commit to user
6. Masyarakat Transisi
Salah satu karakteristik masyarakat Indonesia adalah masyarakat transisi, yaitu masyarakat yang tengah beranjak dari keadaan tradisional
menuju pada kondisi yang lebih modern. J. Useem dan R.H Useem 1968 : 144 mengistilahkan masyarakat transisi dengan
modernizing society
. Masyarakat seperti ini berbeda dari
traditional society
masyarakat tradisional dan
modern society
masyarakat modern. Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang mencoba mengekalkan
nilai-nilai tradisi dari nenek moyang dengan cara mempraktikkan terus adat istiadat, upacara-upacara dan kebiasaan-kebiasaan yang telah berlaku sejak
jaman dulu. Sementara masyarakat modern merupakan masyarakat yang telah meninggalkan adat, tradisi, dan kebiasaan nenek moyang mereka dengan cara
memungut simbol-simbol budaya dunia baru
http:hamah.socialgo.com magazinereadkajian-kritis-tentang--transisi-masyarakat-tradisional-indonesia-da
lam-budaya-konsumtif_15.html
. Masyarakat transisi, menurut J. Useem dan R. H. Useem adalah
masyarakat yang sedang mencoba untuk membebaskan diri dari nilai-nilai masa lalu dan menggapai masa depan dengan terus-menerus membuat nilai-
nilai baru. Masa transisi di Eropa misalnya, ditandai dengan mulai digunakannya teknologi mesin uap, alat fotografi dan listrik, yang bersamaan
dengan terjadinya pergantian sistem monarki menjadi sistem demokrasi Kusuma, 2008 : 20.
Dalam masyarakat Indonesia, kemajuan teknologi dan informasi juga merupakan salah satu faktor pendorong perubahan pola kehidupan
44
commit to user
masyarakat. Teknologi mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya teknologi, manusia dibantu mencapai tujuan-tujuan dalam
rangka memenuhi tuntutan kebutuhan, baik kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani. Oleh karena itu, untuk mewujudkan kesejahteraan yang
lebih baik, penguasaan dan penggunaan teknologi yang lebih maju adalah suatu keharusan. Semakin tinggi tingkat kemakmuran suatu masyarakat,
semakin tinggi dan beraneka ragam pula teknologi yang harus dikuasai dan dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Fred W. Riggs dalam bukunya
Administration in Developing Countries, The Prismatic Society
tahun 1964, menggambarkan masyarakat transisi sebagai masyarakat model prismatik, yaitu masyarakat peralihan
transisi dari masyarakat tradisional ke masyarakat industri. Masyarakat prismatik dapat dikatakan sebagai masyarakat campuran antara nilai
tradisional dan proses modernisasi, di mana terjadi tumpang tindih
overlapping
diantara kedua nilai tersebut. Teori ini dikembangkan dengan berlandaskan filsafat teori positivisme, organisme, dan fenomenologis
Soelaiman, 1988 : 37. Paradigma masyarakat prismatik diilhami oleh teori optik tentang
defraksi atau pembelokan cahaya. Teorinya adalah bahwa dalam setiap masyarakat, proses diferensiasi tidak terjadi secara tiba-tiba dan pada tingkat
kecepatan yang sama. Riggs memberikan penjelasan mengenai hal ini dengan menggunakan konteks asli teori optik defraksi gelombang cahaya, yakni
apabila seberkas cahaya putih datang pada permukaan sebuah prisma, maka arah jalar cahaya akan dibelokkan dengan sudut berlainan, atau dengan kata
45
commit to user
lain mengalami deviasi. Besarnya deviasi tergantung pada sudut puncak prisma dan indeks bias prisma. Hal ini terjadi karena kecepatan jalar
gelombang cahaya dalam kaca berbeda dengan kecepatan jalar cahaya di udara. Demikian juga harga indeks bias kaca, selain bergantung pada warna
juga bergantung pada panjang gelombang. Jika suatu cahaya putih yang terdiri dari beberapa gelombang dengan
berbagai harga panjang gelombang datang miring pada permukaan prisma, maka tiap warna akan dibelokkan dengan sudut yang berlainan. Peristiwa ini
disebut dispersi atau penyebaran. Akan tetapi Riggs menyebut peristiwa dispersi dengan
difracted
atau memencar, karena kata ini secara teknis lebih tepat digunakan dalam arti kiasan. Lawan kata memencar adalah memusat
fused
, ini digunakan Riggs dalam membeda-bedakan jenis masyarakat. Cahaya memusat dikiaskan sebagai masyarakat tradisional dan cahaya
memencar dikiaskan untuk masyarakat modern.
