Kewenangan Absolut dan Kewenangan Relatif Pengadilan Niaga

BAB II KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM MENGADILI TUNTUTAN

PEKERJABURUH ATAS UPAH ATAU UANG PESANGON YANG TIDAK DIBAYAR OLEH PERUSAHAAN

A. Kewenangan Absolut dan Kewenangan Relatif Pengadilan Niaga

Sebelum adanya Undang-Undang Kepailitan, kewenangan kompetensi absolut untuk menerima, memeriksa dan mengadili permohonan kepailitan ada pada peradilan umum. Namun setelah dibentuknya Undang-Undang Kepailitan, kewenangan peradilan umum tersebut beralih kepada Pengadilan Niaga yang merupakan pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan umum. 93 Kewenangan absolut Pengadilan Niaga dalam memeriksa dan memutus suatu perkara diatur dalam Pasal 300 ayat 1 UUK dan PKPU, yang secara tegas menyatakan : “Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, selain memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, berwenang pula memeriksa dan memutus perkara lain di bidang perniagaan yang penetapannya dilakukan dengan undang-undang.” Dari ketentuan pasal tersebut maka Pengadilan Niaga hanya berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara permohonan pernyataan pailit dan Penundaan 93 Lihat Pasal 1 angka 7 UUK dan PKPU dan penjelasan Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum. Kewajiban Pembayaran Utang PKPU dan perkara lain di bidang perniagaan seperti persoalan Hak atas Kekayaan Intelektual. 94 Selain itu kewenangan absolut Pengadilan Niaga berdasarkan Pasal 303 UUK dan PKPU juga diperluas yaitu dapat memeriksa dan menyelesaikan suatu perkara permohonan pernyataan pailit dari para pihak yang terikat perjanjian yang memuat klausula arbitrase, sepanjang utang yang menjadi dasar permohonan pernyataan pailit telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU. Jadi para pihak yang membuat perjanjian utang piutang yang mencantumkan suatu klausul arbitrase untuk penyelesaian sengketanya, apabila utang yang diperjanjikan telah jatuh tempo untuk dibayar tetapi debitur tidak mampu atau tidak mau membayar, maka kreditornya dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitor tersebut kepada Pengadilan Niaga asal memenuhi syarat yaitu debitornya mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Sedangkan mengenai kompetensi relatif dari Pengadilan Niaga diatur dalam Pasal 3 UUK dan PKPU, yaitu : 1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor asas sequitur forum rei ; 94 Lihat Pasal 117 ayat 10 UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Pasal 76 ayat 2 UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Pasal 38 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Pasal 30 ayat 1 UU Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadau, Pasal 56 ayat 1 UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 2. Jika debitor telah meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia, maka permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitor ; Contoh : jika semula debitur tempat kedudukan hukumnya di Jalan senopati, Jakarta Selatan, kemudian debitur pindah ke Jalan Candi, Semarang. Setelah itu pindah lagi ke Singapura dan pindah lagi ke Brunei Darussalam, maka Pengadilan Niaga yang berwenang menetapkan putusan permohonan pailit adalah Pengadilan Niaga di Semarang, karena tempat kedudukan yang terakhir di wilayah Republik Indonesia adalah di Semarang. 95 3. Dalam hal debitor adalah persero suatu firma, Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum suatu firma tersebut juga berwenang memutuskan Pasal 3 ayat 3 UUK dan PKPU. Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu firma harus memuat nama dan tempat tinggal masing-masing pesero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma Pasal 5 UUK dan PKPU. Persoalan tanggung menanggung dapat dilihat dalam Pasal 1278 dan Pasal 1280 KUHPerdata, yaitu : Pasal 1278 : “suatu perikatan tanggung menanggung atau perikatan tanggung renteng terjadi antara beberapa orang berpiutang, jika di dalam perjanjian secara tegas kepada masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh utang sedang 95 Lihat Martiman Prodjohamidjojo, Proses Kepailitan Menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan, Bandung: Mandar Maju, 1999, hal. 17-18. pembayaran yang dilakukan kepada salah satu membebaskan orang yang berutang meskipun perikatan menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi diantara beberapa orang berpiutang tadi”. Pasal 1280 : “adalah terjadi suatu perikatan tanggung menanggung di pihaknya orang-orang yang berutang, manakala mereka kesemuanya diwajibkan melakukan suatu hal yang sama, sedemikian bahwa salah satu dapat dituntut untuk seluruhnya, dan pemenuhan oleh salah satu membebaskan orang-orang berutang yang lainnya terhadap si berpiutang”. Dari ketentuan Pasal 1278 dan Pasal 1280 KUHPerdata, dapat diketahui bahwa ada 2 dua macam perikatan tanggung menanggung tanggung renteng antara lain : 96 1 Perikatan tanggung menanggung yang bersifat aktif Yaitu suatu perikatan dimana jumlah kreditornya lebih dari satu kreditor dan masing-masing kreditor tersebut berhak untuk menuntut pemenuhan perikatannya dari debitor, pemenuhan perikatan kepada salah satu kreditor adalah pemenuhan perikatan kepada semua kreditor. 