Permohonan Pailit Harus Diwakili Oleh Seorang Advokat Permohonan Pailit Diajukan Kepada Ketua Pengadilan Melalui Panitera

ulang terhadap resiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian danatau asuransi jiwa. 3 Dana Pensiun Menurut Pasal 1 butir 1 UU Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun disebutkan bahwa Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. 4 BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik Yang dimaksud dengan “Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik adalah badan usaha milik negara yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham” penjelasan Pasal 2 ayat 5 UUK dan PKPU.

2. Permohonan Pailit Harus Diwakili Oleh Seorang Advokat

Dalam ketentuan Pasal 7 ayat 1 UUK dan PKPU disebutkan bahwa permohonan pernyataan pailit harus diajukan dengan menggunakan bantuan advokat penasehat hukum. Ketentuan pasal ini merupakan suatu pengecualian dari ketentuan hukum acara perdata dalam HIR maupun RBg yang berlaku pada suatu badan peradilan umum pada umumnya dalam pemeriksaan suatu perkara perdata. Dimana dalam HIR maupun RBg tidak mewajibkan untuk menggunakan jasa advokat dalam beracara di pengadilan. 101 Ketentuan yang mewajibkan para pihak untuk menggunakan bantuan ahli hukum advokat terdapat dalam Reglement op de 101 Lihat Pasal 123 HIR147 RBg. Burgerlijke Rechtsvordering yang sering disingkat dengan Rv atau BRv yang pada zaman penjajahan Belanda berlaku untuk golongan Eropa. Sehingga dengan demikian, menurut penulis ketentuan Pasal 7 ayat 1 UUK dan PKPU tersebut mengadopsi ketentuan yang terdapat dalam Rv. Tetapi keharusan untuk diwakili oleh advokat tidak berlaku dalam hal permohonan diajukan oleh kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Menteri Keuangan. 102

3. Permohonan Pailit Diajukan Kepada Ketua Pengadilan Melalui Panitera

Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada ketua pengadilan melalui panitera. Panitera mendaftarkan permohonan itu pada tanggal permohonan itu diajukan dan kepada pemohon diberikan tanda penerimaan yang ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang sama pada waktu pendaftaran. Permohonan pernyataan pailit disampaikan oleh panitera kepada ketua pengadilan paling lambat 2 dua hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.

C. Proses Pemeriksaan Permohonan Pernyataan Pailit

Dalam jangka waktu paling lambat 3 tiga hari setelah tanggal permohonan pernyataan didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 dua puluh hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan. Atas permintaan debitor dengan alasan yang cukup, 102 Pasal 7 ayat 2 UUK dan PKPU. pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang tersebut sampai paling lambat 25 dua puluh lima hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan. 103 Jadi, pemeriksaan permohonan pernyataan pailit harus diselenggarakan paling lambat 30 hari sejak permohonan pailit itu didaftarkan pada panitera. Dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, atau Menteri Keuangan, maka pengadilan melalui juru sita wajib memanggil debitor dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 tujuh hari sebelum sidang pemeriksaan pertama diselenggarakan. 104 Ketentuan pasal ini juga merupakan pengecualian dari ketentuan hukum acara perdata dalam HIR maupun RBg dimana dalam Pasal 122 HIR146 RBg menyebut tenggang waktu yang patut adalah 3 tiga hari sebelum persidangan. Dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh debitor, maka pengadilan dapat memanggil kreditor, jika pengadilan memandang terdapat keragu- raguan bahwa persyaratan untuk diajukan pailit telah dipenuhi. 105 Putusan atas permohonan pailit harus diucapkan dalam jangka waktu paling lambat 60 enam puluh hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan dengan memuat secara lengkap pertimbangan hukum seperti pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan danatau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili serta memuat juga perbedaan pendapat dessenting opinion dari hakim anggota atau ketua majelis kalau ada. Selain itu putusan harus 103 Pasal 6 ayat 5, 6, dan 7 UUK dan PKPU. 104 Pasal 8 ayat 1 huruf a dan ayat 2 UUK dan PKPU. 105 Pasal 8 ayat 1 huruf b UUK dan PKPU. diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan lebih dahulu, meskipun terhadap putusan itu diajukan ada upaya hukum. 106 Salinan putusan permohonan pernyataan pailit wajib disampaikan oleh juru sita dengan surat tercatat kepada debitor, pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit, kurator, dan hakim pengawas paling lambat 3 tiga hari setelah tanggal putusan diucapkan. 107 Dalam putusan pernyataan pailit juga harus mencantumkan nama kurator yang diangkat dan nama seorang hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim Pengadilan Niaga yang menjatuhkan putusan. Jika pihak yang berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit tidak mengajukan usul pengangkatan kurator, maka Pengadilan Niaga akan menunjuk dan mengangkat Balai Harta Peninggalan BHP sebagai kuratornya. Kurator yang diangkat dalam putusan harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor, dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan PKPU lebih dari 3 tiga perkara. 108 Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung. Upaya hukum tersebut dapat diajukan baik oleh debitor dan kreditor sebagai pihak pada persidangan tingkat pertama maupun oleh kreditor lain yang bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama, yang diajukan paling lambat 8 delapan hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan dengan wajib melampiri memori kasasi dan 106 Pasal 8 ayat 5, 6, dan 7 UUK dan PKPU. 107 Pasal 9 UUK dan PKPU. 108 Pasal 15 UUK dan PKPU. mendaftarkannya kepada panitera Pengadilan Niaga yang telah menjatuhkan putusan serta akan diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan kasasi. 109 Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lambat 20 dua puluh hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung serta harus diputus paling lambat 60 enam puluh hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. 110 Dan atas putusan kasasi tersebut, dapat diajukan upaya hukum berupa peninjauan kembali ke Mahkamah Agung dengan tatacara yang sama sebagaimana telah diuraikan di atas.

