and tapes”

[Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pada umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan pita (Effendy, 2004 : 21)] Senada dengan DeVito, Littlejohn (2002 : 303) memberikan definisi yang hampir serupa, yakni:


(45)

commit to user

“ Mass communication is the process whereby media organization produce and transmit message to large publics and the process by which those messages are sought, used, understood, and influenced by audiences”

[Komunikasi massa adalah proses di mana organisasi-organisasi media memproduksi dan menyampaikan pesan-pesan kepada khalayak luas dan proses di mana pesan-pesan dicari, digunakan, dipahami, dan dipengaruhi oleh khalayak (Pawito, 2007 : 16)]

Seperti dikatakan DeVito, komunikasi massa ditujukan kepada massa melalui media massa, dikaitkan dengan pendapat Littlejohn bahwa komunikasi adalah proses media memproduksi dan menyampaikan pesan kepada massa, maka komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh sifat-sifat komponennya. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :

a. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga.

Komunikator bukan satu orang, tetapi kumpulan orang-orang yang tergabung dari berbagai macam unsur dan bekerja satu sama lain dalam sebuah lembaga yang melakukan suatu kegiatan mengolah, menyimpan, menuangkan ide, gagasan, simbol, dan lambang agar menjadi sebuah pesan yang dapat dijadikan sebagai sumber informasi.

b. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat heterogen.

Komunikan mempunyai heterogenitas dalam komposisi atau susunan-nya. Misalnya, program televisi satu dengan yang lainnya memiliki penonton yang berbeda-beda, baik menurut usia, jenis kelamin, status sosial, agama, maupun jabatan. Antar komunikan bisa jadi tidak saling mengenal satu sama lain karena tidak adanya interaksi apapun diantara mereka.


(46)

commit to user

c. Pesannya bersifat umum.

Pesan tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyara-kat tertentu, melainkan ditujukan kepada khalayak yang plural. Oleh karena itu, pesan tidak boleh bersifat khusus dalam artian sengaja ditujukan untuk satu golongan tertentu.

d. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan.

Serempak di sini berarti khalayak bisa memperoleh pesan media massa di waktu hampir bersamaan. Namun, bersamaan ini sifatnya juga relatif. Misalnya surat kabar bisa dibaca di kota tempat terbitnya jam 5 pagi, sementara di luar kota baru bisa dibaca jam 6 pagi.

e. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis.

Peralatan teknis yang dimaksud misalnya pemancar untuk media elektronik (televisi dan radio), perangkat komputer, modem, dan jaringan satelit untuk media internet, serta peralatan percetakan untuk surat kabar, majalah, poster, dan media cetak lainnya.

f. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper.

Gatekeeper atau yang sering disebut penyaring informasi/ palang pintu/ penjaga gawang adalah orang yang sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Gatekeeper berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhana-kan, dan mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami. Selain itu ia juga

berperan dalam menginterpretasi-kan pesan, menganalisis, serta


(47)

commit to user

reporter, editor film/ surat kabar/ buku, manajer pemberitaan, kameramen, sutradara, dan lembaga sensor film (Nurudin, 2003 : 16 - 30).

Bennett (2003) telah mengidentifikasi perubahan yang dimudahkan oleh adanya teknologi komunikasi massa di bidang komunikasi politik. Menurutnya, pemberitaan dalam saluran media massa merupakan perjuangan kuat mengubah standar penjagaan sehubungan dengan adanya permintaaan muatan interaktif oleh audiens.

“ Mass media news outlets are struggling mightily with changing gatekeeping standards due to demands for interactive content produced by audiences themselves. Ordinary people are empowered to report on their political experiences while being held to high standards of information quality and community values. In the long run, these trends maybe the most revolutionary aspects of the new media

environment” .(Manuel Castells, 2007 : 19).

