Pemilih Tidak Memilih Golput

commit to user Karena pemindahan ini, sejumlah petani terkena dampaknya. Wardoyo Wijaya, yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPRD melalui lembaganya berusaha memberikan perhatian intensif kepada petani dengan memberikan bantuan-bantuan baik berupa tanaman maupun saluran irigasi. Dan SUM adalah salah satu di antaranya. Hal inilah yang di kemudian hari sekarang menumbuhkan preferensinya terhadap sosok Wardoyo. Sebagaimana penuturannya kepada peneliti berikut ini : “Saya pilih Wardoyo. Pertimbangan saya sebagai petani, dulu waktu ada pemugaran terminal baru Kartasura itu yang mendukung kan Wardoyo, saat itu masih jadi Ketua DPRD. Terus petani dapat bantuan-bantuan tanaman, saluran air, itu kan dari Wardoyo, Wardoyo bersama wakilnya dari PAN itu yang mengusulkan. Di sini belum mau pilkada pun Wardoyo sudah kerja sama sama petani untuk mencarikan uang tukar tanaman buat petani-petani yang kena dampak terminal itu, ya termasuk saya. Makanya saya yo punya pikiran buat milih Wardoyo.” Wawancara, 19 Juli 2010 Pada intinya, Pawito mengungkapkan bahwa pemilih rasional adalah orang-orang yang bebas independen dari kepentingan golongan dalam mengambil keputusan. Mereka memiliki loyalitas dan komitmen yang tinggi terhadap kepentingan bangsa dan negara dibandingkan dengan kepentingan satu golongan tertentu saja.

4. Pemilih Tidak Memilih Golput

Pada setiap ajang pemilihan baik pemilu legilatif, pemilu presiden maupun pemilukada, perilaku tidak memilih partai maupun kandidat yang tengah berkompetisi atau yang lazim disebut golongan putih golput menjadi fenomena tersendiri. Golput yang mulai marak sejak tahun 1970-an ini merupakan sebuah gerakan politik political movement yang dimotori Arief 132 commit to user Tanman sebagai wujud protesnya terhadap rezim Orde Baru yang dinilai tidak demokratis dalam menyelenggarakan pemilu. Hingga saat ini, selama hampir 40 tahun semenjak lahirnya gerakan tersebut, fenomena Golput seolah tidak dapat dipisahkan dari setiap penyelenggaraan pemilu, termasuk dalam hal ini Pemilukada Sukoharjo. Hasil penghitungan suara oleh KPUD Sukoharjo mencatat tingkat partisipasi pemilih sebesar 66 . Dengan kata lain, sebanyak 34 masyarakat Sukoharjo tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilukada SOLOPOS , Rabu, 9 Juni 2010. Pemandangan serupa juga dijumpai di Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura yang merupakan lokasi penelitian ini di mana jumlah pemilih Golput pada Pemilukada Sukoharjo berjumlah 1409 orang atau 36 dari total DPT. Berdasarkan penelitian di lapangan, peneliti menemukan fakta bahwa alasan pemilih berperilaku Golput adalah rasa tidak puasnya terhadap kandidat calon yang ditawarkan. Ketiga calon bupati dan wakil bupati yang saling berkompetisi, Ha-Di, Titik-Tarto, dan War-To dinilai tidak mempunyai kapabilitas yang cukup untuk membawa Sukoharjo ke arah yang lebih maju. Mengenai hal ini, CIP Laki-laki, 60 tahun, Akademisi mengatakan pandangannya sebagai berikut : “Pertimbangan saya tidak menggunakan hak pilih dalam pilkada kemarin karena menurut saya tidak ada calon yang capable . Tidak ada calon yang bisa membawa kemajuan daerah ini menjadi daerah yang memang diinginkan oleh masyarakat.” Wawancara, 15 Juni 2010 Temuan peneliti menunjukkan gejala serupa dengan hasil penelitian Pawito pada pemilu 1999 dan 2004 di mana pemilih Golput sebenarnya 133 commit to user berasal dari kalangan relatif terpelajar serta memiliki pengetahuan dan kesadaran politik cukup tinggi. Akan tetapi, mereka