D. Pelaksanaan Putusan Pailit

Jika upaya perdamaian tidak ada dalam proses kepailitan yang disebabkan karena debitor pailit tidak menawarkan perdamaian, debitor pailit menawarkan perdamaian akan tetapi ditolak oleh para kreditor, atau debitor pailit menawarkan perdamaian kemudian disetujui oleh para kreditor akan tetapi ditolak oleh hakim Pengadilan Niaga, maka proses selanjutnya adalah tahap insolven. 111 Terminologi yuridis “insolven” dalam tahap pemberesan pailit ini memiliki makna khusus dibandingkan dengan makna “insolven” secara umum. Insolven secara umum merupakan keadaan suatu persahaan yang kondisi aktivanya lebih kecil dari pasivanya. Dengan kata lain utang perusahaan lebih besar daripada harta perusahaan. 109 Pasal 11 dan Pasal 12 ayat 2 UUK dan PKPU. 110 Pasal 13 ayat 2 dan 3 UUK dan PKPU. 111 M. Hadi Subhan, Op.Cit, hal. 144. Lihat juga Pasal 178 ayat 1 UUK dan PKPU. Jika hal ini terjadi biasa disebut sebagai technical insolvency. Sedangkan insolven dalam tahap pemberesan kepailitan adalah satu tahap dimana akan terjadi jika tidak terjadi suatu perdamaian sampai dihomologasi dan tahap ini akan dilakukan suatu pemberesan terhadap harta pailit. 112 Konsekuensi yuridis dari insolven debitor pailit adalah harta pailit akan segera dilakukan pemberesan. Kurator akan mengadakan pemberesan dan menjual harta pailit di muka umum atau di bawah tangan serta menyusun daftar pembagian dengan izin hakim pengawas, demikian juga dengan hakim pengawas dapat mengadakan rapat kreditor untuk menentukan cara pemberesan. Pemberesan harta pailit dalam kepailitan pada prinsipnya merupakan pelaksanaan eksekusi dari putusan pernyataan pailit. Pada prinsipnya eksekusi pelaksanaan putusan merupakan tindakan paksa yang dilakukan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum, guna menjalankan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 113 Menurut Subekti eksekusi adalah melaksanakan putusan yang sudah tidak dapat diubah lagi itu, ditaati secara sukarela oleh pihak yang bersengketa. Jadi di dalam makna perkataan eksekusi sudah mengandung arti pihak yang kalah mau tidak mau harus mentaati putusan itu secara sukarela, sehingga putusan itu harus dipaksakan kepadanya dengan bantuan kekuatan umum, dimana kekuatan umum ini berarti 112 Pemberesan harta pailit diatur dalam Bab II bagian ketujuh UUK dan PKPU 113 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hal. 8. polisi. 114 Sedangkan menurut Supomo adalah hukum yang mengatur cara dan syarat- syarat yang dipakai oleh alat-alat negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan hakim, apabila pihak yang kalah tidak bersedia memenuhi bunyinya putusan dalam waktu yang ditentukan. 115 Suatu putusan hakim yang dapat dieksekusi harus putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap in kracht van gewijsde yaitu apabila tidak ada lagi upaya hukum biasa yang dipergunakan yaitu perlawanan, banding dan kasasi. Karena dengan memperoleh kekutan hukum yang tetap maka putusan itu tidak dapat lagi diubah sekalipun dengan pengadilan yang lebih tinggi kecuali dengan upaya hukum yang khusus, yaitu peninjauan kembali request civil dan perlawanan oleh pihak ketiga derden verzet. 116 Tetapi tidak selalu hanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dieksekusi, menurut ketentuan Pasal 180 HIR 191 RBg, hakim diijinkan untuk menjalankan putusannya terlebih dahulu walaupun belum berkekuatan hukum tetap yang disebut dengan putusan serta merta uitvoerbaar bij vooraad. Putusan serta merta pun kemudian dianut dalam ketentuan Pasal 8 ayat 7 UUK dan PKPU. Adanya putusan serta merta ini disebabkan pembentuk undang-undang menginginkan agar putusan pernyataan pailit dapat secepatnya dilaksanakan. 117 114 Subekti, Hukum Acara Perdata, Op.Cit, hal. 130. 115 Soepomo, Hukum Acara Pengadilan Negeri, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1986 hal. 119. 