Sedangkan Ball-Rokeach (1998 : 17) memandang kekuatan media massa dalam masyarakat modern berlandaskan pada hubungan asimetris antara individu dan sistem media. Individu dan jaringan antarpribadi tidak mengatur sumber daya tersebut, yang secara langsung mempengaruhi kesejahteraan sistem media. Sistem media menggunakan kontrol sumber daya yang secara langsung mempengaruhi tujuan individu dan jaringan antarpribadi selayaknya pemahaman atau orientasi. Asimetri ini terjadi terutama pada periode perubahan sosial atau terjadi konflik dramatis ketika tumbuh permintaan akan informasi.

“The power of mass media in modern society is based on an asymmetrical relationship between individuals and the media system. Individuals and interpersonal networks do not control those resources, which directly affect the welfare of the media system. The media system exerts control over the resources that directly affect the goals of individuals and interpersonal networks as regards understanding or


(48)

commit to user

orientation. This asymmetry particularly occurs in periods of social change or dramatic conflicts when there is a growing demand for information” . (Nikolaus Georg Edmund Jackob, 2010 : 3).

Dalam konteks politik modern, media massa bukan hanya menjadi bagian yang integral dari politik, melainkan juga memiliki posisi yang sentral dalam politik. Media massa merupakan saluran komunikasi politik yang banyak digunakan untuk kepentingan-kepentingan politik dikarenakan sifatnya yang dapat mengangkut pesan-pesan secara massif, salah satunya pada saat periode pemilihan. Pada periode ini, posisi media massa sangat

istimewa dikarenakan tingkat konsumsinya cenderung mengalami

peningkatan. Hal ini dipicu lantaran pemilih ingin mengetahui pandangan atau penilaian mengenai kandidat atau partai politik, ingin memperoleh referensi mengenai prediksi-prediksi, baik berkenaan dengan pemilihan maupun politik dalam arti yang lebih luas, serta ingin memperoleh informasi mengenai berbagai hal dari sumber-sumber yang lebih kompeten (Pawito, 2009 : 173).

Beragam studi yang dilakukan terkait pengaruh media massa terhadap pemilih telah menghasilkan beberapa teori diantaranya model dampak terbatas, (limited effects model) dan model dampak yang kuat (the powerfull effects model). Model dampak terbatas bermakna komunikasi massa pada umumnya mempunyai dampak kecil, yakni sebatas memberikan pengaruh terhadap penumbuhan pengetahuan, penguatan sikap, keyakinan, dan predisposisi khalayak sebelumnya (Pawito, 2009 : 178). Kebalikannya, model dampak kuat menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu, media massa bisa mempunyai dampak yang signifikan pada sejumlah besar orang. Pengaruhnya bersifat langsung dan kuat terhadap pemilih (Wijaya, 2009 : 52).


(49)

commit to user

3. Komunikasi Interpersonal

Pergaulan manusia merupakan salah satu bentuk komunikasi dalam masyarakat. Menurut Theodorson (1969), komunikasi adalah proses pengalihan informasi dari satu atau sekelompok orang kepada satu atau sekelompok orang lainnya dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Proses pengalihan informasi tersebut selalu mengandung pengaruh tertentu. Pengaruh tersebut merupakan suatu proses yang bersifat psikologis yang pada gilirannya membentuk proses sosial. Di sinilah letak keunikan komunikasi antarpribadi, yakni selalu dimulai dari hubungan yang bersifat psikologis yang kemudian mengakibatkan keterpengaruhan. Benar seperti apa yang diungkapkan DeVito (1976), bahwa komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik secara langsung (Liliweri, 1997 : 11).

Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan interaktif antara seorang individu dengan individu lain di mana lambang-lambang pesan paling efektif digunakan, terutama lambang-lambang-lambang-lambang bahasa (Pawito, 2007 : 2). Penggunaan lambang-lambang bahasa verbal, terutama yang bersifat lisan, di dalam kenyataan kerapkali disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh (body language), seperti tersenyum, tertawa, menggeleng, atau menganggukkan kepala.