tidak puas dengan sistem yang ada, terutama mengenai kandidat yang berkompetisi. Pemilih ini merupakan orang-orang independen yang bebas dari kepentingan apapun. Selain itu, mereka juga tergolong aktif dalam mencari informasi mengenai sepak terjang kandidat, terutama melalui media massa, seperti layaknya tipe pemilih rasional. Hanya saja, sikap skeptis akan kandidat calon yang ditawarkan membuat pemilih Golput tidak berpartisipasi dengan memilih salah satu calon tersebut. Menjelaskan hal ini, kembali CIP mengutarakan pendapatnya : “Saya melihat track record mereka ketika menjadi tokoh publik. Apa yang mereka lakukan selama ini belum ada untuk rakyat. Karena melihat apa yang sudah dilakukan mereka juga tidak banyak membawa perubahan Sukoharjo, prediksi saya juga nanti tidak akan ada banyak perubahan. Ya sekedar ada pemerintahan berjalan, sesuai dengan apa yang kemarin diprogramkan oleh calon. Saya tidak optimis kalau pilkada kali ini bisa membawa kemajuan Sukoharjo karena ya orang kan bisa dilihat sepak terjangnya sebelum menjabat.” Wawancara, 15 Juni 2010 Sementara itu, Firmanzah mengistilahkan pemilih Golput sebagai pemilih skeptis, yakni pemilih yang tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau sebuah kontestan, juga tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting. Mereka beranggapan bahwa proses pemilihan umum yang akan memilih wakil-wakil mereka atau memilih presiden dan kepala daerah tidak akan bisa membawa perubahan yang berarti. Mereka berkeyakinan siapapun dan partai apapun yang memenangkan pemilu tidak akan bisa membawa bangsa dan daerah ke arah perbaikan sesuai dengan ekpektasi mereka. 134 commit to user Sedangkan Miriam Tanarjo menyoroti fenomena Golput yang kian merebak saat ini sebagai dampak dari penilaian pemilih yang menganggap bahwa sistem politik yang ada belum bisa menjalankan komunikasi politik yang baik dalam hal mengagregasi menampung dan mengartikulasi merumuskan aspirasi serta kepentingan masyarakat. Akibatnya, masyarakat “menghukum” dengan berperilaku Golput pada saat momen pemilu atau pemilukada. C. Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010 Semua peristiwa komunikasi yang dilakukan, termasuk komunikasi politik mempunyai tujuan, yakni mempengaruhi target sasaran. Stuart dan Jamias menyatakan pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh sebagai salah satu elemen dalam proses komunikasi memiliki peranan yang sangat penting untuk mengetahui berhasil tidaknya komunikasi yang dilakukan. Pengaruh dapat dikatakan mengena jika perubahan yang terjadi pada penerima informasi sama dengan sama dengan tujuan yang diinginkan pemberi informasi Cangara, 2009 : 41. Sedangkan menurut Pawito, pengaruh dapat berupa perubahan situasi yang sama sebagaimana dikehendaki pemrakarsa pesan, tidak terjadi perubahan apa-apa, bahkan perubahan situasi menjadi lebih buruk lagi Pawito, 2009 : 12. 135 commit to user Adapun perubahan yang dimaksud dapat terjadi dalam bentuk perubahan pengetahuan knowledge , perubahan sikap attitude maupun perubahan perilaku behavior . Pada tahap pengetahuan, pengaruh dapat berupa perubahan persepsi dan pendapat opinion . Sedangkan perubahan sikap yaitu perubahan internal pada diri seseorang dalam bentuk prinsip sebagai hasil evaluasi yang dilakukannya terhadap suatu objek. Sementara perubahan perilaku terjadi dalam bentuk tindakan. Perilaku memilih yang selanjutnya akan menjadi pokok bahasan dalam bab ini merupakan perubahan yang terjadi dalam tataran perilaku. Perilaku memilih yang dalam kajian lebih