2 Perikatan tanggung menanggung yang bersifat pasif Yaitu suatu perikatan dimana jumlah debitornya lebih dari satu debitor dan masing-masing debitor tersebut dapat dituntut untuk memenuhi seluruh isi perikatannya oleh kreditor, pemenuhan perikatan oleh salah satu debitor adalah pemenuhan perikatan oleh semua debitor. Begitu juga dengan Persekutuan Komanditer CV yang pada dasarnya juga merupakan suatu persekutuan firma yang mana di dalamnya terdapat sekutu 96 Jono, Op.Cit, hal. 30. peminjamkan uang sekutu komanditer. Dengan demikian, dalam persekutuan komanditer terdapat dua sekutu yaitu sekutu firma dan sekutu komanditer sekutu peminjamkan uang. Sekutu komanditer hanya bertanggung jawab atas sejumlah uang yang telah dimasukkannya ke dalam persekutuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 20 KUHD. Selain itu, sekutu komanditer tidak diperbolehkan untuk melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga untuk dan atas nama CV. 97 Dari uraian di atas, pada dasarnya baik Firma Fa maupun CV merupakan suatu persekutuan yang memiliki harta kekayaan persekutuan yang tidak dipisahkan dari harta kekayaan pribadi sekutu. Hal ini merupakan tanda bahwa Fa maupun CV merupakan suatu persekutuan yang tidak berbadan hukum, dalam arti Fa maupun CV bukanlah suatu subjek hukum. Sehubungan bahwa Fa maupun CV bukan suatu badan hukum subjek hukum maka Fa maupun CV tidak memiliki kapasitas untuk dijatuhkan pailit. Karena yang dapat dipailitkan adalah hanya subjek hukum, baik pribadi kodrati atau personalijke maupun badan hukum atau rechtspersoon. Sehingga sudah tepat apabila Pasal 5 UUK dan PKPU mengharuskan pencantuman nama dan alamat sekutu karena utang suatu persekutuan firma juga merupakan utang bagi seluruh sekutu firmanya. Persekutuan firma wajib melunasi seluruh utangnya, apabila harta kekayaan persekutuan firma tidak mencukupi untuk pembayaran utang-utang itu, maka tiap- tiap sekutu firma wajib bertanggungjawab dan melunasinya dari harta pribadi sekutu-sekutu firma tersebut. Hal ini sebagai konsekuensi dari tidak adanya 97 Ibid, hal. 31. pemisahan harta kekayaan antara harta kekayaan persekutuan firma dengan harta kekayaan pribadi sekutu firma. 98 Selain itu dalam penjelasan Pasal 3 ayat 3 UUK dan PKPU disebutkan bahwa dalam hal menyangkut putusan atas permohonan pernyataan pailit oleh lebih dari satu pengadilan yang berwenang mengadili debitor yang sama pada tanggal yang berbeda, maka putusan yang diucapkan pada tanggal yang lebih awal berlaku. Dalam hal putusan atas permohonan pernyataan pailit diucapkan oleh pengadilan yang berbeda pada tanggal yang sama mengenai debitor yang sama, maka yang berlaku adalah putusan pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum debitor. 4. Apabila kedudukan debitor tidak berada di wilayah Negara Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia, maka permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor pusat debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia. Contoh : debitor z berkantor pusat di New York, dan dia menjalankan usahanya dengan membuka kantor cabang di Semarang. Maka dalam hal demikian Pengadilan Niaga di Semarang berwenang memutus pernyataan pailit yang diajukan oleh para kreditor. Untuk mengetahui kedudukan hukum suatu debitor yang berbadan hukum, maka satu-satunya cara adalah dengan meneliti dalam anggaran dasarnya. Dan kantor cabang itu merupakan kepanjangan usaha atau 98 Ibid, hal. 31-32. operasional dari kantor pusatnya. Sehingga karena itu cukup jika yang diajukan ke Pengadilan Niaga adalah kantor cabang dalam qua quality kantor pusat. 99

B. Tata Cara Permohonan Pernyataan Pailit

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Atas Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Memutus Perkara Kepailitan Dengan Adanya Klausul Arbitrase Dalam Perjanjian Para Pihak Yang Bersengketa

3 84 83

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Sikap Pengadilan Terhadap Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang Terkenal (Studi Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan)

1 33 187

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perusahaan (Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 49/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt. Pst Dan Putusan Pengadilan Niaga No. 41/Pailit/2

7 174 169

Analisis Utang Pada Beberapa Putusan Perkara Kepailitan Pada Pengadilan Niaga Dan Mahkamah Agung

0 23 56

Penetapan Sementara Pengadilan Niaga Dalam Hukum Merek Di Indonesia

0 23 150

Kedudukan Hukum Penjamin (Personal Guarantee) dengan Pembebanan Hak Tanggungan dan Akibat Hukum Kepailitan Perseroan Terbatas (Studi Putusan Pengadilan Niaga No. 31/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby)

2 11 9

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dagang Asing di Indonesia (Analisis Putusan Pengadilan Niaga Nomor:69/PDT.SUS/Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.)

1 16 0