Effendy (1986b) mengemukakan juga bahwa pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seseorang komunikator dengan seorang komunikan yang dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku manusia dikarenakan prosesnya yang bersifat


(50)

commit to user

dialogis (Liliweri, 1997:12). Sifat dialogis ini ditunjukkan melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik yang langsung, sehingga komunikator dapat mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga, apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif atau negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada komunikan untuk bertanya. Begitu seterusnya hingga tercapai kesepahaman (mutual understanding) diantara keduanya.

Komunikasi antarpribadi pada umumnya dipahami lebih bersifat pribadi (private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face). Sebagian komunikasi antarpribadi memang memiliki tujuan, misalnya seseorang datang untuk meminta saran atau pendapat kepada orang lain. Akan tetapi, komunikasi antar pribadi dapat juga terjadi relatif tanpa tujuan atau maksud tertentu yang jelas, misalnya ketika seseorang bertemu dengan kawannya di jalan kemudian mereka bercakap-cakap dan bercanda (Pawito, 1997 : 2).

Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu komunikasi diadik (dyadic communication) dan komunikasi kelompok kecil (small group communication). Komunikasi diadik ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik menurut R. Wayne Pace dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog, dan wawancara. Percakapan berlangsung dalam suasana yang besahabat dan informal. Dialog berlangsung dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam, dan lebih personal, sedangkan wawancara sifatnya lebih serius, yakni adanya pihak yang dominan pada posisi bertanya


(51)

commit to user

dan yang lainnya pada posisi menjawab. Sementara komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, di mana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lainnnya (Cangara, 2005 : 32).

Berdasarkan pengertian dan sifat yang dimiliki tersebut, terdapat beberapa ciri khas komunikasi antarpribadi yang membedakannya dengan komunikasi massa dan komunikasi kelompok. Reardon (1987) mengemuka-kan bahwa komunikasi antarpribadi mempunyai enam ciri sebagai berikut : a. Dilaksanakan atas dorongan berbagai faktor.

b. Mengakibatkan dampak yang disengaja dan tidak disengaja. c. Kerapkali berbalas-balasan.

d. Mengisyaratkan hubungan antarpribadi antara paling sedikit dua orang. e. Berlangsung dalam suasana bebas, bervariasi, dan berpengaruh.

f. Menggunakan pelbagai lambang yang bermakna (Liliweri, 1997 : 13).

Sementara Everet M. Rogers menyebutkan beberapa ciri komunikasi antar pribadi yaitu :

a. Arus pesan cenderung dua arah.

b. Konteks komunikasi adalah tatap muka. c. Tingkat umpan balik tinggi.

d. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas (terutama “selectivity exposure” sangat tinggi).

e. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat lamban.


(52)

commit to user

4. Iklan Politik Media Luar Ruang

Kemunculan iklan media luar ruang pada periode pemilihan di Indonesia bak jamur di musim hujan, khususnya pada pemilihan di tingkat lokal/daerah di mana pemasangan iklan melalui media televisi tergolong

minim. Ruang publik, jalan-jalan protokol, dinding rumah, batang pohon, gardu

listrik dan tempat-tempat strategis lainnya dipenuhi oleh reklame, baliho, spanduk, dan poster yang merupakan atribut kampanye kandidat calon. Cara ini dipandang strategis bagi kandidat calon untuk memperkenalkan diri dan meng-komunikasikan pesan-pesan, ide, serta program kerja mereka kepada para calon pemilih, sehingga pada gilirannya upaya untuk menggalang dukungan pemilih yang diwujudkan dalam bentuk pemberian suara dalam pemilihan pun dapat tercapai.