luas termasuk dalam perilaku politik, tidak berdiri sendiri melainkan memiliki keterkaitan erat dengan hal-hal lain. Perilaku memilih yang ditunjukkan seseorang merupakan hasil pengaruh dari berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Sebagai bagian dari perilaku politik, Milbrath menjelaskan adanya empat faktor utama yang berperan penting dalam membentuk perilaku memilih. Pertama adalah sejauh mana seseorang menerima perangsang politik. Kedua karakteristik pribadi seseorang. Ketiga karakteristik sosial dan keempat adalah keadaan politik atau lingkungan politik di mana orang tersebut tinggal Sastroatmodjo, 1995 : 15. Dalam konteks pemilukada Sukoharjo 2010, komunikasi politik merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat, khususnya masyarakat transisi Desa Ngabeyan yang menjadi objek penelitian ini. Dengan tidak mengecilkan peranan faktor-faktor berpengaruh lainnya, perilaku memilih dapat dijadikan parameter berhasil tidaknya komunikasi 136 commit to user politik yang dijalankan elite politik pemangku kepentingan, dalam hal ini mereka yang maju sebagai cabup dan cawabup. Berhubung penelitian ini bersifat kualitatif, parameter yang dimaksud tidak ditunjukkan melalui angka- angka pasti, melainkan deskripsi atau gambaran bagaimana komunikasi politik berpola membentuk pengaruh tertentu di masyarakat. Berdasarkan data yang telah diperoleh baik dari hasil wawancara maupun observasi peneliti di lapangan, berikut adalah gambaran pola pengaruh komunikasi politik dalam membentuk perilaku memilih masyarakat transisi Desa Ngabeyan Kecamatan Kartasura pada Pemilukada Sukoharjo 2010. Tabel 3.2 Gambaran Pola Pengaruh Komunikasi Politik dalam Membentuk Perilaku Memilih Masyarakat Transisi No. Informan Sumber Informasi Tipologi Pemilih Tidak Mempengaruhi Perilaku Mempengaruhi Perilaku 1. LIM Tim Sukses Keluarga Media Luar Ruang Tokoh Masyarakat memperkuat Pemilih Rasional 2. YAN Kampanye Keluarga Media Massa Pemilih Rasional 3. AYU Media Luar Ruang Kandidat Calon memperkuat Kampanye memperkuat Pemilih Rasional 4. WAR Kampanye Kandidat Calon Pemilih Partisan 137 commit to user Media Luar Ruang memperkuat Media Massa memperkuat 5. MAN Teman Media Luar Ruang memperkuat Pemilih Sekedar Memilih 6. YAH Kampanye Media Luar Ruang Tim Sukses memperkuat Tetangga memperkuat Pemilih Rasional 7. TAN Kampanye Media Luar Ruang Tokoh Agama Pemilih Partisan 8. HAR Tetangga Kampanye Media Massa Media Luar Ruang memperkuat Pemilih Rasional 9. WID Tim Sukses memperkuat Media Luar Ruang memperkuat Kampanye memperkuat Pemilih Partisan 10. SON Media Luar Ruang Pemilih Sekedar Memilih 11. CAN Media Luar Ruang Tetangga Pemilih Sekedar Memilih 12. GUN Media Luar Ruang Media Massa Pemilih Rasional 13. SUM Tim Sukses memperkuat Kampanye memperkuat Pemilih Rasional 138 commit to user Sumber : Hasil Wawancara Peneliti dengan Informan diolah Tokoh Masyarakat memperkuat Media Luar Ruang memperkuat 14. RAH Tokoh Masyarakat Media Luar Ruang Kandidat Calon Media Massa memperkuat Pemilih Partisan 15 CIP Media Massa Golongan Putih Sebagaimana peneliti mengklasifikasikan komunikasi politik ke dalam saluran-saluran tertentu pada sub bab sebelumnya, dalam membahas pola pengaruh ini, peneliti akan melakukan hal yang sama, yakni mengkategorikan- nya sesuai dengan saluran-saluran komunikasi politik yang ada, yakni pengaruh dari komunikasi antar persona, pengaruh dari kampanye pemilukada, pengaruh dari iklan media luar ruang, dan pengaruh dari media massa.

1. Pengaruh dari Komunikasi Politik Antar Persona