116 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Op.Cit, hal. 208. 117 Disriani Latifah, Op.Cit, hal. 3. Pelaksanaan putusan serta merta ini sebenarnya dapat menimbulkan masalah hukum nantinya apabila terhadap putusan pailit tersebut dimintakan upaya hukum baik kasasi ataupun peninjauan kembali dan kemudian permintaan tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Agung dan putusan Pengadilan Niaga dibatalkan sementara kurator telah melakukan pengurusan danatau pemberesan atas harta pailit tersebut misalnya telah dilakukan penjualan terhadap sebagian harta pailit kepada pihak ketiga, apakah pihak ketiga harus mengembalikan barang tersebut dan bagaimana jika barang tersebut sudah dijual oleh pihak ketiga. Menyikapi hal tersebut Pasal 16 ayat 2 UUK dan PKPU mengatur bahwa dalam hal putusan pernyataan pailit dibatalkan sebagai akibat adanya kasasi atau peninjauan kembali, segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator sebelum atau pada tanggal kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan, tetap sah mengikat debitor. Namun walaupun undang-undang telah mengatur bahwa perbuatan pengurusan atau pemberesan kurator tetap sah dan mengikat debitor walau dilakukan upaya hukum tapi tetap tidak dapat dihindari kemungkinan terjadinya kerugian bagi kelangsungan usaha debitor setelah pembatalan putusan pernyataan pailit oleh Mahkamah Agung karena bisa saja yang berhasil dijual oleh kurator tersebut adalah aset yang diperlukan untuk kelangsungan usaha debitor. Sehingga menurut Sutan Remy Sjahdeini, sebaiknya undang-undang menentukan bahwa yang boleh dilakukan kurator terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit itu adalah tugas pengurusan dan pemberesan atas harta pailit kecuali melakukan penjualan harta tetap yang merupakan harta yang mutlak diperlukan bagi kegiatan usaha atau bisnis debitor, yang tanpa dimilikinya lagi harta itu oleh debitor maka tidak mungkin lagi bagi debitor untuk dapat melanjutkan usaha atau bisnisnya seandainya putusan pernyataan pailit itu dibatalkan. 118 Dalam perkara perdata umum, pelaksanaan putusan atau eksekusi dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan ketua Pengadilan Negeri yang dulu memeriksa dan memutus perkara tersebut dalam tingkat pertama. 119 Hal ini berarti kewenangan menjalankan eksekusi terhadap putusan hakim mutlak berada pada Pengadilan Negeri, kemudian ketua Pengadilan Negeri tersebut akan menuangkannya dalam suatu penetapan, untuk kemudian dijalankan oleh panitera dan juru sita. Sedangkan di dalam perkara kepailitan, yang melaksanakan putusan pailit dalam hal pengurusan danatau pemberesan terhadap harta pailit adalah kurator bukan ketua pengadilan dan dalam perkara kepailitan tidak ada yang memimpin eksekusi, sebab UUK dan PKPU hanya menyatakan bahwa dalam melakukan pemberesan dan pengurusan harta pailit, kurator diawasi oleh hakim pengawas. 120 Tujuan akhir dari kepailitan adalah menjadikan harta pailt menjadi uang untuk kemudian dipakai untuk membayar 118 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Faillissements Verordening Juncto Undang-Undang No.4 Tahun 1998, Op.Cit, hal. 256-257. Lihat juga penjelasan Pasal 56 ayat 3 UUK dan PKPU yang menyebutkan bahwa harta pailit yang dapat dijual oleh kurator terbatas pada barang persediaan inventory danatau benda bergerak current assets meskipun harta pailit tersebut dibebani dengan hak agunan atas kebendaan. 119 Pasal 195 ayat 1 HIR206 ayat 1 RBg. 120 Parwoto Wignyosumarto, “Peran dan Tugas Hakim Pengawas”, Kepailitan dan Transfer Aset Secara Melawan Hukum, Prosiding, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004, hal. 180, dalam Disriani Latifah, Op.Cit, hal. 4. seluruh utang debitor pailit secara adil merata berimbang menurut tingkatan dan sifat utang masing-masing di bawah pengawasan hakim pengawas. 121