Bolland mendefinisikan iklan sebagai bentuk pembayaran yang dilakukan untuk membeli tempat atau ruang dalam menyampaikan pesan-pesan atau institisi dalam media. Oleh karena itu, iklan politik didefinisikan sebagai “ Political advertising refers to the purchase and the use of advertising space, paid for at commercial rates, in order to transmit political message to a mass audience”. Sementara media yang biasa digunakan adalah bioskop, billboard (baliho), surat kabar, radio, dan televisi (Cangara, 2009 : 345). Robert Baukus dalam Combs (1993) membagi iklan politik menjadi empat macam, yakni :

a. Iklan serangan, yang ditujukan untuk mendeskreditkan lawan.

b. Iklan argumen, yang memperlihatkan kemampuan para kandidat untuk mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi.


(53)

commit to user

c. Iklan ID, yang memberi pemahaman mengenai siapa sang kandidat kepada pemilih.

d. Iklan resolusi, di mana para kandidat menyimpulkan pemikiran mereka untuk para pemilih (Cangara, 2009 : 346).

Pemakaian media luar ruang untuk menyampaikan iklan politik didasari oleh pertimbangan bahwa media ini memiliki karakteristik yang tidak dimiliki media lainnya, antara lain memiliki kemampuan tinggi sebagai pengingat khalayak terhadap kandidat yang diiklankan. Selain tentunya fleksibel secara geografis, dalam artian dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya sesuai dengan kebutuhan.

Selan faktor lokasi atau penempatan, efektivitas pemakaian media luar ruang sebagai salah satu saluran komunikasi politik ditentukan oleh berbagai faktor seperti :

a. Jangkauan

Kemampuan media menjangkau khalayak sasaran bersifat lokal, artinya hanya mampu menjangkau daerah sekitarnya saja.

b. Frekuensi

Pada media luar ruang, frekuensi telah berubah menjadi repetisi, yakni melihat pesan yang sama pada saat masih ingat. Ini terjadi karena khalayak sasaran melihat pesan iklan tersebut setiap hari, bahkan beberapa kali dalam sehari.

c. Kontinuitas

Media luar ruang memiliki kesinambungan yang baik mengingat lokasinya yang tetap.


(54)

commit to user

d. Ukuran

Media luar ruang, khususnya yang berukuran besar seperti reklame dan baliho memiliki kemampuan untuk tampil secara mencolok dan tiba-tiba. Dengan ukuran besar, media tersebut mampu meyakinkan khalayak bahwa produk pemilu (kandidat calon) benar-benar baik karena diiklankan secara serius, mahal, dan bonafide.

e. Warna

Media luar ruang sangat membantu menampilkan gambar produk pemilu (kandidat calon) dalam tata warna hingga mampu tampil sesuai aslinya. Dan apabila dipadu dengan ukuran yang besar, media ini mampu menciptakan smash impact yang kuat sekali. Selain itu, warna juga mencerminkan identitas. Sebagai contoh, dominasi warna merah menyala pada iklan media luar ruang kandidat calon merupakan penanda bahwa ia diusung oleh PDI Perjuangan, begitu pula warna biru yang mewakili Partai Demokrat.

f. Pengaruh

Karena media luar ruang menghadapi khalayak sasaran yang hampir tidak memiliki kesempatan membaca saat berkendara, maka media ini harus mudah dibaca. Pesan harus singkat dan ditampilkan secara jelas serta harus dapat dibaca setidaknya dalam waktu tujuh detik (diadaptasi dari Kasali, 1992 : 139).

Penelitian tentang pengaruh iklan terhadap pemilih pernah dilakukan Hofstetter dan Buss (1980) yang menemukan bahwa eksposure iklan


(1)

h. Kampanye publik Pemilukada Sukoharjo 2010 tidak memberikan pengaruh apapun dalam perilaku memilih masyarakat transisi, baik membentuk perilaku memilih, ataupun memperkuat keputusan memilih. Hal ini disebabkan karena rata-rata masyarakat Desa Ngabeyan paham akan tujuan dari kampanye itu sendiri yakni menggalang massa untuk mendongkrak perolehan suara kandidat calon sehingga apa yang disampaikan cenderung yang baik-baik saja. Kehadiran masyarakat dalam kampanye publik semata-mata hanya ingin memperoleh hiburan serta hadiah yang ditawarkan oleh sang kandidat.