Gambar 1.1 Dispersi cahaya putih menjadi cahaya dengan berbagai warna
yang mempunyai harga panjang gelombang.
c v = c a
Sumber : Moenandar Soelaiman, 1988 : 39
46
commit to user
Gambar 1.2 Berkas cahaya yang datang pada prisma akan mengalami
pembelokan atau deviasi ke bawah
Sumber : Moenandar Soelaiman, 1988 : 39
Gambar 1.3 Masyarakat model prismatik, memusat, dan memencar
Memusat Prismatik Memencar Sumber : Moenandar Soelaiman, 1988 : 40
Sinar yang memusat terdiri dari semua frekuensi sebagaimana yang terdapat dalam sinar berwarna putih, sedangkan sinar yang membias
memisahkan komponen frekuensi seperti dalam spektrum. Oleh Riggs, keadaan teori optik ini dikiaskan pada masyarakat, untuk membedakan
47
commit to user
masyarakat tradisional memusat
difused
, masyarakat transisi prismatik, dan masyarakat modern memencar
diffracted
. Karakteristik masyarakat transisi dapat dipahami dengan melihat
fenomena-fenomena sosial masyarakat seperti : a. Terjadinya tumpang tindih antara nilai-nilai tradisional dengan proses
modern. Hal ini dipertegas oleh Riggs 1998 yang menyebutkan terjadi
pola campuran antara nilai-nilai tradisional dengan proses modern. Di satu sisi nilai-nilai modern yang mempengaruhi perilaku kehidupan masyarakat
desa untuk meninggalkan nilai-nilai tradisional, di sisi lain nilai-nilai tradisional yang positif harus bisa dipertahankan dan tidak dihilangkan,
melainkan dikelola secara proporsional dan fungsional. Contohnya adalah nilai-nilai solidaritas pada masyarakat pedesaan
di Jawa, yaitu tradisi
soyo
membantu membangun atau merenovasi rumah tetangga tanpa dibayar upah, tradisi
ngelayat
mendatangi keluarga tetangga yang ditimpa musibah meninggal, tradisi
rewang
membantu tenaga tetangga yang punya hajatan, tradisi
klontang
memberi sumbangan uang kepada tetangga yang ditimpa musibah kematian
dimasukkan ke dalam kardus aqua atau kaleng, dan tradisi
buwuh
memberikan sumbangan
uang pada
tetangga warga
yang menyelenggarakan hajatan.
b. Masyarakat menjadi heterogen, seperti tingkat pendidikan, perkerjaan, dan kepercayaannya.
48
commit to user
c. Terjadinya pembangunan perumahan baru yang terkadang bisa menyebabkab terjadinya pertentangan antara nilai-nilai yang dibangun
masyarakarat pendatang dengan masyarakat asli. Selain itu, hal ini dapat menjadi pemicu adanya kecemburuan sosial.
d. Masyarakat transisi tinggal di kawasan yang terletak di pinggiran kota, di mana kawasan tersebut semakin tumbuh dan berkembang sebagai kawasan
industri, perdagangan, dan perumahan yang membawa dampak positif, yakni memberikan kesempatan kerja non pertanian bagi masyarakat di
wilayah tersebut dan sisi negatifnya terjadi konflik antara masyarakat asli dan pendatang.
e. Masyarakat desa yang mengalami peralihan dari mata pencaharian di bidang agraris pertanian menuju mata pencaharian non pertanian
http:berkarya.um.ac.id201002konflik-dan-lunturnya-solidaritas-sosial- masyarakat-desa-transisi.
Pola kehidupan masyarakat transisi pada dasarnya dapat dilihat sebagi akibat dari pertemuan pola kebudayaan yang berbeda, yaitu pola kebudayaan
masyarakat tradisional agraris dan pola perangkat industri. Pertemuan dari dua pola kebudayaan tersebut melahirkan suatu perubahan, baik dilihat dari
segi masyarakat agraris maupun dari perangkat industri. Perubahan yang dialami tersebut menuju ke arah terbentuknya masyarakat yang lebih majemuk
dan beragam, baik suku bangsa, kebudayaan, agama, mata pencaharian, keahlian, dan pendidikan. Perubahan pola kehidupan ini dapat mempengaruhi
struktur sosial masyarakat, proses pengambilan keputusan, maupun pola
49
commit to user
komunikasi masyarakat setempat, termasuk di dalamnya yaitu komunikasi politik.
F. Review Penelitian Terdahulu