Pengertian Utang Yang Jatuh Tempo dan Dapat Ditagih

Kata “keadaan berhenti membayar” dalam Faillissement Verordening berubah menjadi “…tidak membayar…” dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 1998. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU kalimat itu dipertegas menjadi “…tidak membayar lunas…”. Debitor tidak membayar utang-utangnya kepada para kreditornya tidak memerlukan klarifikasi, apakah ia benar-benar tidak mampu melakukan pembayaran utang-utangnya ataukah karena ia tidak mau membayar kendatipun ia memiliki kemampuan untuk itu. 152

4. Pengertian Utang Yang Jatuh Tempo dan Dapat Ditagih

Kapan saat utang dikatakan jatuh tempo dan dapat ditagih ? 153 Suatu utang jatuh tempo, dan dapat ditagih apabila utang itu sudah waktunya untuk dibayar. 154 Dalam perjanjian biasanya diatur kapan suatu utang jatuh tempo dan dapat ditagih, dan wanprestasi salah satu pihak dalam perjanjian dapat mempercepat jatuh tempo suatu utang. 155 Meskipun dalam perjanjian mengatur jatuh tempo utang, namun ketika terjadi default, 156 tanggal pembayarannya dapat dipercepat dan utang menjadi jatuh tempo dan dapat ditagih seketika sesuai dengan syarat dan ketentuan 152 M. Hadi Shubhan, Op.Cit, Hal. 5. 153 UU Nomor 4 Tahun 1998 maupun UUK dan PKPU menggunakan istilah “jatuh waktu”, namun dalam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, hal. 462 dan 1169, istilah jatuh waktu tidak dapat ditemukan, yang ada jatuh tempo. Pengertian tempo sama dengan pengertian waktu. Jatuh tempo adalah batas waktu pembayaran atau penerimaan sesuatu dengan yang telah ditetapkan; sudah lewat waktunya; kedaluarsa. 154 Kartini Muljadi, Pengertian dan Prinsip-Prinsip Umum Hukum Kepailitan, dalam Rudhy A. Lontoh, et.al. Penyelesaian Utang-Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Alumni, 2001, hal. 80. Lihat pula Setiawan, “Beberapa Catatan Tentang Pengertian Jatuh Tempo dalam Masalah Kepailitan”, dalam Siti Anisah, Op.Cit, hal. 87 155 Kartini Mulyadi, Loc.Cit. 156 Default adalah kelalaian untuk memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam kontrak, misalnya kelalaian untuk membayar utang yang sudah habis temponya. Lihat HRA Rivai Wirasasmita, Kamus Lengkap Ekonomi, Bandung: Pioner Jaya, 2002, hal. 117. suatu perjanjian. 157 Jika perjanjian tidak mengatur jatuh tempo, maka debitor dianggap lalai apabila dengan surat teguran ia telah dinyatakan lalai dan dalam surat itu debitor diberi waktu tertentu untuk melunasi utangnya. 158 Terdapat pula pendapat yang berbeda, yang menyatakan jika tidak ada kesepakatan tentang jatuh tempo, maka pemenuhan perjanjian itu dapat dimintakan setiap saat oleh kreditor. 159 Untuk menghilangkan keraguan kapan debitor memiliki suatu kewajiban berdasarkan suatu perjanjian atau wanprestasi, sistem perundang- undangan Indonesia mengenal lembaga somasi atau lembaga pernyataan lalai ingebrekestelling. Namun demikian, menurut yurisprudensi Mahkamah Agung, penggunaan hukum itu dapat ditiadakan, caranya adalah secara langsung mengajukan gugatan ke Pengadilan. 160 UUK dan PKPU menentukan pengertian utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, yaitu “ kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu baik karena telah diperjanjikan, percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun Putusan Pengadilan, arbitrase atau majelis arbitrase. 161 Syarat bahwa utang harus telah jatuh waktu dan dapat ditagih menunjukkan bahwa kreditor sudah mempunyai hak untuk menuntut debitor untuk memenuhi prestasinya sehingga menurut Jono syarat ini menunjukkan bahwa utang harus lahir 157 Kartini Muljadi, Loc.Cit. 158 Pasal 1238 KUHPerdata. 159 Setiawan, Loc.Cit. 160 Ibid. 161 Penjelasan Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU. dari perikatan sempurna adanya schuld dan haftung. Dengan demikian, jelas bahwa utang yang lahir dari perikatan alamiah adanya schuld tanpa haftung tidak dapat dimajukan untuk permohonan pernyataan pailit. misalnya utang yang lahir dari perjudian. Meskipun utang yang lahir dari perjudian telah jatuh waktu, hal ini tidak melahirkan hak kepada kreditor untuk menagih utang tersebut. Dengan demikian, meskipun debitor mempunyai kewajiban untuk melunasi utang itu, kreditor tidak mempunyai alas hak untuk menuntut pemenuhan utang tersebut. Dengan demikian kreditor tidak berhak memajukan permohonan pailit atas utang yang lahir dari perjudian. 162

5. Pembuktian Sederhana

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Atas Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Memutus Perkara Kepailitan Dengan Adanya Klausul Arbitrase Dalam Perjanjian Para Pihak Yang Bersengketa

3 84 83

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Sikap Pengadilan Terhadap Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang Terkenal (Studi Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan)

1 33 187

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perusahaan (Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 49/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt. Pst Dan Putusan Pengadilan Niaga No. 41/Pailit/2

7 174 169

Analisis Utang Pada Beberapa Putusan Perkara Kepailitan Pada Pengadilan Niaga Dan Mahkamah Agung

0 23 56

Penetapan Sementara Pengadilan Niaga Dalam Hukum Merek Di Indonesia

0 23 150

Kedudukan Hukum Penjamin (Personal Guarantee) dengan Pembebanan Hak Tanggungan dan Akibat Hukum Kepailitan Perseroan Terbatas (Studi Putusan Pengadilan Niaga No. 31/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby)

2 11 9

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dagang Asing di Indonesia (Analisis Putusan Pengadilan Niaga Nomor:69/PDT.SUS/Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.)

1 16 0