i. Iklan media luar ruang sebagai saluran komunikasi politik memberikan

tiga macam pola pengaruh terhadap perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Pertama, iklan media luar ruang berpengaruh membentuk perilaku pemilih sekedar memilih pada situasi dan kondisi di mana mereka tidak memperoleh akses informasi terhadap sumber pengaruh yang lain, seperti komunikasi antar persona. Kedua, pengaruh iklan media luar ruang sebatas memperkuat dan memperkokoh preferensi awal pemilih terhadap kandidat yang diiklankan. Sedangkan pengaruh ketiga, iklan media luar tidak memberikan pengaruh apapun terhadap perilaku memilih ketika pemilih telah mendapatkan informasi dari sumber lain yang lebih berpengaruh terhadap perilakunya. Jenis pengaruh kedua dan ketiga berlaku baik untuk pemilih rasional, partisan, maupun pemilih sekedar memilih.

j. Sama seperti iklan media luar ruang, pengaruh media massa terhadap


(2)

commit to user

dalam membentuk perilaku memilih pemilih rasional yang relatif terpelajar dan tidak memiliki ikatan emosional dengan partai atau kandidat manapun. Selain itu, mereka cenderung tidak pernah terlibat dalam komunikasi politik antar persona. Kedua, pada pemilih partisan dan pemilih rasional, media massa berpengaruh memperkuat keyakinan mereka terhadap kandidat yang sebelumnya telah menjadi preferensi awal. Sedangkan pengaruh ketiga, media massa tidak memberikan pengaruh apapun terhadap perilaku memilih. Hal ini berlaku untuk pemilih rasional yang melakukan penilaian retrospektif.

B. Implikasi

Gambaran mengenai pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura dalam Pemilukada Sukoharjo 2010 sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya memberikan implikasi bagi perkembangan teori-teori dan studi komunikasi, khususnya mengenai komunikasi antar persona, komunikasi massa (media massa), komunikasi politik, dan perilaku memilih. Berikut adalah implikasi yang dimaksud : 1. Komunikasi politik antar persona adalah salah satu faktor berpengaruh

dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura. Temuan ini sesuai dengan pendapat Theodorson (1969) yang menyatakan bahwa komunikasi antar persona selalu dimulai dari hubungan yang bersifat psikologis yang pada gilirannya mampu mengakibatkan keterpengaruhan. Sementara studi


(3)

yang pernah dilakukan Wijaya (2009) melihat hubungan antar persona bukan hanya sekedar jaringan komunikasi semata melainkan juga sumber tekanan sosial untuk menyesuaikan diri kepada norma-norma kelompok serta merupakan sumber dukungan sosial untuk nilai-nilai dan opini yang dipercaya individu.

2. Kampanye pemilukada, khususnya dengan menggunakan saluran komunikasi publik tidak berpengaruh terhadap perilaku memilih, senada dengan teori yang dikemukakan Gelman dan King (1993) serta Bartels (1993). Menurut mereka preferensi pemilih terhadap kandidat telah ada jauh-jauh hari sebelum kampanye pemilu dimulai, sehingga kampanye pemilu tidak memberikan pengaruh apapun dalam membentuk perilaku memilih. Sedangkan Ardial (2009) dalam bukunya yang berjudul ‘Komunikasi Politik’ menyatakan bahwa kampanye ternyata tidak membawa pengaruh cukup penting dalam pemberian suara, melainkan ikatan afektif atau hubungan emosional pemilih terhadap partai atau kandidat tertentu.

