Pengertian Debitor dan Kreditor

seluruh utang debitor pailit secara adil merata berimbang menurut tingkatan dan sifat utang masing-masing di bawah pengawasan hakim pengawas. 121

E. Syarat-Syarat Agar Debitor Dapat Dinyatakan Pailit

Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU menentukan bahwa agar suatu debitor dapat dinyatakan pailit harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. debitor mempunyai dua atau lebih kreditor ; 2. debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Selain itu dalam Pasal 8 ayat 4 UUK dan PKPU disebutkan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa syarat-syarat yang terdapat dalam Pasal 2 ayat 1 telah dipenuhi.

1. Pengertian Debitor dan Kreditor

Secara teori, pengertian debitor adalah setiap orang yang berkaitan dengan kekayaannya vermogensrechtelijk schuldenaar dapat dimohonkan untuk dinyatakan pailit. 122 Dalam ketentuan Pasal 1 angka 3 UUK dan PKPU disebutkan bahwa debitor 121 Elijana, “Inventarisasi dan Verifikasi dalam Rangka Pemberesan Boedel Pailit”, Undang- Undang Kepailitan dan Perkembangannya, Prosiding, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004, hal. 273, dalam Distriani Latifah, Ibid, hal. 5. 122 Fred B. G. Tumbuan, “Mencermati Makna Debitor, Kreditor, dan Utang Berkaitan dengan Kepailitan”, sebagaimana yang dikutip oleh Emmy Yuhassarie, eds., Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004, hal. 18, dalam Siti Anisah, Op.Cit, hal. 97. adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. Sedangkan Menurut N.E. Algra, pengertian yang berutang atau debitor yaitu seseorang yang berdasarkan perjanjian, berkewajiban memenuhi perjanjian itu kepada kreditor. 123 Faillissementsverordening tidak mengatur pengertian kreditor. Kreditor adalah orang yang berdasarkan suatu perikatan mempunyai hak subjektif untuk menuntut debitornya memenuhi kewajiban prestasi tertentu dan dapat mengajukan pemenuhan tagihannya tersebut atas kekayaan debitor. 124 Kewenangan atau hak untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit hanya dimiliki oleh kreditor yang mempunyai kepentingan yang wajar redelijk belang dalam kepailitan debitornya. 125 Penentuan apakah kreditor mempunyai “kepentingan yang wajar dalam permohonan pernyataan pailit” terhadap debitor ditentukan oleh keadaan yang berlaku pada saat permohonan pernyataan pailit diajukan. 126 Sama halnya dengan Faillissementsverordening, UU Nomor 4 Tahun 1998 tidak mengatur pengertian kreditor. Ketiadaan pengertian ini menimbulkan pendapat yang berbeda-beda. Di satu sisi terdapat pendapat yang menyatakan hubungan hukum antara kreditor dengan debitor muncul dari perjanjian, pada sisi lain hubungan hukum antara kreditor dengan debitor muncul dari undang-undang. 127 Tetapi setelah dikeluarkannya UUK dan PKPU maka ketentuan pengertian kreditor yang dapat 123 Lihat N.E. Algra, Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda Indonesia, Bandung: Bina Cipta, 1983, hal. 506, dalam Siti Anisah, Ibid, hal. 44. 124 Fred B. G. Tumbuan, Op.Cit, hal. 20 125 Putusan H.R. 26 Juni 1942, N.J. 1942, 585 dalam Siti Anisah, Op.Cit, 97. 126 Fred B. G. Tumbuan, Op.Cit, hal. 21. 127 Siti Anisah, Op.Cit, hal. 105. mengajukan permohonan pernyataan pailit meliputi kreditor konkuren, kreditor separatis, dan kreditor preferen. Kreditor separatis dan kreditor preferen dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang dimilikinya terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan. UUK dan PKPU juga menentukan bilamana terdapat sindikasi kreditor maka masing- masing kreditor adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2. 128 Artinya setiap kreditor dalam sindikasi kreditor dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit. Selain itu dalam Pasal 1139 dan 1149 KUHPerdata, serta Pasal 95 ayat 4 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga diakui bahwa kedudukan pekerjaburuh adalah sebagai kreditor yaitu kreditor preferen.

2. Pengertian Utang

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Atas Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Memutus Perkara Kepailitan Dengan Adanya Klausul Arbitrase Dalam Perjanjian Para Pihak Yang Bersengketa

3 84 83

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Sikap Pengadilan Terhadap Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang Terkenal (Studi Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan)

1 33 187

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perusahaan (Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 49/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt. Pst Dan Putusan Pengadilan Niaga No. 41/Pailit/2

7 174 169

Analisis Utang Pada Beberapa Putusan Perkara Kepailitan Pada Pengadilan Niaga Dan Mahkamah Agung

0 23 56

Penetapan Sementara Pengadilan Niaga Dalam Hukum Merek Di Indonesia

0 23 150

Kedudukan Hukum Penjamin (Personal Guarantee) dengan Pembebanan Hak Tanggungan dan Akibat Hukum Kepailitan Perseroan Terbatas (Studi Putusan Pengadilan Niaga No. 31/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby)

2 11 9

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dagang Asing di Indonesia (Analisis Putusan Pengadilan Niaga Nomor:69/PDT.SUS/Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.)

1 16 0