E. Syarat-Syarat Agar Debitor Dapat Dinyatakan Pailit

Pasal 2 ayat 1 UUK dan PKPU menentukan bahwa agar suatu debitor dapat dinyatakan pailit harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. debitor mempunyai dua atau lebih kreditor ; 2. debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Selain itu dalam Pasal 8 ayat 4 UUK dan PKPU disebutkan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa syarat-syarat yang terdapat dalam Pasal 2 ayat 1 telah dipenuhi.

1. Pengertian Debitor dan Kreditor

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Atas Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Memutus Perkara Kepailitan Dengan Adanya Klausul Arbitrase Dalam Perjanjian Para Pihak Yang Bersengketa

3 84 83

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Sikap Pengadilan Terhadap Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang Terkenal (Studi Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan)

1 33 187

Kewenangan Kreditur Dalam Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 05/ PKPU/ 2010/ PN. Niaga – Medan)

2 52 135

Analisis Yuridis Kompetensi Pengadilan Niaga Dalam Perkara Kepailitan (Studi Kasus Terhadap Putusan Nomor 65/PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST)

1 81 151

Kewenangan Pengadilan Niaga Dalam Mengadili Tuntutan Pekerja/Buruh Atas Upah Atau Uang Pesangon Yang Tidak Dibayar Oleh Perusahaan (Analisa Terhadap Putusan Pengadilan Niaga No. 49/Pailit/2004/PN.Niaga/Jkt. Pst Dan Putusan Pengadilan Niaga No. 41/Pailit/2

7 174 169

Analisis Utang Pada Beberapa Putusan Perkara Kepailitan Pada Pengadilan Niaga Dan Mahkamah Agung

0 23 56

Penetapan Sementara Pengadilan Niaga Dalam Hukum Merek Di Indonesia

0 23 150

Kedudukan Hukum Penjamin (Personal Guarantee) dengan Pembebanan Hak Tanggungan dan Akibat Hukum Kepailitan Perseroan Terbatas (Studi Putusan Pengadilan Niaga No. 31/Pailit/2011/PN.Niaga.Sby)

2 11 9

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Merek Dagang Asing di Indonesia (Analisis Putusan Pengadilan Niaga Nomor:69/PDT.SUS/Merek/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst.)

1 16 0