3. Iklan media luar ruang cenderung berpengaruh dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi pada situasi dan kondisi di mana individu tidak memperoleh akses informasi dari sumber pengaruh yang lain, seperti komunikasi antar persona dan media massa. Temuan ini membuktikan kebenaran teori Rothschild dan Ray (1974) yang menyatakan bahwa keputusan memilih di kalangan orang-orang yang memiliki keterlibatan rendah dalam lingkungan politiknya, cenderung lebih mudah dipengaruhi oleh iklan kampanye. Dilihat dari sudut


(4)

commit to user

kemasan iklan, Pinkleton (1998) menyatakan bahwa iklan yang memberikan penonjolan perbedaan kandidat (comparative political

advertising) mempengaruhi preferensi-preferensi individu terhadap

kandidat.

4. Penelitian Pawito (2002) yang menyatakan bahwa media massa secara khusus berpengaruh pada pembentukan sikap-sikap dan keputusan memilih masyarakat golongan menengah perkotaaan yang relatif terpelajar dan tidak memiliki ikatan emosional dengan kandidat tertentu terbukti dalam penelitian ini. Selain karena faktor tersebut, masyarakat transisi Desa Ngabeyan yang terpengaruh oleh media massa cenderung tidak pernah terlibat dalam komunikasi politik antar persona dengan siapapun, baik keluarga, tetangga maupun teman. Hasil penelitian diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Lazarfeld (1944) yang berkesimpulan bahwa pengaruh media massa terhadap khalayak, terutama berkenaan dengan sikap-sikap dan perilaku memilih ternyata bersifat tidak langsung dan sangat terbatas.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat peneliti berikan agar dapat menjadi kontribusi konstruktif bagi peneliti yang tertarik dengan tema penelitian sama/hampir sama yakni :

1. Mengingat adanya keterbatasan penelitian ini dalam aspek pengumpulan data, bagi peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian dengan tema yang sama/hampir sama dengan penelitian ini,


(5)

ada baiknya mencoba menggunakan multiple research strategies atau multiple methods. Metode ini merupakan gabungan penelitian kualitatif dan kuantitatif di mana data digali melalui metode survei, wawancara, dan observasi. Penggabungan dua metode seperti ini memiliki keuntungan bahwa temuan dari tiap-tiap metode dapat saling melengkapi dan/atau menguji sehingga secara keseluruhan hasil penelitian lebih komprehensif dan lebih valid. Karena menggunakan metode survei, hasil penelitian dapat digeneralisasikan mewakili populasi yang diteliti, sementara informasi lebih mendalam dapat digali melalui wawancara.

2. Dari segi keterbatasan mekanisme pengumpulan data melalui metode wawancara, sebaiknya peneliti berusaha untuk lebih akrab dengan informan dengan cara memberikan alokasi waktu yang lebih lama lagi pada tahap langkah awal wawancara, yakni pembicaraan mengenai hal-hal yang umum dan menyenangkan (grand tour questions). Keakraban ini bisa menyebabkan orang yang diwawancara merasa semakin bersahabat dan ‘lupa’ bahwa ia sedang diwawancara.

3. Sedangkan mengenai keterbatasan dalam hal pengumpulan data melalui observasi, peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian dengan tema yang sama/hampir sama dengan penelitian ini hendaknya

menyediakan waktu tersendiri khusus untuk melaksanakan

keseluruhan proses penelitian agar penelitian menjadi fokus dan terarah. Kelengkapan data akan mempertajam validitas dan


(6)

commit to user

komprehensifitas analisis data sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan atau konklusi yang mantap.

4. Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa money politics telah menjadi salah satu faktor yang juga mempengaruhi perilaku pemilih terhadap kandidat calon tertentu, terutama bagi pemilih sekedar memilih. Money politics biasanya hadir menyertai komunikasi antar persona, baik dalam bentuk komunikasi diadik maupun komunikasi kelompok kecil. Oleh karena itu, bagi peneliti yang akan datang sangat disarankan juga untuk meneliti tentang money politics apabila masalah penelitian berkaitan dengan perilaku memilih.